PEMANFAATAN BERBAGAI JENIS FUNGI UNTUK
MENDEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK TANAH
GAMBUT DAN PERTUMBUHAN
MERANTI BATU
(Shorea platyclados)
SKRIPSI
Disusun oleh:
YOPI HENDRA
041202035/BUDIDAYA HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Penelitian : Pemanfaatan berbagai jenis fungi untuk mendekomposisi
bahan organik tanah gambut dan pertumbuhan meranti batu (Shorea platyclados)
Nama : Yopi Hendra
NIM : 041202035
Jurusan : Kehutanan
Program Studi : Budidaya Hutan
Disetujui: Komisi Pembimbing
Dr. Budi Utomo. SP, MP Dr. Ir. Yunasfi. M.Si.
Ketua Anggota
Mengetahui Sekretaris Kehutanan
ABSTRACT
YOPI HENDRA: Utilization of Different Types of Fungi for decompose Peat
Soil Organic Materials and Growth Shorea Platyclados. Guided by BUDI
UTOMO and YUNASFI
ABSTRAK
YOPI HENDRA: Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Mendekomposisi
Bahan Organik Tanah Gambut dan Pertumbuhan Meranti Batu (Shorea
Platyclados). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI
Bahan organik tanah gambut sangat sulit untuk terdekomposisi secara cepat, pengaplikasian fungi Curvularia sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, dan
Trichoderma sp pada bahan organik diharapkan dapat mempercepat proses
dekomposisi, dan menyediakan unsur hara bagi meranti batu (Shorea
Platyclados). Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan laju dekomposisi
gambut oleh fungi sebagai dekomposer dan mengetahui peningkatan pertumbuhan meranti batu dengan pemberian jenis fungi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Dari Juni sampai Desember 2009 dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pemberian fungi Curvularia sp pada bahan organik tanah gambut memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan laju dekomposisi sebesar 11.07 g. Fungi Aspergillus sp memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 33.87 cm, diameter batang sebesar 0.18 cm dan luas daun sebesar 67.54 cm2.
Kata Kunci: Bahan organik tanah gambut, Curvularia sp, Aspergillus sp,
RIWAYAT HIDUP
Yopi Hendra dilahirkan di Solok, Provinsi Sumatera Barat pada tanggal
10 Juni 1985 dari pasangan Ayahanda Syafri Mias, BA dan Ibunda Golna Delmar.
Penulis merupakan anak kedelapan dari sebelas bersaudara. Tahun 1998 penulis
menamatkan pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah Dasar Negeri 10 Nan Balimo,
Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2001 lulus dari SLTP Negeri 3
Kota Solok, Provinsi Sumatera Barat, kemudian tahun 2004 lulus dari SMA
Negeri 3 Kota Solok dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk
Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya Hutan, Jurusan Kehutanan,
Fakultas Pertanian.
Selama perkuliahan, penulis mengikuti kegiatan organisasi Himpunan
Mahasiswa Sylva (HIMAS), organisasi Kenajiran Mushola Baytul Asyjar pada
tahun 2006, organisasi Jaringan Intelektual Mahasiswa Muslim Kehutanan
Indonesia (JIMMKI) pada tahun 2007, organisasi Ikatan Mahasiswa Imam Bonjol
(IMIB) pada tahun 2004-2009, penulis juga menjadi Asisten Praktek Pengenalan
dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Desa Aras Napal, Kabupaten Langkat, Sumatera
Utara, tahun ajaran 2008/2009. Penulis juga telah melaksanakan Praktek
Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) pada tahun 2006 di Taman Nasional
Batang Gadis (TNBG) di Mandailing Natal, Sumatera Utara. Pada tahun 2008
melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. ITCI Hutani Manunggal (IHM)
Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Karta Negara, Kalimantan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dan puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan Skripsi ini
tentang “Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Mendekomposisi Bahan
Organik Tanah Gambut Dan Pertumbuhan Meranti Batu (Shorea platyclados)”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak. Pada kesempata ini ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada:
1. Ayahanda Syafri Mias, BA dan Ibunda Golna Delmar serta abang, kakak dan
adik beserta seluruh keluarga besar, atas semuanya yang telah di berikan, yang
tak sanggup untuk di hitung.
2. Dr. Budi Utomo. SP, MP dan Dr. Ir. Yunasfi. M.Si. selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan arahan, mulai dari perencanaan sampai penyelesaian
skripsi ini.
3. Pradita Kusharbanu ST. atas segala bantuan motifasi dan fasilitas yang
diberikan selama melakukan penelitian.
4. Seluruh Staf Dosen Pengajar Kehutanan di Departemen Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membagi Ilmu dan
Pengetahuan dalam perkuliahan dan praktek.
5. Rekan-rekan seperjuangan di Departemen Kehutanan angkatan 2004 (Yeni
Agustiarni, Grace Yanti Pandjaitan, Mardian Arief, Aulia Atmanegara,
Ombun Rico Sitorus), dan rekan-rekan yang lain yang selalu kompak dan
saling menopang selama penyelesaian studi perkuliahan.
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengakui masih banyak
kekurangan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk
penyempurnaan untuk penulisan pada masa selanjutnya. Akhirnya, penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan Ilmu Pengetahuan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang ... 1
Kerangka Pemikiran ... 2
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 4
Hipotesis ... 4
TINJAUAN PUSTAKA 5 Pengenalan Fungi ... 5
Fungi Pelapuk (Dekomposer) ... 5
Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Cokelat ... 5
Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Putih ... 6
Pelapukan oleh Jamur Pembusuk Lunak ... 6
Deskripsi Fungi Dekomposer ... 8
Curvularia sp. ... 8
Aspergillus sp ... 9
Penicillium sp ... 10
Trchoderma sp ... 11
Deskripsi Perombakan Bahan Organik ... 12
Fase Perombakan Bahan Organik ... 12
Manfaat Mikroba Bagi Kesuburan Tanah ... 13
Manfaat Mikroba Bagi Kesuburan Tanaman ... 15
Ektomikoriza ... 15
Ektendomikoriza ... 16
Endomikoriza ... 16
Deskripsi Tanah Gambut ... 17
Karakteristik Gambut ... 18
Deskripsi Pohn Banio/ Meranti Batu (Shorea platyclados) ... 19
Taksonomi dan Penyebaran Shorea platyclados ... 19
Biologi ... 20
Halaman
BAHAN DAN METODE 24
Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
Bahan dan Alat ... 24
Metode Penelitian ... 25
Pelaksanaan Penelitian ... 26
Pembuatan PDA (Potato Dextro Agar) ... 26
Pembiakan Fungi Dekomposer ... 27
Pembuatan Media Starter ... 29
Pengambilan Tanah Gambut dan Penyiapan Polibag ... 30
Penanaman Meranti Batu (Shorea platyclados) ... 30
Aplikasi Fungi ke tanah gambut ... 30
Pemeliharaan ... 31
Variabel yang diteliti ... 31
Laju Dekomposisi Gambut ... 31
Pengukuran Parameter Meranti Batu (Shorea platyclados) .... 32
Pengukuran Tinggi ... 32
Pengukuran Diameter Batang ... 32
Pengukuran Luas Daun ... 32
HASIL DAN PEMBAHASAN 33 Laju Dekomposisi Gambut ... 33
Laju Pertumbuhan Tinggi Shorea platyclados ... 34
Laju Pertumbuhan Diameter Batang Shorea platyclados ... 37
Luas Daun Shorea platyclados ... 38
KESIMPULAN DAN SARAN 54 Kesimpulan ... 54
Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Halaman
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar Kerangka pemikiran penelitian yang akan dilaksanakan ... 3
2. Gambar Curvularia sp ... 25
3. Gambar Aspergillus sp ... 25
4. Gambar Penicillium sp... 25
5. Gambar Trichoderma sp ... 26
6. Gambar Pengaplikasian fungi ke tanah gambut ... 27
7. Gambar Grafik rata-rata Laju Dekomposisi Tanah Gambut ... 30
8. Gambar Grafik rata-rata Laju Pertumbuhan Tinggi S. platyclados ... 34
9. Gambar Perbedaan Tinggi Tanaman S. platyclados ... 35
10. Gambar Grafik Laju Pertumbuhan Diameter Batang S. platyclados ... 37
11. Gambar Grafik rata-rata Luas Daun S. platyclados ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah
Gambut (g) ...47
2. Tabel Anova Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut ...47
3. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Tinggi Tanaman (cm) ...47
4. Tabel Anova Tinggi Tanaman ...47
5. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Diameter Batang (cm) ...48
6. Tabel Anova Diameter Batang ...48
7. Tabel Analisis Rancangan Percobaan Luas Daun (cm2) ...48
8. Tabel Anova Luas Daun ...48
9. Gambar Daun yang dihitung luasnya dan hasil Scan. ...49
ABSTRACT
YOPI HENDRA: Utilization of Different Types of Fungi for decompose Peat
Soil Organic Materials and Growth Shorea Platyclados. Guided by BUDI
UTOMO and YUNASFI
ABSTRAK
YOPI HENDRA: Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Mendekomposisi
Bahan Organik Tanah Gambut dan Pertumbuhan Meranti Batu (Shorea
Platyclados). Dibimbing oleh BUDI UTOMO dan YUNASFI
Bahan organik tanah gambut sangat sulit untuk terdekomposisi secara cepat, pengaplikasian fungi Curvularia sp, Aspergillus sp, Penicillium sp, dan
Trichoderma sp pada bahan organik diharapkan dapat mempercepat proses
dekomposisi, dan menyediakan unsur hara bagi meranti batu (Shorea
Platyclados). Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan laju dekomposisi
gambut oleh fungi sebagai dekomposer dan mengetahui peningkatan pertumbuhan meranti batu dengan pemberian jenis fungi yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Kehutanan dan Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Dari Juni sampai Desember 2009 dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial. Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa pemberian fungi Curvularia sp pada bahan organik tanah gambut memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan laju dekomposisi sebesar 11.07 g. Fungi Aspergillus sp memberikan pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tinggi tanaman sebesar 33.87 cm, diameter batang sebesar 0.18 cm dan luas daun sebesar 67.54 cm2.
Kata Kunci: Bahan organik tanah gambut, Curvularia sp, Aspergillus sp,
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Akhir-akhir ini daerah gambut mendapat perhatian yang cukup besar, baik
dari segi luasan lahan yang dapat digunakan untuk lahan pertanian, pemukiman,
perkembangan kehutanan, dan pemanfaatan untuk sumberdaya energi, maupun
dari segi fungsi lingkungan hidup sebagai penyangga kehidupan yang beraneka
ragam dan menjaga perubahan iklim global. Pada waktu ini daerah gambut telah
memberi manfaat yang besar bagi masyarakat lokal (indigenous people) untuk
berbagai keperluan. Daerah rawa gambut telah lama menjadi daerah perburuan
ikan dan berbagai margasatwa yang memberikan sumber makanan dan sumber
kehidupan yang penting bagi masyarakat. Beberapa daerah gambut telah
dilestarikan sebagai tempat perlindungan plasma nutfah dalam bentuk suaka alam
dan suaka margasatwa.
Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan 26 juta Ha. Hampir seluruh
lahan gambut yang ada di Indonesia tersebut sebagian besar terdapat di Sumatera
8,9 juta Ha yang berada di Pantai Timur, Pulau Kalimantan 6,3 juta Ha yang
berada di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, dan
Pulau Papua 10,9 juta Ha. Tanah gambut merupakan media yang kaya bahan
organik, kandungan bahan organik tanah gambut lebih dari 65%. Gambut
terbentuk akibat penumpukka n bahan-bahan organik atau sisa-sisa tanaman yang
terlalu cepat dibandingkan dengan proses dekomposisi yang terjadi, hal ini terjadi
karena tanah gambut selalu tergenang oleh air atau jenuh air, hal ini membuat
sedikit jumlahnya bila dibandingkan dengan mikroorganisme yang besifat aerob
(Suhardi, 2000).
Dengan perhatian yang besar terhadap lahan gambut maka menimbulkan
sebuah dampak yaitu terjadinya degradasi pada lahan gambut akibat pembukaan
lahan gambut yang tidak terkendali dan tidak sesuai dengan ketetapan tentang
keseimbangan lingkungan. Untuk menghijaukan kembali dan mengembalikan
fungsi lahan gambut yang telah terbuka maka diperlukan suatu inovasi yang dapat
mempercepat kegiatan penghijauan kembali lahan gambut atau terdegradasi.
Melihat keadaan lingkungan di masa depan yang amat terbatas kemampuannya
untuk menghasilkan berbagai barang dan jasa, maka plasma nutfah yang tahan
dengan berbagai lingkungan yang kurang menguntungkan di daerah gambut
merupakan aset nasional yang penting bagi pembangunan masa depan.
Karena pH dan kandungan hara tanah gambut yang rendah biasanya dalam
usaha pertanian perlu ditambahkan secara intensif penggunaan pupuk yang
mengandung unsur K, Ca, Mg, P dan N, unsur Ca dan Na untuk menaikan pH.
Pada umumnya hanya lahan dasarnya (mineral) yang digunakan untuk pertanian,
sedang lapisan gambutnya secara berangsur-angsur dihilangkan dengan berbagai
cara, misalnya dibakar atau diaduk dengan tanah pada waktu dibajak
(Atmawigjaja, 1988).
Keragaman pemanfaatan gambut baik secara eks situ maupun in situ telah
berdampak pada lingkungan dan sekaligus turut merubah sifat-sifat gambut. Oleh
karena itu, kuantifikasi dampak pemanfaatan gambut perlu diungkap agar dalam
menyelaraskan antara kepentingan berbasis nilai manfaat ekonomis dengan nilai
fungsi ekologis gambut sebagai suatu aset budidaya.
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian yang akan dilaksanakan Tanah gambut
Meningkatkan unsur hara tanah
Meningkatkan pertumbuhan tanaman Dekomposisi cepat
Pemilihan jenis fungi dekomposer
Usaha mempercepat dekomposisi Dekomposisi
lambat
Usaha reboisasi kurang berhasil
Masalah Unsur hara dan pH
rendah
Fungi Bakteri
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk menentukan laju dekomposisi gambut oleh fungi sebagai dekomposer.
2. Untuk mengetahui peningkatan pertumbuhan meranti batu dengan pemberian
jenis fungi yang berbeda.
Manfaat Penelitian
Fungi yang mempunyai kemampuan yang cepat dalam proses dekomposisi
bahan organik tanah gambut diharapkan dapat digunakan pada skala lapang,
sehingga unsur hara cepat tersedia di tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
tanaman di tanah gambut.
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut akan mengakibatkan
perbedaan dalam kecepatan dekomposisi tanah gambut.
2. Pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut sebagai media tanam
meranti batu akan mengakibatkan perbedaan pada pertumbuhan tinggi batang,
diameter batang dan luas daun Meranti Batu (Shorea platycldos).
KONDISI UMUM
Penelitian dilakukan di 2 tempat yaitu di Laboratorium Bioteknologi,
Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan,
untuk kegiatan pengembangbiakan fungi dan pembuatan media starter selama 2
bulan dan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Selama 4 bulan untuk kegiatan pengamatan laju dekomposisi tanah gambut dan
tanah gambut diambil di kawasan hutan yang terletak di Desa Sei Siarti,
Kecamatan Panai Tengah, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Desa Sei
Siarti berbatasan langsung dengan kecamata Kampung Rakyat, Provinsi Riau dan
Kecamatan Panai Hulu. Sumatera Utara.
Kabupaten Labuhan Batu dengan Ibu kota Rantau Prapat, merupakan
salah satu daerah yang terletak di kawasan pantai timur Sumatera Utara. Secara
geografis Kabupaten Labuhan Batu berada pada koordinat 1026’00” LU dan
97007’00” BT dengan ketinggian 0 – 2.151 mdpl.
Secara administratif, Kabupaten Labuhan Batu menempati area seluas
922.318 Ha yang terdiri dari 22 Kecamatan dan 242 Desa. Ibu kota Kabupaten
Labuhan Batu (Rantau Prapat) dengan ibu kota Provinsi Sumatera Utara (Medan)
berjarak sejauh ± 300 Km, dan dapat ditempuh dalam jangka waktu 7-8 jam
melalui jalur darat, dapat ditempuh dengan mobil dan kereta api. Sungai Bilah dan
sekitarnya terletak di dalam zona iklim Indo – Australia yang bercirikan suhu,
kelembaban dan curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Musim hujan
berlangsung dari bulan November sampai dengan bulan Juni, dan musim kemarau
dari dimulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Oktober. Selama musim hujan,
curah hujan bulanan rata-rata mencapai 130 – 301 mm, jumlah hari hujan
terbanyak yaitu pada bulan Januari dan Desember antara 10 – 16 hari hujan per
bulan.
Ketebalan tanah gambut yang terdapat di Desa Sei Siarti adalah berkisar
antara 5 - 7 m. Pemanfaatan gambut berdasarkan kedalamannya dibedakan atas:
1. Daerah bergambut dengan ketebalan 0 – 1 m, dapat digunakan sebagai
2. Daerah bergambut dengan ketebalan < 2 m, dapat digunakan sebgai lahan
pertanian kering.
3. Daerah bergambut dengan ketebalan antara 2 – 6 m, dapat digunakan
sebagai bahan bakar tenaga uap dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi
TINJAUAN PUSTAKA
Pengenalan Fungi
Fungi Pelapuk Kayu
Dekomposisi kayu/tanaman adalah bagian terpenting dalam siklus karbon
di alam. Proses dekomposisi disebabkan oleh fungi, insekta yang menggunakan
kayu sebagai makanan atau shelter. Kandungan Lignin dalam kayu menjadi bahan
utama untuk proses dekomposisi enzim dari selulosa dan hemiselulosa. Pada
prinsipnya, kayu mengandung bahan organik tertinggi, dan kayu tidak dapat
dipisahkan dari tanaman yang selalu mengikuti siklus dan proses fotosintesis
alam. Ketika kayu sudah mati, maka fungi dan organisme pengurai lainnya
berperan dalam penguraian bahan kayu tersebut melalui proses biosintetik dan
biodekomposisi. Istilah dekomposisi dan degradasi disini digunakan lebih
menekankan pada proses konversi satu atau lebih struktur polimer dari kayu
menjadi partikel atau struktur yang lebih sederhana (Murtihapsari, 2008).
Pelapukan oleh Fungi Pembusuk Cokelat
Pelapukan yang disebabkan oleh fungi ini mengakibatkan terjadinya
degradasi polisakarida yang agak selektif dan juga lignin menjadi sasaran
utamanya. Dalam kayu yang mengalami pembusukan cokelat berat, kerangka
lignin tetap utuh. Penembusan kayu oleh hifa terjadi melalui jari-jari, kemudian
menyebar ke noktah kayu kemudian menembus dinding-dinding sel dengan cara
melubangi atau melalui mikrohifa. Hifa yang tumbuh dalam lumina sel sangat
berdekatan dengan dinding tersier. Meskipun diketahui terdapat berbagai gejala
mungkin saja kantong-kantong pelapukan mendapatkan lisis karbohidrat di dalam
dinding-dinding sekunder (Murtihapsari, 2008).
Pelapukan oleh Fungi Pembusuk Putih
Fungi pembusuk putih menyerang kayu lunak dan terutama kayu keras
dengan pilihan pada lignin. Ada beberapa enzim-enzim pendegradasi lignin
berkembang biak dan enzim-enzim untuk mendegradasi pectin, poliosa dan
bahkan selulosa. Hifa fungi-fungi mesuk ke dalam jaringan kayu melalui selaput
noktah dan melalui dinding-dinding sel dengan membentuk lubanglubang
pengeboran. Dalam kayu akar spruce dapat dilihat bahwa hifa Heterobasidion
annosum cenderung tumbuh dari jari-jari floem masuk ke dalam jari-jari kayu dan
dari sini kearah lateral masuk ke dalam trakeid di dekatnya (Peek dkk, 1972)
dalam (Murtihapsari, 2008).
Pelapukan oleh Fungi Pembusuk Lunak
Fungi pembusuk lunak mengandung enzim-enzim yang mendegradasi
semua komponen dinding sel. Fungi ini berbeda dari fungi pembusuk coklat dan
pembusuk putih karena tumbuh terutama di dalam dinding-dinding sel. Kayu
diserang oleh hifa yang tumbuh melalui jari-jari dan pembuluh, dapat menembus
ke dalam lumina trakeid atau serabut-serabut. Sedikit pembusuk lunak yang dapat
menyerang dinding tersier trakeid kayu lunak, sedangkan pada umumnya
dinding-dinding tersier mudah diserang. Degradasi bahan dinding-dinding dapat dilihat dengan
kenampakan zona lisis pada kedua sisi hifa. Penyerangan dinding-dinding
sekunder, terutama pada trakeid kayu lunak, lubang-lubang kecil atau lubang hifa
dinding-dinding sel pertumbuhanpertumbuhan hifa mengikuti arah fibril-fibril dan
memproduksi lubang besar yang khas (Murtihapsari, 2008).
Secara umum pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh substrat, kelembaban,
suhu, derajat keasaman substrat (pH), dan senyawa-senyawa kimia di
lingkungannya.
1. Substrat, merupakan sumber unsur hara utama bagi fungi, substart
ini baru dapat dimanfaatkan oleh fungi setelah fungi
mengekskresikan enzim-enzim ekstraseluler, enzim ini dapat
menguraikan senyawa-senyawa yang lebih sederhana.
2. Kelembaban, faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi,
fungi dapat hidup dalam kisaran kelembaban udara 70-90%.
3. Suhu, kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan fungi
tergantung dari masing-masing jenis fungi, karena setiap fungi
memiliki kriteria suhu sendiri yang baik bagi perkembangan spora.
4. Derajat keasaman lingkungan, pH substrat sangat penting untuk
pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanyan akan
menguraikan suatu substrat sesuai dengan aktifitasnya pada pH
tertentu yaitu umumnya berada pada pH di bawah 7.
5. Bahan kimia, banyak bahan kimia yang terbukti dapat mencegah
pertumbuhan fungi, sehingga banyak digunakan oleh manusia
sebagai pembasmi fungi (Sutedjo dkk,1991).
Deskripsi Jenis Fungi Dekomposer
Ada beberapa jenis fungi yang tergolong ke dalam jenis fungi dekomposer
1. Curvularia sp.
Kingdom : Fungi
Divisio : Ascomycota
Sub-divisio : Deuteromycotina
Clas : Euascomycetes
Ordo : Pleosporales
Famili : Pleosporaceae
Genus : Curvularia (Doctorfungus, 2007)
Curvularia adalah fungi dematiaceous yang berserabut. Di daerah tropis
atau subtropis, kebanyakan spesies Curvularia adalah patogen fakultatif yang
banyak terdapat di tanah, tumbuhan sereal, dan di daerah yang beriklim sedang
hanya sedikit yang ditemukan. Selain menjadi kontaminan, Curvularia dapat
menyebabkan infeksi pada manusia dan hewan (Doctorfungus, 2007).
Bentuk Makroskopik Curvularia sp.
Curvularia berkembang cepat pada media Potato Dekstrose Agar (PDA)
pada suhu 25° C, dan menghasilkan koloni berupa wol. Pada awalnya warna
permukaan koloni fungi, adalah putih ke abu-abu sampai kemerah-merahan dan
beralih ke cokelat atau hitam setelah koloni dewasa. Dan warna belakang pada
medianya adalah bewarna coklat gelap hingga hitam (Doctorfungus, 2007).
2. Aspergillus sp.
Kingdom : Fungi
Divisio : Eumycota
Clas : Plectomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Eurotiaceae
Genus : Aspergillus (Doctorfungus, 2007).
Aspergillus adalah fungi yang berserabut, kosmopolitan dan dapat
temukan dimana-mana, antara lain dari isolasi tanah, sisa-sisa tanaman, dan
lingkungan udara serta di dalam ruangan. Sementara di beberapa negara hanya
beberapa fungi Aspergillus spp yang telah di golongkan ke dalam teleomorphic
dan yang lain-lainnya di golongkan menjadi mitosporic, dan tanpa diketahui
produksi spora seksualnya (Doctorfungus, 2007).
Bentuk Makroskopik Aspergillus sp.
Bentuk makroskopik adalah bentuk yang dapat dilihat dengan kasat mata
yang merupakan hal utama dalam identifikasi suatu spesies, antara lain adalah
tingkat pertumbuhan, warna koloni, dan ketahanan terhadap suhu. Bentuk koloni
Aspergillus memiliki ciri berupa berbulu halus yang menyerupai serbuk di atas
permukaannya. Warna permukaan dapat bervariasi, tergantung pada spesies, dan
sebagian besar isolat memiliki warna kuning pucat dan kuing tua pada bagian
belakang atau bagian bawah dari cawan Petri. Namun, pada jenis Aspergillus
nidulans terdapat warna ungu pada daerah di sekitar warna kuning lansat, dan
pada Aspergillus versicolor terdapat warna oranye pada daerah di sekitar warna
ungu. Aspergillus memiliki suatu koloni yang unik yaitu koloni Aspergillus
fumigatus yang merupakan fungi sangat toleran terhadap suhu dan dapat tumbuh
3. Penicillium sp.
Kingdom : Fungi
Divisio : Eumycota
Sub-divisio : Ascomycotina
Clas : Plectomycetes
Ordo : Eurotiales
Famili : Euroticeae
Genus : Penicillium (Doctorfungus, 2007).
Bentuk Makroskopik Penicillium sp.
Koloni Penicillium adalah koloni yang cepat tumbuh dengan stekstur,
datar, berserabut, dan beludru, berupa wol, atau kapas. Pada awalnya warna
koloni-koloni bewarna putih kemudian berubah warna menjadi berwarna biru dan
hijau, abu-abu hijau, abu-abu kuninglansat, kuning atau merah muda. Dapat
tumbuh pada suhu 250 - 370 C (Doctorfungus, 2007).
4. Trichoderma sp.
Kingdom : Fungi
Divisio : Amastigomycota
Sub-divisio : Deuteromycotina
Clas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Trichoderma adalah fungi berserat yang penyebarannya terdapat secara
luas di dalam tanah, vegetasi yang membusuk, dan kayu. Fungi ini dapat
berkembang dengan baik pada suhu 25-30° C, tapi tidak akan dapat tumbuh pada
suhu di atas 35° C. Pada awalnya koloni berbentuk transparan terutama pada
media seperti agar-agar tepung jagung atau lebih putih pada media agar-agar
kentang (PDA). Miselium biasanya tidak jelas pada agar-agar tepung jagung,
bentuk konidia biasanya dalam satu minggu sudah terbentuk dan berkumpul
seperti gumpalan yang padat dengan warna hijau atau kuning (Wikipedia, 2009)
Deskripsi Perombakan Bahan Organik
Bahan organik tersusun dari atas bahan-bahan yang sangat beraneka
berupa zat yang berada dalam jaringan tumbuhan dan hewan. Penyusun organik
jaringan tumbuhan menjadi 6 kategori besar:
1. Selulosa yang merupakan penyusun kimiawi terbanyak dengan jumlah
15-60% berat kering.
2. Hemiselulosa 10-30%.
3. Lignin 5-30%
4. Fraksi yang larut air sebanyak 5-30% mencakup gula, asam amino, dan
asam alifatik.
5. Fraksi yang larut dalam larutan eter dan alkohol dalam jumlah yang
sedikit, terdiri atas lemak, lilin, damar, dan sejumlah pigmen.
6. Protein dalam jumlah terbatas tempat N dan S tumbuhan banyak berada di
Fase Perombakan Bahan Organik
Perombakan bahan organik dibedakan menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase biokimia awal yang terjadi di sekitar jaringan makhluk yang
mati. Proses biokimia berlangsung dengan hidrolisis dan oksidasi.
Hidrolisis memecahkan secara parsial senyawa amilum menjadi
gula dan protein menjadi peptida dan asam amino. Oksidasi
menguraikan senyawa cincin fenol menjadi senyawa yang
memiliki warna (daun dan jerami berubah warna).
2. Pemecahan mekanik menjadi bagian-bagian kecil oleh meso-dan
makrofauna dengan gigitan, kunyahan, dan cernaan.
3. Penguraian mikrobiologi oleh semua organisme heterotrofik dan
saprofik, baik flora maupun fauna. Proses yang terlibat adalah
enzimatik dan oksidasi. Penguraian enzimatik senyawa rumit
menjadi yang lebih sederhana sebagian digunakan organisme untuk
membangun tubuh, akan tetapi terutama digunakan sebagai sumber
energi (Schroeder, 1984) dalam (Bastoni, 1999).
Kecepatan bahan-bahan tanaman didekomposisi dipengaruhi oleh:
1. Kandungan lignin dan lilin yang rendah
2. Kehadiran sejumlah supply nitrogen yang tersedia
3. Keadaan pH
4. Kelembaban
Manfaat Mikroba Bagi Kesuburan Tanah
Mikroba-mikroba tanah banyak yang berperan di dalam penyediaan
maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga unsur hara penting tanaman,
yaitu Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K) seluruhnya melibatkan aktivitas
mikroba tanah. Hara N sebenarnya tersedia melimpah di udara. Kurang lebih 74%
kandungan udara adalah N. Namun, N udara tidak dapat langsung diserap oleh
tanaman. Tidak ada satupun tanaman yang dapat menyerap N langsung dari udara.
N harus difiksasi/ditambat oleh mikroba tanah dan diubah bentuknya menjadi
tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dengan
tanaman dan ada pula yang hidup bebas di sekitar perakaran tanaman. Mikroba
penambat N simbiotik hanya bisa digunakan untuk tanaman leguminose saja,
sedangkan mikroba penambat N non simbiotik dapat digunakan untuk semua jenis
tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam penyediaan unsur hara
tanaman adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Hara P sedikit/tidak
tersedia bagi tanaman, karena terikat pada bahan organik yang sukar larut. Di
sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari
bahan organik dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali mikroba yang
mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp, Penicillium sp, Zerowilia
lipolitika, Pseudomonas sp, Bacillus megatherium var. Phosphaticum. Mikroba
yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga berkemampuan tinggi
dalam melarutkan K. Beberapa mikroba tanah juga mampu menghasilkan hormon
tanaman yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Hormon yang dihasilkan
oleh mikroba akan diserap oleh tanaman sehingga tanaman akan tumbuh lebih
Manfaat Mikroba Fungi bagi Tanaman
Fungi yang bermanfaat bagi tanaman disebut dengan Mikoriza. Istilah
mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti fungi (mykos =
miko) dan akar (rhiza). Fungi ini membentuk simbiosa mutualisme antara fungi
dan akar tumbuhan. Fungi memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana
(glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, fungi menyalurkan air dan hara tanah untuk
tumbuhan. Mikoriza merupakan
sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis
dengan rizoid (akar semu) fungi. Asosiasi antara akar tanaman dengan fungi ini
memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang
merupakan tempat fungi tersebut tumbuh dan berkembang biak. Fungi mikoriza
berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan
meningkatkan pertumbuhan (Hesti & Tata, 2009) dalam (Novriani & Madjid,
2009).
Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat
dikelompokkam ke dalam tiga tipe :
1. Ektomikoriza
Ektomikoriza mempunyai sifat antara lain akar yang kena infeksi
membesar, bercabang, rambut-rambut akar tidak ada, hifa menjorok ke luar dan
berfungsi sebagi alat yang efektif dalam menyerap unsur hara dan air, hifa tidak
masuk ke dalam sel tetapi hanya berkembang diantara dinding-dinding sel
2. Ektendomikoriza
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza
yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa
jaringan, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya.
Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan.
3. Endomikoriza
Endomikoriza mempunyai sifat-sifat antar lain akar yang kena infeksi
tidak membesar, lapisan hifa pada permukaan akar tipis, hifa masuk ke dalam
individu sel jaringan korteks, adanya bentukan khusus yang berbentuk oval yang
disebut Vasiculae (vesikel) dan sistem percabangan hifa yang disebut arbuscules
(arbuskul) (Brundrett, 2004).
Mikoriza dikenal dengan fungi tanah karena habitatnya berada di dalam
tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai
fungi tanah juga biasa dikatakan sebagai fungi akar. Keistimewaan fungi ini
adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
terutama Phosphates (P). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis
mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan maupun
tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini. Infeksi ini antara
lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Dilain
pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya (karbohidrat dan
keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Syib’li, 2008) dalam (Novriani &
Mikoriza berpengaruh terhadap:
1. Adanya peningkatan absorpsi hara, sehingga waktu yang
diperlukan untuk mencapai akar lebih cepat.
2. Meningkatkan toleransi terhadap erosi, pemadatan, keasaman,
salinitas.
3. Melindungi dari herbisida.
4. Memperbaiki agregasi partikel tanah (Rao, 1994).
Deskkripsi Tanah Gambut
Tanah gambut terbentuk dari bahan organik dari tanaman-tanaman yang
tergenang air yang terurai secara lambat. Gambut yang terbentuk terdiri atas
berbagai bahan organik tanaman yang membusuk dan terdekomposisi pada
berbagai tingkatan. Ciri-ciri khas dari lahan gambut adalah mempunyai
kandungan bahan organik yang sangat tinggi lebih dari 65%. Gambut yang terjadi
di daerah-daerah hutan rawa kandungan haranya rendah, pH rendah sekali atau
asam sekali (gambut oligotrop), gambut akan mengkerut apabila keadaannya
menjadi kering, permukaannya akan turun, ketebalan berkurang, dan mudah
terbakar. Kedalaman lahan gambut dapat mencapai lebih dari 15 m. Umumnya,
kawasan gambut berbentuk kubah yang tebal pada bagian tengah dan menipis
pada bagian tepi yang biasanya terdapat pada daerah-daerah pinggiran sungai atau
tanah gambut berada diantara dua buah aliran sungai. Ketebalan gambut
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan di sekitar lahan gambut sendiri, dibeberapa
rawa yang berada pada ketinggian 1 - 2 m dari permukaan laut, dan di wilayah
Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan menjadi 4 yaitu
gambut seratan (gambut mentah yang paling sedikit terombak atau fibrik), gambut
lembaran (folik) yang terdiri atas dedaunan dan ranting-ranting yang terombak
sebagian (merupakan busukan atau seresah), gambut hemik (terombak sedang),
dan gambut saprik (terombak paling matang) (Darmawijaya, 1980).
Tanah gambut Indonesia mempunyai pH berkisar antara 2.8 - 4.5 dengan
ketersediaan unsur-unsur makro, N, P, K serta sejumlah unsur mikro pada
umumnya juga rendah. Gambut Indonesia memiliki karbohidrat yang sangat
rendah, dan sifatnya berbeda dengan gambut yang berada di daerah subtropis.
Lahan gambut di Indonesia pada umumnya telah diusahakan sebagai lahan
pertanian oleh penduduk lokal, bahkan akhir-akhir ini pembukaan lahan gambut
meningkat akibat kebutuhan untuk ekstensifikasi usaha pertanian tanaman pangan,
hortikultura dan perkebunan (Darmawijaya, 1980).
Karakteristik Gambut
Gambut mempunyai karakteristik yang khas yang tidak dimiliki oleh jenis
tanah yang lain. Sifat fisik yang dimiliki tanah gambut adalah mampu menyerap
air yang sangat tinggi. Sebaliknya apabila dalam kondisi yang kering (kering
berkelanjutan), gambut sangat ringan dengan berat volume yang sangat rendah
(0,1 - 0,2 g/cm3) dan mempunyai sifat hidrofobik (sulit) menyerap air dan akan
mengambang apabila terkena air. Pada kondisi demikian gambut dapat mengalami
amblesan (subsidensi) dan mudah terbakar. Sedangkan sifat kimianya, gambut
sangat tergantung pada jenis tumbuhan yang membentuk gambut, keadaan tanah
dasarnya, pengaruh luar (seperti endapan sungai/banjir, endapan vulkanis) dan
(1). Sifat dan asal tanaman yang terombak dan
(2). Tingkat dekomposisi (Noor, 2004).
Deskripsi Pohon Banio / Meranti Batu (Shorea platyclados)
Taksonomi dan Penyebaran Shorea platyclados
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Clas
Ordo : Periatales
Famili
Genus : Shorea
Sub genus : Red Shorea
Species : Shorea platycladosv.Slooten exFoxw (Arkive, 2009)
Shorea platyclados memiliki beberapa nama, dalam bahasa Indonesia
dikenal dengan nama banio, nama meranti batu (Sumatera Utara), meranti
cingham (Sumatera Bagian Timur), ketir (Klimantan Selatan), meranti bukit
(Malaysia) dan umumnya dikenal dengan meranti merah tua, karena warna dari
kayunya yang merah tua ( Newman dkk, 1996) dalam (Irmayuni, 2004).
Penyebaran S. platyclados meliputi Semenanjung Malaysia, Sumatera,
Sarawak (Lembah Rajung kea rah timur laut), Brunei, Sabah, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Jenis ini banyak ditemukan di hutan
pegunungan dataran tinggi hingga 1800 mdpl di Sumatera ( Newman dkk, 1996)
Morfologi
Bunga memiliki daun mahkota kuning pucat, benang sari berjumlah 15.
Kelopak buah memiliki tiga sayap panjang dan sayap pendek. Sayap panjang
berukuran 5,2 – 8,3 cm x 0,9 – 1,5 cm dan sayap pendek 1,9 – 5,8 cm x 0,3 – 0,8
cm. Buah berukuran 7 – 16 mm x 6 – 12 mm. Ranting berbentuk pipih. Tangkai
daun berukuran 0,9 – 2 cm. Daun berbentuk lanset dengan ukuran 6,1 – 13,1 cm x
6 – 13,1 cm x 2,2 – 4 cm. Pada bagian perakaran terdapat banir yang tinggi
mencapai 4 m dan membentang. Permukaan pepagan merah tua hingga coklat,
berlekah sempit dan dalam, lekahan-lekahan mencapai panjang 1 m, lebar 2 cm,
dan dalamnya mencapai 1,5 cm, bewarna coklat, pepagan dalam berserat, coklat
merah di sebelah luar hingga coklat kuning pada cambium, kayu gubal cukup
keras, kuning jerami, kayu teras merah tua hingga merah. Sistem perkaran dalam,
dengan banyak akar utama melandas membentuk pohon yang sangat kokoh dan
tahan akan tiupan angin ( Newman dkk, 1996) dalam (Irmayuni, 2004).
Pohon dari marga Dipterocarpaceae mendominasi dataran hutan hujan
tropis Asia Tenggara, dan batang yang lurus, tinggi bebas cabang (TBC) yang
tinggi dan kayu yang keras menjadikan kayu ini menjadi favorit dan banyak di
eksploitasi, Pohon-pohon dari genus Shorea dianggap terbesar dari marga
Dipterocarpaceae dan paling penting dalam hal nilai ekonomis. Spesies banio
atau meranti batu ini adalah salah satu dari beberapa spesies Shorea, yang telah
dikelompokkan ke dalam Subgenus Red shorea, yang umum dikenal sebagai
meranti merah tua, karena warna kayunya yang merah tua. Kelompok ini ditandai
dengan pohon yang besar dan tinggi mencapai ketinggian 70 m, dengan batang
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Rumah kaca,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, dengan menggunakan sampel
gambut Fibrik yang diambil di Desa Sei Siarti, Kecamatan Panai Tengah,
Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan dari bulan
Juni sampai Desember 2009.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah tanah gambut fibrik, fungi (Aspergillus sp,
Penicillium sp, Trichorderma sp, Curvularia sp), PDA (Potato Dextro Agar),
jagung, air steril, dektrosa, alkohol 70%, kloroks 1% , aluminium foil, tissue,
kertas label. Peralatan yang digunakan yaitu: cangkul, kantong plastik besar, goni
plastik, cawan Petri, beaker glass, tabung reaksi, gelas ukur, mikroskop cahaya,
spatula, jarum Ose, timbangan analitik, bunsen, autoklaf, oven, laminar air flow,
gunting, kamera digital, kaca objek dan kalkulator, dan alat-alat tulis.
Metode
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5
perlakuan yaitu:
1. A0= Kontrol
2. A1= Curvularia sp.
3. A2= Aspergillus sp.
4. A3= Penicillium sp.
Dengan ulangan sebanyak 3 kali sehingga didapat 15 unit percobaan.
Model matematika yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Yij= μ + δi + εij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan ulangan ke-i dan perlakuan ke-j
μ = Nilai tengah
δi = Pengaruh ulangan ke-i
εij = Galat ulangan ke-i dan perlakuan ke-j.
Selanjutnya jika berpengaruh nyata maka dilakukan analisis data dengan
uji DMRT (Duncan Multyple Range Test).
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahapan pengerjaan yaitu
sebagai berikut :
1. Pembuatan Media PDA (Potato Dextrose Agar)
Media pembiakan fungi berupa PDA (Potatoe Dextrose Agar) dibuat dari
bahan-bahan yang terdiri dari kentang , gula, agar-agar, dan aquadest. Untuk
membuat larutan media sebanyak 1 liter, maka dibutuhkan 200 g kentang yang
sudah dikupas, 20 g gula, 20 g agar-agar dan 1 liter aquadest. Kentang yang sudah
dikupas dipotong kecil-kecil kemudian direbus dengan 800 ml aquadest sampai
kentang menjadi empuk, kemudian kentang disaring dan air rebusan kentang
dipisahkan. Agar-agar dan gula dextrose dilarutkan dengan 200 ml air kemudian
kemudian diukur volumenya dan apabila belum mencapai 1 liter maka
ditambahkan aquadest secukupnya sehingga volumenya menjadi 1 liter. Setelah
itu larutan kembali dipanaskan sampai mengental. Apabila larutan sudah
mengental maka dituangkan ke dalam labu Erlenmeyer sampai memenuhi
setengah dari volume Erlenmeyer dan dindinginkan. Larutan media PDA yang
telah dindinginkan kemudian disterilkan dalam autoklaf selama 15 menit pada
suhu 121oC dan tekanan 15 psi. Selanjutnya peralatan seperti labu Erlenmeyer,
dan cawan Petri disterilkan dalam oven selama satu jam atau lebih pada suhu
180oC.
2. Pembiakan Fungi Dekomposer
Untuk pemindahan PDA yang dalam Erlenmeyer ke cawan Petri, maka
PDA yang beku dipanaskan kembali sampai mencair lalu dimasukkan kedalam
cawan Petri sampai semua dasar cawan tertutupi oleh PDA, dan pada pemindahan
PDA kedalam cawan Petri jangan sampai terkontaminasi, lalu dibiarkan dingin
dan membeku, setelah PDA yang di dalam cawan Petri dingin maka dilakukan
pemindahan fungi ke dalam cawan Petri. Pemindahan fungi dilakukan dengan
menggunakan jarum Ose yang steril dan di dekat api bunsen agar tidak
terkontaminasi, lalu ditutup dan direkat dengan menggunakan lakban agar tidak
mudah terbuka dan dibiarkan sampai misellium fungi tumbuh dan bekembang
Gambar 2. Curvularia sp. Keterangan: A. Gambar permukaan fungi sedangkan B. Gambar belakang fungi pada umur 14 hari di media PDA.
Gambar 3. Aspergillus sp. Keterangan: A. Gambar permukaan fungi sedangkan B. Gambar belakang fungi pada umur 14 hari di media PDA.
Gambar 4. Penicillium sp. Keterangan: A. Gambar permukaan fungi sedangkan B. Gambar belakang fungi pada umur 14 hari di media PDA.
A B
B A
Gambar 5. Trichorderma sp. Keterangan: A. Gambar permukaan fungi sedangkan B. Gambar belakang fungi pada umur 14 hari di media PDA.
3. Pembuatan Media Starter
Sebelum fungi di pindahkan ke dalam polibag maka terlebih dahulu fungi
di pindahkan ke media starter dengan menggunakan jagung. Cara pembuatannya
sebagai berikut: jagung yang sudah tua dicuci dengan menggunakan air sampai
bersih, kemudian jagung dikukus selama 50 menit lalu dindinginkan, kemudian
jagung ditimbang sebanyak 200 gram per masing-masing kantong plastik,
kemudian jagung disterilkan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 1210C
dengan tekanan 15 psi selama 30 menit dan dibiarkan dingin, setelah dingin lalu
di masukkan fungi yang telah dibiakkan pada cawan Petri ke dalam media starter
dan pemindahan fungi ke media starter harus setril, kemudian diikat dan dibiarkan
sampai misellium berkembang pada jagung. Media stater dibuat lebih banyak bila
terkontaminasi dapat dipakai starter cadangan.
4. Pengambilan Tanah Gambut dan Penyiapan Polibag
Sampel tanah gambut yang diambil adalah tanah gambut yang bahan
vegetatif aslinya masih dapat diidentifikasi, dan paling sedikit mengalami B
dekomposisi yang sering disebut dengan tanah gambut Fibrik, kemudian tanah
gambut ditimbang dengan seberat 2 kg per polibag, untuk di masukkan ke dalam
masing-masing polibag yang telah disediakan atau sebanyak 20 polibag.
5. Penanaman Bibit Meranti Batu
Bibit meranti batu ditaman ke dalam polibag yang telah berisi dengan
tanah gambut. Penanaman dilakukan dengan cara membuka dan membuang
polibag yang lama, serta membuang sebagian tanah yang melekat pada bagian
bawah akar.
6. Aplikasi Fungi ke Tanah Gambut
Fungi yang tumbuh dan berkembang pada media starter langsung di
pindahkan ke tanah gambut di dalam polibag yang telah disiapkan sebelumnya.
Pemindahan dilakukan dengan cara mencampurkan fungi dengan tanah gambut
sehingga merata antar fungi, tanah dan kayu. Kemudian polibag diberi label sesuai
dengan jenis fungi yang diaplikasikan dan nomor ulangannya. Tanah gambut
penelitian ini diletakkan di rumah kaca untuk dilakukan pengamatan.
7. Pemeliharaan
Pemeliharaan di lakukan setelah bibit dan fungi di tanam pada
polibag. Pemeliharaan yang di lakukan berupa penyiraman, penyiraman
dilakukan 1 kali dalam 1 hari dan dilakukan pada sore hari, apabila cuaca
sangat panas maka penyiraman dilakukan 2 kali sehari yaitu pada waktu
pagi dan sore hari. Banyak air yang disiramkan mencapai kejenuhan pada
polibag.
8. Variabel yang diteliti
Variabel yang diteliti terdiri dari 2 bagian yaitu:
1. Laju Dekomposisi Gambut.
Pengambilan data pertama, dilakukan setelah 2 bulan aplikasi
fungi ke tanah gambut, dan pengambilan data berikutnya dilakukan
sekali dalam 14 hari sampai pengambilan data ke 4.
Cara pengambilan data adalah dengan cara menimbang berat
tanah awal dan berat tanah setelah kering oven. Pengovenan dilakukan
dengan suhu 1050 C selama 24 jam.
2. Pengukuran Parameter Shorea platyclados yaitu:
Pengukuran parameter terdiri dari beberapa parameter yang di
amati yaitu:
• Tinggi Batang
Pengukuran tinggi batang dilakukan sekali dalam jangka
ke tanah gambut, dengan menggunakan penggaris dengan
panjang 1 m.
Cara pengambilan data adalah pertama dibuat sebuah ajir
kecil yang ditancapkan dekat dengan batang tanaman.
• Diameter Batang
Pengukuran diameter batang dilakukan sekali dalam
jangka waktu 14 hari setelah bibit ditanam, dan
pengaplikasian fungi ke tanah gambut, dengan menggunakan
kalifer manual.
• Luas Daun.
Pengukuran luas daun dilakukan pada akhir penelitian,
dengan menggunakan Autocad 2006. Daun yang di ambil
adalah daun yang telah berkembang sempurna, dan kedudukan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Laju Dekomposisi Bahan Organik Tanah Gambut (g)
Nilai rata-rata hasil laju dekomposisi bahan organik tanah gambut pada
masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 1 (Lampiran 1).
Tabel 3. Hasil Uji Duncan Multiply Range Test
Jenis Fungi Rataan Hasil DMRT
Curvularia sp Aspergillus sp Trichoderma sp Penicillium sp
Kontrol
11.07 11.80 11.99 12.57 12.99
a b c c c
Ket: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut UDMRT pada taraf 5%.
Dari hasil uji Duncan di atas, dapat dilihat bahwa pemberian jenis fungi
Curvularia sp, memberikan pengaruh yang nyata pada laju dekomposisi bahan
organik tanah gambut. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis fungi yang
yang dapat teruraikan. Hasil analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 2
(Lampiran 1).
Hasil keseluruhan dari pemberian fungi pada tanah gambut dapat dilihat
bahwa, rata-rata laju dekomposisi tanah gambut pada pemberian jenis fungi
Curvularia sp adalah jenis fungi yang paling banyak menguraikan bahan organik
tanah gambut, dengan jumlah bahan organik yang terurai atau terdekomposisi
adalah sebanyak 38.93 g dari 50 g tanah gambut, dan rata-rata bahan organik
tanah gambut yang tersisa seberat 11.07 g. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian
jenis fungi yang berbeda sebagai dekomposer, akan berpengaruh kepada jumlah
bahan organik yang dapat teruraikan. Perbedaan jumlah bahan organik yang dapat
diuraikan oleh dekomposer tergantung dari jenis dekomposernya serta fungsi
dekomposer itu sendiri, dan di dalam penelitian ini adalah Fungi yang
menyebabkan berat bahan organik menjadi turun.
Dari data hasil penelitian diduga bahwa, Fungi Curvularia sp adalah fungi
yang dapat menguraikan lignoselulosa yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin jika
dibandingkan dengan Apergillus sp, Trichoderma sp dan Penicillium sp yang Gambar 7. Grafik Rata-rata Laju Dekomposisi Tanah Gambut dengan Pemberian
merupakan sejenis fungi pendegradasi selulosa dan hemi selulosa. Sumarsih
(2003) menyatakan selama proses dekomposisi, terjadi proses oksidasi
biokonversi oleh berbagai kelompok mikroba. Mikroba yang berperan dalam
proses dekomposisi mulai dari bakteri, protozoa dan fungi. Peranan mikroba yang
bersifat lignoselulotik sangat besar pengaruhnya pada proses dekomposisi sisa
tanaman yang banyak mengandung ligoselulosa.
Dari referensi yang dikemukakan oleh Deacon, (2004) dalam Priadi
(2005) Selulosa adalah komponen terbesar dari struktur kayu 40-50 % berat kayu,
hemiselulosa dalam kayu adalah sekitar 25-40 % berat kayu dan kandungan lignin
dalam kayu berkisar antara 20-35 %.
Menurut Rowell (2006) dalam Renhartjemi (2009), bahwa fungi
pembusuk menyerang kayu, melalui adanya enzim yang masuk ke hemiselulosa
pada dinding sel kayu, dimana hemiselulosa merupakan sumber energi untuk
perkembangannya melalui reaksi kimia oksidasi. Sehingga dinding sel kayu
melemah dan akhirnya mempengaruhi kekuatan kayu dan berat kayu menjadi
menurun. Fungi dengan hipanya masuk kayu melalui dinding sel dan berpindah
dinding sel kayu melalui penetrasi. Hipa tersebut mengeluarkan enzim yang
kemudian membusukan komponen kimia kayu yang ada di dinding sel kayu yang
kemudian mendegradasi kimia kayu menjadi komponen yang larut dan akhirnya
menjadi senyawa-senyawa kimia sederhana yang dimasuk kedalam metabolisme
organisme.
Menurut Murtihapsari (2008) Fungi yang biasa menyerang dan
• Pembusuk cokelat (brown-rot), genera fungi dari Basidiomicetes, terutama
mendegradasi polisakarida kayu. Tetapi juga ada perubahan dan degradasi
tertentu yang ditemukan pada lignin. Akibatnya kayu menjadi coklat dan rapuh,
dan umumnya menyerang kayu lunak. Kekuatan mekanik fungi ini berkurang
setelah periode singkat inkubasi, dimana degradasi diikuti dengan penyusunan
longitudinal tak normal dan perubahan bentuk dinding sel.
• Pembusuk Putih (white-rot), fungi-fungi ini juga termasuk dalam genera
Basidiomycetes dan mendegradasi lignin, yang mengakibatkan kayu menjadi
putih dan lunak. Kebanyakan fungi ini menyukai jenis kayu yang keras.
• Pembusuk-lunak (soft-rot), Kelompok fungi yang termasuk dalam genera
Ascomycetes dan fungi imperfekti, yang dapat mendegradasi polisakarida dan
lignin, namun laju degradasinya masing-masing berbeda tergantung jenis
pembusuk lunaknya. Pembusuk kayu ini dapat ditemukan dalam kayu lunak
dan keras.
Sudiana & Rahmansyah (2002) menyatakan fungi perombak bahan organik
umumnya mempunyai kemampuan yang lebih baik dibanding bakteri dalam
mengurai sisa-sisa tanaman (hemiselulosa, selulosa dan lignin). Kelompok fungi
menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling nyata, yang dapat segera
menjadikan bahan organik tanah terurai menjadi senyawa organik sederhana, yang
berfungsi sebagai penukar ion dasar yang menyimpan dan melepaskan hara di
sekitar tanaman. Degradasi selulosa oleh mikrobia secara enzimatis merupakan
proses penguraian bahan organik secara biologi. Pelapukan akibat enzim
kompleks selulase yang dominan terjadi pada lapisan humus lantai hutan. Bakteri,
lingkup masing-masing keberadaanya dalam membentuk sistem degradasi ketika
mempercepat peluruhan bahan organik.
Laju Pertumbuhan Tinggi S. platyclados
Nilai rata-rata hasil laju pertumbuhan tinggi tanaman S. platyclados pada
masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 4 (Lampiran 1).
Tabel 6. Hasil Uji Duncan Multiply Range Test
Jenis Fungi Rataan Hasil DMRT
Aspergillus sp
Ket: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut UDMRT pada taraf 5%.
Dari hasil uji Duncan di atas terlihat bahwa Aspergillus sp memberikan
pengaruh yang berbeda nyata. Dari Tabel 4 (Lampiran 1) dapat dilihat bahwa
pertumbuhan S. platyclados pada pemberian jenis fungi Aspergillus sp lebih baik
pertumbuhannya, menghasilkan nilai rata-rata laju pertumbuhan terbesar yaitu
33.87 cm, sedangkan laju petumbuhan S. platyclados yang terkecil terdapat pada
kontrol yaitu 8.67 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis fungi yang
Pada Gambar 8 menunjukkan adanya perbedaan tinggi S. platyclados akibat
pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut sebagai media tanam. Hal
ini diduga karena adanya perbedaan dari jenis fungi dalam menyediakan unsur
hara bagi S. platyclados, dan kemampuan serta perbedaan enzim yang dikeluarkan
oleh fungi untuk mendekomposisikan tanah gambut yang kaya bahan organik
berupa selulosa, hemiselulosa dan lignin sehingga unsur hara jadi tersedia di
dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh S. platyclados untuk meningkatkan
pertumbuhannya.
Gambar 9. Perbedaan Tinggi Tanaman S. platyclados dengan Pemberian Jenis Fungi yang Berbeda. Ket dari kiri ke kanan: Aspergillus sp,
Curvularia sp, Kontrol, Penicillium sp, Trichoderma sp.
Hal ini diduga bahwa Aspergillus sp adalah salah satu fungi penambat
unsur hara makro seperti Nitrogen, (N), Fosfor (P), dan Kalium (K) yang sangat
berpengaruh besar terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu pada
pertumbuhan tinggi serta pertumbuhan tunas, cabang dan daun.
Sumarsih (2003) menyatakan bahwa mikroba-mikroba tanah banyak yang
berperan di dalam penyediaan maupun penyerapan unsur hara bagi tanaman. Tiga
unsur hara penting tanaman, yaitu Nitrogen (N), fosfat (P), dan kalium (K)
seluruhnya melibatkan aktivitas mikroba. Mikroba dapat melarutkan fosfat apabila
tercukupi N. Unsur N harus ditambat oleh mikroba dan diubah bentuknya menjadi
tersedia bagi tanaman. Mikroba penambat N ada yang bersimbiosis dan ada pula
digunakan untuk semua jenis tanaman. Mikroba tanah lain yang berperan di dalam
penyediaan unsur hara adalah mikroba pelarut fosfat (P) dan kalium (K). Bahan
organik banyak mengandung unsur P, namun hanya sedikit/tidak tersedia bagi
tanaman, di sinilah peranan mikroba pelarut P. Mikroba ini akan melepaskan
ikatan P dari bahan organik dan menyediakannya bagi tanaman. Banyak sekali
mikroba yang mampu melarutkan P, antara lain: Aspergillus sp dan Penicillium
sp. Mikroba yang berkemampuan tinggi melarutkan P, umumnya juga
berkemampuan tinggi dalam melarutkan K.
Rasti & Sumarno (2008) mengemukakan bahwa pengertian umum
mikroorganisme perombak bahan organik atau biodekomposer adalah
mikroorganisme pengurai serat, lignin, dan senyawa organik yang mengandung
nitrogen dan karbon dari bahan organik (sisa-sisa organik dari jaringan tumbuhan
atau hewan yang telah mati). Penggunaan mikroba fungi penyubur tanah dapat
memberikan berbagai manfaat, yaitu (1) menyediakan sumber hara bagi tanaman,
(2) melindungi akar dari gangguan hama dan penyakit, (3) menstimulir sistem
perakaran agar berkembang sempurna dan memperpanjang usia akar, (3) memacu
mitosis jaringanmeristempada titik tumbuh pucuk, kuncup bunga, dan stolon, (4)
sebagai penawar racun beberapa logam berat, (5) sebagai metabolit pengatur
tumbuh, dan (6) sebagai bioaktivator.
Nilai rata-rata laju pertumbuhan diameter batang S. platyclados pada
masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 7 (Lampiran 1). Dari hasil analisis
sidik ragam pada Tabel 8 (Lampiran 1), dapat dilihat bahwa pemberian jenis fungi
yang berbeda pada S. Platyclados, tidak memberikan pengaruh yang nyata
terhadap pertambahan diameter batang S. platyclados. Menurut Ali (2007)
melaporkan tidak berpengaruhnya perlakuan yang diberikan terhadap tanaman
disebabkan karena bibit yang ditanam masih dalam keadaan fase vegetatif dimana
hanya kelihatan pada tinggi dan jumlah daun, sehingga diperlukan lebih banyak
waktu lagi untuk dapat melihat pertumbuhan diameter batang.
Pada Gambar 10 dapat dilihat pertambahan diameter batang terbesar
terdapat pada pemberian jenis fungi Penicillium sp dan Aspergillus sp
menghasilkan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 0.18 cm, sedangkan
pertambahan diameter batang yang terkecil pada bibit S. platyclados terdapat pada
pemberian jenis fungi Curvularia sp sebesar 0.15 cm. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian jenis fungi yang berbeda dapat mempengaruhi laju pertumbuhan
diameter batang pada S. platyclados. Diduga tanaman S. platyclados Gambar 10. Grafik Rata-rata Laju Pertumbuhan Diameter Batang S. platyclados
memanfaatkan zat gula sebagai karbohidrat untuk melakukan pembelahan sel
serta perkembangan jaringan sel yang mengakibatkan pembesaran pada diameter
batang. Zat gula yang berasal dari degradasi selulosa menjadi glukosa.
Menurut Firman & Aryantha (2003) Dari hasil penelitian yang
dilakukannya terungkap pula bahwa fungi Penicillium dan Aspergillus memiliki
potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan aktivitas yang cukup tinggi .
Sedangkan Setyamidjaja (1986) menyatakan bahwa semakin banyak karbohidrat
yang dihasilkan dan tersedia di dalam tanah, dengan hal demikian laju
pertumbuhan sel-sel baru akan semakin meningkat dan dengan semakin banyak
sel-sel baru yang terbentuk maka akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
terutama pertambahan diameter batang.
Menurut Isroi (2008) banyak sekali mikroba yang mampu melarutkan
unsur P, antara lain Aspergillus sp, Penicillium sp. Mikroba yang berkemampuan
tinggi melarutkan unsur P, umumnya juga berkemampuan tinggi dalam
melarutkan unsur K. Menurut Whitelauw dkk (1999) dalam Ginting dkk (2009)
mikroba pelarut fosfat (P) di dalam aktivitasnya akan membebaskan sejumlah
asam-asam organik. Tanaman dapat menyerap fosfat dalam bentuk ion H2PO4-,
hara fosfat diperlukan dalam proses metabolisme tanaman antara lain untuk
merangsang pertumbuhan tanaman, perkembangan akar, pertumbuhan buah,
pembelahan sel (pertambahan diameter batang), memperkuat batang,
meningkatkan ketahanan terhadap rebah. Fungi merombak fosfor organik tanah
gambut yang sukar larut, menjadi unsur hara fosfor (P) yang dapat dimanfaatkan
oleh S. platyclados untuk pertumbuhannya. Menurut Cunningham & Kuiack,
memegang peranan penting dalam proses metabolisme. Dalam tanah dijumpai
fosfor organik dan anorganik, keduanya merupakan sumber penting bagi tanaman.
Tanaman menyerap fosfor dalam bentuk H2PO4-, HPO4= dan PO4=. Pada
umumnya bentuk H2PO4- lebih tersedia bagi tanaman dari pada HPO4= dan PO4=.
Luas Daun S. platyclados
Nilai rata-rata hasil pengamatan untuk luas daun tanaman S. platyclados
pada masing-masing perlakuan jenis fungi disajikan pada Tabel 9 (Lampiran 1).
Hasil analisis sidik ragam pada keragaman pemberian jenis fungi yang berbeda
pada tanah gambut sebagai dekomposer bahan organik tanah gambut, tidak
menghasilkan pengaruh yang nyata. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa luas daun
yang terluas pada bibit S. platyclados terdapat pada pemberian jenis fungi
Aspergillus sp dengan luas daun rata-rata 67.54 cm2, sedangkan luas daun kecil
terdapat pada kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jenis fungi yang
berbeda dapat mempengaruhi laju pertumbuhan luas daun pada S. platyclados.
Pada Gambar 10 menunjukkan adanya perbedaan luas daun pada tanaman
S. platyclados akibat pemberian jenis fungi yang berbeda pada tanah gambut
sebagai media tanam. Jika dibandingkan secara fisual dengan luas daun dari jenis
fungi Aspergillus sp dengan yang lainnya terdapat perbedaan. Hal ini diduga
karena adanya perbedaan dari jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi
S. platyclados, dan kemampuan serta perbedaan zat asam yang dikeluarkan oleh
fungi untuk mendekomposisikan tanah gambut yang kaya bahan organik berupa
selulosa, hemiselulosa dan lignin, sehingga unsur hara jadi tersedia di dalam tanah
yang dapat dimanfaatkan oleh S. platyclados untuk meningkatkan
pertumbuhannya.
Menurut Putri (2006) mengemukakan dalam proses pengkomposan telah
digunakan mikroorganisme seperti Aspergillus spp, Rhizopus spp, Trichoderma
spp, Mucor sp, dan Bacillus spp. Mikroorganisme inilah yang membantu
tersedianya hara di tanah Nitrogen (N), Fosfat (F) dan Kalium (K) secara cepat.
Keadaan ini mampu meningkatkan kualitas tanah sehingga kebutuhan nutrisi pada
tanaman dapat tersedia, sehingga mampu menjaga kestabilan kelembaban tanah,
yang pada akhirnya membantu akar dalam proses penyerapan unsur hara tanah
dengan lebih cepat.
Kemungkinan lain juga karena aktivator fungi Aspergillus niger,
Trichoderma viridae, merupakan fungi bermiselium benang dalam tanah yang
mempunyai fungsi utama menguraikan bahan organik dan menghasilkan bahan
yang mirip dengan humus dalam tanah dan humus merupakan habitat subur untuk
mikroba (Subba-Rao, 1994). Sifat fungi tersebut sangat bermanfaat dan dianggap
yang terombak dalam proses pengomposan, sehingga akan memelihara kehidupan
mikroba lain dalam kompos tersebut.
Perbedaan yang dihasilkan oleh fungi Trichoderma sp, Aspergillus sp, dan
Penicillium sp terhadap pertumbuhan S. platyclados, diduga karena perbedaan
dari jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi S. platyclados, dan
kemampuan serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk
mendekomposisikan tanah gambut yang kaya bahan organik berupa selulosa,
hemiselulosa dan lignin sehingga unsur hara jadi tersedia di dalam tanah yang
dapat dimanfaatkan oleh S. platyclados untuk meningkatkan pertumbuhannya.
Menurut Sumarsih (2003) selama proses dekomposisi (penguraian bahan
organik), mikroba akan mengasimilasi sebagian C, N, P, S, dan unsur lainnya
untuk síntesis sel, jumlahnya berkisar antara 10 – 70 % tergantung kepada
sifat-sifat tanah dan jenis mikroba yang aktif dalam proses dekomposisi (penguraian). Gambar 11. Grafik Dekomposisi, Tinggi, Diameter Batang dan Luas Daun
KESIMPULAN
1. Fungi yang paling cepat mendekomposisi tanah gambut adalah jenis
Curvularia sp dengan laju dekomposisi rata-rata sebesar 11.07 g. Aspergillus
sp sebesar 11.80 g, Trichoderma sp sebesar 11.99 g, Penicillium sp sebesar
12.57 g.
2. Fungi Aspergillus sp meningkatkan rata-rata pertumbuhan tinggi batang
Shorea platyclados sebesar 33.87 cm, Trichoderma sp sebesar 26.67 cm,
Curvularia sp sebesar 16.83 cm, Penicillium sp sebesar 22.50 cm.
3. Fungi Penicillium sp dan Aspergillus sp meningkatkan pertumbuhan rata-rata
diameter batang Shorea platyclados sebesar 0.18 cm, Trichoderma sp sebesar
0.17 cm, Curvularia sp sebesar 0.15 cm.
4. Fungi Aspergillus sp sebesar 67.54 cm2, Trichoderma sp sebesar 62.33 cm2,
Penicillium sp sebesar 49.94 cm2, Curvularia sp sebesar 48.24 cm2.
5. Fungi Aspergillus sp lebih baik dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman
S. Platyclados, di bandingkan dengan jenis fungi Trichoderma sp, Penicillium
sp, dan Curvularia sp.
SARAN
Disarankan untuk meneliti fungi Curvularia sp dalam kecepatannya
mendekomposisi lignin, selulosa dan hemiselulosa, agar diketahui dengan jelas
DAFTAR PUSTAKA
Ali, S. 2007. Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jathropa curcus L) Menggunakan Beberapa Jenis Bahan Organik dan Taraf Mikoriza di Lahan Kritis Padang Bolak Kabupaten Tapanuli Selatan. Skripsi. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian USU. Medan.
Arkive. 2009. Shorea platyclados.
Atmawigjaja, R. 1988. Pengelolaan lahan gambut di Indonesia dari gatra konservasi dan lingkungan. Kongres gambut I. Himpunan Gambut Indonesia, di Yogyakarta.www.peat-portal.net/view_file.cfm?fileid=383. [3 Februari 2009]
Bastoni. 1999. Studi aspek kimia dan kesuburan campuran tanah organik (gambut) dan mineral (lumpur) yang digunakan untuk media tumbuh. Bulletin Reboisasi 7. Jakarta
Budianta, D. 1988. Pengaruh pemberian bahan tanah vertisol terhadap beberapa sifat kimia gambut. Fakultas Pertanian. UGM. Yogyakarta. http//www.peat-portal.net.pdf [15 Janurai 2009]
Brundrett, M. 2004. Diversity and classification of mycorrhizal associations. www.faqs.org/.../Diversity-and-classification-of-mycorrhizal-associations-Vegetation-dynamics-simulating-responses-to.html
Budianta, D. 2003. Strategi pengelolaan lahan rawa pasang surut untuk mendukung otonomi daerah di Sumatera Selatan. Makalah disampaikan pada seminar Lokakarya Nasional Ketahanan Pangan Dalam Era Otonomi Daerah. Palembang.
Cunningham,JE., and C. Kuiack. 1992. Production of citric and oxalic acidand solubilization of calsium phosphate by Penicillium bilail. Appl.Environ. Microbial.htpp://www.unsjournals.com/D/D0801/D080105.pdf. [3 Maret 2009]
Darmawidjaja, M.I. 1980. Klasifikasi tanah. BPTK Gambung, Bandung.
Doctorfungus. 2007. Aspergillus spp.