• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spesies Jamur dari Kultur Jamur dan PCR-RFLP

Dalam dokumen TESIS CUT PUTRI HAZLIANDA NIM : (Halaman 53-0)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Spesies Jamur dari Kultur Jamur dan PCR-RFLP

Hasil pemeriksaan kerokan kulit dengan menggunakan kultur jamur dan PCR-RFLP dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3Hasil pemeriksaan kerokan kulit dengan kultur jamur dan PCR-RFLP

No.

Sampel

Kultur Spesies Kultur PCR-RFLP Spesies PCR-RFLP

1 Negatif TAPJ Negatif -

2 Negatif TAPJ Positif T. mentagrophytes

3 Negatif TAPJ Negatif -

4 Positif T. rubrum Positif T. rubrum

5 Negatif TAPJ/Paecilomyces Negatif -

6 Negatif TAPJ/Aspergillus flavus Positif T. mentagrophytes

7 Positif T. rubrum Positif T. rubrum

13 Negatif TAPJ/Aspergillus flavus Positif E. floccosum

14 Positif M. rivalieri Positif O

15 Negatif TAPJ/Aspergillus flavus Negatif - 16 Negatif TAPJ/Aspergillus fumigatus Negatif - 17 Negatif TAPJ/Aspegillus niger Negatif - 18 Negatif TAPJ/Aspergillus flavus Negatif -

19 Positif T. rubrum Positif O

20 Negatif TAPJ/Aspergillus fumigatus Positif T. verrucosum

21 Positif T. tonsuran Positif T. tonsuran

22 Positif T. ericinae Negatif -

23 Positif T. tonsuran Positif O

24 Positif T. rubrum Positif T. rubrum

25 Negatif TAPJ/Aspergillus flavus Negatif -

26 Positif T. rubrum Negatif -

27 Positif T. rubrum Positif T. rubrum

28 Negatif TAPJ/Paecilomyces Positif T. verrucosum

29 Positif T. rubrum Positif T. rubrum

30 Positif T. rubrum Positif O

31 Positif T. schoenleinii Positif O

TAPJ : tidak ada pertumbuhan jamur o: tidak terdeteksi

Berdasarkan tabel 4.3 dari total 31 subyek penelitian didapatkan 16 subyek positif pada kultur jamur dan 17 subyek positif pada PCR-RFLP.

Distribusi spesies jamur berdasarkan kultur jamur dapat dilihat pada tabel4.4

Tabel 4.4 Distribusi spesies jamur berdasarkan kultur jamur

TAPJ : tidak ada pertumbuhan jamur

Berdasarkan tabel 4.4 total 31 subyek penelitian dari pemeriksaan kultur jamur didapatkan 16 subyek positif dengan T. rubrum merupakan spesies jamur terbanyak yaitu sekitar 25,8%.

Distribusi spesies jamur berdasarkan PCR RFLP dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5Distribusi spesies jamur berdasarkan PCR-RFLP

O : spesies jamur tidak terdeteksi

TAPJ/Aspegillus niger 1 3.2

TAPJ/Aspergillus flavus 5 16.1

TAPJ/Aspergillus fumigatus 2 6.5

TAPJ/Cladosporium 1 3.2

TAPJ/Paecilomyces 2 6.5

Total 31 100.0

Berdasarkan tabel 4.5 dari total 31 subyek penelitian dari pemeriksaan PCR-RFLP didapatkan 17 subyek positif dengan T. rubrum merupakan spesies jamur terbanyak yaitu sekitar 16,1%.

Disimpulkan bahwa spesies jamur terbanyak dari pemeriksaan kultur jamur dan PCR-RFLP adalah T. rubrum.

Hajar (1999) dan Nasution (2005) mendapatkan T. rubrum dan T.

mentagrophytes sebagai spesies jamur penyebab terbanyak tinea kruris.10,12 Schieke, et al (2012) serta Wiederkehr, et al menyatakan bahwa spesies penyebab tinea kruris paling sering adalah T. rubrum dan E. floccosum selanjutnya diikuti oleh T. mentagrophytes dan T. verrucosum.3,6

Havlickova, et al. (2008) serta Arenas, et al (2001) menyatakan E.

floccosum, T. mentagrophytesdan T. rubrum merupakan spesies penyebab tinea kruris paling sering.4,29

Penelitian oleh Chinelli, et al. (2003) didapati spesies dermatofita terbanyak pada penderita tinea kruris adalah T. rubrum yaitu sekitar 67%

kemudian terbanyak kedua adalah E. floccosum sekitar 18,7%.42

Distribusi spesies jamur berdasarkan kultur jamur dan PCR-RFLP dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6Distribusi spesies jamur berdasarkan kultur jamur dan PCR-RFLP

TAPJ : tidak ada pertumbuhan jamur

o: spesies jamur tidak terdeteksi pada PCR-RFLP

Berdasarkan tabel 4.6 dari total 31 subyek penelitian didapatkan 12 subyek (38,71%) positif jamur baik dari kultur jamur dan PCR-RFLP. Empat subyek (12,90%) positif pada kultur jamur dan negatif pada PCR-RFLP. Lima subyek (16,13%) positif pada PCR-RFLP dan negatif pada kultur jamur. Duabelas subyek yang dijumpai positif jamur pada kultur jamur maupun PCR-RFLP, didapati 6 subyek (50%) memiliki spesies yang sama dan 6 subyek (50%) didapati spesies jamur pada kultur jamur sedangkan PCR-RFLP tidak dijumpai spesies jamur. Hal ini dimungkinkan karena basepair dari PCR sangat halus sehingga ketika digunakan enzim untuk memotong basepair tersebut sudah tidak terlihat lagi atau spesies dari jamur tersebut tidak terdeteksi oleh enzim yang digunakan.

Spesies Jamur

Penelitian Bergman, et al (2013) menggunakan real-time PCR, terdapat 5 sampel yang diidentifikasi berbeda oleh PCR dan kultur yaitu 2 sampel pada kultur diidentifikasikan sebagai T. rubrum pada PCR sebagai T. interdigitale; 1 sampel pada kultur diidentifikasikan sebagai Trichophyton violaceum(T.

violaceum) pada PCR sebagai T. rubrum; 1 sampel pada kultur diidentifikasikan sebagai T.interdigitale pada PCR sebagai T. rubrum;1 sampel pada kultur diidentifikasikan sebagai T.tonsuran pada PCR sebagai T. interdigitale.47 Penelitian Irime, et al (2011), didapati perbedaan spesies hasil pemeriksaan kultur danreal time PCR pada 4 sampel. Dua sampel oleh kultur diidentifikasi sebagai T.

rubrum namun oleh PCR diidentifikasi sebagai T. interdigitale. Dua sampel lagi oleh kultur diidentifikasi sebagai T. interdigitale namun oleh PCR diidentifikasi sebagai T. rubrum.17Penelitian oleh Wissenlik, et al (2011) menggunakan real-time PCR untuk identifikasi dermatofita, terdapat 4 sampel yang berbeda spesies antara kultur jamur dan real-time PCR.48 Penelitian oleh Girgis, et al (2006) terdapat 7 sampel yang berbeda spesies antara PCR dan kultur.49

Penelitian oleh Garg, et al (2009), dari 20 spesimen yang negatif pada pemeriksaan kultur jamur, 13 spesimen positif pada pemeriksaan PCR.1 Penelitian Arabatzis, et al. (2007), didapati 7 spesimen negatif secara mikoskop dan kultur jamur namun positif pada PCR.50

Indetifikasi spesies ini penting untuk terapi, dikarenakan spesies Epidermophyton dan Trichophyton sangat sensitif terhadap terbinafin sedangkan spesies Microsporum kurang sensitif, sehingga apabila hasil spesies dapat diketahui dengan jelas dan cepat, dapat diberikan pengobatan yang tepat dan penyembuhan diharapkan semakin cepat.23

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan:

1. Hasil pemeriksaan spesies jamur yang terbanyak dari kultur jamur maupun PCR-RFLP adalah T. rubrum.

2. Pemeriksaan dengan kultur jamur didapatkan T. rubrum merupakan spesies jamur terbanyak yaitu sebanyak 25,8%.

3. Pemeriksaan dengan PCR-RFLP didapatkan T. rubrum merupakan spesies jamur terbanyak yaitu sebanyak 16,1%.

4. Presentase persamaan spesies hasil pemeriksaan antara PCR-RFLP dengan kultur jamur adalah 50 % dari 12 subyek yang positif dijumpai jamur baik dari kultur jamur dan PCR-RFLP.

5. Presentase hasil pemeriksaan dengan kultur jamur dijumpai spesies jamur sedangkan PCR-RFLP tidak dijumpai spesies jamur adalah 50%

dari 12 subyek yang positif dijumpai jamur baik dari kultur jamur dan PCR-RFLP.

5.2 Saran

1. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan teknik PCR yang lain sehingga mendapatkan spesies jamur yang lebih bervariasi.

2. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan primer-primer yang lain sehingga mendapatkan spesies jamur patogen.

3. Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan menggunakan enzim-enzim yang lain untuk mengetahui lebih banyak spesies jamur patogen.

2. Hay RJ, Moore J. Mycology. In: Burn T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editor. Rook’s Text Book of Dermatology.7thEd. United State: Black-Well; 2004.p.1425-7.

3. Schieke SM, Garg A. Superficial fungal infection. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchesrt BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff Klaus, editor. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8thEd. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2012.p.2277-97.

4. Havlickova B, Czaika VA, Friedrich M. Epidemiological trends in skin mycoses worldwide. Mycoses. 2008; 51 (suppl.4):2-15.

5. Nadalo D, Montoya C. What is the best way to treat tinea cruris?. The Journal of Family Practice. 2006; 55(3):256-8.

6. Wiederkehr M, Schwartz RA. Tinea cruris. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1091806-overview#showall.

Accesced on28March 2013.

7. Lakshmipathy DT, Kannabiran K. Riview on dermatomycosis:

pathogenesis and treatment. Natural Science. 2010; 2(7): 726-31.

8. Daili ESS, Menaldi SL, Wisnu IM. Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta Pusat: PT Medical Multimedia Indonesia; 2005.p.30.

9. Nasution MA. Mikologi dan mikologi kedokteran beberapa pandangan dermatologis [Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap]. Medan:

Universitas Sumatera Utara; 2005.

10. Hajar S. Penyebab infeksi jamur dermatofitosis di rumah sakit umum daerah dr. Pirngadi Medan [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara;

1999.

11. Bilkes. Spektrum klinis dan faktor predisposisi dermatofitosis di beberapa Puskesmas wilayah kota Medan [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2005.

12. Nasution EI. Spektrum dermatofita penyebab dermatofitosis di beberapa Puskesmas wilayah kota Medan [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2005.

13. Liu D, Coloe S, Baird R, Pedersen J. Application of PCR to the indentification of dermatophyte fungi. J Med Microbiol. 2000; 49: 493-7.

14. Sylvia L, Widya S. Pemeriksaan penunjang laboratorium pada infeksi jamur subkutan. Media Dermato-Venereologica Indonesiana. 2010;

37(3):113-22.

15. Elavarashi E, Kindo AJ, Kalyani J. Optimization of PCR-RFLP directly from the skin and nails in cases of dermatophytosis, targeting the ITS and the 18 S ribosomal DNA regions. JCDR. 2013:1-6.

16. Gutzmer R, Mommert S, Küttler U, Werlfel T, Kapp A. Rapid identification and differentiation of fungal DNA in dermatological specimens by LightCycler PCR. J Med Microbiol. 2004; 53: 1207-14.

17. Irimie M, Tătaru A, Oanţă A. Evaluation of real time polymerase chain reaction assay for idetification of common dermatophyte species. Bulletin of the Transilvania University of Braşov. 2011; 4(53):65-72.

18. Alexander CL, Shankland GS, Carman W, Williams C. Introduction of a dermatophyte polymerase chain reaction assay to the diagnostic mycology service in Scontland. Br J Dermatol. 2011; 164: 966-72.

19. Handoyono D, Rudiretna A. Prinsip umum dan pelaksanaan polymerase chain reaction (PCR). Unitas. 2001; 9(1):17-29.

20. Aryani A, Kusumawaty D. Prinsip-prinsip polymerase chain reaction (PCR) dan aplikasinya. Kursus Singkat Isolasi dan Amplifikasi DNA;

2007: 71-4.

21. Litz CE, Cavagnolo RZ. Polymerase chain reaction in the diagnosis of onychomycosis: a large, single-institute study. Br JDermatol. 2010; 163:

511-4.

22. Brasch J, Beck-Jendroschek V, Gläser R. Fast and sensitive detection of Trichophyton rubrum in superficial tinea and onychomycosis by use of a direct polymerase chain reaction. Blackwell Verlag GmbH. 2010; 54(5):

e313-7.

23. Kim JY, Choe YB, Ahn KJ, Lee YW. Identification of dermatophytes using multiplex polymerase chain reaction. Ann Dermatol. 2011; 23(3):

304-12.

24. Mirzahoseini H, Omidinia E, Shams-Ghahfarokhi M, Sadeghi G, Razzaghi-Abyaneh M. Application of PCR-RFLP to rapid identification of the main pathogenic dermatophytes from clinical specimens. Irian J Publ Health. 2009; 38(1):18-24.

25. Dobrowolska A, Dębska J, Stączek P. Molecular identification of T.

rubrum and T. mentagrophytes by PCR-RFLP targeting of the DNA chitin synthase 1 gene. Mikologia Lekarska. 2008; 15(4): 193-6.

26. Paramata NR, Maidin A, Massi N. Perbandingan uji kepekaan itrakonazol terhadap agen penyebab dermatofitosis pada kulit glabrous di Makassar [Tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2012.

27. Gupta AK, Chaudhry M, Elewski B. Tinea corporis, tinea cruris, tinea nigra, and piedra. Dermatol Clin. 2003; 21:395-400.

28. Ryan KJ. Characteristics of fungi. In: Ryan KJ, Ray GG, editor. Sherris Medical Microbiology an Introduction of Infection Disease. United State:

The McGraw-Hill Companies; 2004.p.631-8.

29. Arenas R. Dermatophytosis. In: Arenas R, Estrada R, editor. Tropical Dermatology. Texas: Landes Bioscience; 2001: p.1-13.

30. Brasch J. Pathogenesis of tinea. JDDG. 2010; 8:1-7.

31. Romani L. Immunity to fungal infections. Nature Review. 2004; 4:1-13.

32. Speth C, Rambach G, Wurzner, Florl CL. Complement and fungal pathogens : up date. Mycoses. 2008; 51:477-96.

33. Pharmaceutical Society of Australia. Tinea (ringworm). 2010.

34. Robert R, Pihet M. Conventional methods for the diagnosis of dermatophytosis. Mycopathologia. 2008; 166:295-306.

35. Lasseter G, Palmer M, Morgan J, Watts J, Yoxall H, Kibbler C, et al.

Developing best practice for fungal specimen management: audit of UK microbiology laboratories. Br J Biomed Scien. 2011; 68(4): 197-202.

36. Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan.3th Ed. Jakarta: Salemba medika; 2010.p.35-80.

37. Handog EB, Dayrit JS. Mycology in the Philippines, revisited. Jpn. J Med Mycol. 2005; 46(2): 71-6.

38. High WA, Fitzpatrick JE. Topical antifungal agents. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchesrt BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff Klaus, editor.

Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8thEd. New York:

McGraw-Hill Companies Inc; 2012.p.2677-84.

39. Jacob R, Konnikov N. Oral antifungal agents. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchesrt BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolff Klaus, editor. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 8thEd. New York: McGraw-Hill Companies Inc; 2012.p.2796-806.

40. Promega. Wizard® genomic DNA purification kit. 2010.

41. Patel GA, Wiedderkehr M, Schwartz RA. Tinea cruris in children.

Pediatric Dermatology. 2009; 84: 133-7.

42. Chinelli PAV, Sofiatti ADA, Nunes RS, Martins JEDC. Dermatophyte agents in the city of São Paulo, from 1992 to 2002. Rev. Inst Med. Trop. S.

Paulo. 2003; 45(5): 259-63.

43. Hainer BL. Dermatophyte infections. American Family Physician. 2003;

67(1): 101-8.

44. Fernandes NC, Akiti T, Barreiros MDGC. Dermatophytoses in children:

study of 137 cases. Rev. Inst Med. Trop. S. Paulo. 2001; 43(2): 83-5.

45. Andrews MD, Burns M. Common tinea infections in children. American Family Physician. 2008; 77(10): 1415-20.

46. Howell N. Jock itch in children. Available at:

http://www.livestrong.com/article/525292-jock-itch-in-children/. Accesced on 9 Mei 2014.

47. Bergman A, Heimer D, Kondori N, Enroth H. Fast and specific dermatophyte detection by automated DNA extraction and real-time PCR.

Clinical Microbiology and Infection. 2013; 19(4): E205-11.

48. Wisselink GJ, Zanten EV, Kooistra-smid AMD. Trapped in keratin; a comparison of dermatophyte detection in nail, skin and hair samples directly from clinical samples using culture and real-time PCR. J.

Microbiol. Methods. 2011; xxx: 1-5.

49. Girgis SA, El-Fakkar NMZ, Bard H, Shaker OA, Metwally FE, Bassim HH. Genotypic identification and antifungal susceptibility pattern of dermatophytes isolated from clinical specimens of dermatophytosis in Egyptian patients. Egyptian Dermatology Online Journal. 2006; 2(2): 1-23.

50. Arabatzis M, Coppenraet LESBV, Kuijper EJ, Hoog GSD,Lavrijsen APM, Templeton K, et al. Diagnosis of common dermatophyte infection by a novel multiplex real-time polymerase chain reaction detection/identification scheme. Br J Dermatol. 2007; 157: 681-9.

LAMPIRAN 1.

NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN / ORANGTUA / KELUARGA PASIEN

Selamat pagi/siang.

Perkenalkan nama saya dr. Cut Putri Hazlianda. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara.

Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Profesi pada Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara yang sedang saya jalani, saya melakukan penelitian dengan judul “Studi Komperatif Antara Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism Dengan Kultur Jamur Dalam

Pemeriksaan Spesies Jamur Pada Penderita Tinea Kruris”.

Tujuan penelitian saya adalah untuk membandingkan spesies hasil pemeriksaan kultur jamur dengan PCR-RFLP pada pasien tinea kruris.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah mempertimbangkan pemeriksaan PCR sebagai pemeriksaan laboratorium alternatif pada pasien tinea kruris.

Tinea kruris merupakan infeksi jamur yang sering dijumpai pada kulit daerah sela paha, kelamin, dan sekitar kelamin yang merupakan infeksi jamur paling sering di Indonesia.

Selain dari gejala khas tinea kruris, diagnosis harus dibantu dengan pemeriksaan laboratorium.Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan untuk infeksi jamur adalah pemeriksaan mikroskop langsung atau kultur jamur. Kultur

jamur merupakan uji penegakkan diagnosis yang spesifik tetapi teknik ini lambat dan memerlukan waktu sekitar 2-4 minggu untuk mendapatkan hasil.

Ditemukannya teknologi molekuler seperti polymerase chain reaction (PCR) yang merupakan tes sangat sensitif dan spesifik dan dapat digunakan untuk diagnosis termasuk jamur patogen.

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i bersedia untuk ikut serta dalam penelitian ini, maka saya akan melakukan tanya jawab terhadap Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i untuk mengetahui identitas pribadi secara lebih lengkap, keadaan kesehatan secara umum dan penyakit. Bila telah memenuhi persyaratan maka akan dilakukan kerokan kulit dengan menggunakan bagian tumpul dari pisau. Hasil kerokan kulit ini kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium terpadu, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i, pengambilan kerokan kulit akan dilakukan dalam keadaan yang bebas kuman. Pengambilan kerokan kulit ini tidak menimbulkan rasa sakit dan tidak menimbulkan akibat yang membahayakan jiwa. Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i ada mengeluhkan sesuatu akibat kerokan kulit tersebut, maka Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i dapat segera menghubungi saya melalui telepon di 081263329588, atau di alamat : jalan Sei Tenang no: 5 Medan, atau pergi ke rumah sakit terdekat dengan terlebih dahulu menghubungi saya.

Peserta penelitian tidak akan dikutip biaya apapun dalam penelitian ini.

Kerahasiaan mengenai penyakit yang diderita peserta penelitian akan dijamin.

Keikutsertaan Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i dalam penelitian ini adalah bersifat sukarela. Bila tidak bersedia, Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i

berhak untuk menolak diikutsertakan dalam penelitian ini. Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i bersedia dan menyetujui pemeriksaan ini, mohon untuk menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian.

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i masih memerlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi saya.

Terima kasih.

LAMPIRAN 2.

PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :………

Jenis kelamin* :Laki-laki/Perempuan

Umur :………….………

Pekerjaan : .………

Alamat : ..………..…………,

dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian. Demikianlah surat pernyataan persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Medan, 2013

Dokter pemeriksa, Yang menyetujui,

(dr. Cut Putri Hazlianda) ( )

* coret yang tidak perlu

LAMPIRAN 3.

STATUS PENELITIAN

Tanggal pemeriksaan : Nomor urut penelitian : Nomor catatan medik :

IDENTITAS

Nama :

Alamat :

Telp. :

Tempat tanggal lahir (hari, bulan, tahun) :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Bangsa/Suku : 1. Batak 2. Jawa 3. Melayu

4. Minangkabau 5. Tionghoa 6. Lainnya Agama : 1. Islam 2. Kristen Protestan

3. Kristen Katolik 4. Hindu 5. Budha Pendidikan : 1. SD / sederajat

2. SMP / sederajat 3. SMA / sederajat 4. Perguruan tinggi

Pekerjaan : 1. Pegawai Negeri Sipil / TNI / Polri 2. Pegawai swasta

3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja

Status pernikahan : 1. Sudah menikah 2. Belum menikah

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Riwayat perjalanan penyakit :

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat penyakit terdahulu :

PEMERIKSAAN FISIK Status generalisata

• Kesadaran :

Keadaan umum :

• Gizi :

• Tekanan darah :

• Suhu :

• Frekuensi nadi :

• Frekuensi pernafasan :

Keadaan Spesifik:

• Kepala :

• Leher :

• Toraks :

• Abdomen :

• Genitalia :

• Ekstremitas :

Status Dermatologikus

• Lokalisasi :

• Efloresensi :

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pemeriksaan Kultur Jamur :

Pemeriksaan PCR-RFLP :

DIAGNOSIS BANDING :

DIAGNOSIS KERJA :

PENATALAKSANAAN :

PROGNOSIS

• Quo ad vitam :

• Quo ad functionam :

• Quo ad sanactionam :

LAMPIRAN 4.

LAMPIRAN 5.

MASTER TABEL

Nmr Status

Pernikahan Diagnosis Kultur Spesies Kultur 1 Belum menikah Tinea kruris Negatif TAPJ

2 Sudah menikah Tinea kruris

et korporis Negatif TAPJ 3 Sudah menikah Tinea kruris

et korporis Negatif TAPJ 4 Sudah menikah Tinea kruris

et korporis Positif T. rubrum

5 Belum menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Paecilomyces 6 Belum menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Aspergillus flavus 7 Sudah menikah Tinea kruris Positif T. rubrum

8 Sudah menikah Tinea kruris Positif T. violaseum 9 Sudah menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Cladosporium 10 Sudah menikah Tinea kruris Positif M. rivalieri

11 Sudah menikah Tinea kruris Negatif TAPJ 12 Sudah menikah Tinea kruris Positif T. tonsuran

13 Sudah menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Aspergillus flavus 14 Belum menikah Tinea kruris Positif M. rivalieri

15 Belum menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Aspergillus flavus 16 Belum menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Aspergillus fumigatus 17 Belum menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Aspegillus niger 18 Belum menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Aspergillus flavus 19 Belum menikah Tinea kruris Positif T. rubrum

20 Belum menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Aspergillus fumigatus 21 Belum menikah Tinea kruris Positif T. tonsuran

22 Belum menikah Tinea kruris Positif T. ericinae 23 Belum menikah Tinea kruris Positif T. tonsuran 24 Sudah menikah Tinea kruris

et korporis Positif T. rubrum 25 Belum menikah Tinea kruris

et korporis Negatif TAPJ/Aspergillus flavus 26 Belum menikah Tinea kruris Positif T. rubrum

27 Sudah menikah Tinea kruris Positif T. rubrum

28 Sudah menikah Tinea kruris Negatif TAPJ/Paecilomyces 29 Sudah menikah Tinea kruris Positif T. rubrum

30 Belum menikah Tinea kruris

et manus Positif T. rubrum 31 Sudah menikah Tinea kruris Positif T. schoenleinii

Nmr PCR Basepair RFLP Basepair Spesies PCR

Frequency Table

Kelompok_Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Perguruan tinggi 4 12.9 12.9 12.9

SD 3 9.7 9.7 22.6

SMP 15 48.4 48.4 71

SMA 9 29.0 29.0 100.0

Total 31 100.0 100.0

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid PNS 1 3.2 3.2 3.2

Tidak bekerja 26 83.9 83.9 87.1

Wiraswasta 4 12.9 12.9 100.0

Total 31 100.0 100.0

Status Pernikahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Belum menikah 16 51.6 51.6 51.6

Sudah menikah 15 48.4 48.4 100.0

Total 31 100.0 100.0

Diagnosis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tinea kruris 25 80.6 80.6 80.6

Tinea kruris et korporis 5 16.1 16.1 96.8

Tinea kruris et manus 1 3.2 3.2 100.0

Total 31 100.0 100.0

Spesies Kultur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid M. rivalieri 2 6.5 6.5 6.5

T. ericinae 1 3.2 3.2 9.7

T. rubrum 8 25.8 25.8 35.5

T. schoenleinii 1 3.2 3.2 38.7

T. tonsuran 3 9.7 9.7 48.4

T. violaseum 1 3.2 3.2 51.6

TAPJ 4 12.9 12.9 64.5

TAPJ/Aspegillus niger 1 3.2 3.2 67.7

TAPJ/Aspergillus flavus 5 16.1 16.1 83.9

TAPJ/Aspergillus fumigatus 2 6.5 6.5 90.3

TAPJ/Cladosporium 1 3.2 3.2 93.5

TAPJ/Paecilomyces 2 6.5 6.5 100.0

Total 31 100.0 100.0

Spesies PCR

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid - 14 45.2 45.2 45.2

E. floccosum 1 3.2 3.2 48.4

O 6 19.4 19.4 67.7

T. mentagrophytes 2 6.5 6.5 74.2

T. rubrum 5 16.1 16.1 90.3

T. tonsuran 1 3.2 3.2 93.5

T. verrucosum 2 6.5 6.5 100.0

Total 31 100.0 100.0

LAMPIRAN 7.

FOTO HASIL KULTUR JAMUR

T. tonsuran

T. violaceum

T. rubrum

T. schoenleinii

M. rivalieri

T. ericenae

LAMPIRAN 8.

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : dr. Cut Putri Hazlianda Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 1Juli 1983 Jenis Kelamin : Perempuan

Suku / Bangsa : Aceh / Indonesia

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sei Tenang No 5, Medan 20119

Pendidikan Formal

SD : SD Negeri 060884Medan, tamat tahun 1995 SMP : SLTP Negeri 19 Medan, tamat tahun 1998 SMU : SMU Negeri 1 Medan, tamat tahun 2001

Pendidikan Dokter : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 2007

Dalam dokumen TESIS CUT PUTRI HAZLIANDA NIM : (Halaman 53-0)

Dokumen terkait