• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siklus II dan seterusnya Penulisan Laporan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

N- Pasang J-tabel J-hitung

22 65 43

Berdasarkan penghitungan uji Wilcoxon, diketahui J-hitung sebesar 43 dan J-tabel sebesar 65 (J-hitung < J-tabel), dengan demikian terdapat signifikansi pengurangan miskonsepsi antara siklus I dan II.

c. Hasil Penilaian Rubrik Peta Konsep Siklus II

Berdasarkan hasil penilaian rubrik peta konsep siklus II,

diperoleh data sebagai berikut:71

Tabel 4.10. Rekapitulasi Rubrik Peta Konsep Siklus II

Siklus II Pertemuan I Pertemuan II Rata-rata 5,65 6,38 6,02 Keterangan: Rentangan skor: 1 – 8 70 Lampiran 23, h.182 71 Lampiran 21, h.176

Berdasarkan Tabel 4.10 di atas, diketahui skor penilaian rubrik peta konsep pada siklus II mengalami peningkatan. Rata-rata skor peta konsep siswa pada siklus II ini sebesar 6,02 dan sebanyak 10 siswa mendapat skor di atas rata-rata. Peningkatan skor peta konsep pada siklus II ini dikarenakan siswa sudah memahami dan terbiasa dengan pembelajaran peta konsep. Pembelajaran dengan peta konsep juga dilakukan siswa pada bidang studi pelajaran yang lain.

d. Hasil Penguasaan Konsep Siklus II

Sedangkan untuk mengetahui tingkat efektifitas tindakan yang telah dilakukan pada penelitian tindakan kelas siklus II maka data skor hasil tes pemahaman siswa dianalisis dengan N-Gain terhadap skor rerata tes awal dan tes akhir kemampuan pemahaman siswa.

Adapun hasil N-Gain tersebut adalah sebagai berikut:72

Tabel 4.11. Hasil N-Gain Pretest dan Posttest Siklus II

Pretest Posttest N-Gain Rata-rata

siswa 41,5 83,57692 0,7168

Tabel 4.12. Persentase N-Gain pada Siklus II

Kriteria Siklus II

Tinggi 65%

Sedang 35%

Rendah -

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui tingkat

penguasaan konsep siswa pada siklus II. Hasil pretest siklus I

didapatkan rata-rata penguasaan konsep siswa 41,5 dan hasil posttest didapatkan rata-rata penguasaan konsep siswa 83,58. Besarnya peningkatan penguasaan konsep secara langsung tampak dari rata-rata N-Gain siklus II sebesar 0,7168 atau dibulatkan

72

menjadi 0,72 dengan kategori tinggi. Sehingga dapat disimpulkan telah terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa pada siklus II dari hasil pretest ke posttest.

Berdasarkan Tabel 4.12 mengenai persentase N-Gain siklus II pada siswa diperoleh keterangan bahwa 35% berkategori sedang dan 65% berkategori tinggi.

e. Refleksi

Proses pembelajaran dengan menggunakan peta konsep pada siklus II ini sudah menunjukkan hasil yang lebih baik dari suklus I. Pada siklus II ini konsep yang dibahas adalah organ tumbuhan. Jika pada siklus I siswa dibentuk dalam bentuk kelompok, pada siklus II ini siswa dibentuk dalam pasangan. Ketika siswa dibentuk dalam kelompok, beberapa siswa masih pasif dan tidak turut serta dalam pembuatan peta konsep. Namun ketika siswa dibentuk dalam pasangan, setiap siswa aktif turut serta membuat peta konsep.

Sebagai perbaikan dari siklus I, pada siklus II ini setiap pasangan diberikan potongan gambar mengenai jaringan atau organ tumbuhan. Potongan gambar tersebut dicantumkan siswa di peta konsep yang mereka buat. Dari potongan gambar tersebut siswa dapat mengetahui bentuk jaringan yang mereka pelajari dan hubungannya dengan jaringan lain pada tumbuhan. Selain itu juga guru dapat mengetahui miskonsepsi siswa berdasarkan potongan gambar yang mereka cantumkan di peta konsep.

Tidak terdapat banyak kendala yang dihadapi pada siklus II ini, dikarenakan setiap siswa sudah terbiasa menentukan proposisi untuk peta konsep yang akan dibuatnya. Pada siklus II ini, setiap

siswa membaca handout yang diberikan guru dengan seksama,

sehingga siswa mudah menentukan kata-kata penting untuk dijadikan proposisi peta konsep. Selain itu juga setiap setiap siswa

sudah terbiasa dengan pembelajaran peta konsep. Peta konsep juga diterapkan siswa pada pelajaran yang lain.

Berdasarkan nilai posttest yang diberikan peneliti setelah akhir

pembelajaran pada siklus II, diperoleh hasil terjadi pengurangan miskonsepsi siswa sebesar 42,5%, yang berarti tercapainya target pengurangan miskonsepsi siswa sebesar 40% dan pengurangan miskonsepsi pada siklus II ini lebih besar dari siklus I yang hanya sebesar 37,2%.

f. Keputusan

Berdasarkan 2 siklus yang telah dilakukan dengan

menggunakan peta konsep sebagai strategi pembelajaran, diperoleh hasil sebagai berikut:

1) Miskonsepsi siswa dapat dikurangi baik pada siklus I dan II.

Selain itu dampak dari berkurangnya miskonsepsi siswa tercapai peningkatan pengauasaan konsep siswa. Pengurangan miskonsepsi siswa pada siklus II sebesar 42,5%. Hal ini menunjukkan ketercapaian target minimal pengurangan miskonsepsi, yaitu sebesar 40%. Dengan demikian tindakan yang dilakukan untuk mengurangi miskonsepsi siswa telah berhasil

2) Peta konsep sebagai strategi yang digunakan dalam

pembelajaran tidak hanya membuat materi yang kompleks menjadi lebh sederhana, tetapi juga dapat mengurangi miskonsepsi siwa dan memudahkan siswa dalam menerima materi karena konsep tersusun secara hirarki yang mudah diterima oleh struktur kognitif seseorang

3) Secara keseluruhan kegiatan belajar mengajar pada siklus II

B. Pembahasan

Penerapan pembelajaran biologi dengan menggunakan peta konsep pada konsep jaringan dan organ tumbuhan mampu mengurangi miskonsepsi siswa dan meningkatkan hasil belajar siswa. Sebelum dilaksanakan pembelajaran dengan peta konsep, proses pembelajaran didominasi oleh guru, selain itu guru tidak memperhatikan konsepsi awal siswa, sehingga memungkinkan konsepsi awal tersebut menjadi miskonsepsi pada siswa. Konsepsi awal siswa bisa bersumber dari fenomena alam di kehidupan sehari-hari maupun dari kesalahan konsep yang didapatkan siswa pada jenjang pendidikan sebelumnya.

Miskonsepsi pada siswa yang terjadi selama proses pembelajaran salah satunya dikarenakan guru tidak menghubungkan informasi baru yang diterima siswa dengan informasi yang sudah dimiliki siswa sebelumnya sehingga siswa mengaggap satu konsep dengan konsep lainnya tidak berhubungan. Peta konsep sebagai suatu strategi pembelajaran aktif dapat menghubungkan informasi yang telah dimiliki dengan pengetahuan atau informasi baru.

Setelah dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep, siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, guru dapat mengetahui konsep-konsep apa saja yang menjadi miskonsepsi pada siswa, siswa juga mampu menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan lama dalam struktur kognitif mereka. Melalui peta konsep guru dapat mengetahui konsepsi awal siswa dan konsep awal apa saja yang menjadi miskonsepsi.

Pada siklus I, pengurangan miskonsepsi setelah pembelajaran peta konsep hanya mencapai 37,2%, skor rata-rata rubrik peta konsep mencapai

5,5 dan masih terdapat 6 siswa yang mendapat skor posttest di bawah

KKM (70). Persentase pengurangan miskonsepsi ini belum sesuai dengan pengurangan miskonsep yang diharapkan yaitu sebesar 40%. Oleh karena itu penelitian dilanjutkan ke siklus II.

Pada siklus II, pengurangan miskonsepsi mencapai 42,5% dengan skor rata-rata rubrik peta konsep mencapai 6,02 dan seluruh siswa mencapai

skor posttest di atas nilai KKM (70). Pengurangan miskonsepsi pada siklus

II ini sudah sesuai dengan target pengurangan yang diharapkan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep pada konsep jaringan dan organ tumbuhan membantu siswa untuk memahami konsep yang diberikan dan membantu mengurangi miskonsepsi siswa sehingga hasil belajar siswa meningkat.

Tindakan perbaikan yang dilakukan di siklus II merupakan hasil refleksi dari siklus I. Pada siklus I siswa dibentuk secara berkelompok, namun ternyata hal ini kurang efektif, dikarenakan beberapa anggota kelompok tidak turut aktif dalam pembuatan peta konsep. Maka pada siklus II siswa dibentuk secara berpasangan. Setiap anggota pasangan turut aktif membuat peta konsep.

Selain pembentukan siswa secara berpasangan, pada siklus II ini guru membagikan potongan gambar untuk dicantumkan di peta konsep. Hal ini bertujuan agar siswa lebih memahami konsep yang dibahas dan dapat menghubungkan antara gambar dengan proposisi yang dibuat. Sehingga dapat mengurangi miskonsepsi pada siswa.

Pada siklus I, siswa masih mengalami kesulitan ketika membuat peta

konsep, dikarenakan siswa tidak membaca handout dengan seksama dan

kesulitan menemukan kata-kata penting untuk dijadikan proposisi. Sebagai perbaikan dari siklus I, pada siklus II siswa diperintahkan untuk menggaris

bawahi kata-kata penting pada handout yang diberikan, sehingga

memudahkan siswa ketika membuat proposisi.

Pembelajaran peta konsep membantu siswa belajar aktif, memudahkan penerimaan informasi baru melalui pembelajaran yang sistematis, dan menghubungkan informasi yang diperoleh dengan informasi yang telah dimiliki pada struktur kognitif siswa. Berdasarkan peta konsep yang dibuat siswa, guru dapat melihat keterkaitan informasi baru dengan informasi yang sebelumnya dimiliki siswa, sehingga peta konsep berguna

sebagai alat pendeteksi miskonsepsi pada siswa. Hal ini sesuai dengan salah satu fungsi peta konsep yang dikemukakan oleh Ratna Wilis Dahar yaitu peta konsep dapat berguna sebagai alat pendeteksi miskonsepsi siswa.73

Miskonsepi dapat dipandang sebagai konsepsi atau struktur kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang sebenarnya menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ilmuwan yang dapat menyesatkan para siswa dalam memahami fenomena alamiah dan melakukan eksplanasi ilmiah. Dalam pembelajaran peta konsep, siswa diarahkan untuk memahami suatu konsep dari yang umum ke yang khusus dan konsep disusun secara hirarki. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri belajar bermakna yang dikemukakan oleh Ausubel. Peta konsep merupakan wujud pembelajaran bermakna.

Peta konsep pada siklus I dibuat secara berkelompok sedangkan pada siklus II secara berpasangan dan terdapat perbedaan peta konsep yang dibuat oleh setiap kelompok atau setiap pasangan. Perbedaan peta konsep ini dikarenakan pembelajaran peta konsep dapat mengembangkan kreativitas siswa, karena pembuatan peta konsep merupakan aktivitas yang kreatif dan mempunyai nilai sosial yang tinggi jika dilakukan secara kelompok di dalam kelas seperti yang dikemukakan oleh Ratna Tanjung yaitu peta konsep dapat digunakan strategi pembelajaran yang

mengembangkan kreativitas siswa.74 Namun demikian peta konsep yang

dibuat secara berpasangan lebih efektif dari pada peta konsep yang dibuat secara berkelompok.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan suatu pola tindakan pembelajaran peta konsep untuk mengatasi miskonsepsi siswa yaitu:

73

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 2006), h.131

74

Ratna Tanjung, Kegunaan Peta Konsep dalam Pengajaran di SMU, (Jurnal Khazanah IPA, 1996), h.32

a. pembelajaran dengan menggunakan peta konsep sebagai upaya untuk mengurangi miskonsepsi siswa akan maksimal jika dalam proses pembelajarannya siswa dikelompokkan secara berpasangan

b. sebelum guru menerapkan peta konsep dalam pembelajaran hendaknya

guru memberikan penjelasan mengenai cara pembuatan peta konsep dan siswa dilatih membuat peta konsep

c. ketika siswa membuat proposisi, siswa hendaknya membaca handout

dengan seksama dan menggarisbawahi kata-kata penting untuk dijadikan proposisi

d. bila perlu, guru memberikan potongan gambar untuk dicantumkan

pada peta konsep

e. guru memantau dan memeriksa proposisi yang dibuat siswa pada saat

pembelajaran berlangsung

Pola tindakan pada penelitian ini dapat digunakan guru untuk sebagai

pola pembelajaran dengan menggunakan peta konsep untuk

memaksimalkan pengurangan miskonsepsi dan peningkatan hasil belajar pada siswa.

BAB V

Dokumen terkait