• Tidak ada hasil yang ditemukan

KINERJA MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN

3.1 PDRB, PERTUMBUHAN, DAN STRUKTUR EKONOMI

Perkembangan perekonomian suatu daerah biasanya diukur dengan tingkat produksi, yakni Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB. PDRB merupakan jumlah nilai tambah value added yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam wilayah perekonomian. Nilai PDRB Kabupaten Tapin atas dasar harga berlaku seperti yang terdapat dalam tabel 3.1 berikut menggambarkan nilai produksi barang dan jasa dinilai dengan harga yang berlaku pada periode 2010.

Tabel 3.1 PDRB Kabupaten Tapin 2010 Berdasarkan Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000

Lapangan Usaha /

Industrial Origin Konstan Berlaku

1. Pertanian 415,221.82 822,650.84 2. Pertambangan dan Penggalian 200,856.64 512,067.77 3. Indusri Pengolahan 51,317.25 118,002.18 4. Listrik dan Air Minum 3,902.31 8,967.42 5. Bangunan 48,516.80 103,167.18 6. Perdagangan, Restoran dan Hotel 90,213.31 188,724.47 7. Pengankutan dan Komunikasi 19,512.75 40,922.69 8. Bank dan Lembaga Keuangan Lain 38,688.51 88,379.99 9. Jasa-jasa 136,71477 315,290.22

PDRB / GDRP 1,004,944.17 2,198,172.77

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Jika berdasarkaan harga berlaku nilai PDRB Kabupaten Tapin adalah Rp. 2.198.172, 77 ( dalam Jutaan) maka berdasarkan harga konstan nilainya hanya Rp.1.004.944,17 (dalam jutaan). Hal ini karena angka ini merupakan nilai riil dari pada produksi barang dan jasa dalam teritori perekonomian Tapin. Nilai riil disini artinya bebas dari pengaruh peningkatan harga atau inflasi.

Jika dilihat lebih luas ke dalam lingkup kawasan provinsi Kaimantan Selatan, angka PDRB Kabupaten Tapin tersebut pada 2010 hanya meliputi 3,34% dari nilai PDRB yang diciptakan seluruh Kabupaten dan Kota yang berjumlah Rp. 30.067.423,-(dalam jutaan). Posisi Kabupaten Tapin hanya berada di urutan ke 11 dari ke-13 Kabupaten/Kota yang ada. Ini berarti skala ekonomi Kabupaten ini termasuk kecil dibanding wilayah lain pada umumnya.

Tabel 3.2 Share Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Kalsel Atas Dasar Harga Berlaku

Propinsi Share PDRB Kab/Kot Dalam Provinsi (%) 2008 2009*) 2010**) Ranking 1.Tanah laut 7.51 7.53 7.55 6 2.Kotabaru 16.23 16.22 16.37 1 3.Banjar 11.14 11.22 11.14 3 4.Barito Kuala 6.78 6.61 6.50 7 5.Tapin 3.38 3.35 3.34 11 6.H.S. Selatan 3.71 3.69 3.61 10 7.H.S. Tengah 3.62 3.67 3.63 9 8.H.S. Utara 2.93 2.92 2.89 13 9.Tabalong 9.97 10.02 10.05 5 10.Tanah Bumbu 10.67 10.69 10.77 4 11.Balangan 4.89 4.90 4.91 8 12.Banjarmasin 16.03 16.02 16.06 2 13.Banjarbaru 3.15 3.17 3.17 12 KalSel(Rp. Juta) 100.00 100.00 100.00 27,593,092.50 28,470,811.96 30,067,423

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Kabupaten yang memiliki ukuran skala ekonomi (size of economy) paling besar atau berada diurutan teratas adalah Kotabaru (16,37%). Hal ini sejalan dengan luas wilayahnya yang paling besar dibanding daerah yang lain. Kotabaru juga memiliki segala bentuk potensi sumber daya, dari pertambangan, perkebunan, hingga perikanan dan kelautan yang besar. Posisi tersebut diikuti oleh Kota Banjarmasin yang berada diurutan kedua. Kota Banjarmasin sebagai ibukota wajar memiliki ukuran ekonomi yang besar karena merupakan pusat kegiata jasa dan perdagangan. Wilayahnya

yang strategis sebagai pintu gerbangarus distribusi dari dan ke wilayah Kalsel, bahan ke provinsi lain di sekitar, menjadikan volume ekonomi, terutama yang meliputi bidang jasa perkotaan sangat besar dikota Banjarmasin.

Grafik 3.1

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Kabupaten yang berada paling buncit besaran PDRBnya adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara, dengan 2,89%. Kabupaten HSU bersama-sama dengan Batola bahkan termasuk dalam kategori wilayah tertinggal. Namun demikian besaran PDRB bukan ukuran satu-satunya penentu tingkat kemakmuran suatu daerah. Secara individual bisa saja daerah yang teratas memiliki penduduk miskin yang lebih banyak dibanding yang terbawah, begitupun sebaliknya.

Share PD R B K ab/K ot di K alsel 2010

Balangan 5% Banjar 11% B anjarbaru 3% Banjarm asin 15% B atola 7% HSS 4% HS T 4% H SU 3% Kotabaru 16% Tabalong 10% Tala 8% Tanbu 11% Tapin 3%

Sebagaimana terlihat pada tabel 3.3 sepanjang tahun 2006 – 2010 PDRB perkapita Kabupaten Tapin hanya berkisar antara Rp.4,8 juta – Rp.6,0 juta sedangkan Kalsel sudah mencapai antara Rp.7,3 juta – Rp.8,5 juta. Meski demikian rata-rata pertumbuhan PDRB perkapita Kabupaten Tapin telah mencapai 5,63% per tahun sementara Kalsel hanya 3,67% per tahun. Ini menandakan pertumbuhan produksi Kabupaten Tapin diatas pertumbuhan penduduknya jauh lebih tinggi dibanding Kalsel.

Tabel 3.3 PDRB Perkapita Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Tapin Tahun 2006 – 2010 (ADHK 2000)

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Tingkat dinamika perekonomian Kabupaten Tapin dapat diukur dengan membandingkan pertumbuhannya terhadap pertumbuhan daerah lain ditingkat regional. Selama

Tahun TAPIN KALSEL Nilai (Rp) Pertum-buhan (%) Nilai (Rp) Pertum-buhan (%) 2006 4,787,688.00 4 7,306,536.00 3.41 2007 5,693,945.00 18.93 7,631,654.00 4.45 2008 5,957,281.00 4.62 7,989,962.00 4.70 2009 5,761,672.00 -3.28 8,152,322.00 2,03 2010 5,986,193.00 3.90 8,458,057.00 3.75 Rata-rata 5.63 3.67

rentang 2006 – 2010 meski jauh dibawah, nampak pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapin lebih konsisten dibandingkan rata-rata provinsi Kalimantan Selatan. Rata-rata pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin 4,94% sedangkan Kalsel 5,75% pertahun. Pada 2009 pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin anjlok menjadi 4,63% sejalan bersamaan dengan penurunan pada tingkat provinsi Kalsel. Hal ini lebih dipengaruhi adanya penurunan produksi pertambangan karena peranan sektor ini cukup dominan. Hal ini dapat dilihat pada grafik 3.2.

Grafik 3.2

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) 4.81%5.05% 4.88% 6.08% 4.94% 6.54% 4.63% 5.38% 5.44%5.69% 0.00% 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00% 2006 2007 2008 2009 2010 TAHUN

PER TU M B U H AN EK O N O M I TAPIN D AN K ALSEL 2006 - 2010

TAPIN KALSEL

Perkembangan produktifitas ataupun pergerakan aktifitas ekonomi dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan PDRB. Melalui pertumbuhan ekonomi dimungkinkan adanya perluasan kapasitas ekonomi dalam bentuk terbukanya peluang usaha baru, investasi baru, dan kesempatan kerja (employment) yang lebih tinggi.

Tabel 3.4 Tingkat Pertumbuhan (%) PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010

LAPANGAN USAHA

2006 2007 2008 2009 2010 Rata-

rata

1. PERTANIAN 2.89 2.27 -0.85 10.90 6.99 4.44

2. PERTAMB & PENGGALIAN 11.52 7.67 15.42 -5.90 4.30 6.60

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6.61 8.73 9.95 7.05 5.86 7.64

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 10.16 17.81 5.47 2.21 2.93 7.71

5. BANGUNAN 9.03 6.58 7.03 6.73 8.88 7.65

PERDAGANGAN, HO & RESTO 5.57 0.42 3.88 6.70 4.52 4.22

7. PENGANGKUTAN & KOMUNI 3.13 3.58 9.18 3.43 5.84 5.03

8. KEUANGAN, PERSEWA, & JP. -0.31 12.90 4.38 2.69 6.32 5.20

9. JASA-JASA 0.98 7.61 4.36 2.29 1.67 3.38

Total 4.81 4.88 4.94 4.63 5.44 4.94

Kalimantan Selatan 4,98 6,01 6,45 5,29 5,58 5,66

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Secara keseluruhan PDRB Kabupaten Tapin tumbuh rata-rata sebesar 4,94% dalam periode 2006 – 2010. Tingkat pertumbuhan tertinggi pernah dicapai pada 2010 dengan besaran 5,44%. Sedangkan pada tahun lainnya pertumbuhan cukup monoton sekitar diatas 4% tapi dibawah 5%. Tingkat petumbuhan ini lebih rendah dari pertumbuhan perekono-mian Kalimantan Selatan yang mencapai rata-rata 5,66% dalam periode yang sama. Hal ini sejalan dengan keadan dari tahun ke tahun yang selalu lebih tinggi dari pada Tapin.

Grafik 3.3

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Ketergantungan pada sektor pertambangan yang cukup signifikan nampak pada fluktuasi ekonomi yang terjadi. Anjlok pertumbuhan PDRB menjadi 4,63% pada 2009 lebih dipengaruhi adanya penurunan produksi pertambangan yang mencapai minus 5,90 persen, sebagaimana grafik 3.3. Untuk

PER TU M B U H AN SE K TO R AL 2009 10.90% -5.90% 7.05% 2.21% 6.73% 6.70% 3.43% 2.69% 2.29% TA NI TA MBA NG MA NUF AKT UR LGA KO NS TR UKS I DAG ANG H R TRAN KO M KE U JA SA S EK TO R RAT E

itu Kabupaten Tapin perlu mengembangkan sektor lain sebagai basis pertumbuhannya.

Sumber pertumbuhan ekonomi dapat dipilah ber-dasarkan lapangan usaha yang menyumbangnya. Ber-dasarkan tabel 3.6. pertumbuhan ekonomi Tapin pada 2010 sebesar 5,44% ternyata didominasi oleh perkembangan sektor pertanian.

Grafik 3.4

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Kontribusi sektor pertanian bagi pertumbuhan PDRB Tapin pada 2010 tersebut sebesar 2,85%. Jauh dibawahnya adalah sektor pertambangan sebagai penyumbang diurutan kedua dengan sumbangan sebesar 0,87% bagi pertumbuhan. Sektor-sektor lainnya menyumbang tidak lebih dari 0,5%.

P E R A N A N S E K TO R A L D A LA M P E R TU M B U H A N 2010 2.85% 0.87% 0.30% 0.01% 0.42% 0.41% 0.11% 0.24% 0.24% TANI TA MBANG MANUF AKT UR LG A KO NST RU KS I DAG ANG H R TRANKO M KE U JAS A S EK TO R

Tabel 3.5 Kontribusi Sektoral Terhadap Tingkat Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin

Pada Periode 2006 – 2010

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Keadaan yang tak jauh berbeda terjadi dalam per-kembangan selama periode 2006 – 2010 (tabel 3.5). Hal ini tidak hanya memperkuat bukti bahwa struktur ekonomi Kabupaten Tapin belum mencapai kemajuan secara optimal tapi juga polanya stagnan dalam lima tahun terakhir.

LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009 2010

1. PERTANIAN 1.23 0.95 -0.35 4.19 2.85 2. PERTAMB & PENGGALIAN 2.15 1.53 3.15 -1.33 0.87 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 0.30 0.40 0.47 0.35 0.30 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0.03 0.06 0.02 0.01 0.01 5. BANGUNAN 0.38 0.29 0.32 0.31 0.42 6. PERDAGANGAN, HO & RESTO 0.52 0.04 0.35 0.60 0.41 7. PENGANGKUTAN & KOMUNI 0.06 0.07 0.17 0.07 0.11 8. KEUANGAN, PERSEWA, & JP. -0.01 0.47 0.17 0.10 0.24 9. JASA-JASA 0.14 1.08 0.63 0.33 0.24

Grafik 3.4

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Terdapat sektor-sektor yang paling maju selama rentang 2006 – 2010 yang ditandai dengan dominasinya dalam tingkat pertumbuhan. Seperti terlihat pada grafik 3.4, sektor yang paling tinggi tingkat pertumbuhannya adalah sektor Listrik, Gas, & Air Minum (LGA) (7,71%), sektor Konstruksi (7,65%), dan sektor Industri (7,64%). Selama rentang waktu tersebut ketiga sektor ini mengalami peningkatan nilai tambah produksi paling pesat. Ketiga sektor ini adalah kelompok sektor sekunder yang umunya menjadi indikator level kemajuan transformasi ekonomi dalam pembangunan. Semakin maju kelompok sektor sekunder semakin maju level perekonomian karena menunjuk-kan kemampuannya dalam menciptamenunjuk-kan nilai tambah.

Ini berarti, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapin telah berada pada jalur yang benar untuk mengoreksi ketimpangan sektoral yang selama ini didominasi sektor primer. Peranan sektor industri diperkirakan akan semakin besar mulai 2013 dengan telah berproduksinya industri CPO (crude palm oil).

PER TU M B U H AN R ATA-R ATA SEK TO R AL 2006 - 2010

4.44% 6.60% 7.64% 7.71% 7.65% 4.22% 5.03% 5.20% 3.38% 1 2 3 4 5 6 7 8 9 SE KT O R R A TE

Struktur PDRB yang digambarkan dari share atau kontribusi sektoral lapangan usaha dalam menciptakan produksi dapat menjadi gambaran tingkat kemajuan ekonomi sekaligus golongan masyarakat yang menikmati kue pemba-ngunan. Selama periode 2006 – 2010 ternyata perekonomian Tapin masih konsisten bertumpu pada sektor pertanian. Kontibusi sektor pertanian sampai dengan 2010 mencapai 41,32%. Sektor ini begitu dominan dibanding yang lain, karena kontribusinya jauh lebih tinggi dari sektor terdekat, misalnya Pertambangan yang sebesr 19,99% dan Jasa-jasa sebesar 13,60%

Tabel 3.6 Kontribusi (%) Sektoral dalam Pembentukan PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Sektor perdagangan-hotel-restoran hanya menyumbang 8,98% dari PDRB 2010 diikuti kemudian oleh Industri yang hanya sebesar 5,11%. Sektor-sektor lain memiliki kontribusi

LAPANGAN USAHA 2006 2007 2008 2009 2010

1. PERTANIAN 41.69 40.66 38.41 40.72 41.32

2. PERTAMB & PENGGALIAN 19.90 20.43 22.47 20.21 19.99

3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4.58 4.74 4.97 5.09 5.11

4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0.36 0.41 0.41 0.40 0.39

5. BANGUNAN 4.42 4.49 4.58 4.68 4.83

6. PERDAGANGAN, HO & RESTO 9.37 8.97 8.88 9.06 8.98

7. PENGANGKUTAN & KOMUNI 1.90 1.88 1.96 1.93 1.94

8. KEUANGAN, PERSEWA, & JP. 3.63 3.91 3.89 3.82 3.85

9. JASA-JASA 14.14 14.51 14.43 14.11 13.60

dibawah 5%. Ini menandakan perekonomian Tapin belum jauh beranjak dari karakteristik tradisionalnya yang agraris. Selain itu ini juga menunjukkan terjadinya kepincangan yang cukup tajam dalam arah perkembangan produksi. Sektor yang poten-sial menjadi kutub pertumbuhan karena menciptakan perkem-bangan rantai produksi dan nilai tambah yang tinggi, yakni Industri Pengolahan hanya berperan sekitar 4,6% s/d 5,1%.

Tabel 3.7 Kontribusi (%) Sektoral Terhadap PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010 Berdasarkan

Pengelompokan Primer, Sekunder, dan Tertier

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009*) 2010**)

I. PRIMER 61.59 61.08 60.88 60.92 61.30

Pertanian 41.69 40.66 38.41 40.72 41.32

Pertamb dan Pgalian 19.90 20.43 22.47 20.21 19.99

II. SEKUNDER 9.36 9.64 9.96 10.16 10.32

Industri Pengolahan 4.58 4.74 4.97 5.09 5.11 Listrik dan Air Minum 0.36 0.41 0.41 0.40 0.39

Bangunan 4.42 4.49 4.58 4.68 4.83

III. TERSIER 29.05 29.27 29.16 28.92 28.37

Perdgng, Resto, dan H 9.37 8.97 8.88 9.06 8.98 Pengangkutan dan Kom 1.90 1.88 1.96 1.93 1.94

Ban danLKBB 3.63 3.91 3.89 3.82 3.85

Jasa-jasa 14.14 14.51 14.43 14.11 13.60

PDRB / GDRP 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Struktur ekonomi Tapin juga dapat dilihat berdasarkan pengelompokan 3 (tiga) kelompok lapangan usaha. Sektor primer yang terdiri dari pertanian dan pertambangan sangat dominan dalam pererkonomian, yakni sebesar 61,30%. Sektor primer adalah lapangan usaha produksi berbasis kegiatan ekstraktif atau hasilnya langsung dipetik, ditebang, dikeruk, dan diambil dari alam kemudian dikonsumsi atau dijual tanpa melalui tahap pengolaha lebih lanjut secara berarti. Oleh karenanya nilai tambahnya kecil dan tidak menciptakan rantai produksi yang panjang untuk menum-buhkan unit-unit kegiatan produktif lainnya. Negara ataupun wilayah lain yang menerima hasil bumi inil melalui per-dagangan akan memproses kembali sehingga menjadi produk yang bernilai tinggi yang tidak jarang kita impor kembali tentunya dengan harga yang jah lebih tinggi.

Kendati demikian, seperti telah diuraikan sebelumnya lapangan-lapangan usaha pada kelompok sektor sekunder mengalami rata-rata tingkat pertumbuhan tertingi dibading sektor lannya. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara makro orientasi produksi pada lima tahun terakhir ini sudah mengarah pada jalur yang tepat, yaitu mendorong sektor industri, kondstruksi, dan Listrik-Gas-Air Minum untuk berperan lebih besar.

52 Grafik 3.5

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

Dilain pihak struktur ekonomi Kalsel seperti dalam grafik 3.6 struktur PDRB Kalsel didominasi tiga sektor utama. Kontribusi sektor pertanian 23%, pertambangan 22% dan perdagangan 15%. Selebihnya disumbangkan oleh enam sektor lainnya yang berkisar antara 1% hingga 11%.

Grafik 3.6

Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)

R erata Share Sektoral PD R B Tapin 2006 - 2010

P dagangan, H R 9%

Jasa-jasa 14%

Tam bang & Pgl 21% Tani 40% Transkom 2% Industri 5% LG A 0% K onstruksi 5% K eu & Sew a 4%

R erata Share Sektroal PD R B K alsel 2006 - 2010

23% 22% 11% 1% 6% 15% 9% 4% 9% Tani Tam bang & P gl Industri LG A K onstruksi P dagangan, H R Transkom K eu & S ew a Jasa-jasa

Kabupaten Tapin relatif lebih terbelakang dari Kalsel. Struktur ekonomi negara maju ditandai dengan meningkatnya porsi sektor sekunder dan tersier. Sesuai dengan estimasi terhadap ekonomi nasional maka perubahan struktur ekonomi Indonesia menjadi sebuah negara maju bisa diwujudkan bila sektor-sektor utama tumbuh masing-masing: Primer 7,8% - 8,3% pertahun; Sekunder 12,6 – 13,1% pertahun; dan Tersier 13,4% - 13,9% pertahun. Dari sisi pertumbuhan Tapin relatif lebih mendekati karena sektor sekunder tumbuh paling cepat. Dari segi kontribusi sektoral, estimasi keadaan Indonesia Maju 2025 adalah dimana sektor Primer 10%, Sekunder 36%, dan Tersier 55% seperti terlihat dalam grafik. Gap/kesenjangan ke arah itu masih jauh bagi Tapin tetapi ia bukan satu-satunya di Kasel.

Dokumen terkait