• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Kelurahan (Studi Kasus di Kecamatan Medan Denai Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Partipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Kelurahan (Studi Kasus di Kecamatan Medan Denai Kota Medan)"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM

PEMBERDAYAAN KELURAHAN (STUDI KASUS

DI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN)

TESIS

Oleh

MOPUL BERNAD SUSANTO

097003022/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2011

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM

PEMBERDAYAAN KELURAHAN (STUDI KASUS

DI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Perencanaan Pengembaangan Wilayah dan Pedesaan

pada Sekolah Pascarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

MOPUL BERNAD SUSANTO

097003022/PWD

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN KELURAHAN (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN) Nama Mahasiswa : Mopul Bernad Susanto

Nomor Pokok : 097003022

Program Studi : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Badaruddin, MS) K e t u a

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Drs. Rujiman, MA) Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr.lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Badaruddin, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE

2. Drs. Rujiman, MA

3. Ir. Supriadi, MS

(5)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN KELURAHAN (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN)

ABSTRAK

Pemberdayaan kelurahan menjadi media yang penting dalam menjaring aspirasi masyarakat. Untuk mempercepat proses percepatan pembangunan yang terencana dan berkelanjutan di Kecamatan Medan Denai, diperlukan partisipasi masyarakat dalam usaha tercapainya program pemberdayaan kelurahan maka perlu diteliti sejauhmana pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pemberdayaan manfaat dalam meningkatkan pembangunan Kota Medan.

Metode peningkatan yang digunakan adalah metode analisis deskripstif dan analisis uji regresi berganda. Data yang digunakan adalah data primer diperoleh dari anggota masyarakat dan data sekuder diperoleh dari Kantor Kecamatan Medan Denai dan beberapa instansi terkait.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partipasi masyarakat dalam pemberdayaan kelurahan tergolong sudah naik karena tingkat partispasi masyarakat dalam kategori tinggi yaitu 55,56%. Faktor pendidikan dan pemahaman mempengaruhi partipasi masyarakat secara positif dan nyata pada taraf 5% sedangkan faktor pekerjaan dan peraturan mempengaruhi partispasi masyarakat secara positif tetapi tidak nyata pada taraf 5%. Penelitian ini merekomendasikan pola program pemberdayaan perlu ditingkatkan melalui sosialisasi secara langsung dan berkesinambungan terutama di kelurahan yang kurang tingkat partispasinya.

(6)

COMMUNITY PARTICIPATION IN KELURAHAN EMPOWERMENT PROGRAM (A CASE STUDY IN MEDAN DENAI SUBDISTRICT, THE CITY OF MEDAN)

ABSTRACT

Kelurahan (Urban Village) empowerment becomes an important medium in getting community aspiration. To speed the acceleration process of sustainable and planned development in Medan Denai Subdistrict, to what extent the influence of community participation on kelurahan empowerment in Medai Denai Subdistrict needs to be studied that, hopefully, it can be beneficial in increasing the development of the City of Medan.

The data used in this descriptive analytical study were the primary data obtained from the community members and the secondary data obtained from the Office of Medan Denai Subdistrict and several related agencies. The data obtained were analyzed through multiple regression tests.

The result of this study showed that community participation in kelurahan empowerment belonged to a good category because the percentage of community participation belonged to a high category (55.56%), The factors of education and understanding positively and significantly influenced the community participation at the level of significant 5%, while the factors of occupation and regulation positively but insignificantly influenced the community participation at the level of significant 5%. Through the result of this study, it is recommended that the pattern of empowerment program needs to be improved by means of various policies which actively involve the community members such as the implementation of direct and continuous socialization especially in the kelurahan with less participation.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan

berkatNya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang

berjudul “Partipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Kelurahan (Studi

Kasus di Kecamatan Medan Denai Kota Medan)” ini disusun untuk melengkapi

kewajiban dalam memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan pada Sekolah Pascsarjana

Universitas Sumatera Utara.

Keberhasilan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak,

baik langsung maupun tidak langsung. Untuk itu sangat manusiawi sekali bila dalam

lembaran pengantar ini saya menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

bersusah payah dan tanpa mengenal waktu bersedia memberikan bimbingan

kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. lic.rer.reg. Sirojuzilam, SE, selaku Ketua Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara Medan, sekaligus Anggota Komisi Pembimbing

yang telah tersusah payah dan tanpa mengenal waktu bersedia memberikan

bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

3. Bapak Drs. Rujiman, MA, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah

bersusah payah dan tanpa mengenal waktu bersedia memberikan bimbingan

kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

4. Bapak/Ibu Dosen Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran

(8)

5. Seluruh Dosen pada Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah dan

Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara atas segala

keikhlasnya dalam memberikan ilmu pengetahuan dan pengalamannya.

6. Seluruh mahasiswa PWK Angkatan 2009 dan staf administrasi atas

keakrabannya, bantuan dan kerjasama yang telah diberikan selama ini.

7. Istri tercinta dan anak-anak tersayang atas segala pengertian yang mendalam

serta memberikan dorongan semangat selama ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik sehat dan masukan dari semua pihak. Akhir kata

semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.

Medan, Agustus 2011

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Medan tanggal 25 Juni 1973, putra ketujuh dari sepuluh

bersaudara dari Mayor Pol. (purn) H. Simbolon dengan Alm. G. Naibaho. Pendidikan

Sekolah Dasar di SD RK Setia Budi Medan dan tamat pada tahun 1986, kemudian

melanjutkan SEKOLAH Pendidikan Menengah Pertama di SMP Katolik Budi Murni

3 Medan dan tamat pada tahun 1989 serta melanjutkan Sekolah Pendidikan

Menengah Atas di SMA Katolik Budi Murni 1 Medan diselesaikan pada tahun 1992.

Pada tahun 1993 melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Pemerintahan

Dalam Negeri (STPDN) di Jatinangor – Bandung. Penulis pada Agustus 1997

memperoleh gelar Ahli Pemerintahan (D4).

Pada bulan Oktober 1997 penulis melaksanakan tugas sebagai PNS di

Kabupaten Sawah Lunto/Sijunjung – Sumatera Barat selama 3 tahun dengan jabatan

sebagai Sekretaris Camat. Pada tahun 2001 pindah ke Medan dan ditugaskan di

Kecamatan Medan Belawan dengan jabatan sebagai kepala seksi Trantib. Kemudian

tahun 2003 memperoleh jabatan sebagai Lurah di Belawan Bahari, Kecamatan Medan

Belawan. Pada tahun 2005 menikah dengan Brigpol. Duma Royani br. Sihombing

dan memperoleh dua orang anak yang bernama Monica Yosephin br. Simbolon dan

Moreno Dwi Susanto Simbolon. Dan sekarana tahun 2011 menjabat Sekretaris Camat

di Medan Petisah.

Sejak tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi

Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara dan pada tanggal 18 Agustus 2011 mempertahankan tesis dengan

judul “Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Kelurahan (Studi Kasus

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABASTRAK ……… i

ABSTRACK ……… ii

KATA PENGANTAR ……… iii

RIWAYAT HIDUP ……….. v

DAFFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL ……….. viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….. x

BAB I PENDAHULUAN ………... 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 5

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4. Manfaat Penelitian ……… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

2.1. Teori Perencanaan Wilayah ……….. 6

2.2. Partisipasi Masyarakat ……….. 8

2.2.1. Pengertian Partisipasi ………. 8

2.2.2. Pengertian dalam Pembangunan ……… 11

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Parsipasi Masyarakat ………. 16

2.3. Pemberdayaan Kelurahan ………. 19

2.3.1. Pengertian Pemberdayaan ..………. 19

2.3.2. Kelurahan ………...………. 22

2.4. Pengembangan Wilayah ……… 27

(11)

2.6. Kerangka Penelitian ………. 31

BAB III METODE PENELITIAN ……… 34

3.1. Lokasi Penelitian ……….. 34

3.2. Jenis dan Sumber Data ………. 34

3.3. Populasi dan Sampel ……… 34

3.4. Ujicoba Instrumen Penelitian ………. .. 36

3.4.1. Uji Validitas ……… 37

3.4.2. Uji Reliabilitas Ujicoba Instrumen Penelitian ……… 37

3.4.3. Hasil Ujicoba Instrumen Penelitian ………... 38

3.5. Analisis Data ………. 39

3.6. Definisi Variabel Operasional ………... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………. 45

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Medan Denai ………….…… 45

4.1.1. Keadaan Fisik Wilayah ………..………….…… 46

4.2. Kependudukan ……….….. 47

4.2.1. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ……….….. 47

4.3. Penduduk Menurut Struktur Umur ……… 50

4.4. Ekonomi Penduduk ……… 51

4.5. Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Kelurahan ..… 52

4.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Kelurahan ……….. 51

4.7. Kaitan Hasil Penelitian dengan Perencanaan dan Pengembangan Wilayah ……… 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 67

5.1. Kesimpulan ……… 67

5.2. Saran ………... 67

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Jumlah Penduduk dan Sampel Responden Kelurahan di Kecamatan Medan Denai

………... 36

3.2. Uji Validias Variabel Partisipasi Masyarakat

………... 38

3.3. Uji Validitas Variabel Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Masyarakat ………... 38

3.4. Interpretasi Jenjang Skor Tingkat Partisipasi Masyarakat ………... 40

3.5. Uraian Indikator Partisipasi Masyarakat dan Faktor-faktor yang Mempengeruhi dalam Program Pemberdayaan Kelurahan

……….. 44

4.1. Nama Kelurahan, Nama Kecamatan Baru dan Nama Kecamatan Lama

. 45

4.2. Luas Wilayah Kecamatan Medan Denai Dirinci Berdasarkan Kelurahan Tahun 2009

……… 46

4.3. Laju Pertumbuhan Penduduk di Kecamatan Medan Denai Tahun

2005-2009 ……….. 47

4.4. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per Km2 Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Denai Tahun 2009

…. 48

4.5. Banyaknya Penduduk, Rumah Tangga dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Denai Tahun 2009

………... 49

4.6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Sex Ratio Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan Medan Denai Tahun 2009

…………. 50

4.7. Jumlah Penduduk dan Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kecamatan Medan Denai Tahun 2009

……….. 50

4.8. Persentase Penduduk Menurut Sumber Mata Pencaharian di Kecamatan Medan Denai Tahun 2009

(13)

4.9. Partisipasi Masyarakat dalam Indikator I – IV terhadap Program Pemberdayaan Kelurahan

……….. 53

4.10. Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Kelurahan di Kecamatan Medan Denai

………. 54

4.11. Daftar Sidik Ragam

………... 56

4.12. Pengaruh Variabel Independen (X) terhadap Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Kelurahan (Y)

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

………. 33

4.1. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Program Pemberdayaan Kelurahan

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian

……….. 71

2. Skor Tingkat Partisipasi Masyarakat dalam Pemberdayaan Kelurahan

… 75

3. Skor Tingkat Partisipasi Masyarakat dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya

………. 78

4. Hasil Uji Regresi Berganda

……….. 81

5. Denah Lokasi Kecamatan Medan Denai

(16)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN KELURAHAN (STUDI KASUS DI KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN)

ABSTRAK

Pemberdayaan kelurahan menjadi media yang penting dalam menjaring aspirasi masyarakat. Untuk mempercepat proses percepatan pembangunan yang terencana dan berkelanjutan di Kecamatan Medan Denai, diperlukan partisipasi masyarakat dalam usaha tercapainya program pemberdayaan kelurahan maka perlu diteliti sejauhmana pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pemberdayaan manfaat dalam meningkatkan pembangunan Kota Medan.

Metode peningkatan yang digunakan adalah metode analisis deskripstif dan analisis uji regresi berganda. Data yang digunakan adalah data primer diperoleh dari anggota masyarakat dan data sekuder diperoleh dari Kantor Kecamatan Medan Denai dan beberapa instansi terkait.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partipasi masyarakat dalam pemberdayaan kelurahan tergolong sudah naik karena tingkat partispasi masyarakat dalam kategori tinggi yaitu 55,56%. Faktor pendidikan dan pemahaman mempengaruhi partipasi masyarakat secara positif dan nyata pada taraf 5% sedangkan faktor pekerjaan dan peraturan mempengaruhi partispasi masyarakat secara positif tetapi tidak nyata pada taraf 5%. Penelitian ini merekomendasikan pola program pemberdayaan perlu ditingkatkan melalui sosialisasi secara langsung dan berkesinambungan terutama di kelurahan yang kurang tingkat partispasinya.

(17)

COMMUNITY PARTICIPATION IN KELURAHAN EMPOWERMENT PROGRAM (A CASE STUDY IN MEDAN DENAI SUBDISTRICT, THE CITY OF MEDAN)

ABSTRACT

Kelurahan (Urban Village) empowerment becomes an important medium in getting community aspiration. To speed the acceleration process of sustainable and planned development in Medan Denai Subdistrict, to what extent the influence of community participation on kelurahan empowerment in Medai Denai Subdistrict needs to be studied that, hopefully, it can be beneficial in increasing the development of the City of Medan.

The data used in this descriptive analytical study were the primary data obtained from the community members and the secondary data obtained from the Office of Medan Denai Subdistrict and several related agencies. The data obtained were analyzed through multiple regression tests.

The result of this study showed that community participation in kelurahan empowerment belonged to a good category because the percentage of community participation belonged to a high category (55.56%), The factors of education and understanding positively and significantly influenced the community participation at the level of significant 5%, while the factors of occupation and regulation positively but insignificantly influenced the community participation at the level of significant 5%. Through the result of this study, it is recommended that the pattern of empowerment program needs to be improved by means of various policies which actively involve the community members such as the implementation of direct and continuous socialization especially in the kelurahan with less participation.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pembangunan daerah mengandung dua dimensi, yaitu tujuan dan proses.

Tujuan pembangunan sudah pasti kondisi kehidupan yang lebih baik sebagaimana

yang diinginkan oleh masyarakat. Sedangkan proses untuk mencapai tujuan itu

dinyatakan dalam berbagai strategi pembangunan.

Kota Medan sebagai salah satu Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

melakukan strategi pembangunan dengan melaksanakan “Program Pemberdayaan

Kelurahan” di Kota Medan. Hal ini didasari dengan adanya kebijakan Otonomi

Daerah yang mengakibatkan terjadinya perubahan model pemerintahan dari structure efficiency model kepada local democracy model, dimana structure efficiency model

tersebut merupakan suatu kebijakan yang bersifat top down, sedangkan local

democracy model merupakan suatu kebijakan bersifat bottom-up.

Untuk menyikapi visi dan misi yang dicanangkan Pemerintah Kota Medan

dalam pemberdayaan kelurahan telah dikeluarkan landasan hukum bagi Aparat

Kelurahan untuk dapat bertindak dan berbuat secara aktif dilapangan antara lain:

Instruksi Walikota Medan Nomor: 141/079/INST tanggal 9 Februari 2001 tentang

tugas dan tanggung jawab Kepala Kelurahan dalam rangka Pemberdayaan Kelurahan

di Kota Medan, Surat Keputusan Walikota Medan Nomor: 140/099/SK/2001 tanggal

(19)

Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan dan Instruksi Walikota Medan Nomor:

141/1417/INST tanggal 14 Juli 2001 tentang Tugas dan Tanggungjawab Camat

dalam Membina dan Mengawasi Program Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan.

Adapun tujuan umum “Program Pemberdayaan Kelurahan” adalah untuk

mempercepat penanggulangan atas kebutuhan masyarakat dan peningkatan

kemampuan kelembagaan masyarakat dan aparat melalui usaha peningkatan

partisipasi masyarakat dan aparat dalam pembangunan prasarana dan sarana yang

mendukung kegiatan kelurahan. Miraza (2005) membangun masyarakat berarti

membangun kemandirian masyarakat (social society) agar mampu menghidupi

kehidupan dan menaikan harkat dan martabatnya serta mampu meringankan beban

pemerintah.

Tugas dan tanggung jawab Kepala Kelurahan se-Kota Medan dalam rangka

melaksanakan program-program Pemberdayaan Kelurahan meliputi 5 (Lima)

Kegiatan yaitu: 1) Kebersihan; 2) Keamanan; 3) Ketertiban; 4) Pembinaan

masyarakat, dan 5) Pelayanan masyarakat.

Kecamatan Medan Denai merupakan salah satu dari 21 Kecamatan di wilayah

Kota Medan yang memiliki luas wilayah 9,91 km2

Program Pemberdayaan Kelurahan yang telah dicanangkan Pemerintah Kota

Medan tersebut, khususnya Pemerintah Kecamatan Medan Denai sangat berharap dan terdiri dari 6 (enam)

Kelurahan yaitu: Kelurahan Binjai, Medan Tenggara, Denai, Tegal Sari Mandala I,

Tegal Sari Mandala II dan Tegal Sari Mandala III yang memiliki penduduk 133.939

(20)

terlaksananya program tersebut dengan baik, hal ini dapat tercapai apabila para Lurah

aktif di dalam melaksanakan komunikasi baik antar aparat/instansi terkait maupun

juga antara Lurah dengan warga masyarakat yang ada di sekitar wilayah kerjanya

masing-masing.

Perkembangan dan pembangunan kota sangat erat kaitannya dengan masalah

perencanaan dan pengembangan wilayah (Sirojuzilam, 2005). Perkembangan dan

kemajuan suatu wilayah tidak terlepas dari aspek pembentuk wilayah. Aspek

pembentuk tersebut meliputi sosial budaya, ekonomi, pemukiman, kependudukan,

dan sarana dan prasarana.

Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia (people centred development) dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan

langsung dari masyarakat penerima program pembangunan (partisipasi

pembangunan), karena hanya dengan adanya partisipasi dari masyarakat penerima

program, maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai dengan aspirasi dan

kebutuhan masyarakat itu sendiri.

Partisipasi masyarakat akan terjadi apabila pelaku atau pelaksana program

pembangunan di daerahnya adalah orang-orang, organisasi, atau lembaga yang telah

mereka percaya integritasnya, serta apabila program tersebut menyentuh inti masalah

yang mereka rasakan dan dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan

hidupnya.

Menurut Kuswartojo (1993) paratisipasi masyarakat dapat diartikan sebagai

(21)

kegiatan tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan Maskun

(1993) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat banyak sekali ditentukan oleh

kebutuhan masyarakat, intrest masyarakat, adat istiadat dan sifat-sifat komunal yang mengikat setiap anggota masyarakat satu sama lain.

Menumbuhkan respon akan kesadaran berpartisipasi dalam pemberdayaan

Kelurahan adalah sebuah kesulitan tersendiri. Kebanyakan masyarakat kurang siap untuk

berinisiatif dalam membuat perumusan kebutuhan serta perencanaan sendiri, sehingga

perumusan kebutuhan dan perencanaan dibuat oleh kelompok atau warga masyarakat

yang mempunyai pengaruh di lingkungannya, dan memungkinkan masuknya

kepentingan tertentu. Ditambah lagi dengan pelaksanaan kegiatan program

pemberdayaan kelurahan ini lebih difokuskan pada hasil daripada prosesnya, serta

sumber dananya dari APBD Kota Medan yang menyebabkan masyarakat merasa apatis

dengan kegiatan ini.

Dalam pelaksanaan program pemberdayaan kelurahan yang seharusnya

melibatkan seluruh warga masyarakat, adakalanya masih ada rasa enggan dari warga

karena mereka merasa bahwa kegiatan itu hanya akan memberikan manfaat bagi

kelompok tertentu. Hasilnya adalah kegiatan-kegiatan dari program pemberdayaan

kelurahan yang dilaksanakan pada akhirnya kurang memuaskan disebabkan tidak sesuai

dengan keinginan warga sehingga manfaatnya kurang begitu terasa secara langsung oleh

semua masyarakat.

Pemberian kewenangan kepada masyarakat setempat yang tidak hanya untuk

(22)

proyek tersebut akan mendorong masyarakat untuk mengerahkan segala kemampuan

dan potensinya demi keberhasilan proyek/program tersebut. Pada gilirannya

keberdayaan masyarakat setempat akan menjadi lebih baik sebagai akibat dari

meningkatnya kemampuan dan partisipasi masyarakat.

Mencermati proses kegiatan pemberdayaan Kelurahan di Kecamatan Medan

Denai, peran partisipasi masyarakat yang diinginkan oleh Pemerintah Kecamatan Medan

Denai telah menunjukkan ada hasil sesuai yang diharapkan

1.2. Perumusan Masalah

Adapun permasalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan Program

Pemberdayaan Kelurahan di Kecamatan Medan Denai.

2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi partisipasi masyarakat Kecamatan

Medan Denai dalam Program Pemberdayaan Kelurahan.

1.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan Program

Pemberdayaan Kelurahan di Kecamatan Medan Denai.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat

(23)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Secara akademis penelitian ini diharapkan memperkaya khasanah penelitian di

bidang kemasyarakatan.

2. Secara praktis, dapat menjadi sumbangan serta masukan bagi Pemerintah Kota

khususnya bagi Kelurahan di Kota Medan.

3. Khusus bagi Penulis, sebagai pengalaman dalam mengadakan penelitian

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Perencanaan Wilayah

Perencanaan wilayah menurut Tarigan (2005) dapat berarti mengetahui dan

menganalisis kondisi saat ini, meramalkan perkembangan berbagai faktor

noncontrollbale yang relevan, memperkirakan faktor-faktor pembatas, menetapkan tujuan dan sasaran yang diperkirakan dapat dicapai, serta mencari langkah-langkah

untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Sirojuzilam (2005) perencanaan wilayah yang lebih terfokus pada

prencanaan pembangunan ekonomi berjalan seiring dengan dilaksanakannya

community planning dan participatory planning. Jadi dengan demikian perencanaan wilayah adalah penerapan metode ilmiah dalam pembuatan kebijakan publik dan

upaya untuk mengkaitkan pengetahuan ilmiah dan teknis dengan tindakan-tindakan

dalam domain publik untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih tinggi.

Di sisi lain yang menjadi pokok perhatian dalam kerangka perencanaan

wilayah adalah cultural based yang mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang dan berakar dalam konteks kehidupan masyarakat. Dalam rangka mencapai tujuan

pembangunan, maka perlu dipikirkan komponen-komponen pembangunan yang

(25)

Menurut Conyers dan Hills dalam Arsyad (1999) perencanaan adalah suatu

proses yang berkesinambungan yang mencakup keputusan-keputusan atau

pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumberdaya untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu pada masa yang akan datang.

Berdasarkan definisi di atas, Arsyad (1999) berpendapat ada empat elemen

dasar perencanaan, yaitu: 1) merencanakan berarti memilih; 2) perencanaan

merupakan alat pengalokasian sumberdaya; 3) perencanaan merupakan alat untuk

mencapai tujuan; dan 4) perencanaan berorientasi ke masa depan.

Namun Nitisastro dalam Arsyad (1999) perencanaan pada dasarnya berkisar

pada dua hal, pertama ialah penentuan pilihan secara sadar mengenai tujuan konkret

yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai yang dimiliki

masyarakat yang bersangkutan, yang kedua ialah pilihan-pilihan di antara cara-cara

alternatif yang efisien serta rasional guna mencapau tujuan-tujuan tersebut. Nitisastro

sangat menekankan tentang perlunya diperhatikan nilai yang dimiliki masyarakat

dalam proses perencanaan tersebut, yang notabene berarti masyarakat harus

dilibatkan dalam perencanaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dari berbagai definisi di atas, perencanaan dapat dibagi atas dua versi yaitu

satu versi melihat perencaaan adalah suatu teknik atau profesi yang membutuhkan

keahlian dan versi yang satu lagi melihat perencanaan (pembangunan) adalah

kegiatan kolektif yang harus melibatkan seluruh masyarakat baik secara langsung

maupun tidak langsung. Penulis cenderung melihat perencanaan adalah suatu

(26)

maupun tidak langsung. Seperti diketahui bahwa perencanaan pembangunan pada

akhirnya harus mendapat persetujuan masyarakat

2.2. Partisipasi Masyarakat

2.2.1. Pengertian Partisipasi

Partisipasi adalah keterlibatan-keterlibatan mental dan emosional orang-orang

dalam satu kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada

masyarakat dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap

usaha yang bersangkutan (Sastropoetra, 1988).

Sedangkan Davis dan Newstrom (1993) memberikan pengertian partisipasi

adalah keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam suatu kelompok yang

mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada tujuan kelompok dan

berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan itu. Sedangkan menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1997) partisipasi adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan.

Usman (1982 dalam Soedjono, 1990) mengemukakan bahwa ada dua unsur pokok mengapa partisipasi itu penting. Pertama, alasan etnis, yaitu dalam arti

pembangunan demi manusia berpartisipasi sebagai subjek, bukan menjadi objek.

Kedua, alasan sosiologis, yaitu bila perkembangan diharapkan berhasil dalam jangka

panjang, ia harus menyertakan sebanyak mungkin orang, kalau tidak pembangunan

pasti macet.

Dari definisi diatas ada tiga unsur penting dari konsep partisipasi tersebut,

(27)

untuk memberikan kontribusi, dan (3) mendorong orang-orang untuk menerima

tanggung jawab dalam aktivitas kelompok.

Selanjutnya Koentjaraningrat (1990), berpendapat bahwa partisipasi berarti

memberi sumbangan dan turut menentukan arah atau tujuan pembangunan, di mana

ditekankan bahwa partisipasi itu adalah hak dan kewajiban bagi masyarakat.

Affan (1993) memberikan pengertian bahwa partisipasi adalah tingkat

keterlibatan anggota sistem sosial secara kolektif dalam proses pengambilan

keputusan dan pelaksanaan keputusan tersebut. Jika dikaitkan dengan daerah tertentu,

partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan masyarakat sebagai suatu sistem sosial

dalam daerah/wilayah tertentu, secara mental, emosional, material baik secara

perorangan (individual) maupun berkelompok dalam suatu kondisi tertentu untuk

mencapai suatu tujuan yang sudah disepakati bersama antara penyelenggara negara

dan masyarakat tersebut.

Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa partisipasi merupakan suatu

keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperan secara aktif dalam suatu

kegiatan, khususnya kegiatan pembangunan untuk menciptakan, melaksanakan serta

memelihara lingkungan yang bersih dan sehat.

Pada hakekatnya partisipasi masyarakat itu merupakan sesuatu yang

seharusnya, karena hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah

(28)

Dalam hal ini Pemerintah memberi bantuan, sedangkan masyarakat harus

memberikan respon dalam bentuk partisipasi secara aktif dalam proses pembangunan

tersebut.

Masyarakat hanya dapat diharapkan ikut ambil bagian dalam suatu kegiatan

adalah bila masyarakat yang bersangkutan merasa dirinya berkepentingan dan diberi

kesempatan untuk ambil bagian. Dengan kata lain partisipasi tidak mungkin optimal

jika diharapkan dari mereka yang merasa tidak berkepentingan terhadap suatu

kegiatan, dan juga tidak optimal jika mereka yang berkepentingan tidak diberi

keleluasaan untuk ambil bagian.

Mubyarto dalam Soedjono (1990) menyatakan pula bahwa partisipasi sebagai kesediaan untuk membantu berhasilnya setiap program sesuai dengan kemampuan

setiap orang tanpa mengorbankan kepentingan diri.

Berkaitan dengan kemampuan tersebut Davis (1986 dalam Sastropoetra, 1988) mengemukakan enam jenis partisipasi, sebagai berikut: (1) pikiran

(psychological participation), (2) tenaga (physical participation), (3) pikiran dan tenaga (psycological participation and physical participation), (4) keahlian

(participation with skill), (5) barang (material participation), dan (6) uang (money participation). Davis juga menyebutkan macam-macam bentuk partisipasi sebagai berikut: (1) konsultasi, (2) sumbangan berupa uang atau barang, (3) sumbangan

dalam bentuk kerja yang biasanya dilakukan oleh tenaga ahli setempat, (4) aksi

massa, (5) mengadakan pembangunan dikalangan keluarga dari masyarakat setempat,

(29)

setempat, (7) mendirikan proyek yang juga dibiayai oleh sumbangan dari luar

lingkungan masyarakat yang bersangkutan.

Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dalam menyongsong tahun 2000

White (1985 dalam Sastropoetra, 1988), mengemukakan 10 buah alasan tentang

pentingnya partisipasi, yaitu:

a. Dengan partisipasi banyak hasil yang dapat dicapai.

b. Dengan partisipasi pelayanan diberikan dengan biaya efisien.

c. Dengan partisipasi harga diri diperhitungkan.

d. Partisipasi dapat menjadi katalisator untuk pembangunan berkelanjutan.

e. Dengan partisipasi timbulnya rasa tanggung jawab.

f. Dengan partisipasi aspirasi masyarakat tersalurkan.

g. Dengan partisipasi pekerjaan dilaksanakan dengan arah yang benar.

h. Dengan partisipasi semua potensi yang dimiliki masyarakat dapat dihimpun dan

dimanfaatkan.

i. Dengan paartisipasi ketergantungan keahlian kepada orang lain dapat dibebaskan.

j. Dengan partisipasi dapat menyadarkan manusia terhadap penyebab dari

kemiskinan, dan menimbulkan kesadaran untuk mengatasinya.

2.2.2. Partisipasi dalam Pembangunan

Menurut Oakley (1991) berpendapat bahwa partisipasi merupakan hal yang

sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tanpa adanya partisipasi aktif dari

masyarakat pelaksanaan pembangunan yang berorientasi pada perwujudan

(30)

kebutuhannya dan cara mengatasi permasalahan pembangunan yang terjadi dalam

masyarakat”.

Menurut Moeljarto (1987), partisipasi menjadi amat penting, terdapat

beberapa alas an pembenar bagi partisipasi masyarakat dalam pembangunan, karena:

1. Rakyat adalah focus central dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi

merupakan akibat logis dari dalil tersebut.

2. Partisipasi menimbulkan harga diri dan kemampuan pribadi untuk dapat turut

serta dalam keputusan penting yang menyangkut masyarakat.

3. Partisipasi menciptakan suatu lingkungan umpan balik arus informasi tentang

sikap, aspirasi, kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya akan

tidak terungkap. Arus informasi ini tidak dapat dihindari untuk berhasilnya

pembangunan.

4. Pembangunan dilaksanakan lebih baik dengan dimulai dari di mana rakyat berada

dan dari apa yang mereka miliki.

5. Partisipasi memperluas zona (wawasan) penerima proyek pembangunan.

6. Partisipasi akan memperluas jangkauan pelayanan pemerintah kepada seluruh

masyarakat.

7. Partisipasi menopang pembangunan.

8. Partisipasi menyediakan lingkungan yang kondusif baik bagi aktualisasi potensi

(31)

9. Partisipasi merupakan cara yang efektif membangun kemampuan masyarakat

untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas

daerah.

10.Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokratis individu untuk

dilibatkan dalam pembangunan mereka sendiri.

Partisipasi masyarakat menjadi penting dalam setiap perencanaan, program

dan kegiatan sosial (Adi dan Laksmono, 1990), karena:

1. Merupakan suatu sarana untuk memperoleh informasi mengenai kondisi,

kebutuhan dan sikap masyarakat setempat. Tanpa informasi ini, maka program

tidak akan berhasil.

2. Masyarakat akan lebih antusias terhadap program/kebijakan pembangunan,

apabila mereka dilibatkan dalam perencanaan dan persiapan sehingga mereka

akan menganggap bahwa program atau kebijakan tersebut adalah mereka. Hal ini

perlu untuk menjamin program diterima oleh masyarakat, khususnya dalam

program yang bertujuan untuk merubah masyarakat dalam cara berfikir, merasa

dan bertindak.

3. Banyak Negara-negara yang menganggap bahwa partisipasi masyarakat

merupakan “hak demokrasi yang bersifat dasar”, di mana masyarakat harus

dilibatkan dalam proses pembangunan dimaksudkan untuk memberi keuntungan

pada manusia.

Menurut Supriatna (2000), tanpa partisipasi pembangunan justru akan

(32)

kemerdekaannya. Pentingnya partisipasi masyarakat juga diungkapkan oleh

Kartasasmita (1997), diperlukan peningkatan partisipasi rakyat dalam proses

pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya.

Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Conyers (1991),

menyebutkan ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat

yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan yaitu:

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi

mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa

kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan

jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena

mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai

rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Kepercayaan semacam ini adalah penting

khususnya bila mempunyai tujuan agar dapat diterima oleh masyarakat.

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan

masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan mereka pun mempunyai untuk turut

‘urun rembug’ (memberikan saran) dalam menentukan jenis pembangunan yang

akan dilaksanakan di daerah mereka.

Menurut Tjokromidjoyo (1976), ada 4 (empat) aspek penting dalam rangka

(33)

1. Terlibatnya dan ikut sertanya rakyat tersebut sesuai dengan mekanisme proses

politik dalam suatu negara, turut menentukan arah, strategi dan kebijaksanaan

pembangunan yang dilakukan pemerintah.

2. Meningkatnya artikulasi (kemampuan) untuk merumuskan tujuan-tujuan dan

terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu yang sebaiknya.

3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan

arah, strategi dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik.

4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam

pembangunan yang berencana.

Partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan ini pada

dasarnya dimaksudkan untuk memungkinkan individu, kelompok serta masyarakat

memperbaiki keadaan mereka sendiri, karena mereka sendirilah yang tahu akan apa

yang menjadi kebutuhannya tersebut. Di samping juga mereka merasa memiliki dan

bertanggung jawab tentang apa yang telah mereka hasilkan dan apa yang telah

dimanfaatkan tersebut.

Hal ini terlihat dalam istilah “bottom up planning” (perencanaan dari bawah),

keterlibatan pada “grassroots” (sampai pada masyarakat yang paling bawah),

“democratic planning” (perencanaan demokratis) dan “participatory planning”. Dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat, perlu diketahui tujuan dari

partisipasi tersebut, menurut Glass (1972), ada 5 (lima) tujuan umum partisipasi

(34)

1. Pertukaran informasi, hal ini terutama bertujuan untuk memungkinkan adanya

kebersamaan antara pengambil keputusan dan rakyat untuk memungkinkan rakyat

biasa yang secara bersama mengembangkan ide-ide dan keinginan.

2. Pendidikan, ini berhubungan penyebaran informasi secara terinci dari suatu

rencana sehingga memungkinkan masyarakat mengerti akan rencana tersebut.

3. Bangunan dukungan (support building) ini terutama melibatkan kegiatan yang

bersifat menciptakan suasana yang baik sehingga memungkinkan tidak terjadi

benturan di antara kelompok-kelompok masyarakat dan antara kelompok

masyarakat dan pemerintah.

4. Proses pembuatan keputusan yang terbuka, ini terutama bertujuan untuk

memungkinkan masyarakat biasa memberikan ide-ide baru atau pilihan ide dalam

proses perencanaan.

5. Masukan dari masyarakat, sebagai suatu usaha mengumpulkan dan

mengidentifikasikan sikap dan pendapat dari kelompok masyarakat.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat

Menurut Slamet (1993), faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi

masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata

pencaharian. Sedangkan menurut Sastropoetro (1988), adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial

dan percaya terhadap diri sendiri.

(35)

c. Kecendrungan untuk menyalah artikan motivasi, tujuan dan kepentingan

organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang

salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti hanya

terjadi di beberapa Negara.

d. Tersedianya kesempatan yang lebih baik di luar pedesaan.

e. Tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program

pembangunan.

Adapun persyaratan melaksanakan partisipasi masyarakat secara efektif,

Sastropoertro (1988), berpendapat:

a. Perlu waktu untuk berpartisipasi sebelum berlangsungnya suatu kegiatan.

b. Subjek partisipasi perlu relevan dengan kepentingan manusianya / masyarakatnya.

c. Orang-orang yang berpartisipasi haruslah mempunyai kemampuan, seperti halnya

kecerdasan dan pengetahuan.

d. Tidak ada salah satu pihak pun yang bias/merasa dirinya terganggu karena

partisipasi.

e. Biaya kegiatan partisipasi tidak boleh melampaui nilai ekonomi atau sejenisnya.

f. Partisipasi adalah memutuskan untuk melaksanakan kegiatan.

Adapun 4 (empat) hal/kondisi yang mendukung partisipasi masyarakat,

menurut Moeljarto (1987) adalah:

a. Strategi pembangunan diarahkan pada bagian rakyat miskin.

b. Adanya struktur kepemimpinan yang cocok, karena para pemimpin desa

(36)

persaingan yang signifikan untuk kedudukan kepemimpinan dari mereka yang

mewakili kepentingan kaum elit.

c. Pembentukan kelompok di luar koperasi (kerjasama) yang berbasis pedesaan.

d. NGO-NGO memainkan peranan yang bersifat mendukung.

Sementara itu, menurut Ife (1995), faktor-faktor yang mendorong masyarakat

berpartisipasi adalah:

a. Masyarakat akan berpartisipasi jika mereka merasa masalah atau kegiatan itu

penting baginya (First, people will participated if they feel, he issue or activity is important).

b. Mereka akan berpartisipasi jika akan menimbulkan suatu perubahan dan adanya

nilai tambah bagi dirinya (The second condition for participation is that people

must feel that their action will make a difference).

c. Adanya perbedaan bentuk dari partisipasi masyarakat diakui sesuai dengan

nilai-nilai yang mereka miliki (This implies the third condition for participation,

namely that different forms of participation must be acknowledged and valued).

d. Masyarakat mungkin berpartisipasi jika mereka mendapatkan dukungan atau

dorongan (The fourth condition for participation is that people must be enabled to participate and supported in their participation).

e. Masyarakat akan berpartisipasi jika diciptakan suatu struktur dan proses yang

(37)

Adapun hambatan-hambatan yang dihadapi dalam partisipasi masyarakat

menurut Moeljarto (1987), yaitu:

1. Kurangnya perhatian yang murni terhadap persamaan sosial.

2. Kekhawatiran terhadap aksi bersama

3. Kurangnya akses kesempatan rakyat

4. Pendekatan pembangunan yang terpecah-pecah

Secara umum ada 3 (tiga) hambatan yang terjadi dalam menumbuhkan

partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan, yaitu:

1. Belum dipahaminya akan makna sebenarnya dari konsep partisipasi oleh pihak

perencana dan pelaksana pembangunan. Kesan yang timbul selama ini adalah

bahwa keterlibatan masyarakat, terutama bila telah dilakukan pertemuan secara

formal antara aparat dan kelompok masyarakat maka partisipasi telah muncul.

Padahal untuk mengetahui secara dalam keinginan mereka (masyarakat), maka

tidak cukup hanya dilakukan pertemuan yang kadangkala hanya dilakukan sekali

dengan sekelompok orang, tetapi harus dilakukan melalui pertemuan-pertemuan

yang intensif dan mendalam.

2. Reaksi balik yang datang dari masyarakat sebagai akibat dari diperlakukannya

pembangunan sebagai ideologi bagi negara kita.

3. Lemahnya kemauan rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan berakar pada

banyaknya peraturan/perundang-undangan yang meredam keinginan rakyat untuk

berpartisipasi. Peraturan perundang-undangan yang pada masa sebelumnya

(38)

2. 3. Pemberdayaan Kelurahan

2.3.1. Pengertian Pemberdayaan

Kata pemberdayaan (empowerment), sangat mudah diucapkan oleh setiap orang. Tanpa keharusan adanya pemahaman pengertiannya dan apa implikasinya

dalam sikap dan tindakan nyata, khususnya dalam pembangunan daerah dan

masyarakat. (Kartasasmita, 1995), menguraikan dengan baik pengertiannya, sehingga

konsep pemberdayaan ini mudah diterapkan dalam praktek pembangunan, yaitu:

“Pemberdayaan Daerah adalah suatu upaya untuk membangun daya (daerah) dengan

mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran masyarakat akan potensi

yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya”.

Istilah pemberdayaan (empowerment) dan empower yang diterjemahkan

kedalam bahasa Indonesia menjadi “pemberdayaan” menurut Webster dan Oxford

English dictionary kata empower mengandung dua pengertian, yaitu pertama to give power and authority to dan pengertian kedua to give ability to or anable. Dalam

pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau

mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan

sebagai upaya memberikan kemampuan atau keberdayaan (Prijono, 1996).

Adapun konsep pemberdayaan pada hakikatnya dapat dipandang sebagai

upaya untuk mewujudkan keberdayaan, yaitu kemampuan dan kemandirian. Menurut

Kartasasmita (1996) keberdayaan merupakan unsur-unsur yang memungkinkan suatu

masyarakat bertahan (survive) dan dalam pengertian dinamis mengembangkan diri

(39)

dimaksud adalah nilai kesehatan, pendidikan, prakarsa, kekeluargaan,

kegotongroyongan, kejuangan dan sebagainya.

Konsep empowerment pada dasarnya adalah upaya menjadikan suasana

kemanusiaan yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik di

dalam kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, negara internasional dalam

bidang politik, ekonomi dan lain-lain (Prijono, 1996).

MacArdle (1989 dalam Hikmat, 2001) mengatakan pemberdayaan adalah

upaya untuk mencipatakan dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam

setiap proses pengambilan keputusan.

Pemberdayaan atau empowerment merupakan sebuah konsep yang fokusnya adalah hal kekuasaan (power). Pemberdayaan apapun asumsinya adalah menerima

adanya kekuasaan sebagai faktor dan membuat yang tidak berkuasa menjadi memiliki

kekuasaan, yaitu powerlwess diberi power melalui empowerment sehingga menjadi

powerfull (Prijono, 1996).

Selanjutnya Payne (1997 dalam Adi, 2003) mengatakan membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan

dia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan

pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan

kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara lain

melalui transfer daya dari lingkungan.

Yang dimaksud dengan klien disini adalah individu, keluarga, kelompok dan

(40)

mampu mengontrol kehidupannya dan menentukan masa depan yang mereka

inginkan.

Dalam konsep pemberdayaan masyarakat, yang menjadi dasar pandangan

adalah upaya yang dilakukan haruslah diarahkan langsung pada akar

permasalahannya yaitu meningkatkan kemampuan dari bagian masyarakat yang

tertinggal.

Dari beberapa pandangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

pemberdayaan adalah suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian

masyarakat yang mengarah kepada usaha merubah individu dan komunitas dari

kondisi yang serba terbatas dan tidak berdaya menjadi lebih mampu dan berdaya

untuk mengatasi segala keterbatasan serta dapat mengembangkan dirinya sehingga

mampu mengambil langkah dan berperan serta/berpartisipasi dalam berbagai kegiatan

pembangunan.

2.3.2. Kelurahan

Pemerintah kelurahan merupakan ujung tombak penyelenggaraan pemerintah,

karena pada kelurahan aparatur pemerintah akan dapat langsung berhadapan dengan

masyarakat secara nyata.

Dikatakan sebagai ujung tombak karena lurah berhadapan langsung dengan

masyarakat, oleh karena itu Lurah harus mampu menjadi tempat bagi masyarakat

untuk menampung aspirasi dan keluhan masyarakat untuk diselesaikan atau

meneruskan aspirasi dan keinginan tersebut kepada pihak yang berkompeten untuk

(41)

program-program pemerintah untuk disosialisasikan kepada masyarakat sehingga dapat

dipahami dan didukung oleh masyarakat.

Aspirasi masyarakat kepada pemerintah saat ini sangat besar, di mana tuntutan

tersebut mungkin selama beberapa dekade tidak dapat tanggapan yang memadai dari

aparat. Tuntutan yang dapat dicapai antara lain adalah; terwujudnya pemerintahan

yang bersih, pelayanan yang baik, keterbukaan dan tepat waktu.

Semua hal tersebut harus disikapi dengan arif dan bijaksana, oleh karena itu

Pemerintah Kota akan berupaya semaksimal mungkin untuk mewujudkan aspirasi

masyarakat tersebut melalui beberapa program kerja, yang antara lain melalui

pemberdayaan kelurahan.

Pemberdayaan Kelurahan yang baik dan kuat akan dapat menentukan

keberhasilan pelaksanaan rencana program dan proyek melalui penciptaan langsung

peran serta masyarakat di samping akan mewujudkan terciptanya kestabilan dan

ketentraman dalam kehidupan masyarakat yang pada gilirannya akan dapat

memberikan kesempatan yang luas bagi pemerintah kota guna merencanakan dan

melaksanakan pembangunan (Pemko Medan, 2001).

Adapun yang menjadi dasar dalam pelaksanaan Program Pemberdayaan

Kelurahan ini adalah:

a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa. Kelurahan

(42)

b. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang. Penataan ruang

adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian

ruang.

c. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Kelurahan merupakan perangkat daerah Kabupaten/Kota.

d. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi

Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurusi

kepentingan masyarakat berdasarkan aspirasi rakyat.

e. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 64 Tahun 1999. Badan Perwakilan

Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Perwakilan yang terdiri atas

pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa yang berfungsi mengayomi adat

istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi

masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan

pemerintahan desa/kelurahan.

f. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 1999. Kewenangan Desa

sebagai suatu kesatuan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

asal-usul dan adat-istiadat setempat berubah menjadi kewenangan wilayah kerja

Lurah dengan melibatkan masyarakat melalui BPD.

Peranan Kelurahan dimasa sekarang dan akan datang sangat diperlukan tidak

hanya sebagai administratur pemerintahan tetapi juga sektor-sektor lain agar setiap

(43)

apalagi apabila kita lihat dari alur sistem pemerintahan, di mana terdapat hubungan

langsung antara masyarakat dan kelurahan (Pemko Medan, 2001).

Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat adanya hubungan yang erat antara

kinerja aparatur kelurahan dengan pelaksanaan Program Pemberdayaan Kelurahan, di

mana kelurahan tidak hanya sebagai administratur pemerintahan, tetapi juga

mencakup sektor-sektor lain, seperti sektor pembangunan dan kemasyarakatan.

Sedangkan Kelurahan sebagai suatu wilayah administrasi pemerintahan

terendah dalam tata pemerintahan di Indonesia, dalam hal ini pemberdayaan

Kelurahan merupakan hal yang sangat penting di dalam program Pemerintah Kota

Medan. Hal ini tercermin dalam visi dan misi serta fungsi yang telah dicanangkan

oleh Pemerintah Kota Medan yaitu.

Visi yang terkandung dalam pemberdayaan kelurahan adalah “terwujudnya

kemandirian masyarakat yang berwawasan lingkungan”. Visi ini dilengkapi oleh misi

yang terdiri dari 9 (sembilan) poin.

Kesembilan poin misi pemberdayaan Kelurahan antara lain:

1. Pemberdayaan masyarakat dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian.

2. Peningkatan pemanfaatan potensi kelurahan dan pemenuhan kebutuhan

dasar/aspirasi masyarakat dalam menciptakan masyarakat yang mandiri.

3. Peningkatan kwalitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan, orientasi serta

(44)

4. Penguatan kelembagaan kelurahan dan kelembagaan masyarakat untuk

kelancaran pelayanan kepada masyarakat.

5. Peningkatan kegiatan usaha produktif dalam rangka menunjang kesejahteraan

keluarga dan masyarakat.

6. Peningkatan pembinaan pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK).

7. Peningkatan pendayagunaan dan pemasyarakatan Teknologi Tepat Guna (TTG).

8. Peningkatan penataan tata ruang kelurahan menuju tata lingkungan yang sehat.

9. Pemberdayaan kelurahan dalam rangka mengefektifkan Data Dasar Profil

Kelurahan untuk menjadikan sebagai pusat informasi (bank data).

Adapun fungsi pemberdayaan kelurahan adalah:

1. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang pemberdayaan

masyarakat.

2. Melaksanakan program peningkatan ketahanan masyarakat, sosial budaya dan

usaha perekonomian masyarakat.

3. Membimbing dan memotivasi masyarakat dalam bidang peningkatan ketahanan

masyarakat, sosial budaya dan usaha perekonomian masyarakat.

4. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai bidang tugas.

5. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah.

Untuk menyikapi visi dan misi yang dicanangkan Pemerintah Kota Medan

dalam pemberdayaan kelurahan telah dikeluarkan landasan hukum bagi Aparat

(45)

a. Instruksi Walikota Medan Nomor: 141/079/INST tanggal 9 Februari 2001

tentang tugas dan tanggung jawab Kepala Kelurahan dalam rangka

Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan.

b. Surat Keputusan Walikota Medan Nomor: 140/099/SK/2001 tanggal 16 Maret

2001 tentang Pembentukan Tim Pembina/Pengawasan Pelaksanaan

Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan.

c. Instruksi Walikota Medan Nomor: 141/1417/INST tanggal 14 Juli 2001 tentang

Tugas dan Tanggung Jawab Camat dalam Membina dan Mengawasi Program

Pemberdayaan Kelurahan di Kota Medan

Berdasarkan Instruksi Walikota Medan Nomor: 141/079/INST, tentang tugas

dan tanggung jawab kepala kelurahan didalam Program Pemberdayaan Kelurahan

tersebut meliputi 5 (Lima) poin yaitu: Kebersihan, Keamanan, Ketertiban, Pembinaan

Masyarakat, dan Pelayanan Masyarakat.

Guna menjamin berjalannya program Pemberdayaan Kelurahan ini, telah

dibentuk Tim Evaluasi yang akan tetap memonitor kegiatan lapangan sampai

sejauhmana Instruksi tentang Pemberdayaan Kelurahan ini terlaksana dan sebagai

konsekwensinya bagi mereka yang bekerja setengah hati, akan dikenakan tindakan

hukuman sesuai besarnya kesalahan yang dilakukan.

2.4. Pengembangan Wilayah

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah,

(46)

Wilayah adalah kumpulan daerah berhamparan sebagai satu kesatuan geografis dalam

bentuk dan ukurannya. Wilayah memiliki sumber daya alam dan sumber daya

manusia serta posisi geografis yang dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien dan

efektif melalui perencanaan yang komprehensif (Miraza, 2005b).

Pengembangan wilayah yaitu setiap tindakan pemerintah yang akan dilakukan

bersama-sama dengan para pelakunya dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan

yang menguntungkan bagi wilayah itu sendiri maupun bagi kesatuan administratif di

mana wilayah itu menjadi bagiannya, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Mulyanto, 2008).

Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti

peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu

menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang

rata-rata banyak sarana/prasarana, barang atau jasa yang tersedia dan kegiatan

usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan

maupun kualitasnya.

2.5. Penelitian Sebelumnya

Yunizar (2001) dalam penelitiannya “Partisipasi Masyarakat Dalam

Pelaksanaan Pengelolaan Sampah di Kota Binjai”. Variabel diteliti yaitu 1 variabel

tidak bebas yaitu partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah dan

8 variabel bebas yaitu umur, pendidikan, pekerjaan, bangunan fisik, lamanya

(47)

analisis deskriptif dan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menyimpulkan

terdapat hubungan yang nyata antara faktor terhadap perubahan partisipasi

masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah. Faktor pendidikan, lamanya

tinggal, dan pemahaman memberikan pengaruh yang positif terhadap partisipasi

masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan sampah, sedangkan faktor pekerjaan,

umur, bangunan fisik, luas halaman dan peraturan daerah tidak memberikan

pengaruh yang nyata

Purba (2006) dalam penelitiannya “Pengaruh Tingkat Partisipasi Masyarakat

Terhadap Proyek Pemberdayaan Kecamatan Terpadu (P2KT) dalam Pengembangan

Wilayah”. Variabel yang diteliti tingkat partisipasi, tingkat pendidikan, pendapatan

dan kepentingan. Metode yang digunakan uji linier sederhana, uji Wilcoxon dan uji

linier berganda. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa 55 persen memiliki tingkat

partisipasi tinggi dan selebihnya sebanyak 45 persen berpartisipasi rendah. Tingkat

partisipasi masyarakat berpengaruh terhadap keberhasil P2KT dengan nilai koefisien

sebesar 0,53 pada tingkat kepercayaan 5%.

Simbolon (2007) dalam penelitiannya “Partisipasi Masyarakat dalam Program

Pemberdayaan Kelurahan (Studi Kasus di Kecamatan Medan Belawan Kota Medan).

Adapun variabel dalam penelitian ini adalah kegiatan pembinaan masyarakat dan

partisipasi masyarakat dengan metode pendekatan kualitatif dan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum tingkat partisipasi masyarakat

Kecamatan Medan Belawan telah cukup baik. Perhatian masyarakat terhadap

(48)

dilihat dari berbagai aktifitas yang dilakukan masyarakat dalam program tersebut,

baik dalam proses perencanaan maupun proses pelaksanaan kegiatan.

Rushendri (2007) dalam penelitiannya “Analisis Pemberdayaan Kelurahan

dalam Pelaksanaan Kebersihan di Kota Medan”. Varaibel dalam penelitian ini adalah

pemberdayaan kelurahaan dan pelaksanaan kebersihan dengan metode penelitian

Korelasi Product Moment Parson untuk mengetahui hubungan kedua variabel

tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan positif pemberdayaan

Kelurahan dengan pelaksanaan kebersihan, hal ini dapat dilihat dari analisis statistik

Product Moment yang menunjukkan bahwa r statistik adalah 0,585 dan bila

dibandingkan dengan r tabel 0,138, maka dapat dilihat bahwa r statistik lebih besar

dari r tabel yaitu 0,585 > 0,138.

Sitorus (2008) dalam tesis penelitian “Partisipasi Masyarakat dalam

Perencanaan Pembangunan Kecamatan Balige”, dengan variabel penelitian tingkat

pendidikan dan pendapatan terhadap partisipasi masyarakat, dan partisipasi

masyarakat terhadap perencanaan pembangunan yang dianalisis dengan uji regresi

berganda dan analisis deskriptif, menyimpulkan bahwa mayoritas responden

mempunyai tanggapan tentang peran pemerintah desa, lembaga masyarakat desa dan

rencana pembangunan desa yang diukur dari aspek transparansi, akuntabilitas,

berkelanjutan, tepat guna dalam musrenbang desa pada kategori kurang baik

berdasarkan hasil uji statistik, variabel tingkat pendidikan dan pendapatan

(49)

perencanaan pembangunan, serta variabel partisipasi masyarakat berpengaruh positif

dan signifikan terhadap perencanaan pembangunan.

Sutami (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Partisipasi Masyarakat

pada Pembangunan Prasarana Lingkungan Melalui Program Pemberdayaan

Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan Marunda Jakarta Utara”, variabel dalam

penelitian ini adalah partisipasi masyarakat, pembangunan prasarana lingkungan,

tingkat sosial ekonomi masyarakat dan Program Pemberdayaan Masyarakat

Kelurahan (PPMK), dengan metode analisis deskriptif kualitatif untuk menganalisis

bentuk dan tingkat partsipasi masyarakat pada pembangunan prasarana lingkungan,

dan metode analisis kuantitatif, untuk menganalisis pengaruh hubungan sosial

ekonomi masyarakat dengan bentuk partisipasi. Hasil penelitian menunjukkan adanya

antusiasme keterlibatan masyarakat dalam setiap tahapan pembangunan prasarana

lingkungan dalam berbagai bentuk. Keikutsertaan responden pada setiap tahapan

pembangunan prasarana lingkungan menunjukkan bahwa responden sudah

melakukan kerjasama yang baik dengan pemerintah sebagai penggagas adanya

program PPMK. Indikasi adanya kerjasama ini, menunjukkan bahwa bentuk

partisipasi masyarakat telah berada pada tingkat kemitraan (partnership), sedang keberadaan Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) di Kelurahan

(50)

2.6. Kerangka Pemikiran

Menurut Slamet (1993), faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi

masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata

pencaharian. Faktor internal berasal dari individu itu sendiri. Secara teoritis, tingkah laku

individu berhubungan erat atau ditentukan oleh:

Tingkat Pendidikan. Demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan.

Litwin dalam Sutami (2009) mengatakan bahwa, salah satu karakteristik partisipan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang

usaha-usaha partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan. Salah satu

faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin

tinggi latar belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas

tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan.

Faktor pendidikan dianggap penting karena dengan pendidikan yang diperoleh,

seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar, dan cepat tanggap terhadap

inovasi.

Pekerjaan. Hal ini berkaitan dengan tingkat penghasilan seseorang. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa pekerjaaj (mata pencaharian) dapat mempengaruhi

partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan pekerjaan akan

berpengaruh terhadap waktu luang seseorang untuk terlibat dalam pembangunan,

misalnya dalam hal menghadiri pertemuan, kerja bakti dan sebagainya.

Pemahaman. Pemahaman masyarakat terhadap Program Pemberdayaan

(51)

kota Medan, melalui pemerintahan kecamatan dan pemerintah kelurahan sering kali

melakukan sosialisasi terhadap kegiatan kepada masyarakat melalui acara tatap muka,

sehingga masyarakat mengerti dan paham akan kegiatan yang akan dilaksanakan

sesuai dengan yang disampaikan. Sastrropoetro (1998) menyatakan bahwa

pemahaman terhadap suatu program dapat mempengaruhi masyarakat dengan

menimbulkan persepsi yang benar terhadap suatu motivasi dan kepentingan.

Peraturan. Di dalam menyusun suatu kebijakan, pemerintah seharusnya juga

dapat memperhatikan dasar peraturan dan ketentuan yang dapat mempengaruhi suatu

kegiatan dalam kebijakan tersebut. Di dalam program pemberdayaan kelurahan,

peraturan dan ketentuan tersebut sangat diperhatikan. Peraturan dan ketentuan

tersebut merupakan landasan dasar masyarakat dan pemerintah untuk berbuat dan

bertindak, seperti yang dikemukakan Ife (1995) kegiatan masyarakat dan partisipasi

masyarakat dapat dihimpun jika mereka mempunyai landasan ataupun dasar yang

berupa dorongan atau dukungan peraturan.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Partisipasi

Masyarakat Pendidikan

Pekerjaan

Pemahaman

Peraturan

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Medan Denai Kota Medan yang terdiri

dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu Kelurahan Binjai, Medan Tenggara, Denai, Tegal Sari

Mandala I, Tegal Sari Mandala II dan Tegal Sari Mandala III. Pemilihan Kecamatan

Medan Denai Kota Medan sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan agar hasil

penelitian ini berupa partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan Kelurahan

dapat digunakan sebagai informasi dan dapat ditingkatkan dalam program

pemberdayaan Kelurahaan di Kota Medan.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi:

1. Data primer, yang diperoleh melalui serangkaian pertanyaan yang diajukan

kepada responden baik yang berbentuk kuisioner maupun wawancara.

2. Data sekunder, diperoleh dari instansi terkait seperti Kantor Kecamatan dan

Kantor Kelurahan serta data yang bersumber dari instansi terkait yang

mendukung dalam penelitian ini.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah rumah tangga yang ada di

(53)

139.939 jiwa yang tersebar pada 6 (enam) Kelurahan di Kecamatan Medan Denai,

yaitu Kelurahan Binjai 9.866 RT dan 39.938 jiwa, Kelurahan Medan Tenggara 4.099

RT dan 15.928 jiwa, Kelurahan Denai 4.256 RT dan 15.081 jiwa, Kelurahan Tegal

Sari Mandala III 6.450 RT dan 35 268 jiwa, Kelurahan Tegal Sari Mandala II 4.310

RT dan 21.957, dan Kelurahan Tegal Sari Mandala I 2.421 RT dan 11.767 jiwa (BPS

Kota Medan 2010).

Menurut Kerlinger (1998), tidak ada patokan dalam menentukan sampel yang

representatif, namun biasanya jumlah sampel lebih dari 30 bisa dikatakan telah dapat

memberikan ragam yang stabil sebagai pendugaan ragam populasi (Sugiyono, 2003).

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menetapkan anggota sampel penelitian

sebanyak 90 Kepala Keluarga (KK), dengan alasan telah melebihi ambang batas

kriteria Roscoe, yakni batasan minimal 30 orang

Adapun pembagian responden untuk tiap kelurahan digunakan teknik cluster sampling. Unit of analysis atau element of the population merupakan kelompok yang

terdapat dalam cluster (Singarimbun dan Effendi, 1989). Pada penelitian ini pengelompokan dilakukan atas dasar cluster rumah tangga.

Pembagian cluster sampling yaitu membagi sampel dalam kelompok lokasi kelurahan, yaitu jumlah sampel untuk masing-masing kelurahan di dapat melalui

pembagian antara jumlah rumah tangga kelurahan dibagi dengan jumlah rumah

tangga Kecamatan Medan Denai dikalikan dengan target sampel. Kemudian dari

rumus tersebut di dapatkan jumlah sampel untuk tiap-tiap kelurahan di Kecamatan

(54)

9866

Tabel 3.1. Jumlah Penduduk dan Sampel Responden Kelurahan di Kecamatan Medan Denai

No Kelurahan Penduduk

(Jumlah KK)

Tegal Sari Mandala III Tegal Sari Mandala II Tegal Sari Mandala I

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk dan Sampel Responden Kelurahan di Kecamatan Medan Denai
Tabel 3.2. Uji Validitas Variabel Partisipasi Masyarakat
Tabel 3.3. Uji Validitas Variabel Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi                   Masyarakat
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Pembebasan/Keringanan Bea Masuk kepada Kepala BKPM (untuk industri dalam rangka penanaman modal) (Info lebih lanjut : Subdit Pembebasan Direktorat Fasilitas Kepabeanan, Gedung

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa Promosi melalui Media Sosial berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel Keputusan Berkunjung Wisatawan Obyek Wisata

Panitia Pengadaan Barang / Jasa Dilingkungan Kementerian Agama Kabupaten

Tidak ada badan usaha/badan hukum yang berminat mengikuti proses seleksi badan usaha/badan hukum calon mitra kerjasama Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk Pekerjaan Pembangunan,

SESSION TWO: Discussion and signing Minutes of Meeting’s draft .... SUMMARY REPORT Minutes of Meeting of the Secretary Generals

Siswa SMK PGRI 3 Salatiga membenarkan bahwa metode project based learning dan problem based learning sama-sama dibutuhkan dalam pemecahan masalah. Sesuai