• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi adalah keterlibatan-keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam satu kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada masyarakat dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Sastropoetra, 1988).

Sedangkan Davis dan Newstrom (1993) memberikan pengertian partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam suatu kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan itu. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997) partisipasi adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan.

Usman (1982 dalam Soedjono, 1990) mengemukakan bahwa ada dua unsur pokok mengapa partisipasi itu penting. Pertama, alasan etnis, yaitu dalam arti pembangunan demi manusia berpartisipasi sebagai subjek, bukan menjadi objek. Kedua, alasan sosiologis, yaitu bila perkembangan diharapkan berhasil dalam jangka panjang, ia harus menyertakan sebanyak mungkin orang, kalau tidak pembangunan pasti macet.

Dari definisi diatas ada tiga unsur penting dari konsep partisipasi tersebut, yaitu: (1) adanya keterlibatan mental dan emosional, (2) memotivasi orang-orang

untuk memberikan kontribusi, dan (3) mendorong orang-orang untuk menerima tanggung jawab dalam aktivitas kelompok.

Selanjutnya Koentjaraningrat (1990), berpendapat bahwa partisipasi berarti memberi sumbangan dan turut menentukan arah atau tujuan pembangunan, di mana ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi masyarakat.

Affan (1993) memberikan pengertian bahwa partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota sistem sosial secara kolektif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan keputusan tersebut. Jika dikaitkan dengan daerah tertentu, partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat sebagai suatu sistem sosial dalam daerah/wilayah tertentu, secara mental, emosional, material baik secara perorangan (individual) maupun berkelompok dalam suatu kondisi tertentu untuk mencapai suatu tujuan yang sudah disepakati bersama antara penyelenggara negara dan masyarakat tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa partisipasi merupakan suatu keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu kegiatan, khususnya kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta memelihara lingkungan yang bersih dan sehat.

Pada hakekatnya partisipasi masyarakat itu merupakan sesuatu yang seharusnya, karena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat adalah untuk kesejahteraan masyarakat sendiri.

Dalam hal ini Pemerintah memberi bantuan, sedangkan masyarakat harus memberikan respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses pembangunan tersebut.

Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan adalah bila masyarakat yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain partisipasi tidak mungkin optimal jika diharapkan dari mereka yang merasa tidak berkepentingan terhadap suatu kegiatan, dan juga tidak optimal jika mereka yang berkepentingan tidak diberi keleluasaan untuk ambil bagian.

Mubyarto dalam Soedjono (1990) menyatakan pula bahwa partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri.

Berkaitan dengan kemampuan tersebut Davis (1986 dalam Sastropoetra, 1988) mengemukakan enam jenis partisipasi, sebagai berikut: (1) pikiran (psychological participation), (2) tenaga (physical participation), (3) pikiran dan tenaga (psycological participation and physical participation), (4) keahlian (participation with skill), (5) barang (material participation), dan (6) uang (money participation). Davis juga menyebutkan macam-macam bentuk partisipasi sebagai berikut: (1) konsultasi, (2) sumbangan berupa uang atau barang, (3) sumbangan dalam bentuk kerja yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat, (4) aksi massa, (5) mengadakan pembangunan dikalangan keluarga dari masyarakat setempat, (6) mendirikan proyek sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh masyarakat

setempat, (7) mendirikan proyek yang juga dibiayai oleh sumbangan dari luar lingkungan masyarakat yang bersangkutan.

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam menyongsong tahun 2000 White (1985 dalam Sastropoetra, 1988), mengemukakan 10 buah alasan tentang pentingnya partisipasi, yaitu:

a. Dengan partisipasi banyak hasil yang dapat dicapai.

b. Dengan partisipasi pelayanan diberikan dengan biaya efisien. c. Dengan partisipasi harga diri diperhitungkan.

d. Partisipasi dapat menjadi katalisator untuk pembangunan berkelanjutan. e. Dengan partisipasi timbulnya rasa tanggung jawab.

f. Dengan partisipasi aspirasi masyarakat tersalurkan.

g. Dengan partisipasi pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.

h. Dengan partisipasi semua potensi yang dimiliki masyarakat dapat dihimpun dan dimanfaatkan.

i. Dengan paartisipasi ketergantungan keahlian kepada orang lain dapat dibebaskan.

j. Dengan partisipasi dapat menyadarkan manusia terhadap penyebab dari

kemiskinan, dan menimbulkan kesadaran untuk mengatasinya. 2.2.2. Partisipasi dalam Pembangunan

Menurut Oakley (1991) berpendapat bahwa partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tanpa adanya partisipasi aktif dari masyarakat pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat tidak akan terwujud, karena masyarakatlah yang lebih tahu akan

kebutuhannya dan cara mengatasi permasalahan pembangunan yang terjadi dalam masyarakat”.

Menurut Moeljarto (1987), partisipasi menjadi amat penting, terdapat beberapa alas an pembenar bagi partisipasi masyarakat dalam pembangunan, karena:

1. Rakyat adalah focus central dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi

merupakan akibat logis dari dalil tersebut.

2. Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat.

3. Partisipasi menciptakan suatu lingkungan umpan balik arus informasi tentang sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya pembangunan.

4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari di mana rakyat berada dan dari apa yang mereka miliki.

5. Partisipasi memperluas zona (wawasan) penerima proyek pembangunan.

6. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh masyarakat.

7. Partisipasi menopang pembangunan.

8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi manusia maupun pertumbuhan manusia.

9. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas daerah.

10.Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.

Partisipasi masyarakat menjadi penting dalam setiap perencanaan, program dan kegiatan sosial (Adi dan Laksmono, 1990), karena:

1. Merupakan suatu sarana untuk memperoleh informasi mengenai kondisi,

kebutuhan dan sikap masyarakat setempat. Tanpa informasi ini, maka program tidak akan berhasil.

2. Masyarakat akan lebih antusias terhadap program/kebijakan pembangunan,

apabila mereka dilibatkan dalam perencanaan dan persiapan sehingga mereka akan menganggap bahwa program atau kebijakan tersebut adalah mereka. Hal ini perlu untuk menjamin program diterima oleh masyarakat, khususnya dalam program yang bertujuan untuk merubah masyarakat dalam cara berfikir, merasa dan bertindak.

3. Banyak Negara-negara yang menganggap bahwa partisipasi masyarakat

merupakan “hak demokrasi yang bersifat dasar”, di mana masyarakat harus dilibatkan dalam proses pembangunan dimaksudkan untuk memberi keuntungan pada manusia.

Menurut Supriatna (2000), tanpa partisipasi pembangunan justru akan mengganggu manusia dalam upayanya untuk memperoleh martabat dan

kemerdekaannya. Pentingnya partisipasi masyarakat juga diungkapkan oleh Kartasasmita (1997), diperlukan peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya.

Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Conyers (1991),

menyebutkan ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan yaitu:

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi

mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan

jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Kepercayaan semacam ini adalah penting khususnya bila mempunyai tujuan agar dapat diterima oleh masyarakat.

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan mereka pun mempunyai untuk turut ‘urun rembug’ (memberikan saran) dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka.

Menurut Tjokromidjoyo (1976), ada 4 (empat) aspek penting dalam rangka partisipasi pembangunan, yaitu:

1. Terlibatnya dan ikut sertanya rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme proses politik dalam suatu negara, turut menentukan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

2. Meningkatnya artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan-tujuan dan

terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu yang sebaiknya.

3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strategi dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik.

4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam

pembangunan yang berencana.

Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan ini pada dasarnya dimaksudkan untuk memungkinkan individu, kelompok serta masyarakat memperbaiki keadaan mereka sendiri, karena mereka sendirilah yang tahu akan apa yang menjadi kebutuhannya tersebut. Di samping juga mereka merasa memiliki dan bertanggung jawab tentang apa yang telah mereka hasilkan dan apa yang telah dimanfaatkan tersebut.

Hal ini terlihat dalam istilah “bottom up planning” (perencanaan dari bawah), keterlibatan pada “grassroots” (sampai pada masyarakat yang paling bawah),

“democratic planning” (perencanaan demokratis) dan “participatory planning”. Dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat, perlu diketahui tujuan dari partisipasi tersebut, menurut Glass (1972), ada 5 (lima) tujuan umum partisipasi masyarakat, yaitu:

1. Pertukaran informasi, hal ini terutama bertujuan untuk memungkinkan adanya kebersamaan antara pengambil keputusan dan rakyat untuk memungkinkan rakyat biasa yang secara bersama mengembangkan ide-ide dan keinginan.

2. Pendidikan, ini berhubungan penyebaran informasi secara terinci dari suatu rencana sehingga memungkinkan masyarakat mengerti akan rencana tersebut. 3. Bangunan dukungan (support building) ini terutama melibatkan kegiatan yang

bersifat menciptakan suasana yang baik sehingga memungkinkan tidak terjadi benturan di antara kelompok-kelompok masyarakat dan antara kelompok masyarakat dan pemerintah.

4. Proses pembuatan keputusan yang terbuka, ini terutama bertujuan untuk

memungkinkan masyarakat biasa memberikan ide-ide baru atau pilihan ide dalam proses perencanaan.

5. Masukan dari masyarakat, sebagai suatu usaha mengumpulkan dan

mengidentifikasikan sikap dan pendapat dari kelompok masyarakat. 2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Menurut Slamet (1993), faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata

pencaharian. Sedangkan menurut Sastropoetro (1988), adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial

dan percaya terhadap diri sendiri.

c. Kecendrungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti hanya terjadi di beberapa Negara.

d. Tersedianya kesempatan yang lebih baik di luar pedesaan.

e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program

pembangunan.

Adapun persyaratan melaksanakan partisipasi masyarakat secara efektif, Sastropoertro (1988), berpendapat:

a. Perlu waktu untuk berpartisipasi sebelum berlangsungnya suatu kegiatan.

b. Subjek partisipasi perlu relevan dengan kepentingan manusianya / masyarakatnya. c. Orang-orang yang berpartisipasi haruslah mempunyai kemampuan, seperti halnya

kecerdasan dan pengetahuan.

d. Tidak ada salah satu pihak pun yang bias/merasa dirinya terganggu karena

partisipasi.

e. Biaya kegiatan partisipasi tidak boleh melampaui nilai ekonomi atau sejenisnya. f. Partisipasi adalah memutuskan untuk melaksanakan kegiatan.

Adapun 4 (empat) hal/kondisi yang mendukung partisipasi masyarakat,

menurut Moeljarto (1987) adalah:

a. Strategi pembangunan diarahkan pada bagian rakyat miskin.

b. Adanya struktur kepemimpinan yang cocok, karena para pemimpin desa

persaingan yang signifikan untuk kedudukan kepemimpinan dari mereka yang mewakili kepentingan kaum elit.

c. Pembentukan kelompok di luar koperasi (kerjasama) yang berbasis pedesaan.

d. NGO-NGO memainkan peranan yang bersifat mendukung.

Sementara itu, menurut Ife (1995), faktor-faktor yang mendorong masyarakat berpartisipasi adalah:

a. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka merasa masalah atau kegiatan itu penting baginya (First, people will participated if they feel, he issue or activity is important).

b. Mereka akan berpartisipasi jika akan menimbulkan suatu perubahan dan adanya nilai tambah bagi dirinya (The second condition for participation is that people must feel that their action will make a difference).

c. Adanya perbedaan bentuk dari partisipasi masyarakat diakui sesuai dengan nilai-nilai yang mereka miliki (This implies the third condition for participation, namely that different forms of participation must be acknowledged and valued).

d. Masyarakat mungkin berpartisipasi jika mereka mendapatkan dukungan atau

dorongan (The fourth condition for participation is that people must be enabled to participate and supported in their participation).

e. Masyarakat akan berpartisipasi jika diciptakan suatu struktur dan proses yang memungkinkan terjadinya partisipasi (The final condition for participation is that structures and processes must not be alienating).

Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat menurut Moeljarto (1987), yaitu:

1. Kurangnya perhatian yang murni terhadap persamaan sosial. 2. Kekhawatiran terhadap aksi bersama

3. Kurangnya akses kesempatan rakyat

4. Pendekatan pembangunan yang terpecah-pecah

Secara umum ada 3 (tiga) hambatan yang terjadi dalam menumbuhkan

partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, yaitu:

1. Belum dipahaminya akan makna sebenarnya dari konsep partisipasi oleh pihak perencana dan pelaksana pembangunan. Kesan yang timbul selama ini adalah bahwa keterlibatan masyarakat, terutama bila telah dilakukan pertemuan secara formal antara aparat dan kelompok masyarakat maka partisipasi telah muncul. Padahal untuk mengetahui secara dalam keinginan mereka (masyarakat), maka tidak cukup hanya dilakukan pertemuan yang kadangkala hanya dilakukan sekali dengan sekelompok orang, tetapi harus dilakukan melalui pertemuan-pertemuan yang intensif dan mendalam.

2. Reaksi balik yang datang dari masyarakat sebagai akibat dari diperlakukannya pembangunan sebagai ideologi bagi negara kita.

3. Lemahnya kemauan rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan berakar pada banyaknya peraturan/perundang-undangan yang meredam keinginan rakyat untuk berpartisipasi. Peraturan perundang-undangan yang pada masa sebelumnya cenderung membatasi ruang gerak masyarakat untuk berpartisipasi.

2. 3. Pemberdayaan Kelurahan

Dokumen terkait