• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII PENUTUP

Foto 11 Pasien Pak Sabar Sedang Diobati

Pasien Pak Sabar Sedang Diobati.

5.2.2 Argya

Dalam pengobatan, pasien masuk ke dalam sebuah kamar khusus yang di dalamnya sudah tersedia segala alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengobatan. Sebelum memulai pengobatan Inang Hotang dengan dibantu suaminya menyebutkan doa untuk pemanggilan roh, agar roh mau datang dan masuk kedalam tubuh Inang Hotang. Pada saat Inang Hotang dan suami beliau mengucapkan mantra/doa, pasien diharapkan ikut berdoa di dalam hati karena doa merupakan unsur yang paling penting. Ketika roh mulai masuk kedalam tubuh Inang Hotang, perubahan aura wajah dan suara beliau mulai berubah, aura muka dan suara juga seperti orang yang sudah lanjut usia.

Sambil melihat keadaan di sekitar kamar tempat pengobatan, roh opung melalui perantaraan Inang Hotang mulai menanyakan mengenai kedatangan pasien. Sambil diarahkan suami beliau, pasien diperkenankan duduk mendekat dengan Inang Hotang yang sudah dimasuki roh, suami Inang Hotang lalu memberikan daun sirih kepada pasien. Sirih yang dipegang oleh pasien tersebut kemudian diperintahkan Inang Hotang untuk dimakan pasien, sambil memakan daun sirih tersebut, pasien diminta untuk memberikan buah jeruk purut yang dibawa. Buah jeruk ini kemudian dipegang oleh Inang Hotang sambil ditiup-tiup mengelilingi buah, tujuannya agar penyakit yang terdapat di dalam tubuh dapat diketahui. Setelah ditiup buah ini kemudian dibelah dua oleh Inang Hotang, setelah dibelah, kemudian belahan jeruk dimasukan kedalam sebuah cawan, cawan ini kemudian diisi air sampai seluruh cawan terpenuhi oleh air, kemudian

di dalam cawan di masukan satu buah batu, batu ini berbentuk bulat hampir sempurna, berwarna putih mendekati perak dan berfungsi sebagai media pengobatan untuk melihat keseluruhan penyakit pasien. Setelah semua bahan tercampur di dalam cawan, Inang Hotang kemudian mengaduk-aduk seluruh bahan di dalam cawan, proses ini untuk melihat penyakit apa sebenarnya yang diderita si pasien, setelah selesai kira-kira selama 2 menit penyakit Argya mulai diketahui.

Menurut Inang Hotang, penyakit yang diderita pasien adalah penyakit demam anak yang disebabkan virus yang bertebar di udara. Virus tersebut bernama angin jahat, angin tersebut masuk lewat urat-urat tubuh dan menyebar keseluruh tubuh tanpa diketahui oleh orang lain. Angin ini membuat sakit diseluruh tubuh orang yang menderitanya, sehingga membuat anak akan selalu gelisah ketika tidur apalagi pada saat malam hari. Selanjutnya untuk mengobati, Inang Hotang meminta baju pasien untuk dilepaskan dan mengambil satu lembar daun sirih, daun ini kemudian ditiup beberapa kali dengan tujuan agar segala racun yang terdapat di dalam daun tersebut hilang. Setelah selesai ditiup beberapa kali, badan pasien lalu dioleskan minyak khusus dengan menggunakan daun sirih dari atas kepala sampai bagian tubuh bawah. Setelah selesai diminyaki selanjutnya Inang Hotang mengurut-urut pelan seluruh tubuh pasien agar angin jahat yang masukdi dalam tubuh anak tidak tinggal terlalu lama. Hampir 30 menit pasien diurut oleh Inang Hotang, Pengurutan dilakukan selama dua kali pada hari yang berbeda selama satu minggu dengan pantangan si pasien tidak boleh mandi

selama satu minggu karena tubuh pasien masih sangat sensitif terhadap angin jahat. Menurut Inang hotang selama seminggu anak akan sangat rewel kepada orang tuanya dan itu merupakan tahap dari dalam tubuh anak untuk melawan penyakit. Setelah dua kali datang dan melakukan pengurutan pasien sudah diperbolehkan mandi, tetapi teknis mandi tidak diperbolehkan menggunakan air hangat melainkan harus langsung menggunakan air dingin untuk memandikan si pasien.

5.2.3 Pak Marbun

Pak Marbun adalah pasien Inang Hotang yang sudah dua kali datang berobat kepadanya. Dalam setiap kali berobat Pak Marbun biasanya selalu tinggal di rumah Inang Hotang sekitar 4-7 hari. Dalam pengobatannya sama seperti pasien-pasien lainnya, pasien masuk ke dalam sebuah kamar khusus yang di dalamnya sudah tersedia segala alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengobatan, karena merupakan pasien yang tinggal langsung di rumah Inang Hotang dan juga sudah pernah datang kembali, beliau termasuk pasien yang mengalami pengobatan lanjutan. Di dalam pengobatannnya, Inang Hotang tetap mewajibkan Pak Marbun untuk meminum, memandikan obat-obatan pada saat beliau datang pertama kali ketika melakukan pengobatan, ditambah beliau juga harus memakan obat tambahan berupa ayaam yang diperintahkan oleh Inang Hotang.

Tinggal langsung di rumah Inang Hotang membuat segala persiapan obat- obatan yang dibutuhkan Pak Marbun selalu disiapkan oleh Inang Hotang dibantu dengan suaminya.

5.2.4 Fitri Pakpahan

Pengobatan yang dilakukan terhadap pasien Fitri hampir sama seperti pasien-pasien lainnya, mulai dari memasuki kamar pengobatan, membawa syarat pengobatan seperti jeruk purut serta memandikan dan meminum obat seperti pasien-pasien lainnya. Hanya saja menurut diagnosa penyakit yang dilakukan oleh Inang Hotang, pasien memang memiliki penyakit kiriman atau guna-guna dari orang lain seperti yang di khawatirkan oleh orang tuanya. Menurut Inang Hotang, guna-guna ini berasal dari orang yang ternyata pernah sakit hati terhadap perkataan si pasien. Orang Ini menurut diagnosis roh opung yang masuk ke dalam tubuhnya adalah orang yang menyukai pasien, tetapi karena sakit hati ditolak akhirnya si pasien disakiti dengan cara diguna-guna.

Menurut Inang Hotang kekuatan yang masuk ke dalam tubuh pasien, merupakan kekuatan yang cukup besar, sehingga selama tiga hari pasien diminta untuk tinggal di rumah Inang Hotang. Pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang untuk mengobati penyakit yang dialami pasien selain harus meminum obat seperti pasien lainnya, setiap malam sehabis seluruh pasien yang datang berobat kepada Inang Hotang pulang, Fitri selama tiga hari berturut-turut selalu diminyaki oleh minyak khusus seluruh bagian tubuhnya tanpa terkecuali. Hal ini

bertujuan, sebab guna-guna yang terjadi pada Fitri akan berkelanjutan dan bukan hanya menyakiti bagian kepala tetapi penyakit ini akan sering berpindah-pindah sehingga minyaklah yang melicinkan dan menghilangkan rasa sakit tersebut. Menurut Inang Hotang, setelah tiga hari masa pengobatan, pasien harus meminta maaf kepada orang tersebut, karena menurutnya orang itu terlalu sakit hati dengan perkataan yang dikatakan si pasien.

Selama tiga hari di obati langsung oleh Inang Hotang, pasien tidak pernah sekalipun menangis histeris atau merasakan lagi sakit kepala yang sungguh luar biasa di rasakannya setiap malam tiba. Karena dirasa sudah sembuh pasien diperbolehkan pulang tetapi, saran dari Inang hotang harus dilakukan.

Menurut peneliti, setiap penanganan pengobatan yang dilakukan cenderung sama, memang ada sedikit perbedaan-perbedaan penanganan penyakit tetapi jumlah tersebut tidaklah terlalu banyak jumlahnya. Sekalipun juga penanganan pasien sedikit berbeda, pemberian obat yang wajib diminum dan dimandikan oleh pasien selalu sama.

BAB VI

SUDUT PANDANG TERHADAP PENGOBATAN INANG HOTANG

Pengobatan berkembangsesuai dengan perkembangan dunia pemikiran dan kebudayaan manusia. Masa awal metode pengobatan tradisional sangat dipengaruhi oleh kepercayaan terhadap dunia non material.Metode pengobatan tradisional tidak sepenuhnya hilang di masa modern ini. Eksistensinya masih bisa ditemukan di tengah-tengah masyarakatbegitu juga praktik-praktik pengobatan tradisional masih hidup di tengah-tengah masyarakat dan masih dipercaya oleh sebagian masyarakat penggunanya. Keberadaan dukun sangat dipengaruhi oleh setiap pasien-pasiennya.

Pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang, memiliki penilaian khusus atau sudut pandang yang berbeda-beda dari setiap pasien maupun masyarakat sekitar terkait dengan pengobatan yang dilakukannya. Pengobatan yang dilakukan Inang Hotang menurut pasien adalah merupakan pengobatan kampung, pengobatan kampung yang dimaksud disini adalah pengobatan yang tidak menggunakan tnaga ahli atau medis dalam mengobati pasiennya.

6.1 Pendapat Pasien Mengenai Pengobatan

Pengobatan tradisional yang dilakukan oleh Inang Hotang rata-rata mambuat penyakit pasien lambat-laun mengalami perubahan. Sesak ketika bernafas dan sulitnya ketika tidur yang dirasakan salah pasien yang bernama Pak

Sabar selama bertahun-tahun sedikit demi sedikit mengalami perubahan. Meskipun di awal sebelum berobat beliau sempat tidak yakin terhadap pengobatan, tetapi berkat bujukan sang anak akhirnya beliau mau ikut berobat dan ternyata mengalami perubahan sedikit demi sedikit.

“Lumayanlah dek yang saya rasa ketika berobat kesini, awal saya datang berobat kesini kurang yakin sebenarnya, tetapi penyakit saya ternyata sedikit demi sedikit mengalami perubahan, sesaknya jarak kambuh, tidur udah sesuai jamnya dan makan udah bertambah semenjak di sini berobatnya. Syarat dan cara memberi obatnya terbilang santai juga dan sederhana juga, apa lagi dari segi biaya, kita cuma ngasih seikhlasnya ajah kok, sehingga tidak ada paksaan buat pasien, jadi kedua bela pihak sama-sama tidak merasa ada yang tidak dienakkan” (Pak Sabar, 63 tahun).

Hal serupa juga dirasakan oleh orang tua Argya,pasien yang masih balita ini selalu dibawa orang tua nya berobat ke Inang Hotang dan hasilnya mereka yang berobat merasa puas dengan hasil pengobtan yang sembuh. Orang tua Argya juga mengaku pemilihan pengobatan kampung seperti pengobatan tradisonal Inang Hotangselain digunakan untuk penyembuhan penyalit terhadap anaknya Argya, juga digunakan untuk mengobati penyakitnya dan suaminya. Hasil yang mereka peroleh cukup memuaskan. Oleh karena itu, orang tua Argya selalu merasa cocok dan tidak masalah jika berobat kampung di tempat Inang Hotang.Demikian juga, dengan pasien lain seperti, Pak Marbun dan Orang tua Fitri yang juga merasa puas dengan pengobatan yang mereka lakukan dengan meminta bantuan Inang Hotang.

“Ya berobat dimana ajah bagus-bagus ajah dek, tapi kalau penyakit kek anak saya (Fitri) mana ada di dalam dunia dokter, paliang ajah anak saya di bilang sakit kepala dan kalau terus lama-lama kek gini dibilang depresi sama dokter-dokter itu. Sejauh ini saya cocok dan suka dengan

pengobatan kampung disini, buktinya udah saya rasakan terhadap anak saya, mudah-mudahan bakal berlanjut terus yakan dek pengobatan disini, kita cocok-cocok ajah kok, apa lagi dari segi uang salam tanda terimakasihnya, gadak paksaan sama sekali, jadi sesuai ajah dengan kemampuan kita” (Orang tua Fitri).

6.2 Sudut Pandang Masyarakat

Lain hal nya dengan pasien, lain juga dengan yang di rasakan oleh masyarakat yang umum atau diluar pasien mengenai pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang.

Menurut beberapa masyarakat tidak msalah mengenai pengobatan yang dilakukan Oleh Inang Hotang saat ini, tapi ada beberapa masyarakat sekitar yang menganggap ketika zaman berubah pengobatan juga semakin berubah.

“Emang sih yakan dek ga masalah kita pas sakit berobat dimana, tapi kalau udah zaman sekarang alat dokter-dokter di rumah sakit jauh lebih banyak dan lengkap semua penyakit kok bisa ditengok disana, jadi kalau saya harus memilih saya bakal berobat di rumah sakit ajah dari pada obat kampung yakan” (M. Sitinjak, 45 tahun).

Hal serupa juga dikatakan beberapa penduduk lain seperti Ibu Marlo Simanjuntak dan Bapak Situmorang, mereka berpendapat bahwa bukan tidak bagus jika penduduk berobat ke pengobatan kampung, tetapi dibandingkan pergi kerumah sakit, selain tenaga medis yang jauh lebih lengkap, alat yang canggih, diagnosis asal mula penyakit masih jelas asal muasalnya.

“Kalau aku dek, kalau sakit dan mau pergi berobat aku milih di puskesmas atau bidan disini ajah lah. Biar pun banyak orang katanya sembuh tapi kalau sakit ya ke ahlinya lah yakan dek” (Bapak Situmorang 49 tahun dan Ibu Marlo Simanjuntak 46 tahun).

Selama berada di lapangan, banyak tanggapan pasien dan masyarakat yang bisa diketahuimengenai cara pengobatan tradisional dengan media bantuan roh, seperti yang dilakukan oleh Inang Hotang, yang banyak mengundang pro- kontra ditengah masyarak atau pun tetangga Inang Hotang.

Sebagian masyarakat merasa cukup puas dengan pengobatan yang mereka percayakan kepada Inang Hotang dan sebagian masyarakat atau pun tetanga lebih suka menggunakan bantuan tenaga medis untuk mengatasi bahkan menyembuhkan penyakit yang mereka derita.

BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diteliti oleh penulis, dapat disimpulkan bahwa: 1. Pengobatan yang dilakukan oleh Pangobati Inang Hotang merupakan

pengobatan yang tidak menggunakan tenaga medis dalam prakteknya sama sekali.

2. Inang Hotang dalam mengobati penyakit tidak berdasarkan keahlihannya terdahulu melainkan karena masuknya roh ke dalam tubuhnya.

3. Inang Hotang di dalam mengobati orang lain selalu mengunakan bantuan atau memanggil roh leluhur “Opung”.

4. Dalam melakukan pengobatan Inang Hotang selalu dibantu oleh suami beliau Bapak Sitinjak. Peran Bapak Sitinjak, cukup penting dalam melaksanakan ritual pengobatan yang dilakukan oleh Inang Hotang.

5. Keberadaan pengobatan Inang Hotangdigunakan masyarakat karena lelahnya berobat di rumah sakit, pengobatan yang relatif sederhana dan biaya yang dikeluarkan tidak mahal atau sesuai dengan keadaan ekonomi masyarakat.

6. Tidak semua masyarakat atau pun tetangga sekitar yang menggunakan bantuan jasa Inang Hotang,sebagai pangobati kampung. Beberapa masyarakat memilih berobat menggunakan bantuan tenaga medis atau perangkat kesehatan di desa mereka.

7.2 Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan yang sebelumnya peneliti uraikan, maka peneliti memiliki beberapa saran, yaitu:

1. Kepada pembaca, untuk meningkatkan ketertarikan minat membaca mengenai pengobatan-pengobatan Batak, seperti pengobatan yang dilakukan oleh pangobati Inang Hotang. Dimana, pembaca diharapkan mampu memahami dan melakukan pendekatan secara antropologis, agar kajian mengenai pengobatan Dukun sebagai pengobatan tradisional dapat dipahami lagi.

BAB II

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

2.1 Lokasi dan Lingkungan Alam

Penelitian ini dilakukan di Desa Janji Hutanapa, Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hansundutan. Desa ini memiliki batas-batas administratif sebagai berikut:

 Sebelah Utara desa berbatasan dengan Desa Pusuk I Kecamatan Parlilitan.  Sebelah Selatan desa berbatasan dengan Desa Pusuk II Kecamatan

Parlilitan.

 Sebelah Barat desa berbatasan dengan Hutan yang berbatasan dengan Marbusehu Kecamatan Pulung.

 Sebelah Timur desa berbatasan dengan Desa Sampean Kecamatan Doloksanggul.

Desa Janji Hutanapa yang menjadi lokasi penelitian ini berbatasan langsung dengan Desa Parjurgatan, dimana pemukiman penduduknya berupa daerah pedesaan yang biasa disebut dengan kampung.

Jarak Desa Janji Hutanapa berkisar ± 244 Km dari Kota Medan, dengan perincian sebagai berikut ini:

o Jarak dari kota Medan ke Kecamatan Parlilitan : ± 260 KM.

Foto 1.

Denah Lokasi Penelitian-Medan.

Sumber: Google maps tahun 2016.

Untuk sampai ke Desa Janji Hutanapa, kita dapat menaiki transportasi umum seperti bus TSK (Tunas Kencana) dan bus Sampri dengan arah tujuan ke kota Parlilitan. Pemilihan waktu untuk pergi ke lokasi penelitian sebaiknya dilakukan dari pukul 07.00 wib-16.00 wib untuk Bus Sampri dan pukul 06.30 wib- 09.00 wib untuk bus Tsk. Waktu untuk ke daerah parlilitan jika menggunakan bus tidak boleh lewat dari jam-jam yang sudah ditentukan, jika lewat maka bus tidak akan sampai ke daerah Parlilitan tempat lokasi penelitian, melainkan hanya sampai daerah Doloksanggul. Perjalanan Medan-Parlilitan memakan waktu 12 jam perjalanan, sedangkan untuk sampai ke lokasi penelitian memerlukan waktu 9-10 jam perjalanan di dalam bus. Menurut peneliti lokasi penelitian termasuk jauh dari pusat tempat tinggal peneliti karena menghabiskan

seharian waktu perjalanan di dalam bus, ditambah jika kondisi jalan macet memerlukan waktu lebih dari 12 jam untuk sampai ke lokasi penelitian.

Foto 2.

Desa Janji Hutanapa. .

Sumber: Dokumen pribadi tahun 2016.

Kecamatan Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan secara geografis

terletak pada posisi 2°12′-2°28′ LU dan 38°39′-98°10′ BT. Berada pada ketinggian 300 – 2000 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan luas wilayah 72.774,71 Ha. Ibukota Kecamatan Parlilitan adalah Parlilitan yang terletak di Desa Sihotang Hasugian Tonga dengan jarak ± 48 Km dari Ibukota Kabupaten (Doloksanggul) yang memiliki iklim sedang dan suhu udara sekitar 20⁰C – 30⁰C dengan curah hujan 2.799 mm/tahun sedangkan keadaan tanah berbukit dan terjal juga banyak lembah yang cukup curam. Kecamatan Parlilitan sangat berpotensi dibidang pertanian dan perkebunan. Daerah ini terdiri dari 20 Desa yaitu: Desa

Sihotang Hasugian Tonga, Desa Sihotang Hasugian Dolok I, Desa Baringin, Desa Pusuk I, Desa Pusuk II Simaninggir, Desa Sionom Hudon Selatan, Desa Sionom Hudon Toruan, Desa Sionom Hudon Tonga, Desa Sionom Hudon Julu, Desa Sionom Hudon Timur, Desa Sionom Hudon Utara, Desa Sionom Hudon VII, Desa Simataniari dimekarkan dari Desa Sihotang Hasugian Simataniari yang sekarang menjadi Desa Sihas Dolok I, Desa Sihotang Hasugian Habinsaran dimekarkan dari Desa Sihotang Hasugian Tonga, Desa Sihotang Hasugian Dolok II adalah Pemekaran dari Sihotang Hasugian Dolok yang sekarang berubah nama menjadi Sihotang Hasugian Dolok I, Desa Sionom Hudon Timur II mekar dari Desa Sionom Hudon Timur, Desa Sionom Hudon Sibulbulon mekar dari Desa Sionom Hudon Utara, Desa Sionom Hudon Runggu mekar dari Desa Sionom Hudon Selatan, Desa Janji Hutanapa mekar dari Desa Pusuk I, Desa Baringin Natam mekar dari Desa Baringin.

2.2 Sejarah Lokasi Penelitian

Menurut informasi dari beberapa warga yang sudah lama menetap di lokasi ini, wilayah yang kini menjadi tempat tinggal mereka sekaligus tempat penelitian ini dulunya adalah merupakan hutan belantara yang dibuka oleh beberapa penduduk dengan menebang kayu-kayu hutan dan kemudian kayunya digunakan masyarakat untuk keperluan sehari-hari. Setelah pembukaan beberapa lahan di kawasan hutan dengan cara menebang beberapa pohon tersebut, sebagian penduduk yang ikut melakukan pembukaan lahan di hutan kemudian membangun

sebuah rumah-rumah kecil yang menjadi tempat tinggal mereka dan sebagian lahan dari pembukaan hasil hutan tersebut dikerjakann o;eh masyarakat menjadi beberapa lahan.

2.3 Pola Pemukiman

Pola pemukiman masyarakat di Desa Janji Hutanapa, Parlilitan dapat dilihat dari rumah penduduk, penduduk ada yang tinggal berkelompok artinya beberapa rumah saling bersebelahan dengan penduduk lainnya seperti rumah informan saya yaitu Ibu Sihotang dan ada juga beberapa rumah-rumah yang letaknya tidak berkelompok dengan rumah masyarakat lainnya. Beberapa penduduk ada yang tinggal di tengah lahan yang masih kosong ataupun jauh dari rumah penduduk lainnya dan ada juga yang tinggal di tengah lahan pertanian yang sedang ditanami tanaman, seperti jagung, padi, kopi dan lainnya. Rumah yang bersampingan dengan lahan pertaniaan biasanya adalah rumah pemilik lahan tersebut. Rumah penduduk rata-rata memiliki pekarangan, banyak pekarangan yang ditanami oleh pepohonan dan bunga-bunga, tetapi ada juga pekarangan yang dibiarkan tanpa ditanami apapun oleh sang pemilik rumah. Struktur bangunan di daerah ini rata-rata sudah banyak yang permanen, bangunan rumah ada yang secara keseluruhan terbuat dari batu bata, setengah batu yang digabung dengan kayu dan ada yang secara keseluruhan bangunan rumah terbuat dari kayu ataupun rumah panggung. Rumah penduduk sudah banyak yang dicat warna, walaupun bangunan masih terbuat dari kayu.

Foto 3.

Pemukiman penduduk Desa Janji Hutanapa.

Sumber: Dokumen pribadi tahun 2016.

2.4 Jumlah dan Keadaan penduduk

Menurut data Badan Statistik Humbang Hasundutan, Kecamatan Parlilitan tahun 2015 jumlah penduduk di Desa Janji Hutanapa adalah 520 jiwa dengan rincian laki-laki 273 jiwa dan perempuan 247 jiwa dengan luas wilayah 55 Km2 sedangkan jumlah keseluruhan penduduk Kecamatan Parlilitan adalah 19.930 jiwa. Penduduk Kecamatan Parlilitan memiliki keanekaragaman baik secara suku bangsa maupun agama yang dianut, tetapi jika dilihat dari lokasi Hutanapa hampir seluruhnya suku Batak Toba dan agama yang dianut adalah Kristen. Berdasarkan data yang didapat dari informan dan beberapa penduduk di lokasi penelitian ±10 tahun yang lalu ada satu keluarga yang beragama Islam yang merupakan

penduduk asli di desa tersebut, namun karena orang tuanya sudah lama meninggal dan anak-anaknya merautau meninggalkan daerah menyebabkan tidak ada lagi penduduk yang beragama Islam di lokasi penelitian. Hal ini sangat jauh berbeda jika dilihat dari keanekaragaman suku bangsa di Kecamatan Parlilitan. Di daerah Janji Hutanapa yang merupakan lokasi penelitian, penduduk yang tinggal merupakan penduduk asli. Penduduk yang tinggal bukan seorang pendatang yang berasal dari luar daerah atau kampung, melainkan mereka tinggal di daerah tersebut karena dahulunya leluhur ata nenek moyang, orang tua dan sanak saudara mereka tinggal di daerah tersebut. Rumah penduduk disini kebanyakan merupakan lahan ataupun tanah yang warisan dari leluhur mereka.

2.4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa

Lokasi penelitian sendiri menurut pengamatan dan informasi dari penduduk sekitar, bahwa di Desa Janji Hutanapa penduduk yang paling banyak adalah penduduk suku Batak Toba. Penduduk setempat mengatakan untuk lokasi mereka sekitar sepuluh sampai dua puluh tahun terakhir tidak ada penduduk yang tinggal di daerah tersebut selain penduduk suku Batak Toba. Hal ini memang benar dirasakan oleh peneliti ketika hampir sebulan melakukan pencarian data dan tinggal dilapangan bersama informan penduduk saling berkomunikasi selalu menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Batak Toba dengan penduduk lainnya.

Dokumen terkait