• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan peta konsep untuk mengatasi miskonsepsi siswa pada konsep jaringan tumbuhan: penelitian tindakan kelas di MAN 10 Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan peta konsep untuk mengatasi miskonsepsi siswa pada konsep jaringan tumbuhan: penelitian tindakan kelas di MAN 10 Jakarta"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN PETA KONSEP UNTUK

MENGATASI MISKONSEPSI SISWA

PADA KONSEP JARINGAN TUMBUHAN

(Penelitian Tindakan Kelas di MAN 10 Jakarta)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

AYU ARSYI RAHAYU

NIM: 106016100572

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)

ABSTRAK

Ayu Arsyi Rahayu. Penggunaan Peta Konsep untuk Mengatasi Miskonsepsi Siswa pada Konsep Jaringan Tumbuhan. Skripsi, Jurusan Pendidikan IPA, Program Studi Biologi, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan strategi pembelajaran peta konsep sebagai upaya untuk mengatasi miskonsepsi siswa sehingga terjadi penguasaan konsep siswa. Peta konsep didasarkan pada pembelajaran bermakna. Penelitian tindakan kelas ini melibatkan 26 siswa MAN 10 Jakarta tahun ajaran 2010/2011. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus pertama menggunakan sub konsep jaringan tumbuhan dan siklus kedua menggunakan sub konsep organ tumbuhan. Setiap siklus terdiri dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes, observasi dan rubrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan peta konsep sangat efektif dalam mengurangi miskonsepsi siswa sehingga terjadi peningkatan penguasaan konsep siswa pada siklus I dan II. Pada siklus I terjadi pengurangan miskonsepsi sebesar 37% dari 63% menjadi 25,8%. Sedangkan pada siklus II terjadi pengurangan miskonsepsi sebesar 42,5% dari 58,5% menjadi 16%. Berdasarkan pengujian dua sampel dengan menggunakan uji Wilcoxon didapatkan hasil pengurangan miskonsepsi siswa pada siklus I dan II memiliki perbedaan yang signifikan dengan J-hitung sebesar 43 (J-Tabel 65). Jadi, dapat disimpulkan bahwa penggunaan peta konsep dapat mengurangi miskonsepsi siswa pada konsep jaringan tumbuhan.

(5)

ABSTRACT

Ayu Arsyi Rahayu. Using of Concept Map to Overcome Students Misconception on Concept Tissue of Plant. Script, The Department of Science Education, The Study Program of Biology Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The research has purpose to know of use learning strategies concept map to overcome the misconception so that the increasing of mastery students concept. The concept mapping in this research is based on meaning full learning. This classroom action research involved 26 student of MAN 10 Jakarta in the academic year 2010/2011. The research of class action conducted in two cycles. First cycle use the sub concept tissue of plant and the second cycle use the sub concept organ of plant. Every cycle consisted of steps like the planning, action, observation, and reflection. Technique of data collecting is conducted by the test, observation, and rubric. Result of research indicated that the use concept map very effective in decreasing misconception so that the increasing of mastery student concept at cycle I and cycle II. At cycle I happened by the misconception of equal to 63% decreasing 37,5% becoming 25,8%. While cycle II happened by the misconception of equal 38,5% decreasing 42,5% becoming 16%. Pursuant to examination two sample by using Wilcoxon-test got by the result of reduction misconception at cycle I and cycle II have the difference which significant with J-count of equal 43 (J-table = 65). Becoming, inferential that use concept map can decreasing the misconception students on concept tissue of plant.

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat, Karunia dan

Hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Penggunaan Peta Konsep Untuk Mengatasi

Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di MAN 10 Jakarta)“ dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S,Pd) pada jenjang Strata 1

(S1) di Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Atas terselesaikannya skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Nengsih Juanengsih, M.Pd selaku Sekertaris Jurusan Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Alam (IPA) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi

sekaligus menjadi Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan

dan tuntunan selama penulisan skripsi

5. Yanti Herlanti, M.Pd selaku Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, tuntunan, motivasi, kritik dan saran dalam hal penulisan skripsi

6. Para dosen Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

yang telah mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mencurahkan ilmu

(7)

7. Drs. M. Yasin, M.Pd selaku Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN 10)

Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan

penelitian di sekolah tersebut

8. Dra. Ratna Dewi selaku guru biologi di MAN 10 Jakarta atas kerjasama dan

ilmu yang diberikan kepada penulis

9. Kedua orang tua tersayang, H. Ashim Sutardi dan Hj. Yayah Taswiyah yang

telah mencurahkan semangat, doa, motivasi dan dukungan baik moril maupun

materil. Serta adik-adik, Siti Afifah dan Ahmad Fakih atas semangat yang

diberikan

10.Suami tercinta, Zakaria atas cinta kasih, dukungan, nasihat yang telah

diberikan dan menjadi inspirasi penulis. Serta kepada ibu mertua tersayang,

Ibu Sukimah atas segala doa dan semangat yang diberikan

11.Rekan-rekan seperjuangan Prodi Pendidikan Biologi angkatan 2006 atas

segala motivasi dan semangat yang diberikan, khususnya kepada sahabat

tercinta Himmatul Ulya, Lily Mufaizah, Nurlaila, dan Ufi Azmiyah atas

segala mimpi, cita-cita, motivasi, semangat dan inspirasi selama menuntut

ilmu di kampus tercinta

12.Seluruh dewan guru dan karyawan MAN 10 Jakarta atas kerjasama dan

bantuan yang diberikan dalam hal pelaksanaan penelitian serta seluruh siswa/I

kelas XI IPA tahun ajaran 2010/2011 yang telah berpartisipasi menjadi subjek

penelitian

13.Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan

Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang

memerlukannya.

Jakarta, Januari 2011

(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan dan faktor yang sangat penting dalam

kehidupan manusia karena merupakan salah satu wahana untuk menciptakan

sumber daya manusia yang berkualitas dalam hal pengetahuan dan

keterampilan agar memiliki kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan sikap

terbuka. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia merupakan tujuan atau

sasaran bidang pendidikan dalam menyikapi era globalisasi. Dalam era

globalisasi ini, sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi tumpuan

utama suatu bangsa dalam berkompetensi. Oleh karena itu, sudah seharusnya

pembangunan di sektor pendidikan menjadi prioritas utama yang harus

dilakukan pemerintah agar melahirkan generasi-generasi bangsa yang

berintelektual.

Pendidikan IPA sebagai bagian dari pendidikan formal seharusnya ikut

memberi kontribusi dalam membangun sumber daya manusia yang berkualitas

tinggi. Pendidikan IPA yang berkualitas akan menghasilkan manusia yang

memiliki pengetahuan, pemahaman, proses dan sikap sains. Pendidikan IPA

yang berkualitas tentu bisa dilihat dari mutu pendidikan IPA. Mutu

pendidikan IPA yang masih rendah ini terlihat dari peringkat Indonesia

berdasarkan hasil survey TIMSS (Trend International Mathematics Science Study)

2007 di urutan ke 41 dari 48 negara.1

Salah satu penyebab masih rendahnya mutu pendidikan IPA hingga saat

ini adalah adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang

memperhatikan prakonsepsi atau konsepsi awal yang dimiliki siswa.2 Setiap

siswa memiliki konsepsi awal yang berbeda. Oleh karena itu hendaknya guru

1

International Center for Educational Statistics, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS 2007), (diakses di http:nces.ed.gov/timss/table07_3.asp, pada 25 Januari 2011)

2

I Putu Eka Wilantara. Implementasi Model Belajar Konstruktivis dalam Pembelajaran Fisika untuk Mengubah Miskonsepsi Ditinjau dari Penalaran Formal Siswa. (Tesis: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Negeri Singaraja. 2003) h.2

(9)

memperhatikan konsepsi awal yang dibawa siswa ke dalam kelas sebelum

memberikan konsep atau informasi baru agar konsep yang diberikan dapat

dengan mudah diterima dalam struktur kognitif siswa dan tidak terjadi

miskonsepsi pada siswa.

Konsepsi yang dimiliki siswa terkadang tidak sesuai dengan konsepsi yang

dimiliki oleh para ilmuwan. Jika konsepsi yang dimiliki siswa sama dengan

konsepsi yang dimiliki para ilmuwan, maka konsepsi tersebut tidak dapat

dikatakan salah. Namun jika konsepsi yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan

konsepsi para ilmuwan, maka siswa tersebut dikatakan mengalami

miskonsepsi.3

Miskonsepsi yang dialami siswa dapat berasal dari pengalaman sehari-hari

ketika siswa berinteraksi dengan lingkungannya. Miskonsepsi pada diri siswa

juga dapat berasal dari konsep salah yang diajarkan guru pada jenjang

pendidikan sebelumnya. Adanya miskonsepsi ini tentu akan menghambat

proses belajar siswa.

Kesalahan konsep atau miskonsepsi merupakan sumber kesulitan siswa

dalam mempelajari biologi. Pembelajaran yang tidak mempertimbangkan

pengetahuan awal siswa mengakibatkan miskonsepsi-miskonsepsi siswa

semakin kompleks dan stabil. Miskonsepsi dipandang sebagai faktor penting

penghambat bagi siswa dan rujukan bagi guru dalam pembelajaran dan

pengajaran sains.4

Miskonsepsi pada siswa yang muncul secara terus menerus dapat

mengganggu pembentukan konsepsi ilmiah. Pembelajaran yang tidak

memperhatikan miskonsepsi menyebabkan kesulitan belajar dan akhirnya akan

bermuara pada rendahnya prestasi belajar mereka. Pandangan tradisional yang

menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran

3

Yuyu R. Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika dengan Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), (Jurnal Mimbar Pendidikan No3/XXIV/2005), h. 5

4

(10)

guru ke pikiran siswa perlu digeser menuju pandangan konstruktivisme yang

berasumsi bahwa pengetahuan dibangun dalam diri siswa.

Menurut Dahar dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan

mediator pembelajaran, pada saat muncul miskonsepsi, guru menyajikan

konflik kognitif sehingga terjadi ketidakseimbangan (disekualibrasi) pada diri

siswa. Konflik kognitif yang disajikan guru, diharapkan dapat menyadarkan

siswa atas kekeliruan konsepsinya dan pada akhirnya mereka merekonstruksi

konsepsinya menuju konsepsi ilmiah.5

Penyelesaian masalah miskonsepsi yang dihadapi guru dan dialami siswa

tentu tidak lepas dari peran strategi pembelajaran yang digunakan selama

proses pembelajaran. Strategi pembelajaran merupakan siasat atau taktik yang

harus direncanakan guru untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah

ditetapkan.

Strategi pembelajaran bermakna merupakan strategi yang digunakan para

ahli untuk mengatasi miskonsepsi pada siswa karena dalam proses belajar

bermakna terjadi penyusunan informasi yang saling terkait dengan

konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif siswa.6 Dalam

strategi belajar bermakna siswa dimotivasi untuk aktif, karena siswa adalah

pusat dari kegiatan belajar mengajar. Dalam pendekatan pembelajaran ini

siswa diharapkan mampu menafsirkan informasi yang diberikan guru sampai

informasi tersebut diterima oleh akal sehat mereka.

Belajar bermakna terjadi jika di dalam struktur kognitif siswa terdapat

konsep-konsep yang relevan yang saling terkait, bila ini tidak dilakukan maka

informasi-informasi yang diterima siswa hanya dalam bentuk hapalan.

Struktur kognitif siswa tentu akan lebih mudah menerima dan menafsirkan

informasi baru yang didapat dari lingkungan maupun dari bahan ajar jika

informasi tersebut memiliki hubungan terhadap informasi yang telah dimiliki

sebelumnya. Salah satu strategi pembelajaran yang mampu menghubungkan

informasi-informasi dalam struktur kognitif siswa adalah peta konsep.

5

I Putu Eka Wilantara, Implementasi Model Belajar Konstruktivis , h.4

6

(11)

Menurut Ausubel para guru harus mengetahui konsep-konsep yang telah

dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung. Novak dalam

bukunya yang berjudul ”Learning How to Learn” menyatakan bahwa peta

konsep merupakan strategi yang didasari oleh belajar bermakna.

Strategi belajar bermakna mengutamakan struktur kognitif dan perolehan

informasi baru. Dalam prinsip belajar bermakna pengetahuan baru harus

memiliki hubungan dengan struktur kognitif. Sehingga siswa dapat secara utuh

memahami konsep-konsep ilmiah yang diberikan guru. Prinsip inilah yang

mendasari peta konsep ke dalam pembelajaran bermakna.

Peta konsep merupakan alat skematis untuk mempersentasikan suatu

konsep yang digambarkan dalam suatu kerangka proposisi. Proposisi-proposisi

yang terdiri dari beberapa informasi kemudian diorganisasikan menjadi peta

konsep. Melalui peta konsep siswa dapat melihat hubungan antar konsep yang

saling terkait secara jelas sehingga informasi-informasi tersebut menjadi

mudah dipahami dan mudah diingat.7

Peta konsep juga berguna bagi guru untuk menyajikan materi atau bahan

ajar kepada siswa. Dengan peta konsep guru dapat menunjukkan keterkaitan

antara konsep baru dengan konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

Selain itu juga melalui peta konsep yang dibuat siswa guru dapat mengetahui

konsep-konsep yang salah pada siswa.

Mintzes berpendapat bahwa peta konsep yang berlandaskan

konstruktivisme mampu mengatasi masalah miskonsepsi yang sering terjadi

pada siswa ketika siswa berupaya memahami kejadian dan objek ilmiah dan

menghubungkan antara kejadian dan objek yang ditemui ke dalam struktur

kognitif siswa.8 Miskonsepsi dapat terjadi karena tidak adanya hubungan

dalam struktue kognitif siswa antara kejadian objek yang ditemui dengan

kejadian objek ilmiah.

Pemahaman yang memadai dalam menentukan hubungan atau keterkaitan

antar satu konsep dengan konsep yang saling berhubungan melalui stretegi

7

James E. Twining, Strategies for Active Learning, (USA: Allyn and Bacon, 1991), h.172

8

(12)

peta konsep akan sangat membantu siswa dalam menyelesaikan masalah

dalam pembelajaran sains, termasuk di antaranya untuk mengatasi miskonsepsi

dan peningkatan hasil belajar.

Peta konsep dapat berperan sebagai media pengajaran yang baik dan

menarik dikarenakan peta konsep dapat menyederhanakan materi pelajaran

yang kompleks sehingga memudahkan siswa dalam menerima dan memahami

prinsip-prinsip dari suatu materi pelajaran.9 Dalam peta konsep juga dapat

terlihat kaitan-kaitan konsep dalam bentuk proposisi yang saling berhubungan.

Proposisi tersebut disusun secara hirarki dari yang bersifat umum sampai yang

bersifat khusus. Sehingga terjadi belajar bermakna dalam struktur kognitif

siswa.10

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan guru biologi

MAN 10 Jakarta, penulis memperoleh informasi bahwa siswa memperoleh

kesulitan dalam mempelajari konsep jaringan dan organ tumbuhan, sehingga

banyak siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep ini. Selain itu juga

pada konsep ini banyak siswa yang memiliki nilai di bawah nilai KKM yaitu

70. Konsep jaringan tumbuhan dalam penelitian ini merupakan salah satu

konsep biologi yang diajarkan di kelas XI semester satu. Konsep ini berisikan

jaringan-jaringan yang terdapat pada tumbuhan, baik jaringan muda maupun

jaringan dewasa, serta organ akar, batang, dan daun yang terdapat pada

tumbuhan.

Selain berdasarkan hasil wawancara dengan guru biologi MAN 10 Jakarta,

penulis juga melakukan identifikasi miskonsepsi terhadap subjek penelitian

yaitu siswa MAN 10 Jakarta kelas XI IPA dengan menggunakan Certainty of

Response Index (CRI)11. Berdasarkan identifikasi CRI diperoleh keterangan

mengenai miskonsepsi yang banyak terjadi pada siswa kelas XI IPA MAN 10

Jakarta pada konsep jaringan dan organ tumbuhan, diantaranya:

9

Zulfiani, AnalisisStruktur Materi Pelajaran Biologi melalui Peta Konsep pada Mata Kuliah Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Biologi, (EDUSAINS Vol.1 No.2, 2008)

10

Kadir, Efektifitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No 51, 2004), h.765

11

(13)

a. Siswa menganggap bahwa pertumbuhan primer dan sekundr terjadi

pada waktu dan lokasi yang berlainan

b. Siswa menganggap bahwa pertambahan diameter batang dan akar

diakibatkan oleh pertumbuhan primer

c. Siswa menganggap bahwa pada tumbuhan dikotil terdapat kambium

yang terbentuk dari pertumbuhan primer

d. Siswa menganggap bahwa fotosintesis hanya terjadi di daun

e. Siswa menganggap bahwa stomata bukan merupakan modifikasi

jaringan epidermis

f. Siswa menganggap bahwa stolon, rhizome, umbi batang, dan umbi

lapis merupakan modifikasi akar

g. Siswa menganggap bahwa penyerapan air hanya terjadi di ujung akar

h. Siswa menganggap bahwa xylem dan floem hanya terdapat di salah

satu organ akar, batang, atau daun

Berdasarkan identifikasi miskonsepsi siswa di atas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul ”Penggunaan Peta Konsep Untuk

Mengatasi Miskonsepsi Siswa Pada Konsep Jaringan Tumbuhan”, sebuah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 10

Jakarta, sebagai upaya untuk mengurangi miskonsepsi siswa yang terjadi di

sekolah tersebut pada konsep jaringan tumbuhan.

B. Identifikasi Area dan Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka identifikasi masalah

pada penelitian ini yaitu:

1. Rendahnya hasil belajar biologi siswa MAN 10 Jakarta pada konsep

jaringan tumbuhan

2. Guru yang tidak memperhatikan prakonsepsi siswa

3. Miskonsepsi siswa yang mempengaruhi hasil belajar

4. Strategi pembelajaran yang pasif sehingga sulit untuk mengetahui konsep

(14)

C. Pembatasan Masalah Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, untuk menghindari salah

penafsiran terhadap penelitian ini, maka penulis membatasi fokus masalah

penelitian ini, yaitu:

1. Siswa yang diteliti adalah siswa MAN 10 Jakarta kelas XI IPA tahun

pelajaran 2010/2011

2. Konsep yang dibahas adalah jaringan tumbuhan

3. Aspek yang diukur adalah miskonsepsi dan kognitif siswa

D. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan masalah penelitian sebagai

berikut:

“Apakah penggunaan peta konsep dapat mengatasi miskonsepsi siswa pada

konsep Jaringan Tumbuhan?”

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatasi miskonsepsi pada siswa

dan meningkatkan hasil belajar siswa dengan pembelajaran peta konsep.

Adapun manfaat dari penelitian ini:

1. Guru : memperkaya wawasan guru dalam strategi belajar

mengajar dan mengurangi miskonsepsi siswa

2. Siswa : mempermudah dalam menerima konsep biologi karena

tidak terjadi miskonsepsi

3. Sekolah : memberikan sumbangan dalam rangka peningkatan mutu

pendidikan

4. Peneliti : mendapatkan pengalaman dengan mencobakan peta

konsep dalam proses pembelajaran di kelas dan juga dapat memberikan

(15)

BAB II

KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL INTERVENSI TINDAKAN

A. Hakikat Peta Konsep

1. Kerangka Dasar Strategi Belajar Peta Konsep

Strategi peta konsep dalam pembelajaran sains sangat membantu

siswa dalam proses belajarnya. Pemahaman yang memadai dalam

menentukan hubungan atau keterkaitan antar satu konsep dengan konsep

lain yang saling berhubungan melalui strategi peta konsep akan sangat

membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dalam pembelajaran sains.

Peta konsep yang dikemukakan oleh Novak menyatakan bahwa peta

konsep merupakan strategi yang berlandaskan belajar bermakna. Di dalam

pembelajaran dengan peta konsep terdapat keterkaitan antara sturktur

kognitif siswa, oleh karena itu peta konsep termasuk ke dalam strategi

belajar bermakna.

Pembelajaran bermakna pertama kali dicetuskan oleh David Ausubel.

Pembelajaran ini menekankan pada ekspositori dengan cara guru

menyajikan materi secara eksplisit dan terorganisasi. Dalam pembelajaran

ini, siswa menerima serangkaian ide yang disajikan guru dengan cara yang

efisien.12

Model Ausubel ini mengedepankan penalaran deduktif, yang

mengharuskan siswa pertama-tama mempelajari prinsip-prinsip, kemudian

belajar mengenai hal-hal khusus dari prinsip-prinsip tersebut. Pendekatan

ini mengasumsikan bahwa seseorang belajar dengan baik apabila

memahami konsep-konsep umum, maju secara deduktif dari aturan-aturan

atau prinsip-prinsip sampai pada contoh-contoh.

Belajar bermakna merupakan suatu proses belajar dimana informasi

baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki

12

Nuryani Rustaman, Strategi Pembelajaran Biologi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h.1.5

(16)

seseorang ketika belajar.13 Dalam belajar bermakna terjadi proses asimilasi

dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif dan penyerapan

pengalaman baru ketika seseorang menggabungkan persepsi ke dalam

pengetahuan yang sudah ada. Sedangkan akomodasi adalah suatu proses

struktur kognitif yang berlangsung seseuai pengalaman baru. Proses

kognitif tersebut menghasilkan terbentuknya pengetahuan baru dan

berubahnya pengetahuan lama.14

Teori belajar bermakna David Ausubel ini menjelaskan bahwa siswa

memperoleh informasi baru yang kemudian diasimilasikan dengan

pengertian yang dimiliki siswa. Hal ini sesuai dengan pokok teori

konstruktivisme yang beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil

konstruksi manusia. Dengan demikian agar terjadi belajar bermakna, maka

konsep baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang ada dalam

struktur kognitif siswa. Sehingga setiap siswa memahami adanya

keterkaitan antara konsep baru dengan konsep yang sudah ada sebelumya.

Belajar bermakna tentu berbeda dengan belajar menghafal, dalam

belajar menghafal sering kali konsep inti dan konsep penunjang berbaur

dan saling menghambat. Belajar menghafal juga kurang memperhatikan

keterkaitan antara informasi baru dengan dengan informasi yang sudah

dimiliki sebelumnya. Sehingga tidak ada keterkaitan antara

informasi-informasi tersebut. Oleh karena itu belajar bermakna dirasakan lebih baik

dari belajar menghafal dalam kegiatan pembelajaran.15

Peta konsep memegang peranan penting dalam belajar bermakna. Oleh

karena itu hendaknya setiap siswa pandai menyusun peta konsep untuk

meyakinkan bahwa siswa tersebut telah mengalami belajar bermakna.

Melalui peta konsep guru dapat menerapkan pembelajaran bermakna pada

setiap bidang studi.

13

Athifah, Teori Belajar Bermakna dari David P. Ausubel, diakses di http://mardhiyanti.blogspot.com/2010/03/teori-belajar-bermakna-dari-david-p.html

14

Baharudin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran,(Yogyakarta: Arruz Media, 2007), h.119

15

(17)

2. Pengertian Peta Konsep

Pengertian peta konsep atau pemetaan konsep menurut Novak adalah

suatu proses yang melibatkan identifikasi konsep-konsep dari suatu materi

pelajaran dan pengaturan konsep-konsep tersebut dalam suatu hirarki,

mulai dari yang paling umum, kurang umum dan konsep-konsep yang

lebih spesifik.16

Sedangkan menurut Dahar peta konsep yaitu suatu cara untuk

memperlihatkan konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang ilmu

studi.17 Peta konsep digunakan untuk menyatakan hubungan yang

bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi.

Proposisi-proposisi merupakan dua atau lebih konsep-konsep yang

dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit semantik. Dalam bentuknya

yang paling sederhana, suatu peta konsep hanya terdiri atas dua konsep

yang dihubungkan oleh satu kata penghubung untuk membentuk suatu

proposisi.18

Peta konsep merupakan gambaran konsep-konsep yang saling

berhubungan yang di dalamnya terdapat konsep utama dan konsep

pelengkap. Konsep pelengkap tersebut diasosiasikan dengan konsep utama

sehingga membentuk satu kesatuan konsep yang saling berhubungan.

Konsep utama dan konsep pelengkap diperoleh dari bahan bacaan materi

tertentu atau juga dapat diperoleh dan dibangun dari

pengalaman-pengalaman di masa lampau yang memberi nilai tambah kebermaknaan

dari informasi yang baru.19

Menurut Amin dalam Mia Aina pemetakan konsep adalah suatu

strategi yang dapat membantu para siswa melihat dan memahami

keterkaitan antara konsep yang telah dikuasainya. Dalam pemetaan konsep

siswa dapat memahai hubungan logika antara konsep yang satu dengan

16

Kadir, Efektifitas Strategi Peta Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No 51, 2004), h.764

17

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar, (Jakarta: Erlangga, 1989), h.122

18

Ibid

19

(18)

yang lainnya. Sehingga peta konsep sangat efektif dalam membantu siswa

belajar bermakna.20

Willerman dan May dalam Zulfiani menyatakan bahwa peta konsep

merupakan alat bantu mengurutkan topik yang logis sehingga

memudahkan siswa untuk memahami materi secara lebih bermakna. Selain

itu juga peta konsep digunakan untuk mengidentifikasi kerancuan atau

kesalahan kompleks yang ada pada diri siswa yang disebut miskonsepsi.21

Pandoyo dalam Sahat Saragih menyatakan bahwa peta konsep

merupakan media pendidikan yang dapat menunjukkan konsep ilmu secara

sistematis, yang dibentuk mulai dari inti permasalahan sampai pada bagian

pendukung yang mempunyai hubungan satu sama lain, sehingga dapat

membentuk pengetahuan dan mempermudah pemahaman suatu materi

pelajaran.22

Peta konsep menggambarkan konsep-konsep yang saling berhubungan

yang didalamnya terdapat konsep penting atau konsep utama, selain itu

juga terdapat konsep pelengkap yang diasosiasikan dengan konsep utama

tersebut. Konsep utama maupun konsep pelengkap diperoleh dari bahan

bacaan suatu materi dan juga dapat diperoleh atau dibangun dari

pengalaman-pengalaman di masa lampau yang memberi nilai tambah

terhadap perolehan informasi baru.23

Peta konsep sebaiknya disusun secara hirarki, artinya konsep yang

lebih inklusif diletakkan di puncak peta, makin ke bawah konsep-konsep

diurutkan menjadi konsep yang kurang inklusif atau kurang khusus. Dalam

IPA peta konsep membuat informasi abstrak menjadi konkret dan sangat

bermanfaat meningkatkan ingatan suatu konsep pembelajaran dan

menunjukkan pada siswa bahwa pemikiran itu mempunyai bentuk. Dengan

20

Mia Aina, Meningkatkan Hasil Belajar Sisiwa Pada Konsep Invertebrata Dengan Menggunakan Teknik Peta Konsep, (Percikan:Vol 87 Edisi April 2008), h.40

21

Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta:UIN Press, 2009), h. 34

22

Sahat Saragih, Upaya Memperbaiki Miskonsepsi Pembelajaran Analisis Real melalui Pengajaran Remedial dengan Bantuan Peta Konsep dan Tutor Sebaya, (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Khusus I Tahun ke-23, 2007), h.115

23

(19)

demikian belajar bermakna dengan menggunakan peta konsep akan lebih

mudah tercapai karena konsep-konsep saling terkait dalam suatu hirarki.24

Berdasarkan pengertian peta konsep di atas dapat disimpulkan bahwa

peta konsep merupakan identifikasi suatu konsep-konsep yang saling

berhubungan yang tergambar dalam proposisi-proposisi yang disertai

dengan kata penghubung antar proposisi dan tersusun secara hirarki,dari

yang inklusif terletak di puncak peta sampai yang kurang inklusif. Peta

konsep membantu siswa memahami keterkaitan antara konsep-konsep dan

membantu memahami materi secara lebih bermakna selain itu juga peta

konsep merupakan alat untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang terjadi

pada siswa.

3. Tujuan Peta Konsep

Menurut Dahar, peta konsep dapat diterapkan untuk berbagai tujuan

antara lain:25

a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa

Pembelajaran bermakna terjadi ketika siswa dapat menunjukkan

hubungan antara konsep satu dengan yang lainnya secara tepat. Guru

harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki oleh siswa

sebelum memberikan konsep baru. Sedangkan para siswa diharapkan

dapat menunjukkan bagaimana konsep awal mereka dalam menghadapi

konsep baru tersebut. Berdasarkan peta konsep yang dibuat oleh siswa,

guru dapat mengetahui sejauh mana pengetahuan para siswa tentang

pokok bahasan yang akan diajarkan.

b. Menyelidiki cara belajar siswa

Ketika siswa dihadapkan pada konsep baru, ia tidak akan dengan

mudah memahami konsep baru tersebut. Jika siswa diminta untuk

menyusun peta konsep dari konsep yang baru diterimanya tersebut,

maka siswa akan berusaha untuk mengeluarkan konsep-konsep apa

24

Zulfiani dkk, Strategi Pembelajaran, h. 30

25

(20)

yang dibacanya, menempatkan konsep yang paling inklusif pada

puncak peta konsep yang dibuatnya, kemudian mengurutkan

konsep-konsep yang lain yang kurang inklusif pada konsep-konsep yang paling inklusif

dan siswa akan mencari kata penghubung untuk mengaitkan

konsep-konsep itu menjadi preposisi-preposisi yang bermakna.

c. Mengungkapkan konsepsi yang salah pada siswa

Peta konsep dapat menungkapkan konsepsi yang salah

(miskonsepsi) yang terjadi pada siswa. Konsepsi salah biasanya timbul

karena terdapat kaitan antara konsep-konsep yang mengakibatkan

proposisi-proposisi yang salah.

d. Alat evaluasi

Peta konsep dapat dijadikan alat evaluasi pendidikan, selain tes

objektif atau uraian. Novak memperhatikan empat kriteria penilaian

yaitu:

1) Kesahihan proposisi

2) Adanya hirarki

3) Adanya kaitan silang

4) Adanya contoh-contoh

Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi didasarkan pada tiga

gagasan dalam teori kognitif Ausubel, yaitu:

1) Struktur kognitif seseorang diatur secara hirarkis, dengan

konsep-konsep dan proposisi-proposisi yang lebih inklusif, lebih umum

superordinat terhadap konsep-konsep dan proposisi yang kurang

inklusif dan lebih khusus.

2) Konsep-konsep dalam struktur kognitif mengalami diferensiasi

progresif. Prinsip Ausubel ini menyatakan bahwa belajar bermakna

merupakan proses yang kontinu, dimana konsep-konsep baru

memperoleh lebih banyak arti dengan dibentuknya lebih banyak

kaitan proposional. Jadi konsep-konsep tidak pernah tuntas

dipelajari, tetapi selalu dipelajari, dimodifikasi, dan dibuat lebih

(21)

3) Penyesuaian integratif. Prinsip belajar ini menyatakan bahwa

belajar bermakna akan meningkat bila siswa menyadari

hubungan-hubungan baru (kaitan-kaitan konsep) antara kumpulan

konsep-konsep atau proposisi-proposisi yang saling berhubungan. Dalam

peta konsep penyesuaian integratif ini diperlihatkan dengan adanya

kaitan-kaitan silang antara kumpulan konsep-konsep.

4. Macam-macam Peta Konsep

Secara umum, terdapat tiga bentuk pola peta konsep dan

masing-masing pola memperlihatkan tingkatan/level linking dan monitoring

dimana pola jaring (net) memiliki pola hirarki yang lebih kompleks

dibandingkan pola rantai (chain) dan jari (spoke).26

Menurut Nur dalam Trianto terdapat empat macam peta konsep, yaitu

pohon jaringan (network tree), rantai kejadian (events chain), peta konsep

siklus (cycle concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept

map).27

a. Pohon Jaringan (network tree)

Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa

kata yang lain dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada

peta konsep menunjukkan hubungan antar ide-ide itu. Kata-kata yang

ditulis memerikan hubungan antara konsep-konsep.

b. Rantai Kejadian (event chain)

Peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk memerikan

suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur, atau

tahap-tahap dalam suatu proses.

Rantai kejadian ini mengutamakan suatu kejadian pokok atau

kejadian awal yang kemudian mengakibatkan kejadian lain sampai

tertuju pada suatu hasil.

26

Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme dalam Pembelajaran dan Pengajaran Sains, (Seminar Internasional Pendidikan IPA FITK UIN, 2007), h.94

27

(22)

Rantai kejadian ini dapat digunakan untuk memvisualisasikan

tahapan-tahapan pada suatu proses, langkah-langkah dalam suatu

prosedur linear, dan urutan kejadian.

Contoh peta konsep model rantai kejadian dapat dilihat pada gambar

2.1:

c. Peta Konsep Siklus (cycle concept map)

Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan

suatu hasil final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan

kembali ke kejadian awal. Peta konsep siklus cocok diterapkan untuk

menunjukkan hubungan bagaimana suatu rangkaian kejadian

berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang berulang.

Contoh peta konsep siklus dapat dilihat pada gambar 2.2: Kejadian awal

Hutan Semak-semak

Gambar 2.1. Peta konsep rantai kejadian suksesi primer

Sumber: Trianto (2007: 163) Tumbuhan lumut Melapukkan batuan

(23)

d. Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)

Peta konsep model laba-laba dapat digunakan untuk

memvisualisasikan hasil curah pendapat, kategori yang tidak parallel,

dan hal-hal yang tidak tersusun atas hirarki.

5. Ciri-ciri Peta Konsep

Ciri-ciri peta konsep adalah sebagai berikut:28

a. Peta konsep adalah bentuk dari konsep-konsep atau

proposisi-proposisi suatu bidang studi agar lebih jelas dan bermakna, misalnya

dalam bidang studi biologi, fisika, pendidikan agama Islam, dsb.

b. Peta konsep merupakan suatu gambar yang dibentuk dua dimensi dari

suatu bidang studi, atau bagian dari bidang studi, yang

memperlihatkan tata hubungan antar konsep-konsep. Di samping itu

juga memperlihatkan bentuk belajar kebermaknaan dibanding dari

cara belajar bentuk lain dengan tidak memperlihatkan

hubungan-hubungan konsep-konsep. Peta konsep memperlihatkan hubungan-hubungan

konsep antara satu dengan lainnya.

28

Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Gaung Persada Press. 2009), h.125

3-fosfogliserat

1,3-bifosfogliserat

gliseraldehida 3-fosfat (G3P) G3P

Ribuloas bifosfat (RuBP)

Rubisko

Gambar 2.2. Peta konsep siklus Calvin Sumber: Campbell (2002: 194)

(24)

c. Setiap konsep memiliki bobot yang berbeda antara satu dengan lainnya, ia dapat berbentuk aliran, air, cabang pohon, urutan-urutan

kronologis, dsb.

d. Peta konsep berbentuk hirarkis, manakala suatu konsep di bawahnya

terdapat beberapa konsep, maka konsep itu akan lebih terurai secara

jelas sehingga apapun yang berkaitan dengan konsep tersebut akan

timbul.

6. Cara Membuat Peta Konsep

Siswa diminta membuat peta konsep dan dari peta konsep tersebut

dapat terlihat proses pentautan (dari garis penghubung) dan pemahaman

mengenai dasar hubungan antar konsep tersebut.29

Untuk membuat peta konsep, siswa dilatih untuk mengidentifikasi

ide-ide kunci yang berhubungan dengan suatu topik dan menyusun ide-ide-ide-ide

tersebut dalam pola logis.30

Arends dalam Trianto memberikan langkah-langkah dalam membuat

peta konsep sebagai berikut 31:

Langkah 1 : mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi

sejumlah konsep

Langkah 2 : mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder

yang menunjang ide utama

Langkah 3 : tempatkan ide-ide utama di tengah atau di puncak peta

tersebut

Langkah 4 : kelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang

secara visual menunjukkan hubungan ide-ide tersebut

dengan ide utama

29

Tatang Suratno, Peranan Konstruktivisme, h.94

30

Trianto, Model-model Pembelajaran, h.160

31

(25)

7. Kegunaan Peta Konsep

Beberapa kegunaan pemetaan konsep dalam pengajaran di sekolah

adalah sebagai berikut32:

a. Kegunaan bagi siswa

Pemetaan konsep dapat membantu siswa dalam mempelajari

konsep-konsep pokok dan proposisi, serta berusaha mengaitkan

pengetahuan yang dimiliki dengan yang sedang dipelajari, sehingga

akan terjadi belajar bermakna. Selain itu pemetaan konsep dapat

mengembangkan kreativitas siswa, karena pembuatan pemetaan konsep

merupakan aktivitas yang kreatif dan mempunyai nilai sosial yang

tinggi jika dilakukan secara kelompok di dalam kelas.

b. Kegunaan bagi guru

Pemetaan konsep merupakan alat yang berguna untuk mengamati

makna yang dipegang oleh seorang siswa dan apabila dikonstruksi

secara hati-hati dapat mengungkapkan organisasi kognitif siswa.

Pemetaan konsep juga merupakan alat yang efektif untuk

menunjukkan miskonsepsi-miskonsepsi. Hal ini disebabkan karena

pemetaan konsep berisikan ekspresi-ekspresi mengenai proposisi yang

diinternalisasikan.

Peta konsep juga berguna untuk mengorganisasikan

informasi-informasi dari suatu materi yang terdapat pada sebagian bab buku ajar

maupun keseluruhan bab. Peta konsep menyajikan beberapa kata penting

untuk dipelajari, selain itu juga mengatur nformasi menjadi beberapa

bagian yang memiliki hubungan sehingga informasi-informasi tersebut

dapat mudah dipahami dan diingat.33

32

Ratna Tanjung, Kegunaan Peta Konsep dalam Pengajaran IPA di SMU, (Jurnal Khazanah Pengajaran IPA, 1996), h.32-38

33

(26)

8. Fungsi Peta Konsep dalam Kegiatan Belajar Mengajar

Peta konsep memiliki beberapa fungsi dalam pembelajaran sains

seperti yang dikemukakan oleh Sulistio dalam Zulfiani yaitu:34

a. Merencanakan pembelajaran

Peta konsep dapat digunakan sebagai perencanaan pembelajaran sains

dengan bentuk peta konsep sederhana yang dibuat oleh guru untuk

siswa sebagai catatan.

b. Perencaaan kurikulum dan evaluasi kurikulum

Siswa perlu mengetahui organisasi topik yang akan diajarkan di

sekolah baik itu dalam satuan pelajaran maupun satu buku materi

pelajaran.

c. Mengembangkan pengajaran

Peta konsep digunakan dalam proses pembelajaran dengan cara guru

menjelaskan konsep utama suatu materi kemudian meminta siswa

membuat peta konsep secara keseluruhan yang relevan dengan konsep

utama tersebut serta hubungan-hubungan yang dapat mengaitkan

konsep-konsep tersebut dengan konsep utama yang telah diajarkan

guru.

d. Diskusi

Setiap kelompok diskusi membuat peta konsep mengenai suatu topik

bahasan fisika, kimia, maupun biologi kemudian dipresentasikan di

depan kelas dan mendapat perbaikan dari kelompok lain maupun guru

dalam bentuk diskusi kelas.

e. Laporan praktikum

Sebelum praktikum dilaksanakan, siswa diminta menyusun peta

konsep yang berisi latar belakang teori dan menghubungkan

konsep-konsep teori tersebut dengan prosedur kerja di laboratorium.

Kemudian siswa menyusun peta konsep mengenai kesimpulan

eksperimen dan mensitesiskan peta konsep tersebut dengan peta

konsep pralab yang berisi latar belakang teori.

34

(27)

f. Belajar buku teks

Siswa membuat peta konsep pada masing-masing bab yang terdapat

pada buku teks. Setiap siswa diberi kesempatan untuk membuat peta

konsep agar diketahui sejauh mana mereka telah belajar bermakna.

g. Tes

Pembuatan peta konsep dapat digunakan dalam soal bentuk uraian

h. Instruksi melalui komputer

Peta konsep dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan

fasilitas komputer.

i. Gambaran pengetahuan sendiri

Siswa dapat diminta menyusun peta konsep berdasarkan pemahaman

konsep yang diperolehnya.

j. Analisis miskonsepsi siswa

Konsepsi siswa berdasarkan hasil tes tertulis atau tes lisan dapat

dibuat dalam bentuk peta konsep. Penggunaan peta konsep dalam hal

ini dapat mendiagnosis miskonsepsi/kesalahan konsep dan mengetahui

konsep-konsep dasar yang telah dimiliki siswa.

k. Menganalisis buku teks

Analisis buku teks dengan peta konsep dilakukan dengan

membandingkan dan menilai bagaimana konsep-konsep dalam buku

teks tersebut disajikan dan dijelaskan.

Peta konsep juga dapat digunakan sebagai alat ukur penilaian hasil

belajar siswa.35

35

(28)

F. Hakikat Miskonsepsi

1. Pengertian Konsep, Konsepsi, dan Miskonsepsi

Ausubel mendefinisikan konsep merupakan benda-benda,

kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang mewakili ciri khas dan yang

terwakili dari setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol. Jadi konsep

merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi

antara sesama manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir.36

Tafsiran setiap orang terhadap banyak konsep sangat berbeda-beda.

Misalkan penafsiran struktur dan fungsi tumbuhan atau metabolisme pada

tumbuhan dapat berbeda untuk setiap orang. Tafsiran konsep oleh seseorang

inilah yang disebut dengan konsepsi.37 Meskipun dalam IPA kebanyakan

konsep telah memiliki arti yang jelas dan ilmiah dan sudah disepakati oleh

para ilmuwan, kenyataannya konsepsi siswa masih dapat berbeda-beda.

Konsepsi yang dimiliki siswa tidak selalu sesuai dengan konsepsi para

ilmuwan, konsepsi para ilmuwan lebih canggih, lebih kompleks, lebih rumit,

dan lebih banyak melibatkan hubungan antar konsep. Faktor kesenjangan

antara miskonsepsi yang dimiliki para ilmuwan dan siswa inilah yang

menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa.

Novak mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi

konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Sedangkan David

Hammer mendefinisikan miskonsepsi sebagai ”strongly held cognitive

structures that are different from the accepted understanding in a field and

that the presume to interfere with acquisition of new knowledge”38 yang

berarti bahwa miskonsepi dapat dipandang sebagai konsepsi atau struktur

kognitif yang melekat dengan kuat dan stabil dibenak siswa yang

sebenarnya menyimpang dari konsepsi yang dikemukakan para ilmuwan

yang dapat menyesatkan para siswa dalam memahami fenomena alamiah

dan melakukan eksplanasi ilmiah.

36

Yuyu Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep Fisika Menggunakan Certainty of Response Index (CRI), (Jurnal Mimbar Pendidikan No3/XXIV/2005), h.5

37 Ibid

(29)

Suparno memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat

akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang

salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hirarki

konsep-konsep yang tidak benar.39 Miskonsepsi adalah salah satu faktor

penghambat bagi siswa untuk membangun sendiri ilmunya secara benar.40

Miskonsepsi merupakan kesalahan yang terjadi secara terus menerus serta

menunjukkan kesalahan dengan sumber-sumber tertentu.

Miskonsepsi dapat diartikan sebagai suatu konsepsi yang tidak sesuai

dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh para ilmuwan,

hanya dapat diterima dala kasus-kasus tertentu dan tidak berlaku untuk

kasus-kasus lainnya Miskonsepsi didefinisikan sebagai siswa yang tidak

cocok dengan konsepsi para ilmuwan. Konsepsi tersebut pada umumnya

dibangun berdasarkan akal sehat atau dibangun secara intuitif dalam upaya

memberi makna terhadap dunia pengalaman mereka sehari-hari.

Miskonsepsi pada siswa mungkin diperoleh melalui proses pembelajaran

pada jenjang pendidikan sebelumnya.

2. Sebab-sebab Miskonsepsi

Penyebab timbulnya miskonsepsi pada pemahaman siswa, yaitu41

a. Keterbatasan informasi yang diterima

b. Terbatasnya kemungkinan untuk menguji teori baru

c. Kesalahan dalam buku teks

d. Informasi dari media yang salah penyampaiannya

e. Siswa selalu pasif dan menerima apa adanya dari guru

f. Materi terlalu kompleks dan tidak sesuai dengan pola berfikir siswa

39

Nur Afifudin, Miskonsepsi, tersedia di

http://begawanafif.blogspot.com/2009/02/penggunaan-model-model-pembelajaran.html diakses pada 19 Januari 2010

40

Nur Asma, Model Pembelajaran untuk Menanggulangi Miskonsepsi Bidang Studi Fisika di SMU, (Jurnal Pembelajaran, Vol 27, No 2, 2004), h. 107-119

41

(30)

g. Materi yang dibahas masih terlalu asing bagi siswa

Miskonsepsi bisa disebabkan oleh terbatasnya informasi yang diterima

siswa dan terbatasnya kemungkinan untuk menguji keunggulan pengetahuan

yang dibentuk.

Kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu

permasalahan atau soal latihan dapat saja terjadi, karena mereka membentuk

pengetahuan dengan tidak benar. Kesalahan dapat saja terjadi karena kurang

lengkapnya informasi yang siswa terima, kesalahan dalam buku atau

informasi tambahan dari media yang salah disampaikan. Kesalahan dapat

juga terjadi jika siswa terlalu dituntun atau pasif dan menerima apa adanya

dari guru atau materi terlalu kompleks dan tidak sesuai dengan tingkat

perkembangan berfikir siswa atau materi yang dibahas sangat jauh berbeda

dengan kehidupan atau pengalaman mereka sehari-hari. 42

Miskonsepsi dapat bertahan lama dan sifatnya menetap pada siswa.

perubahan hanya dapat terjadi jika siswa merasa tidak yakin lagi dengan

pengetahuan yang dimilikinya, sehingga ia berusaha mencari alternatif

pemecahannya. Jika alternatif pemecahan masalah mampu menyelesaikan

masalahnya/teratasi, maka ia akan melakukan reorganisasi

pengetahuannya.43

Menurut Berg, miskonsepsi pada siswa sulit diperbaiki, seringkali

“sisa” miskonsepsi terus menerus mengganggu siswa, seperti siswa dapat

mengerjakan soal-soal sederhana, tetapi miskonsepsi siswa muncul kembali

ketika siswa dihadapkan pada soal-soal yang lebih sulit. Pada umumnya

guru tidak mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa, sehingga proses

belajar mengajar tidak disesuaikan dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa.

44

42

Suhirman, Prakonsepsi, Miskonsepsi., h.80

43

Ibid

44

(31)

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa miskonsepsi terjadi

secara universal di seluruh dunia bagaimanapun lingkungan sosial budaya,

bahasa, maupun etniknya. Konsepsi dan miskonsepsi siswa diduga kuat

terbentuk pada masa anak-anak ketika terjadi interaksi otak dengan alam.45

Miskonsepsi dapat terjadi pada pengalaman siswa sehari-hari mengenai

fenomena alam dan sekitarnya.46

Penyebab miskonsepsi yang diuraikan di atas masih sangat terbatas.

Dalam kenyataan di lapangan, siswa dapat mengalami miskonsepsi dengan

sebab-sebab yang lebih bermacam-macam dan rumit. Penyebab

sesungguhnya juga sulit diketahui, karna terkadang siswa tidak secara

terbuka mengungkapkan bagaimana mereka mengalami dan memiliki

konsep yang tidak tepat tersebut.

Pendidik juga perlu mengetahui bahwa miskonsepsi yang dialami setiap

siswa dalam satu kelas dapat berlainan dan penyebabnya juga berlainan.

Maka dapat terjadi, dalam satu kelas terdapat bermacam-macam

miskonsepsi dan penyebab miskonsepsi. Dengan demikian, bagi pendidik

tidak mudah untuk sungguh-sungguh mengerti penyebab miskonsepsi yang

dialami setiap siswa. Sebagai akibatnya, tidak mudah juga untuk membantu

setiap siswa secara tepat dalam mengatasi miskonsepsi.

3. Miskonsepsi dari Sudut Pandang Konstruktivisme

Konstruktivisme memandang penting miskonsepsi yang diyakini siswa

dikarenakan: (1) konsepsinya berbeda dengan konsep ilmiah; (2) sifatnya

laten, terus dipergunakan siswa dan cenderung sukar diubah; (3) sukar

dideteksi oleh guru.47

45

Yuyu Tayubi, Identifikasi Miskonsepsi pada Konsep-konsep ,h. 5

46

Claudia von Aufschnaiter dan Christian Rogge, Misconception or Missing Conception,

(Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education, 2010), h. 12

47

(32)

Mengapa konstruktivisme memandang penting miskonsepsi?

Setidaknya terdapat lima klaim utama yang mendasari miskonsepi, yaitu:48

a. Siswa membawa berbagai konsepsi mengenai objek dan fenomena alam

dan seringkali tidak sesuai dengan konsep ilmiah. Guru sebaiknya

memiliki pengetahuan mengenai konsepsi siswa.

b. Siswa berdasarkan gender, usia, kemampuan dan latar belakang budaya,

cendrung membawa miskonsepsi yang berasal dari pengalaman pribadi

maupun hasil interaksi sosial.

c. Misikonsepsi sangat sulit diberantas dan sifatnya beragam. Diperlukan

strategi perubahan konseptual

d. Terdapat kesamaan antara penjelasan saintis yang tergugurkan teorinya

dengan miskonsepsi siswa. Diperlukan kajian sejarah sains bagi siswa

e. Melacak darimana asalnya miskonsepsi sangatlah sulit, terutama secara

empiris. Namun gejala miskonsepsi yang terjadi di berbagai populasi

dan budaya mencerminkan adanya kesamaan pengalaman budaya siswa

dalam hal observasi alam, penggunaan bahasa sehari-hari, pengaruh

media massa serta pengalaman belajar di kelas.

G. Desain-desain Alternatif Intervensi Tindakan yang Dipilih 1. Analisis Kebutuhan

a) Wawancara dengan guru biologi

b) Identifikasi miskonsepsi dengan Certainty of Response Index (CRI)

c) Menentukan strategi pembelajaran yang cocok untuk mengatasi

miskonsepsi siswa pada konsep jaringan tumbuhan

2. Siklus I

a) Perencanaan

Tahap perencanaan ini terdiri dari penyusunan RPP, handout materi

jaringan tumbuhan, lembar observasi, dan format evaluasi untuk

mengukur presentase miskonsepsi siswa.

b) Pelaksanaan

48

(33)

Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari : (1) guru memberikan

pengetahuan awal mengenai strategi pembelajaran peta konsep

sebagai strategi pembelajaran yang digunakan, (2) guru memberikan

tes kemampuan awal (pretest) konsep jaringan tumbuhan, (3) guru

menjelaskan tujuan pembelajaran kepada siswa, (4) siswa secara

berkelompok membuat peta konsep mengenai jaringan tumbuhan

berdasarkan handout yang diberikan guru dan buku pelajaran yang

dimiliki siswa, (5) perwakilan kelompok mempresentasikan peta

konsep yang telah dibuat, (6) guru menjelaskan konsep jaringan

tumbuhan, dan (7) siswa menarik kesimpulan mengenai konsep

jaringan tumbuhan berdasarkan peta konsep yang telah dibuat

c) Pengamatan dan evaluasi

Tahap pengamatan dan evaluasi: (1) observer mencatat setiap

aktivitas guru dan siswa dalam lembar observasi selama proses

pembelajaran menggunakan peta konsep, (2) memberikan tes

kemampuan kepada siswa pada akhir siklus I (post test), dan (3)

berdiskusi dengan guru bidang studi dan observer untuk mengetahui

tanggapan dan sarannya terhadap proses pembelalajaran.

d) Refleksi

Tahap refleksi: (1) mengolah dan menganalisis data dari siklus I

yaitu pretest, posttest dan hasil observasi, (2) menarik kesimpulan

kekurangan pada siklus I, dan (3) merefleksi kekurangan pada siklus

I sebagai acuan pada siklus II.

3. Siklus II

a) Perencanaan

Merencanakan strategi upaya perbaikan untuk pelaksanaan

pembelajaran pada siklus II. Membuat rancangan pelaksanaan

pembelajaran pada konsep organ tumbuhan menggunakan

pembelajaran peta konsep.

(34)

Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari: (1) guru memberikan tes

kemampuan awal (pretest) organ tumbuhan, (2) guru menjelaskan

tujuan pembelajaran kepada siswa, (3) siswa secara berpasangan

membuat peta konsep mengenai organ tumbuhan berdasarkan

handout yang diberikan guru dan buku pelajaran yang dimiliki

siswa, (5) perwakilan pasangan mempresentasikan peta konsep yang

telah dibuat, (6) guru menjelaskan konsep organ tumbuhan, dan (7)

siswa menarik kesimpulan mengenai konsep organ tumbuhan

berdasarkan peta konsep yang telah dibuat

c) Pengamatan dan evaluasi

Tahap pengamatan dan evaluasi: (1) observer mencatat setiap

aktivitas guru dan siswa dalam lembar observasi selama proses

pembelajaran menggunakan peta konsep, (2) memberikan tes

kemampuan kepada siswa pada akhir siklus II (post test), dan (3)

berdiskusi dengan guru bidang studi dan observer untuk mengetahui

tanggapan dan sarannya terhadap proses pembelalajaran

d) Refleksi

Tahap refleksi: (1) mengolah dan menganalisis data dari siklus II

yaitu pretest, posttest dan hasil observasi, (2) menarik kesimpulan

kekurangan pada siklus II, dan (3) merefleksi kekurangan pada

siklus II dan sebagai penentuan apakah perlu penambahan siklus

pembelajaran atau tidak.

D. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan

Sahat Saragih, dalam penelitiannya yang berjudul Upaya Memperbaiki

Miskonsepsi Pembelajaran Analisis Real melalui Pengajaran Remedial

dengan Bantuan Media Peta Konsep dan Tutor Sebaya, diperoleh hasil

peengajaran remedial dengan menggunakan bantuan media peta konsep dan

tutor sebaya dala mata kuliah analisis real dapat meminimalkan miskonsepsi

(35)

Neni Hasnunidah, dalam penelitiannya yang berjudul Diagnostik

Miskonsepsi Biologi dan Remediasinya dengan Tiga Model Pembelajaran

yang Berbeda (peta konsep, siklus belajar, dan penemuan terbimbing),

diperoleh hasil penelitian yaitu tingkat miskonsepsi siswa pada materi pokok

Sistem Peredaran Manusia sebelum pembelajaran adalah 79,09% dan setelah

remediasi sebesar 29,60. Ketiga macam model pembelajaran yang digunakan

sama efektifnya dalam menurunkan tingkat miskonsepsi siswa pada materi

pokok Sistem Peredaran Darah Manusia.

Kadir, dalam penelitiannya yang berjudul Efektifitas Strategi Peta

Konsep dalam Pembelajaran Sains dan Matematika, diperoleh hasil penelitian

yaitu secara keseluruhan pengaruh strategi peta konsep tergolong tinggi, yaitu

1,73 kali simpangan baku kelompok kontrol, strategi peta konsep pada

jenjang guru memberikan pengaruh tertinggi, sedangkan teredah terdapat

pada jenjang SD dan pengaruh strategi peta konsep tertinggi terjadi pada

perlakuan selama 24 minggu, sedangkan terendah terjadi pada perlakuan

selama 6 minggu.

Mia Aina, dengan penelitiannya yang berjudul Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa pada Konsep Invertebrata dengan Menggunakan Teknik Peta

Konsep, diperoleh hasil penelitian yaitu dengan penggunaan teknik peta

konsep hasil belajar siswa meningkat dengan rata-rata 6,39 pada siklus II dan

pada siklus III meningkat menjadi 7,16. Jumlah siswa yang memperoleh nilai

6,5 pada siklus III sebanyak 6 orang da yang memperoleh nilai > 6,5

sebanyak 39 orang yang artinya secara klasikal proses pembelajaran telah

mencapai ketuntasan.

Jufri, penelitiannya yang berjudul Penggunaan Peta Konsep dalam

Pembelajaran Lingkungan dan Pelestarian SDAH untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Siswa Kelas 1 MAN 3 Malang, didapatkan hasil penelitian yaitu hasil

belajar siswa dengan menggunakan peta konsep pada konsep lingkungan dan

pelestarian SDAH dapat meningkat nyata, dengan rata-rata nilai 66,72 pada

(36)

Yustini Yusuf, dkk, dalam penelitiannya yang berjudul Upaya

Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi melalui Penggunaan Peta

Konsep pada Siswa kelas II4, SMP Negeri 2 Pekan Baru, diperoleh hasil

penelitian yaitu terjadi peningkatan persentase aktifitas yaitu 72,40% (baik)

siklus I menjadi 81,05% (bak sekali) pada siklus II dan rata-rata hasil belajar

siswa pada sistem pencernaan yaitu 79,18% (tinggi) dan pada sistem

pernafasan 84,04%.

E. Kerangka Pikir

Biologi berisi konsep-konsep yang saling berhubungan dan kompleks.

Namun kebanyakan guru mengajarkan konsep-konsep biologi tersebut

dengan metode ceramah dan hapalan, dan proses pembelajaran yang pasif

sehingga banyak siswa yang belum memahami konsep-konsep tersebut secara

mendalam, selain itu juga guru tidak memperhatikan konsepsi awal siswa

sebelum menerima konsep yang baru, akibatnya terjadi miskonsepsi pada

siswa. Dalam kehidupan sehari-hari siswa juga memiliki konsepsi-konsepsi

yang berbeda-beda mengenai fenomena alam yang terjadi disekitarnya dan

tidak jarang konsepsi yang terbentuk siswa ternyata berbeda dengan

konsepsi-konsepsi para ilmuwan. Peristiwa ini juga mengakibatkan

miskonsepsi pada siswa.

Miskonsepsi didefinisikan sebagai konsepsi siswa yang tidak cocok

dengan konsepsi yang benar, hanya dapat ditemukan dalam kasus-kasus

tertentu dan tidak berlaku untuk kasus-kasus lainnya serta tidak dapat

digeneralisasikan. Miskonsepsi ini dapat muncul pada diri siswa berasal dari

pengalaman sehari-hari ketika berinteraksi dengan alam sekitarnya.

Dalam menangani miskonsepsi siswa, kiranya perlu diketahui lebih

dahulu konsep-konsep alternatif apa saja yang dimiliki siswa dan darimana

mereka mendapatkan konsep tersebut. Diperlukan cara-cara mengidentifikasi

atau mendeteksi salah konsep tersebut, yaitu melalui peta konsep.

Peta konsep merupakan suatu alat skematis untuk merepresentasikan

(37)

Peta konsep disusun secara hirarki, konsep esensial akan berada pada bagian

atas peta. Miskonsepsi dapat diidentifikasi dengan melihat hubungan antara

dua konsep tersebut benar atau tidak. Biasanya miskonsepsi dapat dilihat

dalam proposisi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar

konsep.

F. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teoritis dan penyusunan kerangka pikir, maka dapat

dirumuskan hipotesis tindakan pada penelitian ini adalah penggunaan peta

konsep dalam pembelajaran biologi dapat mengurangi miskonsepsi siswa

kelas XI MAN 10 Jakarta.

Konsep biologi

Salah konsep /miskonsepsi

Peta konsep

Konsep menjadi benar Perbaikan konsep Pembelajaran biologi yang tidak

memperhatikan prakonsepsi

Bagan 2.1. Kerangka Pikir

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN)

10 yang berlokasi di Jl. Joglo Baru No.77 Kecamatan Kembangan

Jakarta-Barat. Waktu penelitian pada bulan September-Oktober 2010 pada semester

ganjil tahun ajaran 2010/2011.

B. Metode dan Desain Intervensi Tindakan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan

Kelas (PTK) yaitu suatu pengkajian terhadap permasalahan praktis yang

bersifat situasional dan kontekstual yang ditujukan untuk menentukan

tindakan yang tepat dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi.49 PTK

merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah

tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuh kelas secara

bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan guru

yang dilakukan oleh siswa.50 PTK juga dapat diartikan sebagai upaya yang

ditujukkan untuk memperbaiki proses pembelajaran atau memeahkan

masalah yang dihadapi dalam pembelajaran.51

Adapun tahapan penelitian tindakan kelas yang lazim dilakukan adalah

sebagai berikut:52

Tahap I: Perencanaan tindakan (planning)

Tahap II: Pelaksanaan tindakan (acting)

Tahap III: Pengamatan (observing)

Tahap IV: Refleksi (reflecting)

49

Masnur Muslich, Melaksanakan PTK itu Mudah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.9

50

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h.3

51

E. Mulyasa, Praktik Penelitian Tindakan Kelas, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009), h.34

52

Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan, h.16

(39)

Adapun model dan penjelasan untuk masing-masing tahap adalah sebagai

berikut:53

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Persiapan tindakan

Langkah-langkah persiapan penelitian yang dilakukan:

a. Merencanakan tindakan

Menyusun RPP

b. Menetapkan kriteria:

a) Terciptanya suasana pembelajaran yang aktif

b) Pengurangan miskonsepsi siswa

2. Implementasi tindakan

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian melalui proses pembelajaran

yang terbagi menjadi beberapa siklus penelitian disesuaikan dengan

besarnya masalah yang harus dipecahkan.

a. Siklus pertama

Pelaksanaan pembelajaran menggunakan strategi belajar peta

konsep pada konsep jaringan tumbuhan. Observasi siklus ini

dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung.

53

Ibid., h.16

Siklus I

Perencanaan

Pengamatan

Perencanaan

Siklus II

Refleksi

?

Refleksi Pelaksanaan

Pelaksanaan

(40)

Hasil pengamatan dijadikan refleksi untuk rencana tindakan pada

siklus kedua.

b. Siklus kedua

Proses pembelajaran tetap menggunakan strategi belajar peta

konsep pada konsep organ tumbuhan. Hasil refleksi pada siklus

kedua ini dijadikan bahan observasi kembali. Hasil pengamatan

dianalisis sebagai bahan refleksi untuk rencana tindakan dalam

melaksanakan penelitian tindakan kembali.

c. Observasi dan Evaluasi

Observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan

pembelajaran. Evaluasi dilaksanakan setelah proses pembelajaran

berlangsung dengan memberikan posttest kepada siswa.

d. Analisis dan Refleksi

Data yang telah terkumpul pada siklus pertama dianalisis dan

didiskusikan bersama guru yang bersangkutan, tentang kelebihan

dan kelemahan yang terjadi dalam proses pembelajaran dan

kemudian dideskripsikan sebagai bahan penyusunan perencanaan

tindakan pada pembelajaran siklus yang kedua.

Berdasarkan data yang terkumpul pada siklus kedua dianalisis

dan direfleksikan kembali, dilihat apakah hasil yang didapat sudah

sesuai dengan yang diinginkan peneliti. Dari hasil analisis dilihat

seberapa besar peningkatannya. Langkah pembelajaran yang masih

kurang direkomendasikan untuk diperbaiki jika ada penelitian

selanjutnya.

C. Subjek Yang Terlibat Dalam Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA semester ganjil MAN 10

Jakarta Barat yang hanya terdiri dari satu kelas dengan jumlah siswa

Gambar

Gambar 2.1. Peta konsep rantai kejadian suksesi
Gambar 2.2. Peta konsep siklus Calvin
Tabel 3.1 Tahapan Penelitian Siklus I dan II
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Valid pada Siklus I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dampak lain yang juga dirasakan oleh peserta, mereka menjadi termotivasi untuk lebih banyak berkarya karena dalam kegiatan Bengkel Sastra ini mereka juga diperkenalkan pada

Upaya mengatasi masalah tersebut, telah dilakukan penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode bercerita terhadap kemampuan anak berbahasa di kelompok B

Setelah dilakukan terapi kelompok asertif, ke- lompok yang mendapatkan terapi kelompok asertif menunjukkan adanya peningkatan du- kungan keluarga/lingkungan terhadap

LOKASI KEGIATAN Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kab.. GRESIK, JUMLAH ANGGARAN

Therefore, this study sought to factually and empirically describe one basic dimension of the implementation of policies on population administration by taking the case in the

Diharapkan PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang dapat mempertahankan serta meningkatkan pelayanan terhadap lingkungan kerja fisik dan non fisik, karena dari

Beberapa subgenre jazz adalah Dixieland, swing, bebop, hard bop, cool jazz, free jazz, jazz fusion, smooth jazz, dan CafJazz.Jazz adalah aliran musik yang berasal dari Amerika

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1) Sebagian besar responden mempunyai perilaku vulva hygiene yang baik yaitu sebanyak 15