• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.7. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan dan keberlanjutan program pembangunan. Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar. Ndraha (1990) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.

Kegagalan dalam mencapai hasil dari program pembangunan tidak mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat (Kartasasmita, 1997). Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain:

a. Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil masyarakat dan tidak menguntungkan rakyat banyak.

b. Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud itu.

c. Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman mereka.

d. Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan.

Keikutsertaan masyarakat adalah sangat penting di dalam keseluruhan proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan selayaknya mencakup keseluruhan proses mulai dari awal sampai tahap akhir. Oleh karena itu, menurut Ndraha (1990) partisipasi publik dapat terjadi pada 4 (empat) jenjang, yaitu:

a. Partisipasi dalam proses pembentukan keputusan. b. Partisipasi dalam pelaksanaan.

c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil. d. Partisipasi dalam evaluasi.

Konsep ini memberikan makna bahwa masyarakat akan berpartisipasi secara sukarela apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan melalui program pemberdayaan. Ketika mereka mendapatkan manfaat dan merasa memiliki terhadap program pemberdayaan, maka dapat dicapai suatu keberlanjutan dari program pemberdayaan.

Sebagai proses perubahan dan pembaharuan masyarakat, pembangunan membutuhkan kontribusi komunikasi, baik sebagai bagian dari kegiatan masyarakat maupun sebagai ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Banyak proses pembangunan tidak mencapai sasarannya hanya karena rendahnya frekuensi informasi dan komunikasi kepada masyarakat sehingga tidak

menimbulkan tingkat partisipasi yang memadai. Padahal partisipasi masyarakat sangat diperlukan bagi usaha pencapaian tujuan pembangunan (Dilla, 2007).

Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan ada beberapa bentuk. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap (Ericson dalam Slamet 1994) yaitu:

1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan.

2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut.

3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek.

Menurut Soekartawi (2003), perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumber daya yang tersedia.

Fungsi Perencanaan:

1. Menjelaskan secara tepat tujuan-tujuan serta cara-cara mencapai tujuan. 2. Sebagai pedoman bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi pada

pelaksanaan rencana yang telah disusun.

3. Merupakan alat pengawasan terhadap pelaksanaan program.

4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan segala sumber daya yang dimiliki organisasi.

5. Memberikan batas-batas wewenang dan tanggung jawab setiap pelaksanaan, sehingga dapat meningkatkan kerjasama/koordinasi.

Menghadapi segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya, hampir setiap manusia membuat atau mengambil keputusan dan melaksanakannya, ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat keputusan.

Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu

kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan (Usman dan Nurdin 2002). Pengertian implementasi yang dikemukakan dapat

dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.

Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000).

Evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi (Bryant dan White, dalam Kuncoro 1997). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil. Evaluasi akan menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif, sehingga evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakan dari metode-metode analisis kebijakan lainnya, yakni:

1. Fokus Nilai, evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk menumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan yang tidak terantisipasi, karena ketepatan tujuan dan

sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.

2. Interdependensi fakta-nilai, tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta” maupun “nilai” untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tinggi atau rendah. Untuk itu diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekwensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.

3. Orientasi masa kini dan masa lampau, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post) rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).

4. Dualitas nilai, nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenan dengan nilai yang ada (misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata dalam suatu hierarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antara tujuan dan sasaran.

Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program. Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan (Anderson, dalam Arikunto 2004).

Pemanfaatan hasil hutan adalah kegiatan untuk memanfaatakan dan mengusahakan hasil hutan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan pohon serbaguna (multi purpose trees species) adalah kegiatan untuk memanfaatkan tumbuhan berkayu dimana buah, bunga, getah, daun dan/atau kulit dapat dimanfaatkan bagi penghidupan masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung, pencegah erosi, banjir dan longsor.

Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 23, 1997). Dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperanserta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tahap perencanaan maupun tahap-tahap pelaksanaan dan penilaian. Menjaga hutan dan

kegiatan pemanfaatan hutan di areal hutan kemasyarakatan, agar hutan tetap terlindungi dan terjaga kelestariannya.

Peranserta masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan. b. Menumbuh-kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.

c. Menumbuhkan ketanggap-segeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial.

d. Memberikan saran dan pendapat.

e. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting artinya dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut, Pertama: berupaya memadukan top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat diterima sepenuh hati; Kedua: memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa melu handarbeni terhadap hasil pembangunan.

Pentingnya peran masyarakat juga dikemukakan oleh Conyer (1994) sebagai berikut :

1. Peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. 2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan

jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Partisipasi dan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berarti adanya tindakan nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya pelestarian hutan. Selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peranserta masyarakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan (Hardjosoemantri, 1991).

Dokumen terkait