• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI MALUKU UTARA

5.1. Deskripsi Perekonomian Provinsi Maluku Utara

5.1.2. PDRB Per Kapita

PDRB per kapita Maluku Utara merupakan gambaran nilai tambah bruto yang diciptakan setiap penduduk Maluku Utara melalui aktivitas produksi. Jika PDRB per kapita meningkat secara hipotesis pendapatan masyarakat juga meningkat, sehingga ukuran ini dapat disajikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat. Secara nominal, PDRB perkapita Maluku Utara terus meningkat dari tahun 2000 sebesar 2.417.519 rupiah menjadi 4.018.726 rupiah pada tahun 2008. Peningkatan ini mengisyaratkan terjadi peningkatan pendapatan yang diterima masyarakat. Peningkatan ini akan memperbaiki daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan konsumsi masyarakat. Perkembangan PDRB per kapita Maluku Utara pada tahun 2000-2008 terlihat dalam tabel 5.2. Angka PDRB Perkapita suatu daerah sangat dipengaruhi oleh jumlah penduduk daerah bersangkutan. Keduanya memiliki hubungan berbanding terbalik. Secara riil, pertumbuhan PDRB perkapita tertinggi terjadi pada tahun 2007. Tingginya laju PDRB perkapita pada tahun 2007 salah satunya disebabkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk.

Tabel 5.2. Perkembangan PDRB Per Kapita Maluku Utara Tahun 2000-2008 (Rp) Tahun PDRB Per Kapita ADHB

2000 2.417.519 2001 2.487.811 2002 2.563.091 2003 2.549.355 2004 2.733.794 2005 2.823.418 2006 3.033.380 2007 3.346.523 2008 4.018.726 Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, 2009

ADHB : Atas Dasar Harga Berlaku

5.2. Ketimpangan Pendapatan

Besar kecilnya ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota memberikan gambaran tentang kondisi dan perkembangan pembangunan di Provinsi Maluku Utara. Ketimpangan pendapatan dapat diukur dan dijelaskan dengan menggunakan beberapa rumus atau formula. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan rumus atau formula yang dikemukakan oleh Williamson (1965), yang kemudian dikenal dengan Indeks Williamson (Iw). Nilai Iw yang kecil menggambarkan tingkat ketimpangan yang rendah atau tingkat pemerataan yang lebih baik, dan sebaliknya apabila nilai Iw

besar maka menggambarkan tingkat ketimpangan yang tinggi atau tingkat pemerataan yang semakin timpang.

Setelah dilakukan penghitungan terhadap ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Maluku Utara, dapat dilihat bahwa rata-rata indeks ketimpangan Maluku Utara sebesar 0,255, hal ini mengindikasikan bahwa nilai indeks ketimpangan Maluku Utara berkategori rendah. Selain itu dapat dilihat juga

bahwa perkembangan ketimpangan mengalami fluktuasi dan mengalami perkembangan yang cukup baik, dalam artian bahwa ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota dari tahun ke tahun terlihat adanya kecenderungan yang semakin menurun. Kondisi ini dapat diketahui dari nilai penghitungan Iw seperti yang terlihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Indeks Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Maluku Utara Tahun 2000 – 2008

Tahun Indeks Williamson (Iw)

2000 0,267 2001 0,275 2002 0,252 2003 0,267 2004 0,243 2005 0,267 2006 0,253 2007 0,256 2008 0,255 Rata-rata 0,255

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, 2009 (diolah)

Pada tahun-tahun awal terbentuknya Provinsi Maluku Utara (2000 & 2001) ketimpangan regional meningkat yang ditunjukkan oleh nilai Iw tahun 2000 sebesar 0,267, kemudian meningkat menjadi 0,275 pada tahun 2001, hal ini disebabkan karena perbedaan kesiapan dari masing-masing daerah dalam menghadapi pelaksanaan pembangunan. Pada tahun-tahun selanjutnya setiap daerah mulai dapat mengembangkan daerahnya masing-masing dalam rangka mendorong proses pembangunan ekonomi, sehingga tingkat ketimpangan berangsur-angsur turun sampai tahun 2008 nilai Iw adalah sebesar 0,255.

5.3. Klassen Typology

Selain melihat angka ketimpangan dengan indeks Williamson, ketimpangan yang terjadi dapat dilihat juga dengan analisis Klassen Typology. Melalui analisis Klassen Typology, dapat dilihat bagaimana pengklasifikasian setiap kabupaten/kota di Maluku Utara. Dalam penelitian ini, analisis Klassen typology digunakan untuk membagi daerah berdasarkan dua indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi daerah dan PDRB per kapita daerah. Dengan menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi dan rata-rata PDRB per kapita, daerah yang diamati dibagi dalam empat klasifikasi, yaitu : (1) daerah cepat maju dan cepat tumbuh (high growth and high income); (2) daerah maju tapi tertekan (high income but low growth); (3) daerah berkembang cepat (high growth but low income); dan (4) daerah relatif tertinggal (low growth and low income).

Berdasarkan hasil pengelompokan dengan Klassen Typology yang menggunakan rata-rata pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita tahun 2000-2008, hanya satu kabupaten yang termasuk dalam klasifikasi daerah yang maju dan tumbuh cepat, kabupaten tersebut adalah Halmahera Timur. Kabupaten ini memiliki rata-rata pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita diatas rata-rata provinsi. Hal ini disebabkan Kabupaten Halmahera Timur memiliki kekayaan sumber daya alam yang berupa barang tambang, yang mampu memacu perekonomian Halmahera Timur. Disamping itu jumlah penduduk di Kabupaten Halmahera Timur relatif kecil dibanding kabupaten/kota lainnya sehingga dengan PDRB yang tinggi tersebut mampu menciptakan PDRB per kapita yang cukup besar. Pada daerah maju tapi

tertekan terdapat satu kabupaten yaitu Kabupaten Halmahera Tengah. Kabupaten ini adalah daerah yang memiliki PDRB per kapita diatas rata-rata provinsi tetapi dalam periode penelitian mengalami pertumbuhan yang relatif kecil dibandingkan rata-rata Provinsi Maluku Utara, akibat tertekannya kegiatan utama kabupaten yang bersangkutan. Pada klasifikasi daerah yang berkembang cepat terdapat dua kabupaten/kota yaitu Kota Ternate dan Kota Tidore Kepulauan. Daerah ini mempunyai potensi yang besar sehingga pertumbuhannya cepat, namun pendapatannya masih dibawah pendapatan rata-rata provinsi. Rendahnya pendapatan ini juga dipengaruhi oleh besar/kecilnya jumlah penduduk yang ada di kabupaten/kota tersebut. Sedangkan pada daerah yang relatif tertinggal terdapat empat kabupaten/kota yaitu Kabupaten Halmahera Barat, Kepulauan Sula, Halmahera Selatan, Halmahera Utara. Pada klasifikasi ini adalah kabupaten/kota yang pertumbuhan ekonomi maupun pendapatan per kapita lebih rendah dari rata-rata provinsi. Namun, walaupun keempat kabupaten tersebut dikategorikan dalam daerah relatif tertinggal, akan tetapi jika dilihat secara seksama pada gambar 5.1. terlihat bahwa keempat daerah tersebut cenderung mendekati kuadran tiga, daerah berkembang cepat. Dari gambar tersebut terlihat bahwa plot kabupaten/kota cenderung berkumpul mendekati garis rata-rata, hal ini mengindikasikan bahwa klasifikasi pembangunan kabupaten/kota di wilayah Maluku Utara relatif merata.

Pengklasifikasian berdasarkan Klassen Typology ini bersifat dinamis karena sangat tergantung pada perkembangan kegiatan pembangunan pada provinsi yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa dalam periode waktu penelitian yang berbeda,

pengklasifikasian akan dapat berubah sesuai dengan perkembangan laju pertumbuhan dan tingkat PDRB per kapita di masing-masing daerah pada saat itu.

Gambar 5.1. Plot Pengelompokan Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara

5.4. Perkembangan IPM

IPM disusun dari 3 (tiga) komponen, yaitu lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir (life expectancy at birth), tingkat pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf (literacy rate) pada penduduk usia 15 tahun keatas dan rata-rata lama sekolah (mean years of schooling) dan tingkat kehidupan yang layak yang diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan atau PPP (purchasing power parity).

Kinerja pembangunan manusia Maluku Utara selama 5 (lima) tahun terakhir secara umum memperlihatkan perkembangan yang semakin membaik. Hal ini diperlihatkan oleh IPM yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 IPM Maluku Utara adalah 66,40 dan kemudian meningkat menjadi 66,95 pada tahun 2005. Pada tahun 2004 dan 2005 hanya Kota Ternate yang memiliki nilai IPM diatas angka Provinsi Maluku Utara. Sedangkan pada tahun 2006 dan 2007 nilai IPM

masing-Kuadran I Kuadran III Kuadran IV  Kuadran II  Pertumbuhan Ekonomi PDRB perkapita

masing sebesar 67,51 dan 67,82. Peningkatan IPM pada tahun 2007 disebabkan oleh meningkatnya komponen indeks harapan hidup dan indeks tingkat kehidupan yang layak. Sedangkan pada tahun 2008 nilai IPM Provinsi Maluku Utara sebesar 68,18. Peningkatan nilai IPM pada tahun 2008 disebabkan oleh meningkatnya seluruh komponen IPM seperti angka harapan hidup, angka melek huruf, serta pengeluaran perkapita yang disesuaikan.

Tabel 5.4. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Maluku Utara Tahun 2004-2008

Provinsi/Kabupaten/Kota 2004 2005 2006 2007 2008 Halmahera Barat 64,60 64,95 65,43 65,56 66,14 Halmahera Tengah 66,10 66,66 67,41 67,61 68,18 Kepulauan Sula 65,00 65,59 66,26 66,46 67,04 Halmahera Selatan 64,90 65,64 66,16 66,93 67,25 Halmahera Utara 64,90 65,66 66,02 66,58 67,18 Halmahera Timur 65,00 65,30 65,82 66,68 67,06 Kota Ternate 73,40 74,21 74,63 74,93 75,66 Kota Tidore Kepulauan 65,20 65,56 67,18 68,13 68,90 Maluku Utara 66,40 66,95 67,51 67,82 68,18

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, 2009

Bila dibandingkan antara IPM kabupaten/kota dengan IPM Provinsi Maluku Utara, maka dari tahun 2004 hingga 2006 hanya Kota Ternate yang memiliki angka IPM diatas angka IPM Provinsi Maluku Utara, sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 selain Kota Ternate, Kota tidore Kepulauan juga memiliki nilai IPM diatas IPM Maluku Utara. Hal ini menunjukan bahwa kualitas pembangunan manusia di kedua kota tersebut lebih tinggi dari kabupaten lainnya. Dari seluruh kabupaten/kota, IPM Maluku Utara digolongkan dalam kategori menengah (50 –80)

5.5. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan IPM

Untuk memberikan penjelasan tentang pengaruh pertumbuhan PDRB terhadap kesejahteraan masyarakat, maka dilakukan analisis yaitu dengan menghitung korelasi antara pertumbuhan PDRB dengan IPM. Dari hasil penghitungan dengan software SPSS 16.0, di dapat kesimpulan bahwa antara kedua komponen tersebut terdapat hubungan positif dengan koefisien korelasi sebesar 0,614.

Dari data tersebut kemudian korelasi ini diuji dengan menggunakan korelasi Spearman. Pada uji ini, Ho yang diuji adalah tidak adanya korelasi diantara kedua variabel, sementara H1 adalah adanya korelasi antara kedua variabel tersebut. Untuk menerima atau menolak H0, digunakan nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis 0,01. Bila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis maka tolak H0 atau dengan kata lain terdapat korelasi diantara variabel-variabel yang diuji. Pada tabel lampiran 8 dapat dilihat bahwa angka probabilitas antara kedua variabel adalah sebesar 0,0 angka tersebut lebih kecil dari nilai kritis 0,01 sehingga Ho ditolak. Hal ini menunjukan bahwa terdapat korelasi antara pertumbuhan ekonomi dengan IPM. Artinya dalam upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi selama ini, pemerintah daerah juga memberikan prioritas dan alokasi sumber-sumber daya pembangunan yang cukup untuk pembangunan manusia. Alokasi tersebut baik di bidang pendidikan maupun bidang kesehatan. Sehingga meningkatnya pertumbuhan ekonomi diiringi juga dengan peningkatan pembangunan manusia.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data tentang Analisis Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara Tahun 2000-2008 maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Selama periode 2000-2008 laju pertumbuhan ekonomi Maluku Utara menunjukkan tren positif yang ditandai dengan peningkatan laju pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya, rata-rata pertumbuhan pada periode tersebut sebesar 4,40 persen.

2. PDRB per kapita Provinsi Maluku Utara selama periode 2000-2008 mengalami peningkatan rata –rata sebesar 6,72 persen per tahun

3. Rata-rata indeks ketimpangan Maluku Utara sebesar 0,255, hal ini mengindikasikan bahwa indeks ketimpangan Maluku Utara berkategori rendah.

4. Berdasarkan Klassen Typology, satu wilayah diklasifikasikan sebagai daerah maju (Kabupaten Halmahera Timur), satu wilayah diklasifikasikan sebagai daerah maju tapi tertekan (Kabupaten Halmahera Tengah), dua wilayah diklasifikasikan sebagai wilayah berkembang cepat (Kota Ternate dan Kota Tidore), serta empat wilayah diklasifikasikan sebagai daerah tertinggal (Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, serta Kepulauan Sula).

5. Kinerja pembangunan manusia Maluku Utara selama 5 (lima) tahun terakhir secara umum memperlihatkan perkembangan yang semakin membaik. Hal ini diperlihatkan oleh IPM yang meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian IPM Maluku Utara masih digolongkan dalam kategori menengah (50 – 80). 6. Terdapat korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan IPM, dengan

nilai koefisien korelasi sebesar 0,614.

7. Peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diikuti peningkatan IPM, dan adanya korelasi positif antara keduanya, serta rendahnya ketimpangan pendapatan di Maluku Utara mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sejauh ini telah berkualitas.

6.2. Saran

1. Dalam rangka meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi, pemerintah Provinsi Maluku Utara hendaknya memprioritaskan pada sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian Maluku Utara.

2. Pemerintah Provinsi Maluku Utara hendaknya memberikan perhatian khusus kepada kabupaten yang relatif tertinggal, bersama-sama dengan pemerintah kabupaten terkait mengembangkan potensi alam yang dapat memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan daerah tersebut.

3. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan menambah variabel terkait dan menggunakan alat analisis lainnya untuk memperkuat analisis.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara. 2009. Indikator Kesejahteraan Rakyat Provinsi Maluku Utara Tahun 2008. BPS Provinsi Maluku Utara, Ternate. 2009. Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Maluku Utara 2008.

BPS Provinsi Maluku Utara, Ternate.

2009. Maluku Utara Dalam Angka Tahun 2008. BPS Provinsi Maluku Utara, Ternate.

2009. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Maluku Utara Tahun 2008. BPS Provinsi Maluku Utara, Ternate.

Boediono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE, Yogyakarta. Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Firdaus, M. 2004. Ekonometrika; Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara, Jakarta. Hendra. 2004. Peranan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Ketimpangan

Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Lampung [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kristiyanti, L. 2007. Analisis Sektor Basis Perekonomian dan Peranannya Dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kuncoro, M. 1997. Ekonomi Pembangunan; Teori, Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta.

Matolla, A.Z. 1985. Peran Sektor pertanian Terhadap Peningkatan dan pemerataan Pendapatan Daerah di Jawa Barat [Thesis]. Program perencanaan Wilayah dan Kota, Pasca Sarjana ITB. Bandung.

Pasaribu, S.H, D. Hartono dan T. Irawan. 2005. Pedoman Penulisan Skripsi. Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Prasetyo, R.B. 2008. Ketimpangan dan Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pembangunan Ekonomi Kawasan Barat Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Puspandika, B.A. 2007. Analisis Ketimpangan Pembangunan di Era Otonomi Daerah: Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Dengan Kesejahteraan Masyarakat [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Restiviana, P.R. 2008. Analisis Perekonomian Wilayah Kabupaten Banyuwangi 2003-2006 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Retnosari, D. 2006. Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Satrio, R.W. 2009. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Pulau di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukirno, S. 2001. Pengantar Teori Makroekonomi. Raja Grafindo, Jakarta.

Supriyantoro, G. 2005. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sutarno dan M. Kuncoro. 2003. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Banyumas, 1993-2003. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Jakarta. Syafrizal. 2008. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah

Indonesia Bagian Barat. LP3ES, Jakarta.

Tambunan, T. 2003. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia, Jakarta. Todaro, M.P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta Trihendradi, C. 2008. Step by Step SPSS 16, Analisis Data Statistik. Penerbit Andi,

Yogyakarta.

United Nations dan BAPPENAS. 2007. Report On The Achievement Of Millenium Development Goals Indonesia. Jakarta.

Dokumen terkait