• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA

GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

OLEH

KAMALLUZZAMAN NASUTION

117004003/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI

DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG

BAYU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Diajukan Sebagai Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

KAMALLUZZAMAN NASUTION 117004003/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PEMANFAATAN HUTAN

KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Kamalluzaman Nasution

Nomor Induk Mahasiswa : 117004003

Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS. Ketua

)

(Dr. Delvian, SP., MP. Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

(

)

Dr. R. Hamdani Harahap, MSi. Anggota

)

Direktur

(Prof. Dr. Erman Munir, M, Sc)

(4)

Telah Diuji pada Tanggal : 29 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS.

Anggota : 1. Dr. Delvian, SP., MP.

(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juli 2013 Penulis

(6)

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Pemanfaatan hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai partisipasi aktif masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam memanfaatkan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian fungsi hutan. Masyarakat secara langsung dilibatkan dalam sistem pemanfaatan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Menteri Kehutanan telah menetapkan areal kerja hutan kemasyarakatan di desa Gudang Garam Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan dalam penelitian pendekatan survai dengan jenis penelitian adalah deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Metode analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu menjawab perumusan masalah dalam penelitian dan mengetahui kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai baik dan sangat baik. Dengan memanfaatkan hutan kemasyarakatan dapat meningkatkan penghasilan peserta HKm, mengubah kebiasaan dalam mengelola hutan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta dalam hal memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam serta memberikan manfaat dalam pemanfaatan hutan. Tingkat pemberdayaan partisipatif membantu kreatifitas peserta HKm dalam kelompok, meningkatkan kemampuan dan kemandirian peserta, meningkatkan kesadaran peserta dalam membudidayakan hutan serta memahami aturan dan norma-norma yang berlaku dalam pemanfaatan HKm. Persepsi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan menerangkan bahwa pemanfaatan HKm sangat dibutuhkan peserta HKm, peserta HKm dapat mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku, pembagian lahan telah sesuai dengan kemampuan peserta, program pemanfaatan HKm memberikan manfaat bagi kelestarian hutan dan menjaga fungsi hutan. Partisipasi masyarakat (perencanaan, implementasi, evaluasi, pemanfaatan, menjaga hutan dan membudidayakan hutan) dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan baik, dimana lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil tanaman serbaguna dan kayu-kayuan.

(7)

THE USE OF COMMUNITY FOREST AT GUDANG GARAM VILLAGE, BINTANG BAYU SUBDISTRICT

SERDANG BEDAGAI DISTRICT

ABSTRACT

The use of community forest (Hkm) is people’s active participation in and around the forest area in using forest to increase their welfare and to increase the conservation of the forest itself. People are directly involved in the use of forest system, really contribute to their welfare, technically are capable of increasing the productivity of forest resources, and ecologically are capable of guaranteeing forest conservation. The Forest Minister has stipulated the work area of community forest at Gudang Garam Village, Serdang Bedagai District, North Sumatera Province. The objective of the research was to know and to analyze the social-economic condition, participative empowerment, public perception, and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research used a descriptive survey method. The data were gathered by conducting interviews, questionnaires, and documentary study and analyzed descriptively, by answering the formulation of the problems and knowing the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayub Subdistrict, Serdang Bedagai District. The result of the research showed that the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District, were good and very good. The use of community forest could increase the income of Hkm participants, change the habit of managing forest, increase the participants’ knowledge and capability in looking after, protecting, and restore natural resources, and understand the regulations and the norms in the use of Hkm. Public perception in using community forest indicated that the use of Hkm was urgently needed by Hkm participants who could follow and comply with the prevailing rules, the distributing of land was in line with the participants’ need, the program of using Hkm gave benefit to forest conservation, and took care of the forest. Public participation (planning, implementation, evaluation, usage, taking care of the forest, and empowering forest) in using community forest was done properly, where the open land could be covered by planting multi purpose trees species) and other trees, and people’s social welfare could be increased through the use of the multi purpose plants and trees.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai”.

Penulis menyadari bahwa selama tahap penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Orang tua Penulis, Ayahanda Zulkarnain Nasution dan Ibunda Almh. Syamsidar Siregar yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang dan semangat untuk keberhasilan penulis.

2. Direktur dan Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah menerima penulis untuk mengikuti Program Studi ini.

3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan program perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini.

4. Drs. Chairuddin, MSc selaku Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan yang berguna bagi penulis dalam melengkapi dan penyempurnaan tesis ini.

6. Dr. Delvian, SP., MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membantu penulis menyelesaikan tesis ini.

7. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

8. Istri tercinta Rina Wiharti Lubis, AMKeb dan Ananda tersayang Kaisa Ananda Nasution yang selalu menunggu dengan kesabaran dan penuh pengertian serta memberikan doa selama penulis menempuh pendidikan. 9. Rekan-rekan Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan (PSL) Angkatan 2011 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Akhir kata, penulis berharap kiranya tesis ini berkenan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Juli 2013 Penulis,

(9)

RIWAYAT HIDUP

Kamalluzzaman Nasution lahir di Medan, pada tanggal 26 Pebruari 1977, dari pasangan Ayahanda Zulkarnain Nasution dan Ibunda Almh. Syamsidar Siregar. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 064972 Medan. Setelah lulus SD tahun 1989 melanjutkan pendidikan di Sekolah Teknik Adiguna Medan, lulus pada tahun 1992. Penulis masuk Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Pekanbaru tahun 1992, lulus pada tahun 1995. Pendidikan S1 pada Universitas Medan Area (Fakultas Pertanian), lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan Pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) tahun 2011.

Penulis bekerja pada :

1. Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara tahun 1996 s/d 2001.

2. Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara tahun 2001 s/d 2002.

3. Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah I Medan pada tahun 2002 s/d 2008.

(10)

DAFTAR ISI

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pengertian Hutan... 9

2.1.1. Sifat-sifat Hutan... 10

2.1.2. Fungsi Hutan... 10

2.2. Hutan Kemasyarakatan... 11

2.2.1. Pengertian Hutan Kemasyarakatan... 11

2.2.2. Faktor-faktor Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan………... 15

2.2.3. Perijinan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan... 16

2.3. Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan... 17

2.3.1. Pemanfaatan Kawasan... 18

2.3.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan ... 18

2.3.3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu... 19

2.3.4. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu... 19

2.3.5. Pemungutan Hasil Hutan Kayu………... 19

2.3.6. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu... 20

2.4. Kondisi Sosial Ekonomi... 20

2.5. Pemberdayaan Partisipatif...………... 22

2.6. Persepsi Masyarakat…... 24

(11)

BAB III. METODE PENELITIAN... 34

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 34

3.2. Populasi dan Sampel... 34

3.3. Jenis Penelitian... 35

4.1.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 39

4.1.2. Karakteristik Responden... 45

4.1.2.1. Karakteristik responden berdasarkan usia... 45

4.1.2.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin……… 47

4.1.2.3.Karakteristik responden berdasarkan pendidikan……….……….. 48

4.1.2.4.Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan... 49

4.1.2.5.Karakteristik responden berdasarkan lama menetap………. 50

4.1.3. Potensi Tegakan Hutan Kemasyarakatan... 51

4.1.4. Pendapatan Peserta HKm………... 51

4.1.5. Analisis Deskriptif………... 53

4.1.5.1. Kondisi sosial ekonomi…... 53

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian………... 37

4.1. Karakteristik responden berdasarkan usia………... 45

4.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin………... 47

4.3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan………... 48

4.4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan………... 49

4.5. Karakteristik responden berdasarkan lama menetap………... 50

4.6. Pendapatan peserta HKm yang diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan bulan Januari 2012 s/d Desember 2012... 52

4.7. Kondisi sosial ekonomi... 54

4.8. Pemberdayaan partisipatif... 59

4.9. Persepsi masyarakat…... 63

4.10.Perencanaan…….……... 69

4.11.Implementasi………... 71

4.12.Evaluasi……….………..…………... 73

4.13.Pemanfaatan hasil hutan………..…...…... 75

4.14.Menjaga hutan………...……... 76

4.15.Membudidayakan hutan..………..…...…... 78

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Kuesioner... 114 2. Data Responden Kondisi Sosial Ekonomi, Pemberdayaan Partisipatif,

Persepsi Masyarakat, Partisipasi Masyarakat dan Pemanfaatan HKm... 120 3. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Berkah Lestari….. 131 4. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Hutan Lestari….... 133 5. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Makmur Lestari… 135 6. Foto-Foto Peserta HKm... 136 7. Foto-Foto Areal Kerja HKm... 137 8. Foto-Foto Penelitian... 138

(15)

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

ABSTRAK

Pemanfaatan hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai partisipasi aktif masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam memanfaatkan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian fungsi hutan. Masyarakat secara langsung dilibatkan dalam sistem pemanfaatan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Menteri Kehutanan telah menetapkan areal kerja hutan kemasyarakatan di desa Gudang Garam Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan dalam penelitian pendekatan survai dengan jenis penelitian adalah deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Metode analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu menjawab perumusan masalah dalam penelitian dan mengetahui kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai baik dan sangat baik. Dengan memanfaatkan hutan kemasyarakatan dapat meningkatkan penghasilan peserta HKm, mengubah kebiasaan dalam mengelola hutan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta dalam hal memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam serta memberikan manfaat dalam pemanfaatan hutan. Tingkat pemberdayaan partisipatif membantu kreatifitas peserta HKm dalam kelompok, meningkatkan kemampuan dan kemandirian peserta, meningkatkan kesadaran peserta dalam membudidayakan hutan serta memahami aturan dan norma-norma yang berlaku dalam pemanfaatan HKm. Persepsi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan menerangkan bahwa pemanfaatan HKm sangat dibutuhkan peserta HKm, peserta HKm dapat mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku, pembagian lahan telah sesuai dengan kemampuan peserta, program pemanfaatan HKm memberikan manfaat bagi kelestarian hutan dan menjaga fungsi hutan. Partisipasi masyarakat (perencanaan, implementasi, evaluasi, pemanfaatan, menjaga hutan dan membudidayakan hutan) dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan baik, dimana lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil tanaman serbaguna dan kayu-kayuan.

(16)

THE USE OF COMMUNITY FOREST AT GUDANG GARAM VILLAGE, BINTANG BAYU SUBDISTRICT

SERDANG BEDAGAI DISTRICT

ABSTRACT

The use of community forest (Hkm) is people’s active participation in and around the forest area in using forest to increase their welfare and to increase the conservation of the forest itself. People are directly involved in the use of forest system, really contribute to their welfare, technically are capable of increasing the productivity of forest resources, and ecologically are capable of guaranteeing forest conservation. The Forest Minister has stipulated the work area of community forest at Gudang Garam Village, Serdang Bedagai District, North Sumatera Province. The objective of the research was to know and to analyze the social-economic condition, participative empowerment, public perception, and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research used a descriptive survey method. The data were gathered by conducting interviews, questionnaires, and documentary study and analyzed descriptively, by answering the formulation of the problems and knowing the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayub Subdistrict, Serdang Bedagai District. The result of the research showed that the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District, were good and very good. The use of community forest could increase the income of Hkm participants, change the habit of managing forest, increase the participants’ knowledge and capability in looking after, protecting, and restore natural resources, and understand the regulations and the norms in the use of Hkm. Public perception in using community forest indicated that the use of Hkm was urgently needed by Hkm participants who could follow and comply with the prevailing rules, the distributing of land was in line with the participants’ need, the program of using Hkm gave benefit to forest conservation, and took care of the forest. Public participation (planning, implementation, evaluation, usage, taking care of the forest, and empowering forest) in using community forest was done properly, where the open land could be covered by planting multi purpose trees species) and other trees, and people’s social welfare could be increased through the use of the multi purpose plants and trees.

(17)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan mempunyai arti strategis bagi pembangunan semua sektor, baik

dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

merupakan salah satu paru-paru dunia yang merupakan barang publik, sehingga

Indonesia terikat dengan berbagai komitmen-komitmen internasional tentang

pengelolaan hutan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pengelolaan hutan Indonesia pada era reformasi mendesak untuk berubah

paradigma dari “Timber and Comodity Management” yang berorientasi pada

devisa dan pertumbuhan ekonomi menjadi “Resources Based Management” yang

memperdulikan keseimbangan manfaat hutan baik secara ekonomis, ekologis dan

sosial masyarakat. Dalam era reformasi, melalui kebijakan pemberian otonomi

daerah, peranserta masyarakat dalam proses pembangunan nasional, khususnya

pembangunan di bidang kehutanan terbuka lebar melalui upaya kemitraan dalam

bentuk koperasi maupun pemberdayaan usaha kecil dan menengah guna kegiatan

pengusahaan di bidang kehutanan (Iwanuddin, 2003).

Pembangunan kehutanan di Indonesia selama ini lebih berorientasi kepada

penerimaan sebesar-besarnya bagi negara dengan prinsip-prinsip kelestarian

(melalui azas sustainable yield). Kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sendiri

sebagai “pemilik” relatif terabaikan dengan digusurnya peran masyarakat dalam

kegiatan pengelolaan hutan. Adanya fenomena bahwa masyarakat sekitar hutan

(18)

yang terjadi tidaklah menampakkan perbedaan yang berarti antara ada dan tidak

adanya kegiatan pengusahaan hutan. Sementara hasil dan eksploitasi hutan

menumpuk di pemerintah pusat dengan alokasi penggunaan yang seringkali

disinyalir lari dari sektor kehutanan dan sering beririsan sama sekali dengan upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan (Purwoko, 2002).

Pada awal dekade 90-an (Pelita V) berkembanglah suatu sistem

pengelolaan lahan yang mengintegrasikan kepentingan peningkatan kelestarian

fungsi hutan dan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan

di sekitar kawasan hutan atau yang dikenal dengan hutan kemasyarakatan. Konsep

dasar yang dikembangkan dalam hutan kemasyarakatan adalah partisipasi aktif

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam mengelola hutan dengan

tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian

fungsi hutan (Dephut, 1996).

Hutan Kemasyarakatan sebagai sebuah konsepsi yang mempertemukan

semua kepentingan (kesejahteraan masyarakat, produktifitas sumberdaya hutan

dan kelestarian fungsi hutan) merupakan pendekatan yang diharapkan mampu

menjadi alternatif solusi dalam kegiatan pengelolaan hutan. Melalui konsep ini

bisa lebih luas dijabarkan dalam pola-pola managemen lahan hutan yang mampu

secara efektif melibatkan masyarakat secara langsung dalam sistem pengelolaan

hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara

teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis

mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Pelaksanaan hutan kemasyarakatan

pada kawasan hutan produksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil hutan

(19)

(agrosilviculture, silvopastoral, silvofishery, sericulture dan lain-lain), baik untuk

tujuan bisnis maupun keperluan sendiri.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tanggal 07

September 2007 tentang Hutan Kemasyarakatan menyebutkan bahwa Hutan

Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan

untuk memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat setempat

adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat

setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil

melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan

kesejahteraan masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial

yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau

di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan yang

memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung

pada hutan dan aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan,

sedangkan kelompok masyarakat setempat adalah kumpulan dari sejumlah

individu dari masyarakat setempat yang memenuhi ketentuan kriteria sebagai

kelompok masyarakat.

Pemberian hak atas lahan dalam kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm)

merupakan salah satu bentuk imbalan jasa lingkungan. Hak ini bukan merupakan

hak milik tetapi hanya berupa hak pakai atau hak kelola untuk periode tertentu.

Hak ini dapat dibatalkan apabila petani tidak melakukan kewajiban dan prasyarat

yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Pemberian imbalan jasa lingkungan

(20)

mengurangi kemiskinan tetapi juga akan meningkatkan pemerataan pendapatan

dan penguasaan lahan (Suyanto dan Khususiyah, 2006).

Menurut Partnership Policy Paper No. 4/2011, implementasi program

HKm di lapangan memang tidak pernah mencapai target 500.000 ha/tahun. Dari

catatan yang ada di Kementerian Kehutanan, sampai dengan tahun 2010, luas

calon areal HKm yang sudah dilakukan evaluasi dan verifikasi baru mencapai

236.276 ha. Dari luasan itu, Menteri Kehutanan baru menetapkan sekitar 80.395

ha areal kerja HKm. Sementara itu, areal kerja HKm yang sudah diterbitkan

ijinnya baru seluas 34.615 ha.

Pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik selama ini telah membawa

dampak sangat merugikan bagi kelestarian alam dan lingkungan serta sistem

sosial di tengah masyarakat daerah. Sejalan dengan semangat otonomi daerah

yang telah mulai dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini maka

diperlukan juga adanya desentralisasi pengelolaan kehutanan. Dengan

desentralisasi kehutanan diharapkan dapat dijawab berbagai permasalahan dalam

pengelolaan hutan yang dialami selama ini. Melalui desentralisasi kehutanan

dapat dilakukan perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan secara

spesifik sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Hal ini dimungkinkan

dengan dilibatkan dan diberikannya kewenangan yang memadai bagi daerah

(pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) dalam perencanaan, penetapan regulasi

dan pengelolaan hutan tersebut (Herwanto, 2009).

Pemanfaatan hutan atau sumberdaya hutan bertujuan untuk memperoleh

manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan

(21)

yang didefinisikan sebagai kawasan yang diperuntukkan guna memproduksi hasil

hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya

untuk pembangunan, industri dan ekspor, jenis pemanfaatannya dapat berupa

pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan

kayu dan non kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu.

Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan demi berhasilnya pembangunan

(Slamet, 1985 dalam Tambunan, et. al. 2005), tanpa partisipasi masyarakat maka

setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil. Banyak pendapat mengatakan

bahwa partisipasi berkaitan dengan bagaimana upaya memberikan dukungan

terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan yang datang dari pemerintah. Menurut

Conyer (1994) peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh

informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang

tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

Pemanfaatan hutan bersama masyarakat adat/lokal melalui program hutan

kemasyarakatan secara sungguh-sungguh dapat memberikan hasil yang lebih baik

dan efektif. Melalui program ini lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup

kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman

kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil

tanaman serbaguna dan kayu-kayuan tersebut (Waznah, 2009).

Pada Tahun Anggaran 1997/1998 terdapat kegiatan Hutan

Kemasyarakatan pada Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah yang

sekarang Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Wampu Sei Ular.

(22)

Kecamatan Kotarih Kabupaten Deli Serdang dan setelah terbentuknya Kabupaten

Serdang Bedagai maka Hutan Kemasyarakatan berada di wilayah administratif

Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.

Menteri Kehutanan telah menetapkan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan

sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :

SK.589/Menhut-II/2010 tanggal 18 Oktober 2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan Produksi

Seluas + 200 (dua ratus) hektar sebagai areal kerja Hutan Kemasyarakatan Desa

Gudang Garam di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

Bertitik tolak dari berbagai penjelasan uraian latar belakang sebelumnya,

maka dalam hal ini peneliti ingin menganalisis kondisi sosial ekonomi,

pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam

rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan

Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi sosial

ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi

masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang

(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis

kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan

partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa

Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4. Kerangka Berpikir

Penelitian ini untuk menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan

partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka

pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang

Bayu Kabupaten Serdang Bedagai, peneliti mengambil 5 (lima) topik analisis,

yaitu :

1. Kondisi sosial ekonomi

2. Pemberdayaan partisipatif

3. Persepsi masyarakat

4. Partisipasi masyarakat

5. Pemanfaatan HKm

Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar

1.1 berikut ini:

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir

Pemanfaatan HKm

Partisipasi masyarakat Kondisi Sosial Ekonomi

Pemberdayaan Partisipatif

(24)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Bagi Instansi

Bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai

khususnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara umumnya serta

Kementerian Kehutanan dalam upaya meningkatkan kondisi sosial

ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi

masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan.

2. Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan bagi kalangan akademis tentang kondisi

sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan

partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan

di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang

Bedagai.

3. Bagi Pihak Lain

Dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya untuk bahan

(25)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hutan

Hutan dapat didefinisikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan

dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga

dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu. Air merupakan

produk penting dari hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu

menahan air hutan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah.

Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga

bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi

maupun banjir (Suparmoko, 1997).

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang

Nomor 41, 1999). Pasal 6 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

menerangkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi yaitu : fungsi konservasi,

fungsi lindung dan fungsi produksi. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan

fungsi pokok yaitu : hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang

mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

ekosistemnya. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,

(26)

kesuburan tanah. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok memproduksi hasil hutan.

2.1.1. Sifat-Sifat Hutan

Sifat-sifat hutan di antaranya ialah sebagai berikut (Suparmoko, 1997) :

a. Hutan merupakan tipe tumbuhan yang terluas distribusinya dan

mempunyai produktivitas biologis tertinggi.

b. Hutan mencakup kehidupan seperti tumbuhan dan hewan, serta bukan

kehidupan seperti sinar, air, panas, tanah, dan sebagainya yang

bersama-sama membentuk struktur biologis dan fungsi kehidupan.

c. Regenerasi hutan sangat cepat dan kuat dibanding dengan sumber daya

alam lainnya. Permudaan hutan dapat secara alami atau campur tangan

manusia.

d. Hutan disamping menyediakan bahan mentah bagi industri dan bangunan,

juga melindungi dan memperbaiki kondisi lingkungan dan ekologi.

2.1.2. Fungsi Hutan

Fungsi hutan di antaranya ialah sebagai berikut (Suparmoko, 1997) :

a. Mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi, serta

memelihara kesuburan tanah.

b. Menyediakan hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan

khususnya untuk keperluan pembangunan industri dan ekspor sehingga

menunjang pembangunan ekonomi.

(27)

d. Memberikan keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk

cagar alam, suaka margasatwa, taman perburuan, taman wisata dan

sebagai laboratorium untuk ilmu pengetahuan serta pendidikan dan

pariwisata.

e. Merupakan salah satu unsur strategi pembangunan nasional.

2.2. Hutan Kemasyarakatan

2.2.1. Pengertian Hutan Kemasyarakatan

Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya

ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat (Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007). Penyelengaraan hutan kemasyarakatan

dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap

masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin

ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan

persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat.

Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

setempat melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal, adil dan

berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan

hidup. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani

hak atas tanah. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau

ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan

tetap. Kawasan Hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan

kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi.

(28)

pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat

setempat.

Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan upaya untuk

meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk

mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui

pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan

kesejahteraan masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial

yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau

di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan yang

memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung

pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengelolaan dan

pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat dalam rangka membangun hutan

yaitu:

a. Upaya ini harus terarah (targeted), artinya upaya yang dilakukan ditujukan

secara langsung kepada yang memerlukan, yang dirancang untuk

mengatasi masalahnya dan sesuai dengan kebutuhannya.

b. Harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh

masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang menjadi

sasaran, dengan tujuan sesuai dengan kehendak dan mengenali

kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain dari pada itu, untuk terus

meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman

dan merancang, melaksanakan, mengelola hutan agar berkelanjutan,

(29)

c. Menggunakan pendekatan kelompok, karena apabila secara sendiri-sendiri

masyarakat sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya

(Pierre, 2001).

Program pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat

akan berdampak pada dua aspek yaitu:

a. Aspek ekonomi, yaitu kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam

pengelolaan hutan meningkat dan hasil produksi hutan khususnya kayu

akan meningkat pula.

b. Aspek ekologi yaitu terwujudnya kelestarian dan fungsi hutan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan

Kemasyarakatan Pasal 13 dan 14 menerangkan bahwa :

a. Ijin Usaha Pemanfataan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) bukan

merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan.

b. IUPHKm dilarang dipindahtangankan, diagunkan, atau digunakan untuk

kepentingan lain di luar rencana pengelolaan yang telah disahkan, serta

dilarang merubah status dan fungsi kawasan hutan.

c. IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang

telah mendapat fasilitas pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai

areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri.

Fasilitasi terhadap pembentukan kelembagaan Kelompok Tani Hutan

Kemasyarakatan di Desa Gudang Garam telah dilaksanakan antara lain :

a. Pembentukan Kelompok Tani Pengelola Hutan Kemasyarakatan sesuai

(30)

Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai Nomor:

522/255/2015/XII/2010 Tanggal 23 Desember 2010 dengan data sebagai

berikut :

1. Kelompok Tani Berkah Lestari, jumlah anggota sebanyak 33 orang

dengan luas areal kerja HKm seluas + 70 Ha.

2. Kelompok Tani Hutan Lestari, jumlah anggota sebanyak 31 orang

dengan luas areal kerja HKm seluas + 67 Ha.

3. Kelompok Tani Makmur Lestari, jumlah anggota sebanyak 35 orang

dengan luas areal kerja HKm seluas + 63 Ha.

b. Pembagian luas areal kerja hutan kemasyarakatan dilaksanakan oleh Dinas

Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai sesuai dengan

Surat Perintah Tugas Nomor : 800/4806/DISHUTBUN/SEK/2010 tanggal

15 Desember 2010.

c. Berdasarkan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri

Kehutanan dan fasilitasi, maka Bupati/Walikota pada areal kerja hutan

kemasyarakatan yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan

IUPHKm dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan cq. Direktur

Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial serta Gubernur” (sesuai

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 pasal 19).

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2009 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007

tentang Hutan Kemasyarakatan pasal 23 ayat 2 menerangkan bahwa pada hutan

(31)

a. Mendapat fasilitas.

b. Melakukan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan.

c. Melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan.

d. Melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

e. Melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK).

f. Melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan kayu.

Pemegang IUPHKm wajib :

a. Melakukan penataan batas areal kerja.

b. Menyusun rencana kerja.

c. Melakukan penanaman, pemeliharaan dan pengamanan.

d. Membayar provisi sumberdaya hutan sesuai ketentuan.

e. Menyampaikan laporan kegiatan pemanfaatan hutan kemasyarakatan

kepada pemberi ijin.

2.2.2. Faktor-Faktor Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan

Menurut Ritchie, et al. (2001) faktor-faktor pengelolaan dan pemanfaatan

hutan kemasyarakatan meliputi:

1. Keanggotaan masyarakat yang jelas.

2. Batas sumberdaya hutan yang jelas.

3. Kewenangan pengelolaan (kemantapan status kepemilikan, de facto atau

de jure).

4. Saling berbagi ilmu pengetahuan tentang nilai sumberdaya hutan.

(32)

6. Ketergantungan yang lebih tinggi terhadap lembaga internal dibandingkan

terhadap lembaga eksternal.

7. Peraturan yang disusun secara realistis.

8. Kemampuan untuk memantau dan menegakkan peraturan.

9. Mekanisme penyelesaian konflik dengan biaya rendah.

10. Kemampuan untuk memantau kondisi sumberdaya hutan dan

11. Teknologi tepat guna untuk kelayakan/peruntukan hasil hutan.

2.2.3. Perijinan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan

Kemasyarakatan menyebutkan bahwa dalam proses pemberian ijin jangka panjang

pengelolaan Hutan Kemasyarakatan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu

dilakukan penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan,

setelah ada usulan dari Bupati. Ada dua jenis perijinan dalam pengelolaan Hutan

Kemasyarakatan yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini, yaitu:

1. Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dikeluarkan

oleh Bupati atau Gubernur untuk lintas kabupaten. IUPHKm merupakan

ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatan sumberdaya hutan pada

kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi. IUPHKm

diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat

diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun.

2. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Kemasyarakatan

(IUPHHK HKm) diberikan oleh Menteri Kehutanan dan Menteri

(33)

IUPHHK HKm merupakan ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatan

hasil hutan berupa kayu dalam areal kerja IUPHKm pada hutan produksi.

2.3. Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan

Pemanfaatan hutan kemasyarakatan adalah kegiatan untuk memanfaatkan

kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu

dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal

dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

Pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan memperhatikan

hal-hal sebagai berikut :

1. Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.

2. Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan

penanaman.

3. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya.

4. Menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa.

5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

6. Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama.

7. Adanya kepastian hukum.

8. Transparansi dan akuntabilitas publik.

9. Partisipatif dalam pengambilan keputusan.

Kegiatan pemanfaatan hasil hutan dalam hutan kemasyarakatan dilakukan

secara terintegrasi dalam pola wanatani (agroforestry) dengan stratifikasi tajuk

(34)

2.3.1. Pemanfaatan Kawasan

Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh

yang membentuk strata tajuk lengkap sehingga diperoleh manfaat lingkungan,

manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi

fungsi utamanya. Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dilakukan melalui

kegiatan :

a. Budidaya tanaman obat.

b. Budidaya tanaman hias.

c. Budidaya jamur.

d. Budidaya lebah.

e. Penangkaran satwa, dan

f. Budidaya sarang burung wallet.

2.3.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan

Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi

jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi

utamanya. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dilakukan melalui

kegiatan :

a. Pemanfaatan jasa aliran air.

b. Pemanfaatan air.

c. Wisata alam.

d. Perlindungan keanekaragaman hayati.

e. Penyelamatan dan perlindungan lingkungan, dan

(35)

2.3.3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan

mengusahakan hasil hutan berupa kayu hasil penanaman dengan tidak merusak

lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Penanaman tanaman hutan

berkayu yang dihasilkan merupakan tanaman sejenis dan tanaman berbagai jenis.

2.3.4. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan

dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu hasil penanaman dengan tidak

merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil

hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi yaitu berupa

pemanfaatan :

a. Rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan,

pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil.

b. Getah, kulit kayu, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan

pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil.

2.3.5. Pemungutan Hasil Hutan Kayu

Pemungutan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil

hutan berupa kayu di hutan produksi dengan batasan waktu, luas dan/atau volume

tertentu yang tersedia secara alami. Pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan

alam pada hutan produksi diberikan hanya untuk memenuhi kebutuhan

(36)

2.3.6. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu

Pemungutan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil

hasil hutan bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu yang

tersedia secara alami. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan produksi

dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit

kayu, tanaman obat dan umbi-umbian dengan ketentuan paling banyak 20 (dua

puluh) ton untuk setiap pemegang ijin.

2.4. Kondisi Sosial Ekonomi

Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya,

hubungan timbal balik terjadi baik antara manusia sebagai individu atau kelompok

atau masyarakat (Silalahi, 2001). Aktifitas manusia mempengaruhi lingkungan,

begitupula sebaliknya lingkungan mempengaruhi aktifitas manusia tersebut.

Aktifitas manusia dalam mempengaruhi lingkungan bisa berakibat buruk maupun

baik. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pemanfaatan HKm

memerlukan informasi nilai dukungan sosial ekonomi yang pada dasarnya adalah

gambaran dari aktifitas manusia dalam memberlakukan lingkungan sekitarnya.

Semakin tinggi dukungan sosial ekonomi, maka semakin besar pula peluang

untuk keberhasilan kegiatan pemanfaatan HKm tersebut. Arah rekomendasi dari

aspek sosial ekonomi dalam rangka pemanfaatan HKm dapat dilakukan dengan

menelaah kondisi dan dukungan aspek sosial ekonomi di wilayah tersebut.

Keberhasilan program HKm sangat tergantung pada partisipasi kelompok

masyarakat. Menurut Munggoro (2001), ada sembilan kondisi sosial yang

(37)

1. Batas wilayah kelola, tata batas wilayah kelola rakyat, hak-hak yang diakui,

dan mekanisme pembagian hasil hutan dirumuskan dengan jelas dan

disepakati bersama.

2. Kapasitas melindungi sumberdaya alam, masyarakat mampu mandiri

memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam setempat.

3. Mekanisme pengambilan keputusan, masyarakat setempat memiliki hak

bicara, hak menentukan nasibnya sendiri, dan hak mengambil keputusan

sesuai dengan kebutuhan kelompok.

4. Resolusi konflik, masyarakat setempat punya cara yang efektif untuk

menyelesaikan konflik, baik konflik internal maupun konflik eksternal.

5. Monitoring, masyarakat memiliki cara untuk memperoleh informasi tentang

kuantitas, kualitas dan keragaman sumberdaya alam di wilayahnya.

6. Ukuran kelompok, ukuran kelompok sebaiknya kecil supaya komunikasi

dan bertatap muka secara teratur dimungkinkan.

7. Insentif, masyarakat setempat memperoleh manfaat nyata dari kegiatan

pengelolaan hutan baik manfaat ekonomi, budaya dan spiritual.

8. Input, masyarakat setempat memiliki kekuatan yang dapat digunakan dalam

pengelolaan sumberdaya hutan seperti tenaga kerja, teknologi, informasi,

modal dan lainnya.

9. Nilai konservasi atau komitmen terhadap keberlanjutan sistem ekologi,

masyarakat setempat menghargai nilai konservasi hutan dan berusaha

(38)

2.5. Pemberdayaan Partisipatif

Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan

membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan

bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Dalam

beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan masyarakat

sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar suara mereka

didengar guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan keputusan yang

mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994).

Konsep pemberdayaaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan

masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada

masyarakat (community-based development). Komunikasi partisipatif adalah suatu

proses komunikasi dimana terjadi komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga

menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan.

Rahim (2004), mengajukan empat konsep terkait komunikasi partisipatif akan

mendorong terbangunnya pemberdayaan (empowerment) yaitu heteroglasia,

dialogis, poliponi dan karnaval. Pertama, Heteroglasia: Konsep ini menunjukkan

fakta bahwa sistem pembangunan selalu dilandasi oleh berbagai kelompok dan

komunitas yang berbeda-beda dengan berbagai variasi ekonomi, sosial, dan faktor

budaya yang saling mengisi satu sama lain. Kedua, Dialog adalah komunikasi

transaksional dengan pengirim (sender) dan penerima (receiver) pesan saling

berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu hingga sampai pada

makna-makna yang saling berbagai. Ketiga, Poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu

dialog dimana suara-suara yang tidak menyatu atau terpisah dan meningkat

(39)

Keempat, Karnaval: Konsep ini bagi komunikasi pembangunan membawa semua

varian dari semua ritual seperti legenda, komik, festival, permainan, parody, dan

hiburan secara bersama-sama. Proses ini dilakukan dengan tidak formal dan biasa

juga diselingi oleh humor dan canda tawa.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi

yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru

pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering,

and sustainable" (Chambers, 1995). Paradigma pemberdayaan (empowerment

Pembangunan partisipatif erat kaitannya dengan pemberdayaan

masyarakat, dimana pada pembangunan partisipatif diperlukan upaya dan

langkah-langkah untuk mempersiapkan masyarakat guna memperkuat

kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan,

kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan yang berkelanjutan untuk

meningkatkan harkat dan martabatnya serta mampu melepaskan diri dari

perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Upaya tersebut merupakan salah satu

wujud nyata dari pemberdayaan masyarakat (Sumaryadi, 2005).

)

adalah pemberian kesempatan kerja kelompok untuk merencanakan kemudian

melaksanakan program pembangunan tersebut yang mereka pilih sendiri.

Maksud dari pemberdayaan itu adalah meningkatkan kemampuan dan

kemandirian kelompok. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur

utama/dasar yang memungkinkan suatu masyarakat itu dapat bertahan dan

(40)

Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin

tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya

setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya

dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah

memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk

memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung.

Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan orientasi

pembangunan yang berpusat pada masyarakat antara lain dapat dilakukan

melalui pendekatan kelembagaan. Dengan pendekatan pembangunan seperti ini

maka pembangunan diartikan sebagai peningkatan kemampuan orang untuk

mempengaruhi masa depannya dengan implikasi capacity, empowerment, dan

sustainable (Bryant dan White, dalam Abdullah 1994). Pembangunan haruslah

memiliki visi pemberdayaan manusia dan masyarakat dalam arti yang

seluas-luasnya, sebab sepanjang jaman keswadayaan merupakan sumber daya kehidupan

yang abadi dan manusia menjadi intinya atau fokusnya dan partisipasi

merupakan perwujudan optimalnya. Keberdayaan merupakan modal utama

masyarakat untuk mengembangkan dirinya serta mempertahankan keberadaannya

ditengah masyarakat lainnya.

2.6. Persepsi Masyarakat

Atkinson (1997) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana

kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan.

Menurut Gibson, et al. (2001) persepsi adalah proses pemberian arti terhadap

(41)

Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap

stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke

dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses

yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson, 1997). Dalam hal ini,

persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan

penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang

dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat

cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri

(Gibson et al. 2001).

2.7. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai

keberhasilan dan keberlanjutan program pembangunan. Partisipasi berarti

keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan

secara sadar. Ndraha (1990) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian

dalam kegiatan bersama.

Kegagalan dalam mencapai hasil dari program pembangunan tidak

mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat (Kartasasmita, 1997).

Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain:

a. Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil masyarakat dan

tidak menguntungkan rakyat banyak.

b. Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak,

(42)

c. Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat

memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan

pemahaman mereka.

d. Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula

rakyat tidak diikutsertakan.

Keikutsertaan masyarakat adalah sangat penting di dalam keseluruhan

proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan

selayaknya mencakup keseluruhan proses mulai dari awal sampai tahap akhir.

Oleh karena itu, menurut Ndraha (1990) partisipasi publik dapat terjadi pada 4

(empat) jenjang, yaitu:

a. Partisipasi dalam proses pembentukan keputusan.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan.

c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil.

d. Partisipasi dalam evaluasi.

Konsep ini memberikan makna bahwa masyarakat akan berpartisipasi

secara sukarela apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan

melalui program pemberdayaan. Ketika mereka mendapatkan manfaat dan merasa

memiliki terhadap program pemberdayaan, maka dapat dicapai suatu

keberlanjutan dari program pemberdayaan.

Sebagai proses perubahan dan pembaharuan masyarakat, pembangunan

membutuhkan kontribusi komunikasi, baik sebagai bagian dari kegiatan

masyarakat maupun sebagai ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu.

Banyak proses pembangunan tidak mencapai sasarannya hanya karena rendahnya

(43)

menimbulkan tingkat partisipasi yang memadai. Padahal partisipasi masyarakat

sangat diperlukan bagi usaha pencapaian tujuan pembangunan (Dilla, 2007).

Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan

ada beberapa bentuk. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi

atas 3 tahap (Ericson dalam Slamet 1994) yaitu:

1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi

pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap

penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan

anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan

memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang

diadakan.

2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi

pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap

pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan

tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu

wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut.

3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap

ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu

proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat

pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan

memelihara proyek.

Menurut Soekartawi (2003), perencanaan adalah pemilihan alternatif atau

(44)

Fungsi Perencanaan:

1. Menjelaskan secara tepat tujuan-tujuan serta cara-cara mencapai tujuan.

2. Sebagai pedoman bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi pada

pelaksanaan rencana yang telah disusun.

3. Merupakan alat pengawasan terhadap pelaksanaan program.

4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan segala sumber daya

yang dimiliki organisasi.

5. Memberikan batas-batas wewenang dan tanggung jawab setiap

pelaksanaan, sehingga dapat meningkatkan kerjasama/koordinasi.

Menghadapi segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam

dirinya, hampir setiap manusia membuat atau mengambil keputusan dan

melaksanakannya, ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara

sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam

pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat

keputusan.

Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya

mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu

kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan

(Usman dan Nurdin 2002). Pengertian implementasi yang dikemukakan dapat

dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu

kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan

acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu

(45)

Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing

menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan

program. Secara umum, istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran

(appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang

menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya.

Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi

mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada

kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan

pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program

telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa

masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000).

Evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan

penilaian tentang apa yang terjadi (Bryant dan White, dalam Kuncoro 1997).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil.

Evaluasi akan menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif, sehingga

evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakan dari metode-metode analisis

kebijakan lainnya, yakni:

1. Fokus Nilai, evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada

penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan

program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat

atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha

untuk menumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang

(46)

sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur

untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.

2. Interdependensi fakta-nilai, tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta”

maupun “nilai” untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu

telah mencapai tingkat kinerja yang tinggi atau rendah. Untuk itu

diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi

sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan

demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara

aktual merupakan konsekwensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk

memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu pemantauan merupakan

prasyarat bagi evaluasi.

3. Orientasi masa kini dan masa lampau, berbeda dengan tuntutan-tuntutan

advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu ketimbang hasil di

masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan

(ex post) rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat

prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).

4. Dualitas nilai, nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai

kualitas ganda karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus

cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenan dengan nilai

yang ada (misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik

(diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu

mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata

dalam suatu hierarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling

(47)

Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan

suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan,

memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar

jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada melihat

kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan

kesempatan demi keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu

adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program.

Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa

kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan (Anderson,

dalam Arikunto 2004).

Pemanfaatan hasil hutan adalah kegiatan untuk memanfaatakan dan

mengusahakan hasil hutan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak

mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan pohon serbaguna (multi purpose trees

species) adalah kegiatan untuk memanfaatkan tumbuhan berkayu dimana buah,

bunga, getah, daun dan/atau kulit dapat dimanfaatkan bagi penghidupan

masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung, pencegah erosi, banjir

dan longsor.

Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan

lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Undang-Undang Nomor 23, 1997). Dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan

kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperanserta dalam

kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tahap perencanaan

(48)

kegiatan pemanfaatan hutan di areal hutan kemasyarakatan, agar hutan tetap

terlindungi dan terjaga kelestariannya.

Peranserta masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :

a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan.

b. Menumbuh-kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.

c. Menumbuhkan ketanggap-segeraan masyarakat untuk melakukan

pengawasan sosial.

d. Memberikan saran dan pendapat.

e. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting

artinya dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut, Pertama: berupaya

memadukan top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat

diterima sepenuh hati; Kedua: memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa melu

handarbeni terhadap hasil pembangunan.

Pentingnya peran masyarakat juga dikemukakan oleh Conyer (1994)

sebagai berikut :

1. Peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi

mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa

kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan

jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena

mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan

(49)

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam

pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Partisipasi dan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berarti

adanya tindakan nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya

pelestarian hutan. Selain memberikan informasi yang berharga kepada para

pengambil keputusan, peranserta masyarakat akan mereduksi kemungkinan

Gambar

Tabel                                                Judul                                                      Halaman
Gambar 1.1. Kerangka Berpikir
Table 3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik responden berdasarkan usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

14.Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Pendidikan

KEPALA DINAS SEKRETARIS KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN SUB BAGIAN KEUANGAN SUB BAGIAN PROGRAM BIDANG PAJAK & RETRIBU SI BIDANG DANA PERIMBANGAN

Dalam bab ini akan menjelaskan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu mengenai pengaruh faktor perlindungan lingkungan, tanggungjawab lingkungan,

Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, bahwa deskripsi varietas yang menjadi informasi produk merupakan suatu atribut untuk dipertimbangkan petani untuk mengetahui

Sehingga akuntabilitas yang dimiliki auditor dan etika auditor dapat mempengaruh kualitas audit yang dihasilkan tergantung pada situasi yang dialami oleh seorang

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) adalah kegiatan intrakurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa Program Kependidikan Universitas Negeri Semarang sebagai pelatihan

Berdasarkan keterangan di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam hal pelaksanaan jual beli tersebut, sehubungan dengan sistem yang makan dulu baru bayar, tetapi dalam

Pengembangan Tes untuk Uji Coba Tes Kompetensi Guru SD dan sejumlah Mata Pelajaran di SMP di Kota Yogyakarta, Kerjasama antara Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta dengan FIS UNY.