• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi dalam Evaluasi Program Hutan Kemasyarakatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Partisipasi dalam Evaluasi Program Hutan Kemasyarakatan

Distribusi olahan data primer hasil penelitian menerangkan bahwa tingkat pastisipasi dalam evaluasi keterlibatan pengurus atau anggota kelompok dalam penilaian dan pengelolaan pembukuan keuangan dan pembagian peran kerja adalah tinggi. Adapun hasil analisis data menggunakan rumus tingkat partisipasi kelompok terhadap program HKm dalam evaluasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 10. Partisipasi dalam Evaluasi Kelompok Tani Hutan HKm

No. Desa Kategori

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa tingkat partisipasi kelompok tani HKm Dos Ukur Mersada Desa Kuta Tinggi dalam Evaluasi adalah tinggi yaitu sebesar 81,48%. Hal itu dikarenakan KTH HKm Dos Ukur Mersada sangat berperan aktif dalam mengikuti pelatihan pengelolaan administrasi dan evaluasi

organisasi. Selain itu pemerintahan desa juga berperan dalam evaluasi KTH HKm Dos Ukur Mersada Desa Kuta Tinggi.

Analisis Faktor Pengaruh Keberhasilan Program HKm di Kabupaten Pakpak Bharat.

Strategi Pengembangan

Berdasarkan data hasil penelitian dapat digambarkan aspek-aspek lingkungan internal yang merupakan kekuatan (strenghts) dan kelemahan (weakness), juga aspek-aspek eksternal yang merupakan peluang (oppurtunity) dan ancaman (threats) dalam upaya pengembangan Program Hutan Kemasyarakatan di 3 (tiga) desa Kabupaten Pakpak Bharat. Pada analisis faktor pengaruh keberhasilan KTH HKm dalam menentukan strategi pengembangan dalam pengelolaan hutan kemasyarakatan terdapat perhitungan dan faktor pengaruh lainnya yang dalam hal ini ialah pemberian rating dan pemberian bobot.

Pada pemberian rating karakteristik responden merupakan responden yang baik secara langsung ikut serta dalam program hutan kemasyarakatan di kabupaten Pakpak Bharat.

Pada pemberian bobot karakteristik responden dibagi menjadi 3 yaitu lembaga pemerintah, lembaga non pemerintah, dan masyarakat. Lembaga pemerintah meliputi: Balai Perhutanan Sosial Kemitraan Lingkungan (BPSKL), Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah XIV Sidikalang, Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit XV Pakpak Bharat, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Pakpak Bharat, Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Pakpak Bharat, staff camat, staff bupati. Dan pada lembaga non pemerintah meliputi: Yayasan Pesona Tropis Alam Indonesia,Yayasan Orangutan Sumatera Lestasi- Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) dan Wahana Lingkungan Hidup Sumatera Utara (WALHI-Sumut). Sedangkan masyarakat yang dimaksud ialah ketua Kelompok Tani Hutan HKm dan kepala desa di 3 desa tersebut. Untuk lebih jelasnya hasil dari pemberian bobot terhadap faktor internal dan faktor eksternal oleh 3 pihak tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

29

Tabel 11. Pembobotan oleh berbagai pihak pada faktor internal

Faktor Internal Bobot %

Total Kekuatan

Pemerintah Non Pemerintah

Masyarakat

a. Dukungan Kebijakan Pemerintah

Dalam Pengelolaan HKm 0,070 0,053 0,013 0,107

b. Perencanaan Pengelolaan Areal

HKm 0,070 0,061 0,019 0,113

c. Pengalaman Berusaha Tani Cukup

Tinggi 0,060 0,053 0,019 0,105

d. Adanya Tenaga Pendamping dalam

proses Pengajuan Izin IUPHKm 0,060 0,055 0,019 0,105 e. Adanya program pelatihan usaha tani

kopi 0,066 0,053 0,020 0,112

Sub Total 0,326 0,124 0,090 0,541

Kelemahan

a. Kelembagaan masyarakat Desa (Kelompok Tani Hutan) Masih Lemah

0,070 0,071 0,021 0,119

b. Tingkat Pendidikan Masyarakat

masih rendah 0,066 0,066 0,018 0,115

c. Masyarakat masih kurang proaktif

dalam pengelolaan HKm 0,066 0,063 0,021 0,117

d. Kekosmopolitan Masih Rendah 0,062 0,058 0,018 0,108

Sub Total 0,264 0,115 0,080 0,459

0,591 0,239 0,170 1,000

Berdasarkan hasil tabulasi tersebut, bobot terendah pada faktor internal kekuatan berdasarkan lembaga pemerintah adalah pengalaman berusaha tani dan tenaga pendamping dalam proses IUPHKm yaitu dengan bobot sebesar 0,62 dan bobot yang tertinggi terletak pada dukungan kebijakan pemerintah dan perencanaan pengelolaan areal HKm yaitu dengan bobot sebesar 0,070.

Sedangkan pada lembaga non pemerintah bobot terendah terdapat pada faktor pengalaman berusaha tani dengan bobot sebesar 0,053 dan bobot tertinggi terdapat pada faktor perencanaan pengelolaan areal HKm. Pada masyarakat bobot terendah terdapat pada faktor dukungan kebijakan permerintah dalam pengelolaan

areal HKm yaitu sebesar 0,013 dan bobot tertinggi terdapat pada faktor adanya program pelatihan usaa tani kopi yaitu sebesar 0,20.

Pada faktor kekuatan, semakin tinggi nilai bobot yang diberikan maka semakin kuat faktor kekuatan dapat digunakan sedangkan pada faktor kelemahan, semakin tinggi bobot yang diberikan maka semakin lemah pula kekuatan faktornya sehingga hal tersebut dikhawatirkan dapat menjadi ancaman.

Tabel 12. Pembobotan oleh berbagai pihak pada faktor eksternal

Faktor Eksternal Bobot %

Total

Peluang Pemerintah Non

Pemerintah Masyarakat a. Potensi Sumber Pendapatan

Masyarakat

0,053 0,040 0,021 0,113

b. Potensi Penggunaan dan Pemanfaatan Fungsi Hutan

0,061 0,029 0,026 0,116

c. Kesesuaian lahan, jenis tanaman yang diusahakan di Kawasan Areal Kerja HKm

0,053 0,026 0,025 0,104

d. Implementasi Pencanangan HKm

0,055 0,034 0,022 0,112

e. Terbentuknya program pelatihan usaha tani kopi

0,053 0,032 0,026 0,111

Sub Total 0,274 0,161 0,120 0,555

Ancaman Bobot %

a. Tingginya Degradasi Hutan akibat pembalakan liar dan perambahan hutan serta sistem pertanian masyarakat dengan sistem lahan berpindah

0,071 0,032 0,021 0,124

b. Tata Kelola lahan Hutan masyarakat masih Rendah

0,066 0,029 0,012 0,107

c. Masih Adanya konflik Penguasaan Lahan Hutan

0,063 0,026 0,014 0,104

d. Jumlah Penduduk dan kemiskinan yang cukup tinggi

0,058 0,032 0,020 0,110

Sub Total 0,259 0,119 0,068 0,445

0,533 0,280 0,188 1,000

Berdasarkan hasil tabulasi data pada faktor eksternal peluang bobot terendah pada lembaga pemerintah yaitu pada kesesuaian lahan, jenis tanaman yang diusahakan di areal kerja HKm dengan nilai sebesar 0,053 dan bobot tertinggi terdapat pada faktor potensi penggunaan dan pemanfaatan fungsi hutan dengan bobot sebesar 0,061. Sedangkan pada lembaga non pemerintah bobot terendah terdapat pada faktor kesesuaian lahan dan jenis tanaman yang

31

diusahakan di kawasan areal kerja HKm yaitu sebesar 0,026 dan tertinggi terdapat pada faktor potensi sumber pendapatan dengan bobot sebesar 0,040. Dan pada faktor eksternal ancaman pada lembaga pemerintah, bobot terendah terdapat pada faktor jumlah penduduk dan kemiskinan cukup tinggi dengan nilai sebesar 0,58 dan tertinggi terdapat pada faktor tingginya degradasi hutan akibat pembalakan liar dan perambahan hutan serta sistem pertanian lahan berpindah yaitu sebesar 0,071. Pada lembaga non pemerintah, bobot terendah terdapat pada faktor masih adanya konflik pengusasaan lahan hutan dengan bobot sebesar 0,026 dan bobot tertinggi terdapat pada faktor tingginya degradasi hutan akibat pembalakan liar dan perambahan hutan serta sistem pertanian lahan berpindah yaitu sebesar 0,032.

Semakin tinggi nilai bobot pada ancaman semakin tinggi pula ancaman terhadap masyarakat dan kelompok tani hutan HKm.

Faktor Internal

Setelah faktor-faktor strategis internal teridentifikasi, selanjutnya dibuat tabel IFAS (Internal Factor Analysis Summary). Berdasarkan hasil perhitungan setiap rating, maka diperoleh pembobotan untuk masing-masing nilai rating faktor internal. Berdasarkan hasil analisis Internal Factor Analysis Summary (IFAS) pada Tabel 12 terlihat bahwa faktor kekuatan (Strenghts) mempunyai nilai sebesar 2,08 dengan kelemahan (Weakness) mempunyai nilai sebesar 1,35.

Tabel 13. Matriks Hasil Internal Factor Analysis Summary (IFAS)

No 1.

Faktor Internal Rating Bobot

%

Bobot x Rating KEKUATAN

a. Dukungan Kebijakan Pemerintah Kab. Pakpak Bharat Dalam Pengelolaan HKm

3,50 0,107 0,37 b. Perencanaan Pengelolaan KTH HKm 3,97 0,113 0,45 c. Pengalaman Berusaha Tani Cukup Tinggi 3,90 0,105 0,41 d. Adanya Tenaga Pendamping dalam proses Pengajuan

Izin IUPHKm

3,93 0,105 0,41 e. terbentuknya program pelatihan usaha tani kopi 3,97 0,112 0,44

Sub Total 19,27 2,08

2. KELEMAHAN

a. Kelembagaan masyarakat Desa (Kelompok Tani Hutan ) Masih Lemah

3,03 0,121 0,37 b. Tingkat Pendidikan Masyarakat masih rendah 3,13 0,116 0,36 c. masyarakat masih kurang proaktif dalam pengelolaan

HKm

3,03 0,119 0,36

d. Kekosmopolitan Masih Rendah 3,10 0,110 0,34

Sub Total 12,30 1,43

Total 31,57 1,00 3,53

Hasil perhitungan dari nilai skor faktor lingkungan internal dalam strategi Keberhasilan program Hutan Kemasyarakatan di 3 (tiga) Desa di Kabupaten Pakpak Bharat yaitu faktor kekuatan (strenght) dikurangidengan faktor kelemahan (weakness) diperoleh nilai X sebagai sumbu horizontal 2,08 – 1,43 = 0,65 dengan demikian nilai sumbu X dalam diagram SWOT adalah sebesar 0,65.

Faktor Eksternal

Faktor-faktor strategis eksternal yang telah teridentifikasi, selanjutnya dibuat Tabel EFAS (External Factor Analysis Summary). Berdasarkan hasil perhitungan setiap rating, maka diperoleh pembobotan untuk masing-masing nilai rating dan bobot faktor eksternal. Berdasarkan hasil analisis external Factor Analysis Summary (EFAS) pada Tabel 15 terlihat bahwa faktor peluang (Opportunity) mempunyai nilai sebesar 2,02 dengan ancaman (Threats) mempunyai nilai sebesar 1,35. Dari nilai tersebut dapat diartikan bahwa Program Hutan Kemasyarakatan di 3 (tiga) Kabupaten Pakpak Bharat memiliki peluang yang lebih tinggi yaitu 2,02 persen dibandingkan dengan ancaman sebesar 1,35 persen sehingga pengembangan strategi Program Hutan Kemasyarakatan masih perlu dilakukan dan dikembangkan sesuai dengan keterampilan hasil tani yang dapat di produksi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 14. Matriks Hasil Analisis External Factor Analysis Summary (EFAS)

No 1.

Faktor Eksternal Rating Bobot

%

Kawasan Areal Kerja HKm

3,57 0,104 0,37 Perambahan hutan serta sistem pertanian masyarakat dengan sistem lahan berpindah

3,23 0,124 0,40

33

Hasil perhitungan dari nilai skor faktor lingkungan eksternal dalam strategi pengembangan Hutan Kemasyarakatan pada area pencanangan HKm di 3 (tiga) Desa Kabupaten Pakpak Bharat, yaitu faktor peluang (opportunities) dikurangi dengan faktor ancaman (threats) diperoleh nilai Y sebagai sumbu horizontal = 2,02 – 1,35 = 0,67. Dengan demikian nilai sumbu Y dalam diagram SWOT adalah sebesar 0,67. Hasil perhitungan matriks IFAS (Internal Strategic Faktor Analisys Summary) dan matrik EFAS (External Strategic Faktor Analisys Summary) yang menghasilkan nilai sumbu X merupakan hasil pengurangan antara faktor kekuatan (2,08) dan faktor kelemahan (1,43) dari lingkungan internal yaitu sebesar 0,65 dan nilai sumbu Y yang merupakan hasil pengurangan antara faktor peluang (2,02) dan faktor ancaman (1,35) dari lingkungan eksternal yaitu sebesar 0,67. Sehingga dapat digambarkan dalam diagram SWOT pada Gambar 3

Gambar 3. Posisi Strategi Program Hutan Kemasyarakatan di 3 (tiga) Desa Kabupaten Pakpak Bharat

Cara melakukan analisis SWOT adalah melakukan identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal berdasarkan diagram SWOT pada Gambar 3.

menunjukan bahwa posisi pengembangan Hutan Kemasyarakatan di 3 (tiga) Desa Kabupaten Pakpak Bharat pada pemetaan analisis lingkungan strategis (lingkungan internal dan eksternal) berada pada kuadran dua (I) atau pada

kemasyarakatan yakni strategi SO (strategi pengembangan Agressif). Hal ini memberikan indikasi bahwa peluang pengembangan strategi program hutan kemasyarakatan di 3 (tiga) desa Kabupaten Pakpak Bharat meskipun menghadapi berbagai ancaman, namun kekuatan dari faktor internal masih dimiliki cukup tinggi. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang. Faktor tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 15. Diagram Matriks Analisis SWOT Strategi Program Hutan Kemasyarakatan di 3 (tiga) Kabupaten Pakpak Bharat

IFAS

EFAS

Strength (S)

1. 1. Dukungan kebijakan pemerintah Kab. Pakpak Bharat dalam pengelolaan hkm

2. 2. Perencanaan Program KTH HKm 3. 3. Pengalaman bertani hutan KTH HKm 4. 4. Tenaga kerja keluarga cukup tersedia

Opportunities (O)

1. 1. Potensi sumber pendapatan masyarakat

2. 2. Potensi penggunaan, dan pemanfaatan fungsi lahan

3. 3. Kesesuaian lahan dan jenis tanaman yang diusahakan di kawasan areal Hkm

4. 4. Implementasi pengajuan dan pengelolaan HKm

Strategi SO

1. 1.Meningkatkan peran pemerintah kabupaten pakpak Bharat seperti Dinas Kehutanan/KPH Wilayah XIV Sidikalang, Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian dan Koperasi yang lebih komprehensif dan peningkatan pendapatan usaha hasil tani KTH HKm Kabupaten Pakpak Bharat melalui program Hutan Kemasyarakatan

2. 2.Perencanaan pengelolaan Areal HKm diselaraskan dengan pemanfaatan kawasan HKm untuk pengembangan jenis tanaman kayu dan non kayu

3. 3. Implementasi program kegiatan pengembangan tanaman lokal seperti seperti kopi, rotan, bambu, gambir dan kemenyan serta pengelolaan jasa lingkungan yang dapat digunakan pada areal HKm tersebut sebagai bahan produksi usaha hasil tani KTH HKm di 3 Desa Kab. Pakpak Bharat.

4. 4. Pembinaan desa oleh tenaga pendamping baik PPL Pemerintah daerah maupun PPL Lembaga Swadaya terus dilakukan agar proses pengusulan Areal Kerja HKm dan perencanaan pengelolaan HKm dapat terus di laksanakan dengan sebaik-baiknya

Berdasarkan matriks SWOT pada Tabel 15 maka dalam strategi pengembangan program Hutan Kemasyarakatan pada lokasi pencanangan HKm di 3 (tiga) Desa Kabupaten Pakpak Bharat digunakan Strategi SO dengan melakukan kegiatan operasional :

35

1. Meningkatkan peran pemerintah kabupaten pakpak Bharat, seperti KPH Wilayah XIV Sidikalang, Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian dan Koperasi yang lebih komprehensif dan peningkatan pendapatan usaha hasil tani KTH HKm Kabupaten Pakpak Bharat melalui program Hutan Kemasyarakatan.

a) Pembinaan kelompok tani hutan berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, ekologi, sosial dan budaya oleh pemerintah daerah yang berkaitan;

b) Menjalin hubungan kemitraan agribisnis dengan berbagai stakeholder c) Memberi jaminan dalam pengembangan dan pengelolaan program Hutan

Kemasyarakatan terhadap kelompok tani hutan HKm di Kabupaten Pakpak Bharat;

2. Perencanaan pengelolaan Areal HKm diselaraskan dengan pemanfaatan kawasan untuk pengembangan jenis tanaman kayu dan non kayu di areal kerja HKm;

a) Transparansi Penentuan batas-batas hutan yang dikelola dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan melalui sosialisasi intensif; Inventarisasi, identifikasi keadaan/kondisi kawasan hutan dan permasalahannya, melakukan pendataan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat sekitar dan didalam areal pencanangan HKm di 3 (tiga) Desa HKm Kabupaten Pakpak Bharat tersebut;

b) Melakukan pemetaan areal blok pemanfaatan dan rehabilitasi lahan;

c) Mengembangkan tata ruang kawasan yang yang sesuai dengan blok pemanfaatan kawasan/areal kerja HKm sesuai dengan perencanaan pengelolaannya;

3. Implementasi program kegiatan pengembangan tanaman lokal seperti kopi, rotan, bambu, gambir dan kemenyan serta pengelolaan jasa lingkungan yang dapat digunakan pada areal HKm tersebut sebagai bahan produksi usaha hasil tani KTH HKm di 3 desa kabupaten Pakpak Bharat.

a) Prosperity approach (pendekatan pengelolaan budidaya);

b) Pengelolaan tanaman lokal seperti kopi, rotan, bambu, gambir dan kemenyan yang terdapat pada areal tersebut sebagai pengembangan usaha kelompok HKm;

c) Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan disekitar kawasan dengan Budidaya tanaman kopi sebagai hasil tani alternatif; dan

d) Membentuk dan mengembangkan Koperasi Usaha kelompok tani HKm 4. Pembinaan desa oleh tenaga pendamping baik PPL Pemerintah daerah maupun

PPL Lembaga Swadaya terus dilakukan agar proses pengusulan Areal Kerja HKm dan perencanaan pengelolaan HKm dapat terus di laksanakan dengan sebaik-baiknya

a) Pembinaan 3 (tiga) kelompok tani hutan HKm secara terpadu dan holistik dalam proses pengembangan Hutan Kemasyarakatan

b) Pemantapan pengawasan hutan oleh para stakeholder terkait dan Peningkatan koordinasi lintas sektor dalam pengawasan hutan.

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pemerintah menilai bahwa pengalaman berusaha tani memiliki nilai yang paling rendah yaitu 0,105. Dari beberapa hasil penelitian sebelumya seperti yang dilaksanakan oleh Anggraeny (2010) bahwa berdasarkan hasil analisis pengembangan HTR perlu memperhatikan jaminan ketersediaan dan keamanan kawasan hutan, kemampuan dan kesiapan masyarakat (ilmu pengetahuan dan teknologi, manajemen, dan kelembagaan). Sedangkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widjajanto dan Gailea (2010) menyatakan bahwa dukungan permodalan usahatani, keuntungan finansial, kesesuaian lahan, pengendalian erosi dan rehabilitasi tanah, kemitraan agribisnis, dan peran kelembagaan petani merupakan kriteria yang mempunyai bobot kepentingan tertinggi. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengembangan Hutan Kemasyarakatan (Hkm) dimana kelembagaan masyarakat desa (kelompok tani hutan) masih lemah dengan bobot 0,121. Pada faktor kelemahan, semakin tinggi nilai bobot yang didapat semakin lemah kekuatan faktornya. Sehingga penguatan kelembagaan KTH HKm perlu terus dilakukan pembinaan secara terus menerus.

Anantanyu (2011) menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa peningkatan kapasitas kelembagaan petani dilakukan sejalan dengan kegiatan penyuluhan

37

pertanian dengan memotivasi petani untuk berpartisipasi dalam kelembagaan petani, dengan memberikan muatan pada penguatan kapasitas individu petani sekaligus kapasitas kelembagaan petani yang dalam konteks ini ialah Kelompok Tani Hutan.

Hal terpenting lainnya adalah pemberdayaan ataupun partisipasi masyarakat hendaknya tanpa paksaan atau sukarela. Selain kelembagaan faktor pendidikan juga menjadi faktor yang mempengaruhi pengembangan Hutan Kemasyarakatan di 3 (tiga) Desa di Kabupaten Pakpak Bharat hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakatat masih kurang proaktif dalam pengelolaan HKm dengan bobot 0,119 sehingga menjadi salah satu kelemahan dalam pengembangan Hutan Kemasyarakatan dimana Pengetahuan dan keterampilan bidang teknologi merupakan peralatan immaterial atau aset tidak nyata masyarakat. Pengembangan Hutan Kemasyarakatan di 3 (tiga) Desa di Kabupaten Pakpak Bharat masih memiliki potensi dan peluang untuk dikembangkan. Hasil penelitian menunjukkan potensi penggunaan dan pemanfaatan fungsi hutan memiliki bobot 0,116. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan dan pemanfaatan fungsi hutan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk dapat meningkatkan laju perkembangan baik ekonomi, ekologi dan sosial budaya.

Dengan berbagai potensi yang terdapat pada areal kelola HKm di 3 (tiga) desa tersebut dapat menjadi sumber peluang yang terus dapat dikembangkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darusman dan Hardjanto (2006) bahwa ada keyakinan bahwa hutan rakyat menyimpan potensi yang sangat berarti dalam percaturan pengelolaan hutan nasional. Manfaat dari pengembangan hutan rakyat juga dapat menjadi salah satu alternatif untuk meningkatkan taraf kehidupan sosial ekonomi masyarakat di pedesaan (Aldianoveri, 2012).

Dokumen terkait