• Tidak ada hasil yang ditemukan

PDRB Perkapita

Dalam dokumen DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR (Halaman 62-69)

BAB VI KINERJA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Penetapan indikator kinerja penyelenggaraan pemerintahan

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

4. PDRB Perkapita

PDRB perkapita adalah ukuran produktivitas dari faktor-faktor produksi dalam suatu wilayah untuk melakukan transformasi berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya finansial dalam proses produksi sehingga dapat menghasilkan sejumlah pendapatan dimana pendapatan tersebut belum tentu seluruhnya diterima dan dinikmati masyarakat suatu wilayah tersebut.

PDRB perkapita secara kasar dapat digunakan sebagai proxy indikator pendapatan perkapita yang mencerminkan pendapatan rata-rata setiap individu di suatu wilayah sekaligus merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarakat secara makro. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah, maka dalam kacamata

52

ekonomi, tingkat kesejahteraan penduduk di wilayah tersebut dapat dikatakan bertambah baik. Angka PDRB per kapita ini dapat diperoleh dengan cara membagi PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Perkembangan PDRB perkapita Kota Kotamobagu selama 5 (lima) tahun terakhir seperti yang terlihat dalam Gambar 2.6 menunjukkan pertumbuhan yang hampir sama tiap tahun. PDRB perkapita Kota Kotamobagu Atas Dasar Harga Berlaku tumbuh sekitar 9-11 persen per tahun pada periode 2010-2016 yang ditunjukkan dengan adanya kenaikan yang terus menerus tiap tahun dari 12,41 juta rupiah ditahun 2010 menjadi 20,56 juta rupiah di tahun 2016.

Sementara jika dilihat berdasarkan PDRB atas dasar harga konstan, yang mempertimbangkan laju inflasi, pertumbuhan PDRB perkapita Kota Kotamobagu selama 5 tahun terakhir relatif lebih lambat, yaitu hanya sebesar 4-5 persen. Pada tahun 2010, PDRB per kapita Kota Kotamobagu masih sebesar 12,41 juta rupiah, kemudian meningkat perlahan menjadi 16,26 juta rupiah pada tahun 2016.

Kondisi tersebut menjelaskan bahwa walaupun secara nominal PDRB perkapita mengalami peningkatan yang cukup tinggi, namun secara riil, PDRB perkapita tidak mengalami perubahan yang signifikan selama periode 2010-2016. Namun demikian, secara umum pertumbuhan perekonomian Kota Kotamobagu tumbuh jauh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan penduduk yang hanya sekitar 1 - 1,3 persen di periode yang sama.

Gambar 2.9 PDRB Perkapita Kota Kotamobagu Tahun 2012 – 2016

Sumber: PDRB Kota Kotamobagu Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016, 2017.

53 5. Indeks Harga Implisit

Indikator lain yang bisa dijelaskan dalam analisis PDRB adalah pertumbuhan Indeks harga implisit Produk Domestik Regional Bruto. Indeks harga implisit dipergunakan sebagai indikator untuk melihat kenaikan harga secara umum akibat nilai tambah barang dan jasa yang diciptakan oleh faktor produksi. Dengan kata lain, pertumbuhan Indeks harga implisit merupakan indikator kenaikan harga di tingkat produsen.

Kenaikan harga dimaksud selanjutnya diistilahkan dengan Inflasi PDRB. Inflasi PDRB dapat digunakan sebagai tolok ukur stabilitas perekonomian suatu wilayah. Inflasi PDRB yang tinggi (mencapai dua digit) relatif mencerminkan stabilitas ekonomi yang kurang baik dan demikian pula sebaliknya. Tentunya hal tersebut juga harus mempertimbangkan kondisi-kondisi tertentu penyebab tingginya inflasi PDRB tersebut.

Tabel 2.10 menunjukkan bahwa perkembangan inflasi PDRB Kota Kotamobagu selama periode 2011-2016 relatif stabil dengan inflasi PDRB berada pada kisaran 3 hingga 6 persen. Pada tahun 2011, inflasi PDRB Kota Kotamobagu merupakan yang tertinggi (6,52 persen) selama 5 tahun terakhir.

Tabel 2.11 Kontribusi, Pertumbuhan Ekonomi, dan Sumber Pertumbuhan Kota Kotamobagu Tahun 2016

Sumber: PDRB Kota Kotamobagu Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2016, 2017.

54 6. Laju Inflasi

Salah satu indikator yang digunakan untuk perencanaan pembangunan di suatu daerah adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) dan Inflasi. IHK merupakan perbandingan antara nilai konsumsi masyarakat pada bulan berjalan dengan nilai konsumsi masyarakat pada tahun dasar. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan fluktuasi harga dari paket barang dan jasa konsumsi masyarakat yang disebut inflasi bila naik dan deflasi bila terjadi sebaliknya.

Inflasi nasional dan Sulawesi Utara, saling berkorelasi dengan inflasi Kota Kotamobagu. Dari 2010 sampai dengan 2016 baik nasional maupun Sulawesi Utara walaupun fluktuatif namun memiliki kecenderungan menurun. Pada tahun 2011 inflasi Sulawesi Utara bahkan pernah mencapai dibawah satu persen, tepatnya hanya 0,67 %. Pada tahun 2014 naik lagi pada kisaran 9,44%, lebih tinggi dibandingkan Inflasi Nasional dan pada tahun 2016 inflasi Sulawesi Utara 0,79% lebihi rendah dari inflasi nasional yang mencapai 3,02%. Secara khusus untuk perkembangan inflasi Kota Kotamobagu masih mengacuh pada perhitungan inflasi Kota Manado.

Gambar 2.10 Inflasi Sulawesi Utara dan Nasional Tahun 2010 – 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018. 6.28 0.67 6.04 8.12 9.44 5.27 0.79 6.96 3.79 4.3 8.38 8.36 3.55 3.02 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

55 7. Kemiskinan

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.

Garis kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Jumlah penduduk miskin di Kotamobagu pada tahun 2010 mencapai 8,1 ribu jiwa (7,57 persen) hingga menurun pada tahun 2014 mencapai 6,8 ribu jiwa (5,77 persen) dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 7,0 ribu jiwa (5,85 persen). Data terakhir

Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman kemiskinan (Poverty Gap) dan keparahan kemiskinan (Poverty Severity). Gambar 2.11 menunjukkan perkembangan indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) di Kota Kotamobagu. Pada tabel dibawah

56

ini dapat dilihat perkembangan indeks kedalaman kemiskinan dan indeks keparahan kemiskinan di Kota Kotamobagu.

Tabel 2.12 Perkembangan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Kota Kotamobagu

Tahun 2010-2015 Tahun Jumlah Pendudu k Miskin (ribuan) Persentase Penduduk Miskin (P0) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Garis Kemiskinan (Rp/Kap/ Bulan) 2017 7.28 5.90 0.67 0.17 289 077 2016 7.24 6.01 0.63 0.12 274 103 2015 7.0 5.85 0.58 0.10 255 330 2014 6.8 5.77 0.57 0.08 237 521 2013 6.9 5.98 0.40 0.05 235 763

Sumber : BPS Kota Kotamobagu, 2017.

Tabel 2.13 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin di Kota Kotamobagu Tahun 2010-2015

Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk Miskin menurut Kabupaten/Kota (Ribu Jiwa)

2012 2013 2014 2015 2016 2017 Bolaang Mongondow 17.10 20.20 19.80 20.04 19.55 19.05 Minahasa 22.90 28.50 27.83 28.88 27.64 26.34 Kepulauan Sangihe 13.60 15.70 15.30 15.87 15.95 15.38 Kepulauan Talaud 7.80 9 8.74 8.92 9.22 8.84 Minahasa Selatan 17.30 20.40 20.07 20.88 20.42 20.26 Minahasa Utara 12.90 15.70 15.25 16.03 15.71 14.93 Bolaang Mongondow Utara 5.90 7.20 7 7.38 7.22 6.95 Kepulauan Sitaro 6.10 7.40 7.21 7.15 6.96 6.81 Minahasa Tenggara 14.60 16.60 16.39 17.45 16.19 15.57 Bolaang Mongondow Selatan - 9.20 9.21 9.40 9.35 9.05 Bolaang Mongondow Timur 4.10 4.60 4.49 4.73 4.69 4.37 Kota Manado 20.50 20.50 20.37 23.96 22.41 23.39 Bitung 14.60 12.90 12.87 14.13 13.64 14 Kota Tomohon 5.60 6.40 6.26 6.77 6.63 6.69 Kota Kotamobagu 6.60 6.90 6.76 6.95 7.24 7.28 Sulawesi Utara 177.40 201.10 197.56 208.54 202.82 198.88

57 8. Dana Desa

Latar belakang lahirnya dana desa adalah mendukung program Nawacita yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa, Dana Desa adalah anggaran yang diperuntukan bagi desa dan desa adat yang ditransfer melalui APBD Kabupaten/Kota yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah, pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat dan kemasyarakatan. Dana desa bersumber dari belanja pusat dengan mengefektifkan program yang berbasis desa dialokasikan secara merata dan berkeadilan. Besaran dana desa adalah 10% dari dan diluar dana transfer ke daerah (on top) secara bertahap. Dana desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis.

Kota kotamobagu tediri dari 15 desa dan 18 kelurahan. Dimana dana desa yang diterima pemerintah kota Kotamobagu terus meingkat dari tahun ketahun, pada tahun 2015 diterima dan desa sejumlah Rp. 4.572.649.000,. dan pada tahun 2017 naik menjadi Rp. 15.171.482.000,. Pada tabel dibawah ini menunjukkan dana desa yang diterima pemerintah kota kotambagu selang tahun 2016 – 2017.

Tabel 2.14. Rekapitulasi Dana Desa (DD) Tahun 2015-2017 di Kota Kotamobagu

Sumber: Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 2017.

No Kecamatan Nama Desa 2015 2016 2017

1 Kotamobagu Utara Bilalang I 295.329.172,00 860.803.000,00 1.041.743.000,00 2 Bilalang II 302.782.157,00 924.233.000,00 1.131.487.000,00 3 Pontodon 292.185.974,00 729.487.000,00 907.277.000,00 4 Sia 283.153.255,00 703.068.000,00 856.171.000,00 5 Pontodon Timur 286.336.150,00 - 871.840.000,00 6 Kotamobagu Timur Moyag 306.979.957,00 801.377.000,00 923.606.000,00 7 Moyag Todulan 294.253.571,00 - 873.958.000,00 8 Moyag Tampoan 294.222.981,00 - 867.829.000,00 9 Kobo Kecil 320.139.845,00 923.956.000,00 1.108.010.000,00 10 Kotamobagu Selatan Poyowa Besar I 343.151.702,00 898.644.000,00 1.224.078.000,00 11 Poyowa Besar II 330.205.452,00 904.570.000,00 1.133.543.000,00 12 Tabang 310.062.006,00 873.627.000,00 1.073.053.000,00 13 Poyowa Kecil 317.090.232,00 950.775.000,00 1.118.557.000,00 14 Bungko 293.966.808,00 780.392.000,00 935.449.000,00 15 Kopandakan I 302.789.738,00 890.978.000,00 1.104.881.000,00 4.572.649.000,00 10.241.910.000,00 15.171.482.000,00 Jumlah

58 2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial

Analisis kinerja atas fokus kesejahteraan sosial dilakukan terhadap indikator angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, angka usia harapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yang bekerja.

Dalam dokumen DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR (Halaman 62-69)

Dokumen terkait