ABSTRAK
ANALISIS FINANSIAL DAN KOMPOSISI TANAMAN DALAM RANGKA PERSIAPAN PENGAJUAN IZIN HKm
(Studi Kasus Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu)
Oleh
Helen Yuseva Ayu
Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat dengan tujuan agar hutan lestari, masyarakat sejahtera. Desa Margosari saat ini dalam tahap penyusunan proposal izin penetapan areal kerja HKm ke Menteri Kehutanan Republik Indonesia. Salah satu syarat pengajuan izin HKm adalah komposisi tanaman terdiri atas jenis tanaman kehutanan, pertanian, dan perkebunan. Untuk mendukung program HKm perlu dikaji komposisi tanaman di lahan calon HKm Desa Margosari dan apakah hasil tanaman berdasarkan komposisi tersebut layak secara finansial dan mampu mensejahterakan petani Desa Margosari. Penelitian dilaksanakan di Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan simple random sampling. Analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi tanaman telah memenuhi kriteria HKm yaitu jumlah tanaman kayu lebih dari 200 batang/ha (400 batang/ha) dengan jenis tanaman kehutanan sebesar 28,88%, tanaman pertanian sebesar 14,63%, dan tanaman perkebunan sebesar 56,49%. Hasil agroforestri HKm berdasarkan analisis layak secara finansial dengan Net Present Value (NPV) sebesar Rp 69.088.522,37/Ha, Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 1,96 dan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 29%. Namun, berdasarkan tingkat kesejahteraan dengan kriteria Sajogyo (1997) pendapatan dari agroforestri HKm belum dapat mensejahterakan petani, karena masih terdapat penduduk dengan kategori nyaris miskin sebesar 51,52%.
ABSTRACT
FINANCIAL ANALYSIS AND COMPOSITION OF PLANTS IN PREPARATIONFOR HKm FILING PERMITS
(A Case Study Of Margosari Village Of Pagelaran Utara Subdistrict Of Pringsewu District)
By
Helen Yuseva Ayu
Social forestry (HKm) is a state forest utilization primarily intended to empower local communities with a purpose sustainable forest and prosperous society. Margosari village currently proposing for HKm the work area permits the Minister of Forestry Republic of Indonesia. One of the requirements to HKm is composition of plants consists of the kind of forest plant, agricultural crops, and crops plantation. To supporting the HKm programs, it is necessary to assess the composition of the plants with in the candidate HKm area of Margosari Village and whether the results from the plant composition is financially suitable and capable of providing prosperity to the farmers of Margosari village. The research was conducted in the Margosari Village of Pagelaran Utara District, Pringsewu Regency in August 2013. Sampling was done using simple random sampling method. Data analysis was conducted using quantitative descriptive analysis method. The results of the showed that the plant composition already fill the HKm criteria is wooden plant more than 200/ha (400/ha) with forest plant species of 28.88%, agricultural crops of 14.63% of agricultural crops and crops plantation of 56.49%. The result from agroforestry HKm based on analysis in a financially Net Present Value (NPV) of Rp 69.088.522,37/ha, Benefit Cost Ratio (BCR) of 1.96 and Internal Rate of Return (IRR) of 29%. However the level of Sajogyo (1997), income from agroforestry HKm don’t providing prosperity to the farmers, because can still population with a category near poor of 51,52%.
ANALISIS FINANSIAL DAN KOMPOSISI TANAMAN DALAM RANGKA PERSIAPAN PENGAJUAN IZIN HKm
(Studi Kasus Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu)
Oleh
HELEN YUSEVA AYU
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA KEHUTANAN
Pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Muara Enim, pada tanggal 23
Januari 1991 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara
dari Bapak Lukman Hn dan Ibu Rismarini. Pada tahun
2003 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar
(SD) di SD Negeri 18 Muara Enim. Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) diselesaikan pada tahun
2006 di SMP Negeri 1 Muara Enim dan penulis berhasil menyelesaikan
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada tahun 2009 di SMA Negeri 2
Muara Enim. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik
dan Bakat (PKAB) pada tahun 2009.
Selama menjadi mahasiswa penulis menjadi anggota utama dalam organisasi
Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HIMASYLVA). Pada tahun 2012 penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di Resort Sukaraja Atas Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan (TNBBS). Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada
tahun 2013 di Kelurahan Bakung Kecamatan Teluk Betung Barat, Bandar
Ku persembahkan untuk
:
Ibu dan Ayah,
Saudaraku Rinvilia Sari, Senja Alamareta, Ledi Oktarina
Serta Agustira Ade Putra
SANWACANA
Segala puji syukur selalu penulis panjatkan kehadirat Allah AWT, karena berkat
rahmat, karunia, dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul Analisis Finansial dan Komposisi Tanaman dalam Rangka Persiapan
Pengajuan Izin HKm (Studi Kasus Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara
Kabupaten Pringsewu). Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan (S.Hut) di Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Selama mengerjakan hingga menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat
bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Dengan kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Rommy Qurniati, S.P., M.Si., selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan kritik selama penulisan skripsi
ini.
2. Bapak Rudi Hilmanto, S.Hut., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan kritik selama penulisan skripsi
ini.
3. Bapak Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S, selaku Dosen Penguji yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan, saran, dan kritik selama penulisan
4. Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Ir. Y. Ruchyansyah selaku Kepala UPTD KPHL Batutegi yang telah
memberikan izin untuk melakukan penelitian di Desa tersebut.
7. Bapak Sugeng Wibowo selaku Kepala Resort Way-Waya UPTD KPHL
Batutegi yang telah memberikan pengarahan dalam penelitian ini.
8. Agung, Dina, Ardi, dan Aplita yang telah membantu dalam proses
pengambilan data pada penelitian ini.
9. Semua pihak terkait yang tak bisa disebutkan satu persatu.
Semoga amal kebaikan serta ketulusan hati mereka semua mendapat imbalan dari
Allah SWT. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan skripsi ini. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.
Bandar Lampung, 5 Juni 2014
Penulis
i F. Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani………...
III. METODE PENELITIAN………... A. Tempat dan Waktu Penelitian………. B. Alat dan objek Penelitian……… C. Batasan Penelitian……….. D. Metode Pengambilan Data………..
a. Jenis Data yang Dikumpulkan……….. b. Metode Pengumpulan Data………... c. Metode Pengambilan Sampel………... E. Metode Pengolahan dan Analisis Data………...
IV. GAMBARAN UMUM……… A. Desa Margosari………... B. Kondisi Geografis dan Topografi………... C. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat………
ii
ii a. Mata Pencaharian………... b. Agama dan Etnis……… c. Sarana dan Prasarana……….. D. Karakteristik Responden……….. a. Tingkat Usia………... b. Pendidikan………. c. Mata Pencaharian………... d. Jumlah Tanggungan Keluarga……….... e. Luas Lahan………....
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian………...
2. Kiasaran Rata-rata Umur Petani Responden di Desa Margosari……..
3. Tingkat Pendidikan Responden………
4. Mata Pencaharian Responden………...
5. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden………
6. Luas Lahan Responden……….
7. Komposisi Tanaman di Desa Margosari………...
8. Rata-rata Pendapatan Non Usaha Tani Petani di Desa Margosari……
9. Rata-rata Pengeluaran Rumah Tangga Petani di Desa Margosari……
10.Kriteria Kemiskinan Sajogyo (1997) per kapita per tahun setara Harga Beras Petani Desa Margosari……….
32
34
35
36
37
38
40
45
51
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Penelitian ………..
2. Persentase Klasifikasi Komposisi Tanaman di Desa Margosari………
3. Kondisi HKm di Desa Margosari………..
4. Sistem Agroforestri di Desa Margosari………..
5. Wawancara Dengan Responden………
6. Wawancara Dengan Responden………
7. Tempat Pengumpul Pisang………
7
41
75
75
76
76
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan pasal 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
hutan berdasarkan statusnya terdiri dari hutan negara dan hutan hak. Hutan
negara dapat berupa hutan adat, yaitu hutan negara yang diserahkan
pengelolaannya kepada masyarakat hukum adat. Hutan negara yang pemanfaatan
utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat disebut hutan
kemasyarakatan (HKm). Sedangkan hutan hak yaitu hutan yang berada pada
tanah yang dibebani hak milik lazim disebut hutan rakyat.
Peraturan Menteri No.P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, hutan
kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk
memberdayakan masyarakat setempat. Hutan kemasyarakatan (HKm) dapat
meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat sehingga
mereka mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui
pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat.
Kegiatan Hkm hanya diberlakukan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi.
Ketentuannya, hutannya tidak dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil
2 meliputi kegiatan pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan
pemungutan hasil hutan bukan kayu sedangkan pada hutan produksi meliputi
kegiatan pemanfaatan kawasan, penanaman tanaman hutan berkayu, pemanfaatan
jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemungutan hasil hutan
kayu, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.
Program kegiatan HKm dapat ditujukan atau bisa dimanfaatkan oleh masyarakat
petani di sekitar kawasan hutan yang memiliki ketergantungan pada kawasan
hutan tersebut. Hkm juga bertujuan agar hutan lestari, masyarakat sejahtera.
Makna hutan lestari adalah melalui pola-pola pengelolaan di lahan HKm
diharapkan dapat tetap menjaga kelestarian hutan dan meningkatkan perbaikan
fungsi hutan. Kelompok tani HKm dapat menanam tanaman dengan MPTS (Multi
Purpose Trees Species). Manfaat penerapan tanaman MPTS dapat dinikmati oleh
masyarakat sehingga meningkatkan kesejahteraan hidup mereka melalui
keanekaragaman hasil dari tanaman yang ditanam di lahan HKm.
Komoditi tanaman yang digunakan dalam HKm harus dipilih sesuai dengan
karakteristik daerah dan lahan yang akan ditanami. Sebelum melakukan pemilihan
komoditas harus dilakukan inventarisasi dan identifikasi tanaman yang ada di
daerah tersebut. Pemilihan komoditi tanaman termasuk hal yang sangat penting
secara teknis pemilihan jenis komoditi ini mempertimbangkan faktor fisik
teknis/ekologi, faktor sosial ekonomi dan sosial budaya (Wardoyo, 1997).
Masyarakat Desa Margosari mempunyai lahan garapan dalam kawasan hutan
lindung dan sudah membentuk kelompok-kelompok yang tergabung dalam
3 proposal dalam rangka mengajukan penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan
(Hkm) ke Menteri Kehutanan Republik Indonesia (RI) (Dinas Kehutanan Provinsi
Lampung, 2011). Petani Desa Margosari menerapkan sistem agroforestri dalam
mengelola lahannya. Penerapan sistem agroforestri di Desa Margosari bertujuan
untuk mengurangi tingkat ketergantungan pengumpulan hasil hutan berupa kayu.
Sistem agroforestri yang dilakukan oleh petani Desa Margosari yaitu dengan cara
mengkombinasikan antara tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian dan
perkebunan.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui komposisi tanaman
di lahan HKm Desa Margosari telah memenuhi syarat untuk diajukan izin HKm
dan mengetahui apakah hasil tanaman berdasarkan komposisi tanaman tersebut
layak secara finansial dan mampu mensejahterakan petani Desa Margosari.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana komposisi tanaman yang ditanam petani di areal HKm?
2. Apakah komposisi tanaman yang diterapkan oleh petani Desa Margosari
Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu memenuhi persyaratan
komposisi tanaman pada lahan HKm dan apakah komposisi ini layak secara
finansial?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui komposisi tanaman di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan
4 2. Mengetahui apakah hasil tanaman berdasarkan komposisi tersebut layak
secara finansial dan mampu mensejahterakan petani Desa Margosari
Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu.
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi bagi para petani mengenai analisis finansial dan
komposisi tanaman agar petani mengetahui berapa besar manfaat yang
diterima sehingga dapat membangun kesadaran petani untuk mengelola hutan
kemasyarakatan dengan lebih baik.
2. Memberikan referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian
tentang analisis finansial dan komposisi tanaman setelah Pemberian Izin
Usaha HKm (IUPHKm).
E. Kerangka Pemikiran
Hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya
ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat
setempat adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian
masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara
optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam
rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat (Peraturan Menteri No. P.
37/Menhut-II/2007).
Petani Desa Margosari saat ini sedang dalam tahap penyusunan proposal dalam
rangka mengajukan penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan (HKm) ke
5 pengajuan izin HKm dilakukan oleh kelompok tani HKm dan atau calon
kelompok tani HKm. Tahap persiapan pengajuan Izin HKm yaitu membuat
rencana kerja atau program kerja pengelolaan HKm. Dalam proses pembuatan
rencana kerja mengarah kepada tujuan HKm, yaitu hutan lestari masyarakat
sejahtera artinya rencana kerja dibuat dengan menyeimbangkan fungsi ekonomi,
fungsi sosial dan fungsi ekologi. Salah satu rencana kerja pada tahap pengajuan
izin Hkm yaitu rencana teknis penanaman meliputi: (1) pengaturan penanaman
dengan tanaman tahunan, kombinasi MPTS (campuran pepohonan dan
buah-buahan) dan multi-strata dengan komposisi tajuk rendah, sedang, dan tinggi (2)
pemilihan jenis tanaman yang dapat menyangga fungsi hutan serta memiliki nilai
ekonomis bagi kelompok.
Pengelolaan tanaman yang dilakukan petani menggunakan beberapa faktor
produksi antara lain bibit, pupuk, pestisida, bibit, dan peralatan. Pengelolaan ini
akan menghasilkan suatu produk yang dapat dijual sehingga memberikan
penerimaan untuk meningkatkan pendapatan petani.
Pendapatan atau kelayakan dapat diketahui dengan analisis finansial (NPV, IRR,
dan B/C). Analisis finansial dipengaruhi oleh suku bunga bank dan umur
pengusahaan komposisi tanaman yaitu selama 20 tahun sehingga akan dapat
diketahui apakah komposisi tanaman sudah memenuhi kriteria yang ditetapkan
dalam izin pengelolaan HKm dan layak secara finansial.
Berdasarkan Peraturan Menteri No. P.14/Menhut-II/2012 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2012, kegiatan rehabilitasi
6 minimum 200 batang/ha. Rehabilitasi hutan dan lahan di areal yang diarahkan
untuk HKm dan Hutan Desa (HD) atau yang telah ditetapkan Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dan Hak Pengelolaan Hutan
Desa (HPHD) dilaksanakan kelompok HKm atau lembaga pengelola HD,
diberikan insentif penanaman, sehingga perlu diteliti bagaimana komposisi
tanaman yang saat ini sudah dikembangkan oleh masyarakat dan apakah
komposisi yang saat ini dikembangkan sudah layak secara finansial sehingga
nantinya tujuan HKm hutan lestari dan masyarakat sejahtera dapat terwujud.
7
Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran Analisis Finansial dan Komposisi Tanaman dalam Rangka Persiapan Pengajuan Izin HKm (Studi Kasus Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu).
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hutan Lindung
Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok
sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air,
mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara
kesuburan tanah.
Hutan lindung adalah kawasan-kawasan resapan air yang memiliki curah hujan
tinggi dengan struktur tanah yang mudah meresapkan air dan kondisi
geomorfologinya mampu meresap air hujan sebesar-besarnya. Hutan yang
berfungsi sebagi pelindung merupakan kawasan yang keberadaannya
diperuntukkan sebagai pelindung kawasan air, pencegah banjir, pencegah erosi
dan pemeliharaan kesuburan tanah yang berbeda untuk pengertian konservasi.
Kawasan hutan dengan ciri khas tertentu mempunyai fungsi perlindungan, sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati serta pemanfaatan
secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (Arief, 2001).
Berdasarkan Master Plan Kehutanan (1975 dalam Manan, 1976) hutan lindung
9 1. Hutan lindung mutlak, yaitu hutan lindung karena keadaan alamnya sama
sekali tidak dapat atau tidak diperbolehkan melakukan pemungutan berupa
kayu, tetapi hasil hutan nirkayu boleh dipungut.
2. Hutan lindung terbatas, yaitu hutan lindung karena keadaan alamnya dapat
atau diperbolehkan diadakan pemungutan hasil berupa kayu secara terbatas
tanpa mengurangi fungsi lindungnya.
Pengelolaan hutan lindung diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008. Pengelolaan hutan lindung
dimaksudkan meliputi kegiatan: tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan
hutan lindung, pemanfaatan dan penggunaan kawasan hutan lindung, rehabilitasi
dan reklamasi hutan lindung dan perlindungan hutan dan konservasi alam di hutan
lindung. Pentingnya dilakukan pengelolaan kawasan lindung karena upaya
pengelolaan ini bertujuan untuk:
a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan
satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa
b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem dan
keunikan alam.
Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007
tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta
Pemanfaatan Hutan menyebutkan bahwa tata hutan dan penyusunan rencana
pengelolaan hutan di seluruh kawasan hutan merupakan kewenangan pemerintah
dan pemerintah daerah. Tata hutan sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan
10 tertentu dalam kawasan hutan. Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan diatur
dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.6/Menhut-II/2009 tentang
Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (Wulandari, 2011).
Sebagai kawasan yang dilindungi, pemerintah mengatur kriteria penetapan suatu
kawasan sebagai kawasan lindung yakni melalui Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan, dimana kriteria
penetapan hutan lindung adalah dengan memenuhi salah satu persyaratan berikut
ini:
1. Kawasan hutan dengan faktor-faktor kelas lereng, jenis tanah dan intensitas
hujan setelah masing-masing dikalikan dengan angka penimbang
mempunyai jumlah nilai (score) 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih.
2. Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% (empat puluh per
seratus) atau lebih.
3. Kawasan hutan yang berada pada ketinggian 2000 (dua ribu) meter atau
lebih di atas permukaan laut.
4. Kawasan hutan yang mempunyai tanah sangat peka terhadap erosi dengan
lereng lapangan lebih dari 15% (lima belas per seratus).
5. Kawasan hutan yang merupakan daerah resapan air.
6. Kawasan hutan yang merupakan daerah perlindungan pantai.
B. Hutan Kemasyarakatan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. P. 37/Menhut-II/2007 tentang
hutan kemasyarakatan, hutan kemasyarakatan adalah hutan negara yang
11 Pemberdayaan masyarakat setempat adalah upaya untuk meningkatkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat
sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan
pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat.
Dalam pelaksanaannya program hutan kemasyarakatan menurut Wardoyo
(1997) terdapat beberapa istilah yang perlu dipahami, diantaranya:
1. Perhutanan sosial diartikan sebagai pelibatan masyarakat dalam bentuk
pemberian ijin penguasaan oleh pemerintah kepada masyarakat sebagai
wujud partisipasi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan
hutan dalam pembangunan kehutanan untuk merencanakan, mengusahakan,
memelihara, mengendalikan dan mengawasi serta memanfaatkan hasil hutan
(baik kayu maupun bukan kayu) dengan tujuan peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian sumberdaya.
2. Hak Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan (HPHKm) adalah hak yang
diberikan oleh Menteri kepada masyaraka setempat melalui koperasinya
untuk melakukan program hutan kemasyarakatan dalam jangka waktu
tertentu.
3. Peserta hutan kemasyarakatan adalah orang yang kehidupannya dari hutan
atau kawasan hutan yang secara sukarela berperan aktif dalam kegiatan hutan
kemasyarakatan.
4. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara
Indonesia yang tinggal di dalam dan atau sekitar hutan yang membentuk
komunitas yang didasarkan pada kesamaan mata pencaharian yang berkaitan
12 tertib kehidupan bersamaPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2007 menyatakan bahwa kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai
wilayah pengelolaan hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan konservasi
kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional, hutan lindung atau hutan
produksi.
Pengusahaan Hutan Kemasyarakatan didasarkan pada prinsip-prinsip (Harianto,
2005):
1. Masyarakat sebagai pelaku utama dalam pengambilan manfaat
2. Masyarakat sebagai pengambilan keputusan dan menentukan sistem
pengusahaan
3. Pemerintah sebagai fasilitator dan pemantauan kegiatan.
Berdasarkan bentuk kegiatan, hutan kemasyarakatan menurut Wardoyo
(1997) dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Aneka Usaha Kehutanan
Merupakan suatu bentuk kegiatan hutan kemasyarakatan, dengan memanfaatkan
ruang tumbuh atau bagian dari tumbuh-tumbuhan hutan. Kegiatan-kegiatan yang
termasuk dalam aneka usaha kehutanan antara lain budidaya rotan, pemungutan
getah-getahan, minyak-minyakan, buah-buahan/biji-bijian, budidaya lebah madu,
jamur dan obat-obatan.
Hubungan antara pemanfaatan hutan, ruang tumbuh dan bagian-bagian tanaman
dengan alternatif kegiatan yang dapat dikembangkan. Alternatif kegiatan yang
dapat dikembangkan sangat tergantung pada kondisi awal tegakan pokok yang
13 2. Agroforestri
Agroforestri merupakan suatu bentuk hutan kemasyarakatan yang memanfaatkan
lahan secara optimal dalam suatu hamparan yang menggunakan produksi berdaur
panjang dan berdaur pendek, baik secara bersamaan maupun berurutan.
Agroforestri merupakan komoditas tanaman yang kompleks, yang didominasi
oleh pepohonan dan menyediakan hampir semua hasil dan fasilitas hutan alam.
Agroforestri dapat dilaksanakan dalam beberapa model, antara lain tumpang sari
(cara bercocok tanam antara tanaman pokok dengan tanaman semusim),
silvopasture (campuran kegiatan kehutanan, penanaman rumput dan peternakan),
silvofishery (campuran kegiatan pertanian dengan usaha perikanan di daerah
pantai), dan farmforestry (campuran kegiatan pertanian dengan kehutanan).
C. Komposisi Tanaman
Komposisi jenis tanaman adalah susunan dan jumlah jenis yang terdapat dalam
komunitas tumbuhan. Jadi ada 2 kata kunci yang perlu diingat yaitu susunan dan
jumlah. Untuk mengetahui komposisi suatu tegakan maka identifikasi jenis,
jumlah dan susunan menjadi hal wajib yang tak boleh terlupakan (Panjaitan,
2011).
Dalam ekologi hutan satuan yang diselidiki adalah satuan tegakan yang
merupakan asosiasi konkrit, analisis vegetasi yang dapat digunakan untuk
mempelajari susunan dan bentuk vegetasi masyarakat tumbuh-tumbuhan adalah :
14 2. Mempelajari tegakan tumbuhan bawah, yang dimaksud tumbuhan bawah
adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan
kecuali padang rumput/alang-alang, dan vegetasi semak belukar
(Soerianegara dan Indrawan, 1988).
Pada penelitian yang dilakukan oleh World Agroforestry Centre (ICRAF) dengan
KONSEPSI-NTB (2010), pengelolaan lahan di kawasan penyangga dibedakan
menjadi tiga kelompok yaitu kelompok yang telah mendapat ijin pengelolaan
(HKm ijin), kelompok yang belum mendapat ijin (HKm non ijin) dan kelompok
yang mengelola lahan pribadinya (lahan milik).
Berdasarkan hasil penelitian ICRAF tahun 2010 pada tingkat plot menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan komposisi jenis tanaman pada ketiga kelompok
masyarakat tersebut. Pada lahan yang telah mendapat ijin HKm, proporsi tanaman
buah-buahan dan tanaman serbaguna (MPTs) mencapai 51%, tanaman
perkebunan 28%, tanaman semusim 15% dan kayu-kayuan 6%. Pada lahan yang
belum mendapat ijin HKm, jenis tanaman didominasi oleh tanaman perkebunan
(48%) dan MPTs (38%), karena masyarakat merasa masih ragu untuk menanam
tanaman kayu-kayuan. Oleh karena itu, pada lahan yang belum ada ijin HKm
proporsi tanaman kayu hanya 3% dan itupun berupa jenis sengon yang telah ada
di lahan sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Sedangkan pada lahan milik
pribadi untuk tanaman kayu-kayuan dan MPTs yaitu mencapai 88%. Sementara
15 D. Biaya Produksi
Biaya adalah nilai korbanan yang dikeluarkan untuk memperoleh hasil. Menurut
kerangka waktu, biaya dapat dibedakan menjadi biaya jangka pendek dan biaya
jangka panjang. Biaya jangka pendek terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan
biaya variabel (variable cost), sedangkan dalam jangka panjang semua biaya
dianggap/diperhitungkan sebagai biaya variabel (Hernanto, 1988). Biaya
produksi dalam usahatani adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh seseorang
dalam proses produksi untuk mengubahnya menjadi suatu produk (Heriyanto,
2007).
Biaya produksi akan dipengaruhi oleh jumlah pemakaian input, harga dari input,
tenaga kerja, upah tenaga kerja, dan intensitas pengelolaan usahatani. Biaya
produksi usahatani dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang terdiri atas
empat unsur pokok, yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Keempat
faktor produksi tersebut dalam usahatani mempunyai kedudukan yang sama
pentingnya (Hernanto, 1988).
Menurut Rahardja (2006) biaya-biaya tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut.
1. Biaya tetap (fixed cost-FC)
Biaya tetap merupakan biaya yang secara total tidak mengalami perubahan,
walaupun ada perubahan volume produksi atau penjualan (dalam batas tertentu).
Artinya biaya yang besarnya tidak tergantung pada besar kecilnya kuantitas
produksi yang dihasilkan. Yang termasuk biaya tetap seperti gaji yang dibayar
tetap, sewa tanah, pajak tanah, alat dan mesin, bangunan ataupun bunga uang serta
16 2. Biaya variabel (variable cost-VC)
Biaya variabel merupakan biaya yang secara total berubah-ubah sesuai dengan
perubahan volume produksi atau penjualan. Artinya biaya variabel berubah
menurut tinggi rendahnya ouput yang dihasilkan, atau tergantung kepada skala
produksi yang dilakukan. Biaya variabel dalam usahatani seperti biaya bibit, biaya
pupuk, biaya obat-obatan, serta termasuk ongkos tenaga kerja yang dibayar
berdasarkan penghitungan volume produksi.
Menurut Rahim dan Diah (2008), penerimaan adalah perkalian antara produksi
yang diperoleh dengan harga jual. Sedangkan menurut Hernanto (1988),
menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah penerimaan dari semua usahatani
meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai yang
dikonsumsi. Penerimaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerimaan bersih
dan penerimaan kotor usahatani (gross income). Penerimaan bersih adalah
merupakan selisih antara penerimaan kotor dengan pengeluaran total usahatani.
Sedangkan penerimaan kotor adalah nilai total produksi usahatani dalam jangka
waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual (Soekartawi, dkk., 1986).
Pendapatan atau penghasilan dari suatu kegiatan ekonomi adalah pendapatan yang
merupakan balas jasa dari faktor produksi yang diterima oleh rumah tangga
seperti uang, gaji, honor serta hasil penyewaan suatu barang ( Bappeda Riau,
2000). Pendapatan pribadi dapat diartikan semua jenis pendapatan termasuk
pendapatan yang diperoleh tanpa memberikan suatu kegiatan apapun yang
17 simpulkan bahwa dalam pendapatan pribadi telah termasuk juga pembayaran
pindahan (Sukirno, 2004).
Pendapatan rumah tangga adalah penghasilan dari seluruh anggota rumah tangga
yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga ataupun perorangan
anggota rumah tangga.pendapatan seseorang dapat berubah dari waktu kewaktu
sesuai dengan kemampuan mereka. Oleh sebab itu berubahnya pendapatan
seseorang akan berubah pula besarnya pengeluaran mereka untuk konsumsi suatu
barang. Jadi, pendapatan merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi
konsumsi seseorang atau masyarakat terhadap suatu barang ( Sukirno, 2005).
Menurut Nitisemito (2000) harga adalah tingkat kemampuan suatu barang untuk
dapat dipertukarkan dengan barang lain yang dinilai dengan satuan uang. Dimana
berdasarkan nilai tersebut seseorang atau pengusaha bersedia melepaskan barang
dan jasa yang dimiliki pada orang lain.
E. Analisis Finansial
Menurut Widianto dkk (2003) bahwa keberadaan pohon dalam agroforestry
mempunyai dua peranan utama. Pertama, pohon dapat mempertahankan produksi
tanaman pangan dan memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik,
terutama dengan memperlambat kehilangan hara dan energi, dan menahan daya
perusak air dan angin. Kedua, hasil dari pohon berperan penting dalam ekonomi
rumah tangga petani. Pohon dapat menghasilkan: (1) Produk yang digunakan
18 seperti pakan ternak, mulsa; serta (3) Produk atau kegiatan yang mampu
menyediakan lapangan kerja atau penghasilan kepada anggota rumah tangga.
Sistem produksi agroforestry memiliki suatu kekhasan (Suharjito dkk. 2003), di
antaranya:
a. Menghasilkan lebih dari satu macam produk
b. Pada lahan yang sama ditanam paling sedikit satu jenis tanaman semusim dan
satu jenis tanaman tahunan/pohon
c. Produk-produk yang dihasilkan dapat bersifat terukur (tangible) dan tak
terukur (intangible)
d. Terdapat kesenjangan waktu (time lag) antara waktu penanaman dan
pemanenan produk tanaman tahunan/pohon yang cukup lama.
Menurut Lahjie (2004), bahwa analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan,
berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat
suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Melalui cara berpikir
seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya. Ukuran-ukuran
yang digunakan umumnya adalah :
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan
yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai
waktu dari uang atau time value of money. Karena jangka waktu kegiatan suatu
usaha agroforestry cukup panjang, maka tidak seluruh biaya bisa dikeluarkan
19
agroforestry dapat berbeda waktunya. Untuk mengetahui nilai uang di masa yang
akan datang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan
agroforestry di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto
yang besarnya tergantung kepada tingkat suku bunga bank yang berlaku di
pasaran. Dengan model formulasi sebagai berikut (Suharjito dkk., 2003):
NPV = Σ Bt – Ct / (1+i)1
Dimana:
NPV = Nilai bersih sekarang
Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t) Ct = Cost/ Biaya total
i = Interest (tingkat suku bunga bank yang berlaku) t = Periode waktu
Dengan kriteria apabila NPV > 0 berarti usaha tersebut menguntungkan,
sebaliknya jika NPV < 0 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan.
b. Benefit Cost Ratio (BCR)
Benefit Cost Ratio (BCR) yaitu perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran
selama jangka waktu pengusahaan (dengan memperhitungkan nilai waktu dari
uang atau time value of money). Dengan model formulasi sebagai berikut
BCR = Perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran Bt = Benefit (aliran kas masuk pada periode-t)
Ct = Cost/ Biaya total
20 Dengan kriteria BCR > 1 dinyatakan usaha tersebut layak diusahakan dan
sebaliknya jika BCR < 1 berarti usaha tersebut tidak layak diusahakan.
c. Internal Rate of Returns (IRR)
Internal Rate of Returns (IRR) menunjukkan tingkat suku bunga maksimum yang
dapat dibayar oleh suatu proyek/usaha atau dengan kata lain merupakan
kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Dalam
perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga apabila BCR yang terdiskonto sama
dengan nol. Usaha agroforestry akan dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar
dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar pada saat tersebut. Dengan rumus
sebagai berikut (Suharjito dkk. 2003):
IRR = i1– [ NPV1 ( i2-i1 ) / NPV2– NPV 1 ]
Dimana :
IRR = Suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek NPV1 = Nilai NPV yang positif pada tingkat suku tertentu
NPV2 = Nilai NPV yang negatif pada tingkat suku bunga tertentu
i1 = Discount Factor (tingkat bunga) pertama dimana diperoleh NPV Positif i2 = Discount Factor (tingkat bunga) kedua dimana diperoleh NPV Negatif
F. Tingkat Kesejateraan Rumah Tangga Petani
Pola pengeluaran rumah tangga berkaitan dengan tingkat kesejahteraan.
Kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, artinya
setiap orang mempunyai pedoman hidup, tujuan hidup, dan cara-cara hidup yang
memberikan nilai-nilai yang berbeda terhadap faktor-faktor yang menentukan
tingkat kesejahteraan. Seberapa besar pengeluaran suatu rumah tangga maka akan
menentukan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga tersebut (Badan Pusat
21
Tingkat kesejahteraan suatu masyarakat dapat diukur dengan bermacam-macam
alat pengukur, misalnya dengan patokan konsumsi beras, kadar gizi dalam
makanan dengan pendapatan per kapita. Sajogyo (1997) menyatakan bahwa
kemiskinan didasarkan pada besarnya pengeluaran per kapita per tahun yang
diukur dengan harga atau nilai beras setempat.
1. Paling miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih rendah dari 180 kg
setara nilai beras/tahun.
2. Miskin sekali, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 181--240 kg setara
nilai beras/tahun.
3. Miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 241--320 kg setara nilai
beras/tahun.
4. Nyaris miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun 321--480 kg setara nilai
beras/tahun.
5. Cukup, apabila pengeluaran/kapita/tahun 481--960 kg setara nilai beras/tahun.
6. Hidup layak, apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih tinggi dari 960 kg setara
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran
Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013.
B. Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kamera, alat tulis, kuisoner,
alat hitung (kalkulator), komputer dan alat bantu lainnya. Sedangkan yang
menjadi objek penelitian adalah petani yang mengusulkan izin Hutan
Kemasyarakatan (HKm) di Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara
Kabupaten Pringsewu.
C. Batasan Penelitian
1. Hutan kemasyarakatan (HKm) adalah hutan negara yang pemanfaatan
utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat.
2. Komposisi tanaman adalah susunan pengkombinasian antara tanaman
kehutanan, tanaman pertanian, dan tanaman perkebunan.
3. Tanaman kehutanan adalah jenis tanaman keras yang dibudidayakan pada
kawasan kehutanan seperti jati, karet, pinus, rasamala, puspa, kamper dan
23 4. Tanaman pertanian adalah segala tanaman yang digunakan oleh manusia untuk
tujuan apapun yang berguna secara ekonomi maupun kehidupan manusia
(Setyati, 1982).
5. Tanaman perkebunan: tanaman yang dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a. Tanaman tahunan: tanaman perkebunan yang umumnya berumur lebih dari
satu tahun dan pemungutan hasilnya dilakukan lebih dari satu kali masa
panen untuk satu kali pertanaman.
b. Tanaman semusim: tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur
pendek dan panennya dilakukan satu atau beberapa kali masa panen
(keprasan) untuk satu kali penanaman (UU No 18 Tahun 2004).
6. Biaya produksi pengelolaan komposisi tanaman adalah biaya yang harus
dikeluarkan untuk memproduksi hasil komposisi tanaman.
7. Faktor produksi adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelancaran
pengelolaan komposisi tanaman seperti pupuk, pestisida, bibit, peralatan, dan
tenaga kerja.
8. Harga jual adalah harga penjualan dari hasil komposisi tanaman petani.
9. Penerimaan adalah jumlah produksi keseluruhan rata-rata yang diterima
petani dari hasil kali antara produksi dengan harga produk yang dinyatakan
dalam rupiah per hektar per tahun.
10. Kesejahteraan petani adalah besarnya pengeluaran per kapita per tahun yang
24 D. Metode Pengambilan Data
a. Jenis Data yang dikumpulkan
Data yang perlu diambil dari penelitian ini terdiri dari:
1. Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari observasi dan pengamatan langsung di
lapangan pada masyarakat di Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten
Pringsewu. Data primer meliputi:
a. Identitas responden meliputi umur, mata percaharian pokok maupun
sampingan, pendidikan, jumlah anggota keluarga, jenis kelamin, suku, luas
lahan, dan status kepemilikan lahan.
b. Komposisi tanaman yang terdiri dari jenis tanaman kehutanan yang berupa
tanaman tahunan dan jenis tanaman pertanian dan perkebunan yang berupa
tanaman semusim.
c. Pendapatan mengelola lahannya meliputi jenis tanaman, bagian tanaman yang
dimanfaatkan, frekuensi pemanenan, hasil yang diperoleh setiap kali panen,
dan harga jual komoditi.
d. Biaya produksi meliputi bibit, pupuk, pestisida, alat pertanian, dan tenaga
kerja. Bibit, pupuk dan pestisida berupa jumlah yang digunakan, harga beli
satuan, dan biaya total. Alat pertanian berupa jenis alat, jumlah, harga beli,
tahun beli, dan umur ekonomis. Tenaga kerja berupa jumlah tenaga kerja baik
dalam keluarga maupun luar keluarga (laki-laki dan perempuan) dan upah
25 2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari kondisi yang ada di lokasi penelitian seperti kondisi
sosial ekonomi lokasi penelitian yang berupa monografi desa, data statistik jumlah
penduduk di Desa Margosari dan literatur-literatur lainnya yang relevan dengan
penelitian baik yang didapat dari jurnal, rujukan buku, maupun penelitian sejenis.
b. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ada 2, yaitu metode pengumpulan
data primer dan metode pengumpulan data sekunder.
Metode pengumpulan data primer pada penelitian ini adalah:
1. Teknik Observasi
Teknik observasi yang dilakukan yaitu pengamatan langsung dengan cara melihat
atau mengamati komposisi tanaman yang ada di lahan milik petani di Desa
Margosari Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten Pringsewu.
2. Teknik Wawancara
Data yang dikumpulkan melalui tanya jawab atau interview yang dilakukan
langsung terhadap responden. Wawancara dilakukan dengan pengisian kuisoner
untuk memperoleh informasi data umum identitas responden, penerimaan,
pendapatan rumah tangga, biaya produksi, dan komposisi jenis tanaman yang
dikelola.
Pengumpulan data sekunder yang dilakukan pada penelitian ini adalah
menggunakan studi pustaka yaitu dengan cara membaca dan mengutip teori-teori
26 c. Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini diambil secara purposive sampling. Purposive
sampling yaitu pengambilan responden secara sengaja (tidak acak) yang
disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu secara sengaja yang dalam penelitian ini adalah anggota
kelompok tani yang akan mengajukan izin HKm. Jumlah petani yang mengajukan
izin HKm sebanyak 190 orang dan yang menjadi responden penelitian sebanyak
33 responden. Jumlah responden diperoleh menggunakan rumus (Rakhmat, 2001):
n = N
N (d2) + 1
Keterangan:
n = Jumlah sampel responden yang diambil dalam penelitian ini
N = Jumlah populasi petani anggota kelompok yang ada di lokasi penelitian adalah 190 orang.
d = Presisi (15%)
n = 190 190(0,15)2 + 1
n = 33 responden
Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metode simple random sampling, yaitu
pengambilan sampel dilakukan dengan memberikan kesempatan yang sama untuk
diambil kepada semua anggota populasi untuk ditetapkan sebagai anggota sampel.
E. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang dikumpulkan akan diolah dan disajikan dalam tabulasi, kemudian data
27 kualitatif dan kuantitatif. Analisis data dilakukan dengan memperhatikan
variable-variabel yang telah ditentukan dan selanjutnya dianalisis.
1. Komposisi Tanaman
Komposisi tanaman terdiri atas tanaman kehutanan, tanaman pertanian, dan
tanaman perkebunan. Komposisi tanaman diolah dalam bentuk tabulasi dan
dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk penjelasan dari tabulasi. Data
komposisi tanaman yang diperoleh akan dibandingkan dengan aturan jumlah
tanaman di lahan HKm berdasarkan Peraturan Menteri No.P.14/Menhut-II/2012
tentang Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Tahun 2012,
kegiatan rehabilitasi kawasan hutan konservasi/lindung dilakukan dengan
pengayaan tanaman minimum 200 batang/ha.
2. Analisis Finansial
Untuk mengetahui kelayakan usaha dari hasil komposisi tanaman dilakukan
analisis finansial dengan beberapa asumsi sebagai dasar dalam perhitungan.
Asumsi yang dilakukan di lapangan adalah sebagai berikut:
a. Suku bunga yang berlaku pada tahun 2013 saat penelitian berlangsung
dengan menggunakan suku bunga Bank Rakyat Indonesia sebesar 12%.
b. Umur kelayakan usaha adalah 20 tahun disesuaikan dengan umur ekonomis
kakao sebagai tanaman utama petani (Obiri, 2007 dalam Febriyano, 2009).
Kriteria analisis finansial menggunakan metode Benefit Cost Ratio (BCR), Net
Present Value (NPV), dan Internal Rate of Return (IRR). Metode tersebut dipilih
28 biaya yang dikeluarkan dan modal yang dimiliki dalam pelaksanaan suatu
investasi atau usaha.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Suharjito, dkk, 2003):
a. Net Present Value (NPV)
Net Present Value adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang telah
didiskontokan. Usaha layak apabila NPV>0, sebaliknya jika NPV < 0 berarti
usaha tersebut tidak layak.
NPV = PVpenerimaan – PVpengeluaran
NPV =
Ʃ
Keterangan:
NPV = nilai bersih sekarang (Rp per ha)
Bt = manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rp/ha) Ct = biaya yang dikeluarkan pada tahun (Rp/ha) T = periode waktu (tahun)
i = suku bunga (%)
b. Benefit Cost Ratio (BCR)
Kriteria komposisi tanaman dikatakan layak apabila nilai Net B/C>1 dan
sebaliknya jika B/C<1 maka tidak layak.
BCR =
Ʃ
Ʃ
Keterangan :
29 Ct = biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rp per ha)
i = suku bunga (%) t = periode waktu (tahun)
c. Internal Rate of Return (IRR)
Kriteria komposisi tanaman dikatakan menguntungkan apabila nilai IRR lebih
besar dari tingkat suku bunga yang berlaku.
NPV1
IRR = i1 + ( i2 – i1)
NPV1 - NPV2
Keterangan:
IRR = suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu proyek (%) i1 = tingkat suku bunga pada NPV yang bernilai + (%)
i2 = tingkat suku bungan pada NPV yang bernilai – (%)
NPV1 = NPV yang bernilai + (Rp per ha)
NPV2 = NPV yang bernilai – (Rp per ha)
3. Tingkat Kesejateraan Rumah Tangga Petani
Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani didasarkan pada pendapatan dari
agroforestri dikonversikan menjadi besarnya pengeluaran per kapita per tahun,
diukur dengan harga atau nilai beras setempat menurut Sajogyo (1997)
dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian.
1. Paling miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih rendah dari 180 kg
setara nilai beras/tahun.
2. Miskin sekali, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 181--240 kg setara
nilai beras/tahun.
3. Miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun antara 241--320 kg setara nilai
30 4. Nyaris miskin, apabila pengeluaran/kapita/tahun 321--480 kg setara nilai
beras/tahun.
5. Cukup, apabila pengeluaran/kapita/tahun 481--960 kg setara nilai beras/tahun.
6. Hidup layak, apabila pengeluaran/kapita/tahun lebih tinggi dari 960 kg setara
nilai beras/tahun.
Rumus:
Pendapatan/Kapita Keluarga/ = Tahun (Rp)
Pengeluaran/Kapita Keluarga/ = Setara beras (Kg)
Keterangan:
Pengeluaran = Jumlah biaya yang dikeluarkan dalam kapita RT/tahun (Rp)
Pendapatan = Jumlah yang diterima dalam kapita RT/tahun (Rp)
Harga beras = Harga atau nilai beras setempat(Rp/kg)
Jumlah tanggungan keluarga = Jumlah tanggungan keluarga dalam kapita keluarga
Pengeluaran agroforestri/tahun (Rp) Jumlah tanggungan keluarga
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Desa Margosari
Desa Margosari adalah salah satu desa yang berada di Kecamatan Pagelaran Utara
Kabupaten Pringsewu. Desa Margosari dibuka pada tahun 1953 berdasarkan surat
tebang dari Kepala Negeri, pada tahun 1954 Desa Margosari Devinitif menjadi
Desa. Dari tahun ketahun Desa Margosari terus berbenah diri sampai sekarang
sehingga Desa Margosari menjadi Desa yang berkembang.
B. Kondisi Geografis dan Topografi
Secara geografis Desa Margosari memiliki iklim hujan tropis. Curah hujan
rata-rata pertahun tergolong tinggi berkisar antara 2000--3000 mm dengan jumlah
bulan hujan enam bulan per tahun. Suhu rata-rata harian berkisar antara
22°C--23°C dengan suhu panas di dataran rendah dan dingin di daerah berbukit. Secara
geografis batas-batas wilayah Desa Margosari, yaitu:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sendang Agung,
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Giri Tunggal,
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Banyuwangi,
32 Desa Margosari memiliki luas sebesar 4.258 Ha. Jarak Desa Margosari dengan
Kecamatan Pagelaran Utara adalah 5 km dan jarak Desa Margosari dengan
Kabupaten Pringsewu 15 km.
C. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Desa Margosari memiliki jumlah penduduk yang sampai akhir tahun 2012 yaitu
3.366 jiwa yang terdiri dari 1.164 KK dengan jumlah laki-laki 1.773 jiwa dan
jumlah perempuan 1.593 jiwa (Profil Desa Margosari, 2012).
a. Mata Pencaharian
Penduduk Desa Margosari mata pencahariannya mayoritas adalah petani dan
buruh tani disamping itu juga ada yang bermata pencaharian sebagai PNS,
Pedagang, Pengrajin dan lainnya. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian.
Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (Orang) Persentase (%)
Petani 275 37,01
Buruh tani 320 43,07
Buruh/swasta 27 3,63
PNS 14 1,88
Pedagang 51 6,86
Pengrajin 38 5,11
Lainnya 18 2,42
Jumlah 743 100,00
Sumber: Profil Desa Margosari, 2012.
b. Agama dan Etnis
Agama yang terdapat di Desa Margosari mayoritas beragama Islam yaitu 96, 29
33 c. Sarana dan Prasarana
Secara umum wilayah Desa Margosari sarana pengangkutannya melalui jalan
darat. Aksesibilitasnya terjangkau walaupun jalan yang harus dilalui merupakan
jalan aspal, jalan onderlagh, dan jalan tanah. Jalur perhubungan darat tersebut
meliputi jalan aspal 500 m, jalan onderlagh 6.750 m, dan jalan tanah 10.750 m.
Sedangkan prasarana yang secara umum dimanfaatkan di Desa Margosari adalah:
1. Prasarana transportasi darat berupa jalan aspal, jalan tanah, dan jalan
onderlagh.
2. Prasarana peribadatan berupa bangunan masjid 3 buah, mushola 15 buah,
gereja katolik 1 buah, dan pura 1 buah.
3. Prasarana air bersih berupa sumur galian.
4. Prasarana kesehatan berupa puskesmas pembantu 1 buah, praktek
bidan/perawat 1 buah, dan posyandu 3 buah.
5. Prasarana tenaga kesehatan berupa bidan 2 buah, perawat 1 buah, dan dukun
bersalin 3 buah.
6. Prasarana penerangan berupa listrik PLN.
7. Prasarana pemerintahan berupa gedung balai desa, gedung kantor desa
dengan fasilitas komputer 1 unit dan mesin tik 2 unit.
8. Prasarana perekonomian berupa pasar 1 buah, gedung lumbung desa 1 buah
dan toko/kios 58 buah.
9. Prasarana pendidikan berupa TK 2 unit, SD 2 unit, MI 1 unit, Pondok
Pesantren 1 unit, dan TPA 4 unit.
10. Prasarana olahraga berupa lapangan bulu tangkis 2 buah, dan lapangan sepak
34 11. Prasarana kesenian berupa seni drama/musik 3 buah, dan tari-tarian 1 buah.
D. Karakteristik Responden
Karakteristik responden petani di Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara
Kabupaten Pringsewu meliputi: tingkat usia, pendidikan, mata pencaharian,
jumlah tanggungan keluarga, dan luas lahan.
a. Tingkat Usia
Umur akan sangat mempengaruhi dalam kegiatan berusahatani. Hal tersebut
berhubungan dengan kemampuan bekerja dan cara berpikir petani dalam
menerima inovasi baru. Pada umumnya petani yang berumur muda mempunyai
kemampuan fisik lebih kuat dan responsif terhadap penerapan inovasi baru
dibandingkan petani yang berumur tua. Adapun tingkat umur petani responden
dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini:
Tabel 2. Kisaran rata-rata umur petani responden di Desa Margosari.
Kiasaran Umur Jumlah (orang) Persentase (%)
26--35 4 12,12
36--45 11 33,33
46--55 10 30,30
56--65 3 9,09
66--75 3 9,09
76--85 2 6,06
Jumlah 33 100,00
Sumber: Profil Desa Margosari, 2012.
Dilihat dari data umur pada Tabel 2 ada rentang umur dari umur yang muda
sampai tua yakni umur 26 tahun sampai umur 35 tahun. Persentase tertinggi pada
selang umur 36--45 tahun sebesar 33,33%. Menurut Maulida (2011) pada selang
35 sudah berkeluarga sehingga memiliki tanggung jawab untuk membiayai keluarga
lebih besar. Persentase terendah pada selang umur 76--85 tahun sebesar 6,06%,
hal ini termasuk selang umur kategori tua dengan tingkat kemampuan secara fisik
udah menurun dalam mengelola lahannya.
b. Pendidikan
Tingkat pendidikan mempengaruhi seseorang dalam kemampuan berpikir
memahami arti pentingnya usahatani dengan tetap memperhatikan konservasi
tanah dengan baik dan mencari solusi/pemecahan setiap permasalahan (Adhawati,
1997). Tingkatan pendidikan responden di Desa Margosari meliputi SD, SMP,
SMA, MA, SMK, dan PGA. Tingkat pendidikan responden sangat berpengaruh
akan pengetahuan pola pikir petani dan turut mempengaruhi keberhasilan dalam
mengelola usahataninya. Tingkat pendidikan responden dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat pendidikan responden.
Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
Tidak Tamat SD 1 3,03
Tamat SD 20 60,60
Tamat SMP 5 15,15
Tamat SMA 4 12,12
Tamat SMK 1 3,03
Tamat Madrasah Aliyah 1 3,03
Sarjana PGA 1 3,03
Jumlah 33 100,00
Sumber: Profil Desa Margosari, 2012.
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa tingkatan pendidikan responden tergolong
rendah yaitu tingkat SD sebesar 60,60%. Hal tersebut berpengaruh dalam sikap
masyarakatnya dalam mengelola lahan. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka
36 responden disebabkan karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk
bersekolah serta bagi beberapa orang, pendidikan belum menjadi prioritas utama.
c. Mata Pencaharian
Mata pencaharian responden desa Maergosari sebagian besar bertani namun
disamping itu ada juga pencahariannya sebagai petani, pedagang, buruh dan
peternak. Data untuk mata pencaharian responden dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Mata pencaharian responden.
Pencaharian
Berdasarkan data mata pencaharian, mata pencaharian utama responden sebagian
besar yaitu petani sebesar 96,67% dan mata pencaharian lainnya seperti pedagang
sebesar 3,03%. Sedangkan mata pencaharian sampingan dari 33 responden yaitu
petani, pedagang, pedagang ikan, buruh tani, buruh bangunan, peternak dan
pensiunan. Mata pencaharian sampingan yang tertinggi yaitu buruh tani sebesar
54,29%. Hal ini menunjukkan bahwa buruh tani dapat memperoleh tambahan
petani dan penerimaan yang dipeoleh cukup besar sehingga menjadi pemasukan
37 d. Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga merupakan semua orang yang berada dalam satu
rumah yang menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga
responden dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah tanggungan keluarga responden.
Tanggungan keluarga (orang)
Jumlah(Orang) Persentase (%)
1—2 0 0,00
3—4 29 87,88
5—8 4 12,12
Jumlah 33 100,00
Sumber: Profil Desa Margosari, 2012.
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat kita lihat bahwa rata-rata responden mempunyai
jumlah tanggungan keluarga antara 3--4 orang yaitu sebanyak 29 orang atau
sekitar 87,88% dari total responden. Banyaknya jumlah tanggungan keluarga
tersebut dapat memacu petani untuk meningkatkan produktivitas dan hasil
usahatani di lahan yang mereka garap karena banyaknya jumlah anggota keluarga
yang harus mereka biayai. Selain itu, anggota keluarga ini juga bisa dimanfaatkan
sebagai tenaga kerja dalam kegiatan pengelolaan lahan sehingga bisa
mendapatkan hasil yang lebih baik. Dilain pihak anggota keluarga tersebut
merupakan aset bagi petani yaitu berupa tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan
dalam mengelola usahatani. Dengan demikian makin banyak anggota keluarga
yang dimiliki petani semakin banyak pula tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan
38 e. Luas Lahan
Luas lahan garapan petani merupakan potensi atau modal petani dalam berusaha
tani. Besar kecilnya pendapatan petani dari usaha taninya ditentukkan oleh luas
lahan garapannya karena luas lahan garapan tersebut dapat mempengaruhi
produksi per satuan luas. Rata-rata besarnya luas lahan petani dapat dilihat pada
Tabel 6 dibawah ini:
Tabel 6. Luas lahan responden.
Luas lahan
Responden yang memiliki luas lahan kelola pengajuan HKm 1,5--2 Ha sebanyak
16 orang (48,48%). Sedangkan responden yang memiliki luas lahan non HKm
(lahan miliki pribadi) 0,125--0,5 Ha sebanyak 18 orang (54,55%). Berdasarkan
dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa sebagian besar masyarakat yang menjadi
responden masih bergantung pada lahan di kawasan hutan. Oleh karena itu, luas
lahan petani akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah produksi dan berpengaruh
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Komposisi tanaman di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran
Kabupaten Pringsewu telah memenuhi kriteria HKm yaitu jumlah tanaman
kayu lebih dari 200 batang/ha (400 batang/ha) dengan tanaman kehutanan
(28,88%), tanaman pertanian (14,63%), dan tanaman perkebunan (56,49%).
2. Hasil agroforestri di Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Utara Kabupaten
Pringsewu layak secara finansial, dengan nilai Net Present Value (NPV)
sebesar Rp 69.088.522,37/Ha, Benefit Cost Ratio (BCR) sebesar 1,96 dan
Internal Rate of Return (IRR) sebesar 29%. Namun, berdasarkan kriteria
tingkat kesejahteraan Sajogyo (1997), pendapatan dari agroforestri belum
dapat mensejahterakan petani Desa Margosari.
B. Saran
1. Untuk pesiapan pengajuan izin HKm, petani dapat mengurangi pada
komposisi tanaman perkebunan dan harus menambah tanaman kehutanan
seperti tanaman MPTS yang dapat memberikan pendapatan sehingga
59 2. Pemerintah dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan seperti penyuluhan
terhadap komposisi tanaman dan bantuan bibit kayu-kayuan kepada petani
agar petani dapat mengembangkan komposisi tanaman dengan lebih baik.
3. Perlu penelitian lanjutan mengenai analisis finansial dan komposisi tanaman
DAFTAR PUSTAKA
Adhawati, S, S. 1997. Analisis Ekonomi Pemanfaatan Lahan Pertanian Dataran
Tinggi di Desa Parigi (Hulu DAS Malino) Kabupaten Gowa. Tesis Program
Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin Makassar.
Alex S. Nitisemito. 2000. Manajemen Personalia. Cetakan ke-7 Ghalia Indonesia.
Arief. 2001. Hutan Kehutanan. Penebit Kanisius. Jakarta.
Departemen Kehutanan. 1990. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dephut RI.
Jakarta.
. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan. Dephut RI. Jakarta.
. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor No. P.6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah Kesatuan Pengelolaan
Hutan. Dephut RI. Jakarta.
. 2012. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor No. P.14/Menhut-II/2012 tentang Pedoman Penyelenggaraan Rehabilitasi
Hutan dan Lahan Tahun 2012. Dephut RI. Jakarta.
. 2007. Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Dephut RI. Jakarta.
. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 37 Tahun
2007 tentang Hutan Kemasyarakatan. Dephut RI. Jakarta.
. 2008. Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
Hutan, serta Pemanfaatan Hutan. Dephut RI. Jakarta.
. 2004. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2004 Tentang Perencanaan Kehutanan. Dephut RI.
Departemen Pertanian . 2003. Sektor Pertanian Tumbuh Menggembirakan.
Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. 2011. Profil Desa Margosari. Pringsewu.
Febriyano, Suharjito, Soedomo. 2009. Pengambilan Keputusan Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Tanaman di Lahan Hutan Negara dan Lahan Milik Studi Kasus di Desa Dungai Langka, Kecamatan Padang Cermin,
Kabupaten Pesawaran. Forum Pasca Sarjana 2(32):129-141p.
Harianto., S.P. 2005. Konservasi Sumberdaya Hutan. Buku Ajar. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Pertanian. Unila. Bandar Lampung.
Harjadi, Sri Setyati. 1982. Pengantar Ekonomi.. PT Gramedia. Jakarta.
Hernanto, F. 1988. Ilmu Usahatani. Penebit Swadaya. Jakarta.
Kecamatan Pagelaran Utara. 2011. Profil Desa Margosari. Pringsewu.
Lahjie, A. M. 2004. Teknik Agroforestry. Universitas Mulawarman. Samarinda.
Manan, S. 1976. Silvikultur. Proyek Peningkatan/Pengembangan Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Obiri, B.D., G.A. Bright, M.A. McDonald, L.C.N.Anglaaere, and J. Cobbina. 2007. Financial Analysis of Shaded Cocoa in Ghana Agroforestry System. 71: 139-149p.
Panjaitan, S. 2011. Pengelolaan Agroforestry dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Petani di Kawasan Penyangga Taman Nasional Alam
Sibolangit. USU. Medan.
Peraturan Daerah. 2004. No 8 Tahun 2004 Tentang Perizinan Usaha Pertanian
dan Peternakan. Medan
Rahardja, Manurung. 2006. Teori Ekonomi Mikro. Edisi Ketiga. LP Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.
Rahayu,S., Setiawan, E., dan Suyanto. 2010. Sistem agroforestri di kawasan
penyangga hutan lindung Sesaot: potensinya sebagai penambat karbon.
World Agroforestry Centre (ICRAF). Bogor.
Rahim, Abd dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2008. Pengantar Teori dan Kasus
Ekonomi Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.