PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA
GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
T E S I S
OLEH
KAMALLUZZAMAN NASUTION
117004003/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI
DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG
BAYU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
T E S I S
Diajukan Sebagai Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
KAMALLUZZAMAN NASUTION 117004003/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PEMANFAATAN HUTAN
KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
Nama Mahasiswa : Kamalluzaman Nasution
Nomor Induk Mahasiswa : 117004003
Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS. Ketua
)
(Dr. Delvian, SP., MP. Anggota
)
Ketua Program Studi
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
(
)
Dr. R. Hamdani Harahap, MSi. Anggota
)
Direktur
(Prof. Dr. Erman Munir, M, Sc)
Telah Diuji pada Tanggal : 29 Juli 2013
PANITIA PENGUJI TESIS :
Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS.
Anggota : 1. Dr. Delvian, SP., MP.
PERNYATAAN
Judul Tesis
PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juli 2013 Penulis
PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
ABSTRAK
Pemanfaatan hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai partisipasi aktif masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam memanfaatkan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian fungsi hutan. Masyarakat secara langsung dilibatkan dalam sistem pemanfaatan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Menteri Kehutanan telah menetapkan areal kerja hutan kemasyarakatan di desa Gudang Garam Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan dalam penelitian pendekatan survai dengan jenis penelitian adalah deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Metode analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu menjawab perumusan masalah dalam penelitian dan mengetahui kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai baik dan sangat baik. Dengan memanfaatkan hutan kemasyarakatan dapat meningkatkan penghasilan peserta HKm, mengubah kebiasaan dalam mengelola hutan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta dalam hal memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam serta memberikan manfaat dalam pemanfaatan hutan. Tingkat pemberdayaan partisipatif membantu kreatifitas peserta HKm dalam kelompok, meningkatkan kemampuan dan kemandirian peserta, meningkatkan kesadaran peserta dalam membudidayakan hutan serta memahami aturan dan norma-norma yang berlaku dalam pemanfaatan HKm. Persepsi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan menerangkan bahwa pemanfaatan HKm sangat dibutuhkan peserta HKm, peserta HKm dapat mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku, pembagian lahan telah sesuai dengan kemampuan peserta, program pemanfaatan HKm memberikan manfaat bagi kelestarian hutan dan menjaga fungsi hutan. Partisipasi masyarakat (perencanaan, implementasi, evaluasi, pemanfaatan, menjaga hutan dan membudidayakan hutan) dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan baik, dimana lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil tanaman serbaguna dan kayu-kayuan.
THE USE OF COMMUNITY FOREST AT GUDANG GARAM VILLAGE, BINTANG BAYU SUBDISTRICT
SERDANG BEDAGAI DISTRICT
ABSTRACT
The use of community forest (Hkm) is people’s active participation in and around the forest area in using forest to increase their welfare and to increase the conservation of the forest itself. People are directly involved in the use of forest system, really contribute to their welfare, technically are capable of increasing the productivity of forest resources, and ecologically are capable of guaranteeing forest conservation. The Forest Minister has stipulated the work area of community forest at Gudang Garam Village, Serdang Bedagai District, North Sumatera Province. The objective of the research was to know and to analyze the social-economic condition, participative empowerment, public perception, and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research used a descriptive survey method. The data were gathered by conducting interviews, questionnaires, and documentary study and analyzed descriptively, by answering the formulation of the problems and knowing the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayub Subdistrict, Serdang Bedagai District. The result of the research showed that the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District, were good and very good. The use of community forest could increase the income of Hkm participants, change the habit of managing forest, increase the participants’ knowledge and capability in looking after, protecting, and restore natural resources, and understand the regulations and the norms in the use of Hkm. Public perception in using community forest indicated that the use of Hkm was urgently needed by Hkm participants who could follow and comply with the prevailing rules, the distributing of land was in line with the participants’ need, the program of using Hkm gave benefit to forest conservation, and took care of the forest. Public participation (planning, implementation, evaluation, usage, taking care of the forest, and empowering forest) in using community forest was done properly, where the open land could be covered by planting multi purpose trees species) and other trees, and people’s social welfare could be increased through the use of the multi purpose plants and trees.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai”.
Penulis menyadari bahwa selama tahap penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Orang tua Penulis, Ayahanda Zulkarnain Nasution dan Ibunda Almh. Syamsidar Siregar yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang dan semangat untuk keberhasilan penulis.
2. Direktur dan Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah menerima penulis untuk mengikuti Program Studi ini.
3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan program perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini.
4. Drs. Chairuddin, MSc selaku Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan yang berguna bagi penulis dalam melengkapi dan penyempurnaan tesis ini.
6. Dr. Delvian, SP., MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membantu penulis menyelesaikan tesis ini.
7. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.
8. Istri tercinta Rina Wiharti Lubis, AMKeb dan Ananda tersayang Kaisa Ananda Nasution yang selalu menunggu dengan kesabaran dan penuh pengertian serta memberikan doa selama penulis menempuh pendidikan. 9. Rekan-rekan Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan (PSL) Angkatan 2011 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Akhir kata, penulis berharap kiranya tesis ini berkenan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.
Medan, Juli 2013 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Kamalluzzaman Nasution lahir di Medan, pada tanggal 26 Pebruari 1977, dari pasangan Ayahanda Zulkarnain Nasution dan Ibunda Almh. Syamsidar Siregar. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 064972 Medan. Setelah lulus SD tahun 1989 melanjutkan pendidikan di Sekolah Teknik Adiguna Medan, lulus pada tahun 1992. Penulis masuk Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Pekanbaru tahun 1992, lulus pada tahun 1995. Pendidikan S1 pada Universitas Medan Area (Fakultas Pertanian), lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan Pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) tahun 2011.
Penulis bekerja pada :
1. Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara tahun 1996 s/d 2001.
2. Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara tahun 2001 s/d 2002.
3. Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah I Medan pada tahun 2002 s/d 2008.
DAFTAR ISI
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9
2.1. Pengertian Hutan... 9
2.1.1. Sifat-sifat Hutan... 10
2.1.2. Fungsi Hutan... 10
2.2. Hutan Kemasyarakatan... 11
2.2.1. Pengertian Hutan Kemasyarakatan... 11
2.2.2. Faktor-faktor Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan………... 15
2.2.3. Perijinan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan... 16
2.3. Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan... 17
2.3.1. Pemanfaatan Kawasan... 18
2.3.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan ... 18
2.3.3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu... 19
2.3.4. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu... 19
2.3.5. Pemungutan Hasil Hutan Kayu………... 19
2.3.6. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu... 20
2.4. Kondisi Sosial Ekonomi... 20
2.5. Pemberdayaan Partisipatif...………... 22
2.6. Persepsi Masyarakat…... 24
BAB III. METODE PENELITIAN... 34
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 34
3.2. Populasi dan Sampel... 34
3.3. Jenis Penelitian... 35
4.1.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 39
4.1.2. Karakteristik Responden... 45
4.1.2.1. Karakteristik responden berdasarkan usia... 45
4.1.2.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin……… 47
4.1.2.3.Karakteristik responden berdasarkan pendidikan……….……….. 48
4.1.2.4.Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan... 49
4.1.2.5.Karakteristik responden berdasarkan lama menetap………. 50
4.1.3. Potensi Tegakan Hutan Kemasyarakatan... 51
4.1.4. Pendapatan Peserta HKm………... 51
4.1.5. Analisis Deskriptif………... 53
4.1.5.1. Kondisi sosial ekonomi…... 53
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian………... 37
4.1. Karakteristik responden berdasarkan usia………... 45
4.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin………... 47
4.3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan………... 48
4.4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan………... 49
4.5. Karakteristik responden berdasarkan lama menetap………... 50
4.6. Pendapatan peserta HKm yang diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan bulan Januari 2012 s/d Desember 2012... 52
4.7. Kondisi sosial ekonomi... 54
4.8. Pemberdayaan partisipatif... 59
4.9. Persepsi masyarakat…... 63
4.10.Perencanaan…….……... 69
4.11.Implementasi………... 71
4.12.Evaluasi……….………..…………... 73
4.13.Pemanfaatan hasil hutan………..…...…... 75
4.14.Menjaga hutan………...……... 76
4.15.Membudidayakan hutan..………..…...…... 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Halaman
1. Kuesioner... 114 2. Data Responden Kondisi Sosial Ekonomi, Pemberdayaan Partisipatif,
Persepsi Masyarakat, Partisipasi Masyarakat dan Pemanfaatan HKm... 120 3. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Berkah Lestari….. 131 4. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Hutan Lestari….... 133 5. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Makmur Lestari… 135 6. Foto-Foto Peserta HKm... 136 7. Foto-Foto Areal Kerja HKm... 137 8. Foto-Foto Penelitian... 138
PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU
KABUPATEN SERDANG BEDAGAI
ABSTRAK
Pemanfaatan hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai partisipasi aktif masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam memanfaatkan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian fungsi hutan. Masyarakat secara langsung dilibatkan dalam sistem pemanfaatan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Menteri Kehutanan telah menetapkan areal kerja hutan kemasyarakatan di desa Gudang Garam Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan dalam penelitian pendekatan survai dengan jenis penelitian adalah deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Metode analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu menjawab perumusan masalah dalam penelitian dan mengetahui kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai baik dan sangat baik. Dengan memanfaatkan hutan kemasyarakatan dapat meningkatkan penghasilan peserta HKm, mengubah kebiasaan dalam mengelola hutan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta dalam hal memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam serta memberikan manfaat dalam pemanfaatan hutan. Tingkat pemberdayaan partisipatif membantu kreatifitas peserta HKm dalam kelompok, meningkatkan kemampuan dan kemandirian peserta, meningkatkan kesadaran peserta dalam membudidayakan hutan serta memahami aturan dan norma-norma yang berlaku dalam pemanfaatan HKm. Persepsi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan menerangkan bahwa pemanfaatan HKm sangat dibutuhkan peserta HKm, peserta HKm dapat mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku, pembagian lahan telah sesuai dengan kemampuan peserta, program pemanfaatan HKm memberikan manfaat bagi kelestarian hutan dan menjaga fungsi hutan. Partisipasi masyarakat (perencanaan, implementasi, evaluasi, pemanfaatan, menjaga hutan dan membudidayakan hutan) dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan baik, dimana lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil tanaman serbaguna dan kayu-kayuan.
THE USE OF COMMUNITY FOREST AT GUDANG GARAM VILLAGE, BINTANG BAYU SUBDISTRICT
SERDANG BEDAGAI DISTRICT
ABSTRACT
The use of community forest (Hkm) is people’s active participation in and around the forest area in using forest to increase their welfare and to increase the conservation of the forest itself. People are directly involved in the use of forest system, really contribute to their welfare, technically are capable of increasing the productivity of forest resources, and ecologically are capable of guaranteeing forest conservation. The Forest Minister has stipulated the work area of community forest at Gudang Garam Village, Serdang Bedagai District, North Sumatera Province. The objective of the research was to know and to analyze the social-economic condition, participative empowerment, public perception, and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research used a descriptive survey method. The data were gathered by conducting interviews, questionnaires, and documentary study and analyzed descriptively, by answering the formulation of the problems and knowing the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayub Subdistrict, Serdang Bedagai District. The result of the research showed that the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District, were good and very good. The use of community forest could increase the income of Hkm participants, change the habit of managing forest, increase the participants’ knowledge and capability in looking after, protecting, and restore natural resources, and understand the regulations and the norms in the use of Hkm. Public perception in using community forest indicated that the use of Hkm was urgently needed by Hkm participants who could follow and comply with the prevailing rules, the distributing of land was in line with the participants’ need, the program of using Hkm gave benefit to forest conservation, and took care of the forest. Public participation (planning, implementation, evaluation, usage, taking care of the forest, and empowering forest) in using community forest was done properly, where the open land could be covered by planting multi purpose trees species) and other trees, and people’s social welfare could be increased through the use of the multi purpose plants and trees.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan mempunyai arti strategis bagi pembangunan semua sektor, baik
dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia
merupakan salah satu paru-paru dunia yang merupakan barang publik, sehingga
Indonesia terikat dengan berbagai komitmen-komitmen internasional tentang
pengelolaan hutan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Pengelolaan hutan Indonesia pada era reformasi mendesak untuk berubah
paradigma dari “Timber and Comodity Management” yang berorientasi pada
devisa dan pertumbuhan ekonomi menjadi “Resources Based Management” yang
memperdulikan keseimbangan manfaat hutan baik secara ekonomis, ekologis dan
sosial masyarakat. Dalam era reformasi, melalui kebijakan pemberian otonomi
daerah, peranserta masyarakat dalam proses pembangunan nasional, khususnya
pembangunan di bidang kehutanan terbuka lebar melalui upaya kemitraan dalam
bentuk koperasi maupun pemberdayaan usaha kecil dan menengah guna kegiatan
pengusahaan di bidang kehutanan (Iwanuddin, 2003).
Pembangunan kehutanan di Indonesia selama ini lebih berorientasi kepada
penerimaan sebesar-besarnya bagi negara dengan prinsip-prinsip kelestarian
(melalui azas sustainable yield). Kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sendiri
sebagai “pemilik” relatif terabaikan dengan digusurnya peran masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan hutan. Adanya fenomena bahwa masyarakat sekitar hutan
yang terjadi tidaklah menampakkan perbedaan yang berarti antara ada dan tidak
adanya kegiatan pengusahaan hutan. Sementara hasil dan eksploitasi hutan
menumpuk di pemerintah pusat dengan alokasi penggunaan yang seringkali
disinyalir lari dari sektor kehutanan dan sering beririsan sama sekali dengan upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan (Purwoko, 2002).
Pada awal dekade 90-an (Pelita V) berkembanglah suatu sistem
pengelolaan lahan yang mengintegrasikan kepentingan peningkatan kelestarian
fungsi hutan dan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan
di sekitar kawasan hutan atau yang dikenal dengan hutan kemasyarakatan. Konsep
dasar yang dikembangkan dalam hutan kemasyarakatan adalah partisipasi aktif
masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam mengelola hutan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian
fungsi hutan (Dephut, 1996).
Hutan Kemasyarakatan sebagai sebuah konsepsi yang mempertemukan
semua kepentingan (kesejahteraan masyarakat, produktifitas sumberdaya hutan
dan kelestarian fungsi hutan) merupakan pendekatan yang diharapkan mampu
menjadi alternatif solusi dalam kegiatan pengelolaan hutan. Melalui konsep ini
bisa lebih luas dijabarkan dalam pola-pola managemen lahan hutan yang mampu
secara efektif melibatkan masyarakat secara langsung dalam sistem pengelolaan
hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara
teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis
mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Pelaksanaan hutan kemasyarakatan
pada kawasan hutan produksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil hutan
(agrosilviculture, silvopastoral, silvofishery, sericulture dan lain-lain), baik untuk
tujuan bisnis maupun keperluan sendiri.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tanggal 07
September 2007 tentang Hutan Kemasyarakatan menyebutkan bahwa Hutan
Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan
untuk memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat setempat
adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat
setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil
melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial
yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau
di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan yang
memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung
pada hutan dan aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan,
sedangkan kelompok masyarakat setempat adalah kumpulan dari sejumlah
individu dari masyarakat setempat yang memenuhi ketentuan kriteria sebagai
kelompok masyarakat.
Pemberian hak atas lahan dalam kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm)
merupakan salah satu bentuk imbalan jasa lingkungan. Hak ini bukan merupakan
hak milik tetapi hanya berupa hak pakai atau hak kelola untuk periode tertentu.
Hak ini dapat dibatalkan apabila petani tidak melakukan kewajiban dan prasyarat
yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Pemberian imbalan jasa lingkungan
mengurangi kemiskinan tetapi juga akan meningkatkan pemerataan pendapatan
dan penguasaan lahan (Suyanto dan Khususiyah, 2006).
Menurut Partnership Policy Paper No. 4/2011, implementasi program
HKm di lapangan memang tidak pernah mencapai target 500.000 ha/tahun. Dari
catatan yang ada di Kementerian Kehutanan, sampai dengan tahun 2010, luas
calon areal HKm yang sudah dilakukan evaluasi dan verifikasi baru mencapai
236.276 ha. Dari luasan itu, Menteri Kehutanan baru menetapkan sekitar 80.395
ha areal kerja HKm. Sementara itu, areal kerja HKm yang sudah diterbitkan
ijinnya baru seluas 34.615 ha.
Pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik selama ini telah membawa
dampak sangat merugikan bagi kelestarian alam dan lingkungan serta sistem
sosial di tengah masyarakat daerah. Sejalan dengan semangat otonomi daerah
yang telah mulai dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini maka
diperlukan juga adanya desentralisasi pengelolaan kehutanan. Dengan
desentralisasi kehutanan diharapkan dapat dijawab berbagai permasalahan dalam
pengelolaan hutan yang dialami selama ini. Melalui desentralisasi kehutanan
dapat dilakukan perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan secara
spesifik sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Hal ini dimungkinkan
dengan dilibatkan dan diberikannya kewenangan yang memadai bagi daerah
(pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) dalam perencanaan, penetapan regulasi
dan pengelolaan hutan tersebut (Herwanto, 2009).
Pemanfaatan hutan atau sumberdaya hutan bertujuan untuk memperoleh
manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan
yang didefinisikan sebagai kawasan yang diperuntukkan guna memproduksi hasil
hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya
untuk pembangunan, industri dan ekspor, jenis pemanfaatannya dapat berupa
pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan
kayu dan non kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu.
Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan demi berhasilnya pembangunan
(Slamet, 1985 dalam Tambunan, et. al. 2005), tanpa partisipasi masyarakat maka
setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil. Banyak pendapat mengatakan
bahwa partisipasi berkaitan dengan bagaimana upaya memberikan dukungan
terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan yang datang dari pemerintah. Menurut
Conyer (1994) peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh
informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang
tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
Pemanfaatan hutan bersama masyarakat adat/lokal melalui program hutan
kemasyarakatan secara sungguh-sungguh dapat memberikan hasil yang lebih baik
dan efektif. Melalui program ini lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup
kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman
kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil
tanaman serbaguna dan kayu-kayuan tersebut (Waznah, 2009).
Pada Tahun Anggaran 1997/1998 terdapat kegiatan Hutan
Kemasyarakatan pada Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah yang
sekarang Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Wampu Sei Ular.
Kecamatan Kotarih Kabupaten Deli Serdang dan setelah terbentuknya Kabupaten
Serdang Bedagai maka Hutan Kemasyarakatan berada di wilayah administratif
Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.
Menteri Kehutanan telah menetapkan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :
SK.589/Menhut-II/2010 tanggal 18 Oktober 2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan Produksi
Seluas + 200 (dua ratus) hektar sebagai areal kerja Hutan Kemasyarakatan Desa
Gudang Garam di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.
Bertitik tolak dari berbagai penjelasan uraian latar belakang sebelumnya,
maka dalam hal ini peneliti ingin menganalisis kondisi sosial ekonomi,
pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam
rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan
Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi sosial
ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi
masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis
kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan
partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa
Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.
1.4. Kerangka Berpikir
Penelitian ini untuk menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan
partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka
pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang
Bayu Kabupaten Serdang Bedagai, peneliti mengambil 5 (lima) topik analisis,
yaitu :
1. Kondisi sosial ekonomi
2. Pemberdayaan partisipatif
3. Persepsi masyarakat
4. Partisipasi masyarakat
5. Pemanfaatan HKm
Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
1.1 berikut ini:
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir
Pemanfaatan HKm
Partisipasi masyarakat Kondisi Sosial Ekonomi
Pemberdayaan Partisipatif
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Instansi
Bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai
khususnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara umumnya serta
Kementerian Kehutanan dalam upaya meningkatkan kondisi sosial
ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi
masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan.
2. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan bagi kalangan akademis tentang kondisi
sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan
partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan
di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang
Bedagai.
3. Bagi Pihak Lain
Dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya untuk bahan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hutan
Hutan dapat didefinisikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan
dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga
dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu. Air merupakan
produk penting dari hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu
menahan air hutan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah.
Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga
bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi
maupun banjir (Suparmoko, 1997).
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang
Nomor 41, 1999). Pasal 6 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
menerangkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi yaitu : fungsi konservasi,
fungsi lindung dan fungsi produksi. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan
fungsi pokok yaitu : hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.
Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang
mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
kesuburan tanah. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi
pokok memproduksi hasil hutan.
2.1.1. Sifat-Sifat Hutan
Sifat-sifat hutan di antaranya ialah sebagai berikut (Suparmoko, 1997) :
a. Hutan merupakan tipe tumbuhan yang terluas distribusinya dan
mempunyai produktivitas biologis tertinggi.
b. Hutan mencakup kehidupan seperti tumbuhan dan hewan, serta bukan
kehidupan seperti sinar, air, panas, tanah, dan sebagainya yang
bersama-sama membentuk struktur biologis dan fungsi kehidupan.
c. Regenerasi hutan sangat cepat dan kuat dibanding dengan sumber daya
alam lainnya. Permudaan hutan dapat secara alami atau campur tangan
manusia.
d. Hutan disamping menyediakan bahan mentah bagi industri dan bangunan,
juga melindungi dan memperbaiki kondisi lingkungan dan ekologi.
2.1.2. Fungsi Hutan
Fungsi hutan di antaranya ialah sebagai berikut (Suparmoko, 1997) :
a. Mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi, serta
memelihara kesuburan tanah.
b. Menyediakan hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan
khususnya untuk keperluan pembangunan industri dan ekspor sehingga
menunjang pembangunan ekonomi.
d. Memberikan keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk
cagar alam, suaka margasatwa, taman perburuan, taman wisata dan
sebagai laboratorium untuk ilmu pengetahuan serta pendidikan dan
pariwisata.
e. Merupakan salah satu unsur strategi pembangunan nasional.
2.2. Hutan Kemasyarakatan
2.2.1. Pengertian Hutan Kemasyarakatan
Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat (Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007). Penyelengaraan hutan kemasyarakatan
dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap
masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin
ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan
persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat.
Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal, adil dan
berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan
hidup. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani
hak atas tanah. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan
tetap. Kawasan Hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan
kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.
pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat
setempat.
Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan upaya untuk
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk
mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui
pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial
yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau
di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan yang
memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung
pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.
Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengelolaan dan
pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat dalam rangka membangun hutan
yaitu:
a. Upaya ini harus terarah (targeted), artinya upaya yang dilakukan ditujukan
secara langsung kepada yang memerlukan, yang dirancang untuk
mengatasi masalahnya dan sesuai dengan kebutuhannya.
b. Harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh
masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang menjadi
sasaran, dengan tujuan sesuai dengan kehendak dan mengenali
kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain dari pada itu, untuk terus
meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman
dan merancang, melaksanakan, mengelola hutan agar berkelanjutan,
c. Menggunakan pendekatan kelompok, karena apabila secara sendiri-sendiri
masyarakat sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya
(Pierre, 2001).
Program pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat
akan berdampak pada dua aspek yaitu:
a. Aspek ekonomi, yaitu kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam
pengelolaan hutan meningkat dan hasil produksi hutan khususnya kayu
akan meningkat pula.
b. Aspek ekologi yaitu terwujudnya kelestarian dan fungsi hutan.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan
Kemasyarakatan Pasal 13 dan 14 menerangkan bahwa :
a. Ijin Usaha Pemanfataan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) bukan
merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan.
b. IUPHKm dilarang dipindahtangankan, diagunkan, atau digunakan untuk
kepentingan lain di luar rencana pengelolaan yang telah disahkan, serta
dilarang merubah status dan fungsi kawasan hutan.
c. IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang
telah mendapat fasilitas pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai
areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri.
Fasilitasi terhadap pembentukan kelembagaan Kelompok Tani Hutan
Kemasyarakatan di Desa Gudang Garam telah dilaksanakan antara lain :
a. Pembentukan Kelompok Tani Pengelola Hutan Kemasyarakatan sesuai
Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai Nomor:
522/255/2015/XII/2010 Tanggal 23 Desember 2010 dengan data sebagai
berikut :
1. Kelompok Tani Berkah Lestari, jumlah anggota sebanyak 33 orang
dengan luas areal kerja HKm seluas + 70 Ha.
2. Kelompok Tani Hutan Lestari, jumlah anggota sebanyak 31 orang
dengan luas areal kerja HKm seluas + 67 Ha.
3. Kelompok Tani Makmur Lestari, jumlah anggota sebanyak 35 orang
dengan luas areal kerja HKm seluas + 63 Ha.
b. Pembagian luas areal kerja hutan kemasyarakatan dilaksanakan oleh Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai sesuai dengan
Surat Perintah Tugas Nomor : 800/4806/DISHUTBUN/SEK/2010 tanggal
15 Desember 2010.
c. Berdasarkan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri
Kehutanan dan fasilitasi, maka Bupati/Walikota pada areal kerja hutan
kemasyarakatan yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan
IUPHKm dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan cq. Direktur
Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial serta Gubernur” (sesuai
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 pasal 19).
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2009 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007
tentang Hutan Kemasyarakatan pasal 23 ayat 2 menerangkan bahwa pada hutan
a. Mendapat fasilitas.
b. Melakukan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan.
c. Melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan.
d. Melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
e. Melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK).
f. Melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan kayu.
Pemegang IUPHKm wajib :
a. Melakukan penataan batas areal kerja.
b. Menyusun rencana kerja.
c. Melakukan penanaman, pemeliharaan dan pengamanan.
d. Membayar provisi sumberdaya hutan sesuai ketentuan.
e. Menyampaikan laporan kegiatan pemanfaatan hutan kemasyarakatan
kepada pemberi ijin.
2.2.2. Faktor-Faktor Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
Menurut Ritchie, et al. (2001) faktor-faktor pengelolaan dan pemanfaatan
hutan kemasyarakatan meliputi:
1. Keanggotaan masyarakat yang jelas.
2. Batas sumberdaya hutan yang jelas.
3. Kewenangan pengelolaan (kemantapan status kepemilikan, de facto atau
de jure).
4. Saling berbagi ilmu pengetahuan tentang nilai sumberdaya hutan.
6. Ketergantungan yang lebih tinggi terhadap lembaga internal dibandingkan
terhadap lembaga eksternal.
7. Peraturan yang disusun secara realistis.
8. Kemampuan untuk memantau dan menegakkan peraturan.
9. Mekanisme penyelesaian konflik dengan biaya rendah.
10. Kemampuan untuk memantau kondisi sumberdaya hutan dan
11. Teknologi tepat guna untuk kelayakan/peruntukan hasil hutan.
2.2.3. Perijinan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan
Kemasyarakatan menyebutkan bahwa dalam proses pemberian ijin jangka panjang
pengelolaan Hutan Kemasyarakatan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
dilakukan penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan,
setelah ada usulan dari Bupati. Ada dua jenis perijinan dalam pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini, yaitu:
1. Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dikeluarkan
oleh Bupati atau Gubernur untuk lintas kabupaten. IUPHKm merupakan
ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatan sumberdaya hutan pada
kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi. IUPHKm
diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat
diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun.
2. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Kemasyarakatan
(IUPHHK HKm) diberikan oleh Menteri Kehutanan dan Menteri
IUPHHK HKm merupakan ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatan
hasil hutan berupa kayu dalam areal kerja IUPHKm pada hutan produksi.
2.3. Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan
Pemanfaatan hutan kemasyarakatan adalah kegiatan untuk memanfaatkan
kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu
dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal
dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
Pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
1. Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.
2. Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan
penanaman.
3. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya.
4. Menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa.
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.
6. Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama.
7. Adanya kepastian hukum.
8. Transparansi dan akuntabilitas publik.
9. Partisipatif dalam pengambilan keputusan.
Kegiatan pemanfaatan hasil hutan dalam hutan kemasyarakatan dilakukan
secara terintegrasi dalam pola wanatani (agroforestry) dengan stratifikasi tajuk
2.3.1. Pemanfaatan Kawasan
Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh
yang membentuk strata tajuk lengkap sehingga diperoleh manfaat lingkungan,
manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi
fungsi utamanya. Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dilakukan melalui
kegiatan :
a. Budidaya tanaman obat.
b. Budidaya tanaman hias.
c. Budidaya jamur.
d. Budidaya lebah.
e. Penangkaran satwa, dan
f. Budidaya sarang burung wallet.
2.3.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan
Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi
jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi
utamanya. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dilakukan melalui
kegiatan :
a. Pemanfaatan jasa aliran air.
b. Pemanfaatan air.
c. Wisata alam.
d. Perlindungan keanekaragaman hayati.
e. Penyelamatan dan perlindungan lingkungan, dan
2.3.3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan
mengusahakan hasil hutan berupa kayu hasil penanaman dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Penanaman tanaman hutan
berkayu yang dihasilkan merupakan tanaman sejenis dan tanaman berbagai jenis.
2.3.4. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan
dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu hasil penanaman dengan tidak
merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi yaitu berupa
pemanfaatan :
a. Rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan,
pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil.
b. Getah, kulit kayu, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan
pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil.
2.3.5. Pemungutan Hasil Hutan Kayu
Pemungutan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil
hutan berupa kayu di hutan produksi dengan batasan waktu, luas dan/atau volume
tertentu yang tersedia secara alami. Pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan
alam pada hutan produksi diberikan hanya untuk memenuhi kebutuhan
2.3.6. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu
Pemungutan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil
hasil hutan bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu yang
tersedia secara alami. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan produksi
dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit
kayu, tanaman obat dan umbi-umbian dengan ketentuan paling banyak 20 (dua
puluh) ton untuk setiap pemegang ijin.
2.4. Kondisi Sosial Ekonomi
Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya,
hubungan timbal balik terjadi baik antara manusia sebagai individu atau kelompok
atau masyarakat (Silalahi, 2001). Aktifitas manusia mempengaruhi lingkungan,
begitupula sebaliknya lingkungan mempengaruhi aktifitas manusia tersebut.
Aktifitas manusia dalam mempengaruhi lingkungan bisa berakibat buruk maupun
baik. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pemanfaatan HKm
memerlukan informasi nilai dukungan sosial ekonomi yang pada dasarnya adalah
gambaran dari aktifitas manusia dalam memberlakukan lingkungan sekitarnya.
Semakin tinggi dukungan sosial ekonomi, maka semakin besar pula peluang
untuk keberhasilan kegiatan pemanfaatan HKm tersebut. Arah rekomendasi dari
aspek sosial ekonomi dalam rangka pemanfaatan HKm dapat dilakukan dengan
menelaah kondisi dan dukungan aspek sosial ekonomi di wilayah tersebut.
Keberhasilan program HKm sangat tergantung pada partisipasi kelompok
masyarakat. Menurut Munggoro (2001), ada sembilan kondisi sosial yang
1. Batas wilayah kelola, tata batas wilayah kelola rakyat, hak-hak yang diakui,
dan mekanisme pembagian hasil hutan dirumuskan dengan jelas dan
disepakati bersama.
2. Kapasitas melindungi sumberdaya alam, masyarakat mampu mandiri
memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam setempat.
3. Mekanisme pengambilan keputusan, masyarakat setempat memiliki hak
bicara, hak menentukan nasibnya sendiri, dan hak mengambil keputusan
sesuai dengan kebutuhan kelompok.
4. Resolusi konflik, masyarakat setempat punya cara yang efektif untuk
menyelesaikan konflik, baik konflik internal maupun konflik eksternal.
5. Monitoring, masyarakat memiliki cara untuk memperoleh informasi tentang
kuantitas, kualitas dan keragaman sumberdaya alam di wilayahnya.
6. Ukuran kelompok, ukuran kelompok sebaiknya kecil supaya komunikasi
dan bertatap muka secara teratur dimungkinkan.
7. Insentif, masyarakat setempat memperoleh manfaat nyata dari kegiatan
pengelolaan hutan baik manfaat ekonomi, budaya dan spiritual.
8. Input, masyarakat setempat memiliki kekuatan yang dapat digunakan dalam
pengelolaan sumberdaya hutan seperti tenaga kerja, teknologi, informasi,
modal dan lainnya.
9. Nilai konservasi atau komitmen terhadap keberlanjutan sistem ekologi,
masyarakat setempat menghargai nilai konservasi hutan dan berusaha
2.5. Pemberdayaan Partisipatif
Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan
membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan
bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Dalam
beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan masyarakat
sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar suara mereka
didengar guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan keputusan yang
mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994).
Konsep pemberdayaaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan
masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada
masyarakat (community-based development). Komunikasi partisipatif adalah suatu
proses komunikasi dimana terjadi komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga
menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan.
Rahim (2004), mengajukan empat konsep terkait komunikasi partisipatif akan
mendorong terbangunnya pemberdayaan (empowerment) yaitu heteroglasia,
dialogis, poliponi dan karnaval. Pertama, Heteroglasia: Konsep ini menunjukkan
fakta bahwa sistem pembangunan selalu dilandasi oleh berbagai kelompok dan
komunitas yang berbeda-beda dengan berbagai variasi ekonomi, sosial, dan faktor
budaya yang saling mengisi satu sama lain. Kedua, Dialog adalah komunikasi
transaksional dengan pengirim (sender) dan penerima (receiver) pesan saling
berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu hingga sampai pada
makna-makna yang saling berbagai. Ketiga, Poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu
dialog dimana suara-suara yang tidak menyatu atau terpisah dan meningkat
Keempat, Karnaval: Konsep ini bagi komunikasi pembangunan membawa semua
varian dari semua ritual seperti legenda, komik, festival, permainan, parody, dan
hiburan secara bersama-sama. Proses ini dilakukan dengan tidak formal dan biasa
juga diselingi oleh humor dan canda tawa.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru
pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering,
and sustainable" (Chambers, 1995). Paradigma pemberdayaan (empowerment
Pembangunan partisipatif erat kaitannya dengan pemberdayaan
masyarakat, dimana pada pembangunan partisipatif diperlukan upaya dan
langkah-langkah untuk mempersiapkan masyarakat guna memperkuat
kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan,
kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan harkat dan martabatnya serta mampu melepaskan diri dari
perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Upaya tersebut merupakan salah satu
wujud nyata dari pemberdayaan masyarakat (Sumaryadi, 2005).
)
adalah pemberian kesempatan kerja kelompok untuk merencanakan kemudian
melaksanakan program pembangunan tersebut yang mereka pilih sendiri.
Maksud dari pemberdayaan itu adalah meningkatkan kemampuan dan
kemandirian kelompok. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur
utama/dasar yang memungkinkan suatu masyarakat itu dapat bertahan dan
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin
tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya
setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya
dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk
memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan orientasi
pembangunan yang berpusat pada masyarakat antara lain dapat dilakukan
melalui pendekatan kelembagaan. Dengan pendekatan pembangunan seperti ini
maka pembangunan diartikan sebagai peningkatan kemampuan orang untuk
mempengaruhi masa depannya dengan implikasi capacity, empowerment, dan
sustainable (Bryant dan White, dalam Abdullah 1994). Pembangunan haruslah
memiliki visi pemberdayaan manusia dan masyarakat dalam arti yang
seluas-luasnya, sebab sepanjang jaman keswadayaan merupakan sumber daya kehidupan
yang abadi dan manusia menjadi intinya atau fokusnya dan partisipasi
merupakan perwujudan optimalnya. Keberdayaan merupakan modal utama
masyarakat untuk mengembangkan dirinya serta mempertahankan keberadaannya
ditengah masyarakat lainnya.
2.6. Persepsi Masyarakat
Atkinson (1997) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana
kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan.
Menurut Gibson, et al. (2001) persepsi adalah proses pemberian arti terhadap
Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap
stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke
dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses
yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson, 1997). Dalam hal ini,
persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan
penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang
dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat
cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri
(Gibson et al. 2001).
2.7. Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai
keberhasilan dan keberlanjutan program pembangunan. Partisipasi berarti
keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan
secara sadar. Ndraha (1990) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian
dalam kegiatan bersama.
Kegagalan dalam mencapai hasil dari program pembangunan tidak
mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat (Kartasasmita, 1997).
Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain:
a. Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil masyarakat dan
tidak menguntungkan rakyat banyak.
b. Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak,
c. Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat
memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan
pemahaman mereka.
d. Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula
rakyat tidak diikutsertakan.
Keikutsertaan masyarakat adalah sangat penting di dalam keseluruhan
proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan
selayaknya mencakup keseluruhan proses mulai dari awal sampai tahap akhir.
Oleh karena itu, menurut Ndraha (1990) partisipasi publik dapat terjadi pada 4
(empat) jenjang, yaitu:
a. Partisipasi dalam proses pembentukan keputusan.
b. Partisipasi dalam pelaksanaan.
c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil.
d. Partisipasi dalam evaluasi.
Konsep ini memberikan makna bahwa masyarakat akan berpartisipasi
secara sukarela apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan
melalui program pemberdayaan. Ketika mereka mendapatkan manfaat dan merasa
memiliki terhadap program pemberdayaan, maka dapat dicapai suatu
keberlanjutan dari program pemberdayaan.
Sebagai proses perubahan dan pembaharuan masyarakat, pembangunan
membutuhkan kontribusi komunikasi, baik sebagai bagian dari kegiatan
masyarakat maupun sebagai ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu.
Banyak proses pembangunan tidak mencapai sasarannya hanya karena rendahnya
menimbulkan tingkat partisipasi yang memadai. Padahal partisipasi masyarakat
sangat diperlukan bagi usaha pencapaian tujuan pembangunan (Dilla, 2007).
Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan
ada beberapa bentuk. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi
atas 3 tahap (Ericson dalam Slamet 1994) yaitu:
1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi
pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap
penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan
anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan
memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang
diadakan.
2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi
pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap
pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan
tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu
wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut.
3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap
ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu
proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat
pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan
memelihara proyek.
Menurut Soekartawi (2003), perencanaan adalah pemilihan alternatif atau
Fungsi Perencanaan:
1. Menjelaskan secara tepat tujuan-tujuan serta cara-cara mencapai tujuan.
2. Sebagai pedoman bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi pada
pelaksanaan rencana yang telah disusun.
3. Merupakan alat pengawasan terhadap pelaksanaan program.
4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan segala sumber daya
yang dimiliki organisasi.
5. Memberikan batas-batas wewenang dan tanggung jawab setiap
pelaksanaan, sehingga dapat meningkatkan kerjasama/koordinasi.
Menghadapi segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam
dirinya, hampir setiap manusia membuat atau mengambil keputusan dan
melaksanakannya, ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara
sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam
pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat
keputusan.
Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya
mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan
(Usman dan Nurdin 2002). Pengertian implementasi yang dikemukakan dapat
dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu
kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan
acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu
Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing
menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan
program. Secara umum, istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran
(appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang
menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya.
Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi
mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada
kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan
pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program
telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa
masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000).
Evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan
penilaian tentang apa yang terjadi (Bryant dan White, dalam Kuncoro 1997).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil.
Evaluasi akan menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif, sehingga
evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakan dari metode-metode analisis
kebijakan lainnya, yakni:
1. Fokus Nilai, evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada
penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan
program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat
atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha
untuk menumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang
sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur
untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.
2. Interdependensi fakta-nilai, tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta”
maupun “nilai” untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu
telah mencapai tingkat kinerja yang tinggi atau rendah. Untuk itu
diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi
sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan
demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara
aktual merupakan konsekwensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk
memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu pemantauan merupakan
prasyarat bagi evaluasi.
3. Orientasi masa kini dan masa lampau, berbeda dengan tuntutan-tuntutan
advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu ketimbang hasil di
masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan
(ex post) rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat
prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).
4. Dualitas nilai, nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai
kualitas ganda karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus
cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenan dengan nilai
yang ada (misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik
(diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu
mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata
dalam suatu hierarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling
Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan
suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan,
memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar
jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada melihat
kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan
kesempatan demi keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu
adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program.
Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa
kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan (Anderson,
dalam Arikunto 2004).
Pemanfaatan hasil hutan adalah kegiatan untuk memanfaatakan dan
mengusahakan hasil hutan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak
mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan pohon serbaguna (multi purpose trees
species) adalah kegiatan untuk memanfaatkan tumbuhan berkayu dimana buah,
bunga, getah, daun dan/atau kulit dapat dimanfaatkan bagi penghidupan
masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung, pencegah erosi, banjir
dan longsor.
Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(Undang-Undang Nomor 23, 1997). Dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan
kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperanserta dalam
kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tahap perencanaan
kegiatan pemanfaatan hutan di areal hutan kemasyarakatan, agar hutan tetap
terlindungi dan terjaga kelestariannya.
Peranserta masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :
a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan.
b. Menumbuh-kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
c. Menumbuhkan ketanggap-segeraan masyarakat untuk melakukan
pengawasan sosial.
d. Memberikan saran dan pendapat.
e. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.
Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting
artinya dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut, Pertama: berupaya
memadukan top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat
diterima sepenuh hati; Kedua: memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa melu
handarbeni terhadap hasil pembangunan.
Pentingnya peran masyarakat juga dikemukakan oleh Conyer (1994)
sebagai berikut :
1. Peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan
jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena
mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan
3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Partisipasi dan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berarti
adanya tindakan nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya
pelestarian hutan. Selain memberikan informasi yang berharga kepada para
pengambil keputusan, peranserta masyarakat akan mereduksi kemungkinan