• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Sekolah

Dalam dokumen Statistik Pemuda Indonesia 2013 (Halaman 64-69)

Angka partisipasi sekolah merupakan ukuran daya serap sistem pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. Indikator partisipasi sekolah merupakan gambaran pemerataan akses dan perluasan pelayanan pendidikan terhadap pemuda. Tingkat partisipasi sekolah menjelaskan status pemuda dalam jenjang pendidikan formal dan nonformal.

Hampir seluruh pemuda telah mengakses pendidikan. Sebanyak 21,16 persen pemuda berstatus masih bersekolah dan 77,67 persen tidak bersekolah lagi. Akan tetapi, masih ada 1,17 persen pemuda yang tidak pernah bersekolah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, 2013 Partisipasi Sekolah Laki-laki (L) Perempuan (P) L+P

(1) (2) (3) (4)

Tidak Pernah Sekolah 1,09 1,26 1,17

Masih Sekolah 21,43 20,88 21,16

Tidak Sekolah Lagi 77,49 77,86 77,67 Sumber: BPS, Susenas Kor 2013

Tabel 4.1 juga memberikan gambaran partisipasi sekolah pemuda menurut jenis kelamin. Akses pemuda laki-laki di dalam dunia pendidikan tampak lebih baik dibandingkan perempuan. Persentase pemuda laki-laki yang tidak pernah sekolah dan tidak sekolah lagi lebih rendah dibanding persentase pemuda perempuan yang

Statistik Pemuda Indonesia 2013 41

tidak pernah sekolah dan tidak bersekolah lagi. Sebaliknya persentase pemuda laki- laki yang masih bersekolah (21,43 persen) lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda perempuan yang masih bersekolah (20,88 persen).

Salah satu kendala pembangunan bidang pendidikan adalah kesenjangan dalam mengakses pendidikan dan salah satu yang menjadi penyebab kesenjangan tersebut adalah adanya perbedaan dalam hal ketersediaan fasilitas pendidikan dan faktor pendukung antara perkotaan dan perdesaan. Selain itu, kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat di perdesaan akan pentingnya pendidikan juga menyebabkan tingkat pendidikan di daerah perdesaan relatif lebih tertinggal dibanding dengan perkotaan. Pada umumnya, orang tua di daerah perdesaan lebih memilih mengajak anak-anak mereka berkebun atau bertani untuk memenuhi kebutuhan ekonomi daripada memberi kesempatan pada anak-anaknya untuk bersekolah. Gambaran kesenjangan akses pendidikan antara desa dan kota dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1

Persentase Pemuda menurut Tipe Daerah dan Partisipasi Sekolah, 2013

Sumber: BPS, Susenas Kor 2013

Persentase pemuda yang tidak pernah mengakses pendidikan di perdesaan lebih tinggi dibandingkan dengan pemuda di perkotaan. Demikian juga dengan pemuda perdesaan yang tidak bersekolah lagi persentasenya lebih besar (80,47 persen) dibanding persentase pemuda di perkotaan yang tidak bersekolah lagi

0 15 30 45 60 75 90 Perkotaan Perdesaan K+D 0,43 2,00 1,17 24,39 17,53 21,16 75,17 80,47 77,67

Tidak Pernah Bersekolah Masih Bersekolah Tidak Bersekolah Lagi

42 Statistik Pemuda Indonesia 2013

(75,17 persen). Namun sebaliknya, terlihat bahwa persentase pemuda di perkotaan yang masih bersekolah (24,39 persen) lebih tinggi dibanding pemuda di perdesaan (17,53 persen).

Tabel 4.2 memperlihatkan partisipasi sekolah pemuda dibedakan menurut kelompok umur. Pada tabel tersebut terlihat bahwa semakin tua umur pemuda semakin rendah persentase yang masih bersekolah. Pada kelompok umur − 8 tahun, yaitu kelompok usia pendidikan menengah atas, sebanyak 63,84 persen masih bersekolah, sementara pemuda yang tidak bersekolah lagi sebesar 35,32 persen serta tidak pernah bersekolah sebesar 0,84 persen. Sementara itu pada kelompok umur 19-24 tahun, atau kelompok usia pendidikan tinggi, banyak pemuda yang tidak bersekolah lagi yaitu sebesar 78,82 persen, dan hanya 20,14 persen pemuda yang masih bersekolah. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan pemuda masih rendah.

Tabel 4.2

Persentase Pemuda menurut Kelompok Umur dan Partisipasi Sekolah, 2013

Kelompok Umur (Tahun) Tidak Pernah Bersekolah Masih Bersekolah Tidak Bersekolah Lagi Total (1) (2) (3) (4) (5) 16−18 0,84 63,84 35,32 100,00 1,04 20,14 78,82 100,00 1,45 1,74 96,81 100,00 Pemuda 1,17 21,16 77,67 100,00

Sumber: BPS, Susenas Kor 2013

Dilihat dari perkembangan dari tahun 2011-2013, partisipasi pendidikan pemuda cenderung membaik dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya. Terlihat pada tabel 4.2, persentase pemuda yang masih bersekolah pada tahun 2011 sebesar 17,79 persen, naik 1,26 persen di tahun 2012 dan naik sebesar 2,11 persen di tahun 2013. Sebaliknya, persentase pemuda yang tidak pernah bersekolah dan tidak bersekolah lagi cenderung menurun dalam kurun waktu tiga tahun tersebut.

Statistik Pemuda Indonesia 2013 43

Gambar 4.2

Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah, 2011- 2013

Sumber: BPS, Susenas Kor 2013

Ada beberapa hal atau alasan yang melatarbelakangi pemuda tidak sekolah (baik tidak pernah bersekolah maupun tidak bersekolah lagi), yaitu dikarenakan alasan tidak ada biaya, bekerja, menikah atau lainnya. Dari Tabel 4.3 terlihat bahwa alasan keterbatasan ekonomi tampak masih menjadi penyebab tertinggi mengapa pemuda usia sekolah (16−24 tahun) tidak pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi.

Tabel 4.3

Persentase Pemuda Usia Sekolah (16-24 Tahun) menurut Jenis Kelamin dan Alasan Tidak/Belum Pernah Bersekolah atau Tidak Bersekolah Lagi,

2013

Jenis Kelamin Tidak ada

biaya Bekerja Menikah/ mengurus RT Lainnya*) Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) Laki-laki (L) 39,56 29,82 2,37 28,25 100,00 Perempuan (P) 36,43 14,97 25,54 23,06 100,00 L + P 38,02 22,51 13,78 25,69 100,00 *) Termasuk malu karena ekonomi, sekolah jauh, cacat, menunggu pengumuman, tidak

diterima, dan lainnya.

Sumber: BPS, Susenas Kor 2013 0 20 40 60 80 100 2011 2012 2013 1,33 1,18 1,17 17,79 19,05 21,16 80,88 79,77 77,67

Tidak Pernah Bersekolah Masih Bersekolah Tidak Bersekolah Lagi

44 Statistik Pemuda Indonesia 2013

Tabel 4.3 menunjukkan adanya perbedaan yang menonjol antara pemuda laki-laki dan pemuda perempuan terkait alasan mengapa mereka tidak pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi. Untuk pemuda laki-laki, selain dikarenakan keterbatasan ekonomi, alasan bekerja juga menjadi faktor utama lainnya mengapa pemuda laki-laki tidak pernah bersekolah atau tidak bersekolah lagi, sedangkan pemuda perempuan justru dikarenakan alasan menikah/mengurus rumah tangga.

Partisipasi pendidikan pemuda Indonesia bervariasi antar provinsi (lihat lampiran Tabel 4.2.3). Rata-rata persentase pemuda Indonesia yang tidak pernah bersekolah sebesar 1,17 persen, sedangkan rata-rata persentase pemuda yang tidak bersekolah lagi sebesar 77,67 persen. Persentase pemuda yang tidak pernah bersekolah tertinggi ada di Provinsi Papua, yaitu sebesar 27,30 persen.

Indikator yang digunakan untuk melihat akses penduduk usia sekolah yang memanfaatkan fasilitas pendidikan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). APS pemuda didefinisikan sebagai persentase pemuda yang masih sekolah terhadap jumlah pemuda secara keseluruhan tanpa memperhatikan jenjang atau tingkat pendidikan yang sedang dijalaninya. Meningkatnya APS menunjukkan adanya keberhasilan di bidang pendidikan.

Tabel 4.4

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Pemuda menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin, dan Tipe Daerah, 2013

Kelompok Umur Jenis Kelamin Perkotaan (K) Perdesaan (D) K+D

(1) (2) (3) (4) (5) 16−18 Laki-laki (L) 68,53 58,48 63,55 Perempuan (P) 69,85 57,97 64,15 L+P 69,18 58,23 63,84 19−24 Laki-laki (L) 25,32 13,79 20,11 Perempuan (P) 25,45 13,67 20,17 L+P 25,38 13,73 20,14 25−30 Laki-laki (L) 2,75 1,19 2,00 Perempuan (P) 1,76 1,18 1,48 L+P 2,25 1,19 1,74

Statistik Pemuda Indonesia 2013 45

Tidak ada perbedaan yang nyata antara APS pemuda laki-laki dan perempuan pada semua kelompok umur. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada kelompok umur 16−18 tahun, APS pemuda laki-laki (63,55 persen) sedikit lebih rendah dibanding APS pemuda perempuan (64,15 persen). Pada kelompok umur 19−24 tahun, APS pemuda laki-laki (20,11 persen) sedikit lebih rendah dibanding APS pemuda perempuan (20,17 persen). Sementara itu, pada kelompok umur 25−30 tahun, APS pemuda laki-laki sebesar 2,00 persen, sedikit lebih tinggi dibanding APS pemuda perempuan yang sebesar 1,48 persen.

Sementara apabila kita mencermati perbedaan antar wilayah perdesaan dan perkotaan, APS pemuda di perkotaan lebih tinggi dibanding APS pemuda di perdesaan untuk setiap kelompok umur. APS pemuda kelompok umur 16− 8 tahun di perkotaan sebesar 69,18 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 58,23 persen. Pada kelompok umur di atasnya (19−24 tahun), APS pemuda di perkotaan sebesar 25,38 persen dan di perdesaan sebesar 13,73 persen. Sementara itu, pada kelompok umur 25−30 tahun, perbedaan antara APS pemuda perkotaan dan perdesaan tidak terlihat nyata (2,25 persen dibanding 1,19 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa akses pendidikan di perdesaan masih lebih sulit diperoleh bila dibandingkan dengan wilayah perkotaan.

Berdasarkan Tabel 4.4 juga dapat dilihat bahwa umur mempengaruhi APS pemuda. APS pemuda cenderung menurun seiring dengan meningkatnya umur pemuda baik pada pemuda laki-laki maupun perempuan, serta pemuda di perkotaan maupun di perdesaan.

Dalam dokumen Statistik Pemuda Indonesia 2013 (Halaman 64-69)

Dokumen terkait