• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.16. Peak Flow Meter

Peak Flow Meter (PFM) adalah alat untuk mengukur jumlah aliran udara dalam jalan napas (PFR). Nilai PFR dapat dipengaruhi beberapa faktor misalnya posisi tubuh, usia, kekuatan otot pernapasan, tinggi badan dan jenis kelamin. Peak Flow Meter adalah alat ukur kecil, dapat digenggam, digunakan untuk memonitor kemampuan untuk menggerakkan udara, dengan menghitung aliran udara bronki dan sekarang digunakan untuk mengetahui adanya obtruksi jalan napas. Peak Flow Meter (PFM) mengukur jumlah aliran udara dalam jalan napas. Peak Flow Rate (PFR) adalah kecepatan (laju) aliran udara ketika seseorang menarik napas penuh, dan mengeluarkannya secepat mungkin. Agar uji (tes) ini menjadi bermakna, orang yang melakukan uji ini harus mampu mengulangnya dalam kelajuan yang sama, minimal sebanyak tiga kali. Terdapat beberapa jenis alat PFM. Alat yang sama harus senantiasa digunakan, agar perubahan dalam aliran udara dapat diukur secara tepat. Pengukuran PFR membantu menentukan apakah jalan napas tebuka atau tertutup.

DEBU KAYU

PFR menurun (angka dalam skala turun ke bawah) jika asma pada anak memburuk. PFR meningkat (angka dalam skala naik ke atas) jika penanganan asma tepat, dan jalan napas menjadi terbuka. Pengukuran PFR dapat membantu mengetahui apakah jalan napas menyempit, sehingga penanganan asma dapat dilakukan dini, juga membantu mengenali pemicu (penyebab) asma pada anak, sehingga dapat dihindari. Terdapat perbedaan nilai pengukuran (siklus) PFR dalam satu harinya. Dengan mengukur nilai PFR dua kali dalam sehari menunjukkan gambaran PFR sepanjang hari. Anak yang berbeda usia dan ukuran badan memiliki nilai PFR yang berbeda.28,29

Nilai prediksi disesuaikan dengan Nilai Normal Faal paru orang Indonesia pada Usia Sekolah dan Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi American Thoracic Society (ATS) 1987: Indonesia Preumobile Project, Airlangga University Press, Surabaya.1

2.17. KERANGKA KONSEP

GANGGUAN FAAL PARU Demografi :

 Umur

 Jenis Kelamin

 Tinggi Badan

 Berat Badan

 Lama Kerja

 Merokok

 Penyakit paru yang pernah dialami

Kelainan Respiratorik :

 Sesak Nafas

 Nyeri Dada

 Batuk

 Batuk Darah

Asma kerja Bronkitis Industri Paparan Debu

 Riwayat paparan

 Lama terpapar

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan pengumpulan data secara potong lintang. Kelompok pekerja yang berhubungan langsung dengan debu kayu akan dibandingkan dengan kelompok pekerja di kantor yang tidak berhubungan langsung dengan debu kayu.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Pabrik Pengolahan Perabot Rumah Tangga Dari Bahan Kayu di Kabupaten Deli Serdang. Jangka waktu penelitian ini selama 3 (tiga) bulan, yaitu: Oktober 2013 hingga Desember 2013.

3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja di industri Pabrik Pengolahan Perabot Rumah Tangga Dari Bahan Kayu berjumlah 29 orang. Sementara pekerja kantor berjumlah 10 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel pekerja debu kayu adalah semua karyawan yang bekerja di PT.X dan berhubungan dengan debu kayu sebanyak 29 orang sementara sampel pekerja kantor berjumlah 10 orang. Dengan demikian seluruh populasi menjadi sampel penelitian (total

3.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI 3.4.1. Kriteria Inklusi

Seluruh karyawan di PT.X 3.4.2. Kriteria Eksklusi

Karyawan yang tidak bersedia ikut dalam pemeriksaan

3.5. PROSEDUR PENELITIAN

Peserta pekerja yang bekerja di pabrik pengolahan debu kayu yang

disertakan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak terdapat pada kriteria eksklusi. Kemudian pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan spirometri. Kuesioner disusun berupa data dasar seperti nama, umur, suku, pendidikan, lama bekerja dibagi dalam tahun dan waktu kerja selama sehari, adanya riwayat merokok (lama, jumlah, jenis, dan berapa lama berhenti merokok).

Untuk pengumpulan data dilakukan pengisian kuesioner yang langsung di isi oleh subjek peneliti. Dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan. Pemeriksaan faal paru dengan menggunakan spirometri. Untuk pemeriksaan spirometri dilakukan sendiri oleh peneliti. Nilai spirometri yang diambil adalah nilai terbesar yang memenuhi kriteria reproduksibel dan dapat diterima (acceptable). Data untuk kedua sampel kemudian akan dibandingkan.

Pada saat yang sama, dilakukan pengukuran kadar debu dalam ruangan dengan menggunakan alat pengukur debu ruangan. Hasil pengukuran dalam ruangan di tempat pekerja yang terpapar debu akan dibandingkan dengan hasil pengukuran ruangan di tempat pekerja yang tidak terpapar debu. Kedua hasil tersebut akan dibandingkan juga dengan nilai ambang batas (NAB).

3.6. KERANGKA OPERASIONAL

3.7 DATA DEMOGRAFI

3.7.1 Variabel yang mempengaruhi hasil uji FAAL PARU Tabel 3. Demografi

4. TINGGI BADAN 5. BERAT BADAN 6. LAMA KERJA 7. MEROKOK

8.PENYAKIT PARU YG PERNAH DIALAMI

Adapun cara pengukuran variabel lainnya adalah kuesioner dan wawancara.

3.8 DEFINISI OPERASIONAL

1. Pekerja terpapar debu ialah subjek peneltian yang selama bekerja terpapar debu di dalam ruangan.

2. Pekerja tidak terpapar debu ialah subjek penelitian yang selama bekerja tidak terpapar debu di dalam ruangan.

3. Nama ialah nama-nama subjek penelitian yang termasuk dalam penelitian ini.

4. Jenis kelamin ialah gender yang didapati dalam penelitian ini yaitu laki-laki dan perempuan.

5. Umur ialah total lama waktu hidup sampel sejak tanggal kelahiran hingga saat dilakukan pemeriksaan dalam penelitian ini.

6. Tinggi badan adalah jarak antara verteks hingga lantai dalam posisi berdiri tegak.

7. Berat badan adalah berat badan sampel yang diikutkan dalam penelitian ini.

8. Lama bekerja adalah total waktu sampel bekerja sejak hari pertama hingga penelitian ini dilakukan.

9. Merokok adalah individu yang secara langsung merokok yang sampai saat ini mengkonsumsi setidaknya satu rokok sehari.

10. Penyakit paru yang pernah dialami adalah semua penyakit yang pernah diderita oleh sampel (riwayat penyakit) dalam hal berkaitan dengan penyakit paru.

11. Uji faal paru ialah sekelompok tes atau uji yang dilakukan untuk mengevaluasi seberapa baik kerja paru, dengan menggunakan alat spirometri dengan penilaian sebagai berikut :

a. Normal : KVP > 80% nilai prediksi, VEP1 > 80% nilai prediksi.

b. Kelainan restriksi :

Jika KVP dibandingkan nilai perkiraan (prediksi) 60% - < 80% dari prediksi → Ringan

30% - < 60% dari prediksi → Sedang < 30% dari prediksi → Berat

c. Kelainan obstruksi :

VEP1 dibandingkan nilai prediksi 60% - < 75% prediksi → Ringan 30% - < 60% prediksi → Sedang < 30% prediksi → Berat

d. Kelainan restriksi dan obstruksi :

KVP < 80% nilai prediksi, VEP1 < 80% nilai prediksi.

12. Riwayat paparan adalah lama paparan debu kayu pada sampel penelitian ini.

13. Lama terpapar adalah total lama bekerja subjek penelitian dari mulai pertama bekerja hingga sekarang.

14. Prilaku menggunakan masker adalah kebiasaan sampel yang menggunakan atau tidak menggunakan alat pelindung diri dalam hal ini masker.

15. Kelainan respiratorik ialah kelainan paru berupa sesak nafas, nyeri dada, batuk dan batuk darah.

16. Sesak nafas adalah perasaan yang bersifat subjektif berupa kesulitan (merasa tidak enak, merasa tidak nyaman) disaat bernafas.

17. Nyeri dada adalah sensasi yang dirasakan pada dada mulai dari rasa tidak mengenakkan hingga sensasi sakit yang dapat ditentukan intensitas maupun lokasinya.

18. Batuk adalah pengeluaran udara dari paru secara tiba-tiba yang disertai dengan pendorong udara yang kuat melalui glottis yang terbuka secara tiba-tiba.

19. Batuk darah adalah ekspetorasi darah, batuk dengan sputum yang diwarnai bercak darah, batuk dengan darah yang berasal dari paru atau percabangan sistem trakeobronkial.

20. Nilai ambang batas adalah kadar debu di udara yang tidak boleh melebihi 5 mg/m3 yang berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja nomor SE 01/EN/1997 dan Nilai Ambang Batas kadar debu di udara akan dinilai dengan alat pengukur debu yaitu Haz dust monitor EPAM 5000.

21. Ruangan adalah tempat subjek penelitian bekerja yang dibagi atas:

a. Ruangan pekerja terpapar debu adalah ruangan subjek penelitian yang terpapar oleh debu.

b. Ruangan pekerja tidak terpapar debu adalah ruangan subjek penelitian yang tidak terpapar oleh debu.

3.9. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner.

2. Alat Spirometer.

3. Mouth piece.

5. Haz dust monitor EPAM 5000 (Alat pengukur debu).

Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan sebagai berikut:

Alat Tulis Kantor (ATK), masker, alat transportasi dan komunikasi.

3.10. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN PROFIL KELAINAN

RESPIRATORIK DAN UJI FAAL PARU PADA PEKERJA PABRIK PENGOLAHAN PERALATAN RUMAH TANGGA DARI BAHAN

KAYU DI KABUPATEN DELI SERDANG

KEGIATAN

Desember 2013 sd September 2014

Desember 2013 September

2014 Minggu

I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII 1. Persiapan √ √

2.Pengumpulan data √ √

3.Analisis data

4.Penulisan laporan √ √

5.Seminar hasil

3.11. BIAYA PENELITIAN

a. Pengumpulan kepustakaan Rp 500.000,-

c. Sewa Spirometri @120.000 per orang Rp 4.800.000,- d. Haz dust monitor EPAM 5000 Rp 750.000,- e. Transportasi Rp 500.000,-

f. Seminar proposal Rp 2.000.000,-

g. Biaya penyusunan laporan Rp 1.000.000,- h. Pembuatan dan penggandaan laporan Rp 1.000.000,- i. Seminar hasil penelitian Rp 2.500.000,-

j. Lain-lain Rp 1.000.000,- +

Jumlah Rp 12.250.000,- BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. IDENTITAS RESPONDEN

Identitas responden dalam penelitian ini terangkum dalam tabel-tabel berikut ini.

distribusi pekerja menurut umur disajikan dalam Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1.Distribusi Pekerja Menurut Jenis Kelamin Kelompok Umur (thn) N %

≤ 25 15 38,5

26 – 48 20 51,3

> 48 4 10,3

Total 39 100,0

Tabel tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pekerja berada pada kelompok umur 26-48 tahun, yaitu sebanyak 20 orang (51,3%). Sementara itu, distribusi pekerja menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini.

Jenis kelamin n %

Laki-laki 12 30,8

Perempuan 27 69,2

Total 39 100,0

Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja adalah pekerja dengan jenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 27 orang (69,2%). Hanya ada 12 orang pekerja laki-laki (30,8%). Menurut unit pekerjaannya, distribusi pekerja disajikan dalam Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3. Distribusi Pekerja Menurut Unit Kerja

Pekerjaan n %

Kantor 7 17,9

Lapangan 32 82,1

Total 39 100,0

Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa sebagian besar pekerja adalah yang bekerja di unit lapangan 32 orang pekerja (82,1%). Hanya 7 orang pekerja (17,9%) yang bekerja di unit kerja kantor. Menurut kelompok tinggi badannya, distibusi pekerja ditunjukkan oleh Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4. Distribusi Pekerja Menurut Tinggi Badan Kelompok Tinggi Badan

(cm) n %

≤ 156 23 59

> 156 16 41

Total 39 100,0

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa tinggi badan rata-rata pekerja adalah 156 cm. Pekerja yang memiki tinggi badan kurang dari rata-rata berjumlah 23 orang (59%). Sementara itu, jika dilihat menurut berat badannya, distribusinya tersaji pada Tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5. Distribusi Pekerja Menurut Berat Badan Kelompok Berat Badan

(kg) n %

≤ 52 25 64,1

> 52 14 35,9

Total 39 100,0

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa berat badan rata-rata pekerja adalah 52 kg. Pekerja dengan BB di atas rata-rata hanya 14 orang (35,9%) dibandingkan dengan pekerja dengan BB di bawah rata-rata sebanyak 25 orang (64,1%). Lama kerja pekerja tersaji pada Tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6. Distribusi Pekerja Menurut Lama Kerja (tahun) Kelompok Lama kerja

(thn) n %

≤ 5 26 66,7

> 5 13 33,3

Total 39 100,0

Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa sebagian besar pekerja berada pada kelompok lama kerja ≤ 5 tahun yaitu sebanyak 26 pekerja (66,7%).

Tabel 4.7. Distribusi Pekerja Menurut Riwayat Merokok

Riwayat merokok n %

Merokok 5 12,8

Tidak Merokok 34 87,2

Total 39 100,0

Menurut riwayat merokok, sebagian besar pekerja sebanyak 34 orang (87,2%) adalah tidak merokok.

4.2. PEMERIKSAAN KESEHATAN

Jika dilihat menurut gejala klinisnya, maka distribusinya disajikan pada tabel 4.2.1 berikut ini.

Tabel 4.8. Distribusi Pekerja Menurut Gejala Klinis

Gejala Klinis n %

Gejala klinis yang paling banyak ditemukan adalah batuk, yaitu dialami oleh 23 orang pekerja (59%). Dilihat dari riwayat dan lama terpaparnya, gambarannya disajikan pada tabel 4.10 di bawah ini.

Dilihat menurut pemaparannya, sebanyak 26 orang (66,7%) pekerja terpapar ≤ 5 tahun.

Sementara itu, sebagian besar pekerja terpapar >8 jam, yaitu sebanyak 20 orang (51,3%) pekerja.

Perilaku penggunaan masker oleh pekerja terlihat pada tabel di bawah ini.

Prilaku menggunakan

masker n %

Pakai masker 14 35,9

Tidak Pakai masker 25 64,1

Total 39 100,0

Pada tabel perilaku penggunaan master di atas, terlihat bahwa sebagian besar pekerja 25 orang (64.1%) ternyata tidak menggunakan masker selama bekerja. Hanya 14 orang saja (35,9%) yang menggunakan masker selama bekerja. Gambaran penyakit yang dialami oleh pekerja adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11. Distribusi Pekerja Menurut Penyakit Yang Diderita Penyakit paru yang

Tabel 4.11 memperlihatkan bahwa hanya ada 1 pekerja saja (2,6%) yang memiliki riwayat penyakit paru, sementara sisanya (97,4%) tidak memilikinya. Berdasarkan hasil pemeriksaan spirometri, 27 orang pekerja (69,2%) memiliki hasil pemeriksaan spirometri restriksi. Hanya 12 orang pekerja (30,8) dengan hasil spirometri normal.

4.3. HASIL PENGUKURAN DEBU KAYU

Hasil pengukuran kadar debu kayu dalam penelitian ini adalah : Tabel 4.12. Hasil Pengukuran Kadar Debu Kayu

Kadar Debu Sebelum Sesudah

Dalam Ruangan 58,2 µg/Nm³ 58,2 µg/Nm³

Luar Ruangan 59,5 µg/Nm³ 58,7 µg/Nm³

4.4. BIVARIAT

Untuk mengetahui gambaran hubungan antara pemeriksaan spirometri dengan variabel lainnya, maka dilakukan analisis menggunakan tabel-tabel silang yang hasilnya adalah sebagai berikut:

Berdasarkan tabel silang dan uji statistik, hubungan antara kelompok umur dengan hasil pemeriksan spirometri terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.13 Hubungan Antara Umur dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri Kelompok

Tabel tersebut menunjukkan bahwa pekerja dengan hasil spirometri restriksi sebagian besar (71,4% memiliki usia ≤ 25 tahun dengan nilai p>0,05 artinya tidak ada hubungan antara umur dengan hasil pemeriksaan spirometri.

Jika dilihat menurut jenis kelamin, maka hasilnya disajikan pada Tabel 4.14 berikut ini.

Tabel 4.14. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri Jenis kelamin

Tabel 4.14 memperlihatkan bahwa diantara 27 orang dengan hasil spirometri restriksi, sebanyak 81,5% adalah pekerja perempuan. Hasil uji menunjukkan p>0,05 berarti tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan hasil pemeriksaan spirometri tersebut.

Gambaran hasil dan uji silang antara unit kerja dengan hasil pemeriksaan spirometri tersaji pada Tabel 4.15 dan Gambar 4.1 berikut ini.

Tabel 4.15. Hubungan Antara Unit Kerja dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri Pekerjaan

Kelompok Hasil Spirometri

Total Restriksi Kombinasi

N % N % n %

Kantor 3 33,3 1 14,3 4 25,0

Lapangan 6 66,7 6 85,7 12 75,0

Total 9 100,0 7 100,0 16 100,0 p = 0,392

Gambar 4.1. Proporsi Hasil Pemeriksan Spirometri Berdasarkan Unit Kerja

Gambar 4.1. memperlihatkan proporsi hasil pemeriksaan restriksi dibandingkan dengan hasil pemerisakaan normal. Terlihat bahwa pada mereka dengan pemeriksaan spirometri normal, jumlah pekerja lapangan adalah sekitar setengah dari pekerja di unit kerja lapangan dengan hasil pemeriksaan spirometri restriksi.

Tabel 4.15. menunjukkan bahwa diantara 27 orang pekerja yang memiliki hasil spirometri restriksi, sebagian besar pekerja adalah yang memiliki unit kerja di lapangan (81,5%).

Namun,tidak ada hubungan antara unit kerja dengan hasil spirometrinya (p>0,05).

Tabel 4.16. Hubungan Antara Kelompok Lama Bekerja dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri

Tabel 4.16. memperlihatkan bahwa dari seluruh pekerja dengan hasil pemeriksaan spirometri restriksi, sebagian besar adalah pekerja yang memiliki lama kerja ≤ 5 tahun. Hasil uji menunjukkan tidak ada hubungan kedua variabel ini (p<0,05). Pemeriksaan spirometri yang dihubungan dengan lama paparan tersaji pada Tabel 4.17. berikut ini.

Tabel 4.17. Hubungan Antara Lama Paparan dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri Lama terpapar

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja (55,6%) dengan hasil pemeriksaan spirometri restriksi, adalah pekerja dengan lama terpapar >8 jam. Tidak ada hubungan antara lama paparan dengan hasil pemeriksaan spirometri (p>0,05). Dilihat menurut perilaku penggunaan masker, hasilnya disajikan pada Tabel 4.18 berikut ini.

Tabel 4.18. Hubungan Antara Perilaku Penggunaan Masker dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja yang memiliki hasil pemeriksaan spirometri restriksi ternyata umumnya tidak menggunakan masker (70,4%). Tidak ada hubungan antara perilaku penggunaan masker dengan hasil pemeriksaan spirometri ini (p>0,05). Pemeriksaan spirometri yang dihubungan dengan riwayat merokok pada Tabel 4.19.

berikut ini.

Tabel 4.19. Hubungan Antara Riwayat Merokok dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri

Tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja yang memiliki hasil

ternyata tidak ada hubungan antara riwayat merokok dengan hasil pemeriksaan spirometri ini (p>0,05).

Jika dilihat secara lebih mendetail, berdasarkan gejala klinis maka gambarannya tersaji pada Tabel berikut ini.

Tabel 4.20. Gambaran Gejala Klinis Pada Pekerja dengan Hasil Spirometri Restriksi

Gejala Klinis Normal Hasil Spirometri Restriksi Kombinasi Total

n % n % n % n %

Nyeri dada 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0

Nyeri punggung 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0

Sakit kepala 3 100,0 0 0,0 0 0,0 3 100,0

Mata bengkak 1 100,0 0 0,0 0 0,0 1 100,0

Flu 2 50,0 2 50,0 0 0,0 4 100,0

Sesak napas 5 62,5 2 25,0 1 12,5 8 100,0

Batuk 14 60,9 5 21,7 4 17,4 23 100,0

Mayoritas gejala klinis pada pekerja yang memiliki spirometri restriksi adalah batuk (66,7%), kemudian disusul oleh flu dan sesak napas, masing-masing pada 14,8% pekerja.

4.5 PEMBAHASAN

Perkembangan dalam bidang industri dan teknologi mempunyai dampak positif dan negatif terhadap masyarakat. Dampak positif yang terjadi dapat dilihat dari perkembangan sumber daya manusia, menurunkan tingkat pengganguran dan membuka lapangan kerja.

Dampak negatif yang terjadi akibat polusi debu pabrik akan mengakibatkan gangguan kesehatan.

Debu dapat menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan fungsi tubuh termasuk gangguan faal paru. Dan salah satu penyakit paru kerja akibat terpapar oleh debu organik ialah Asma Kerja dan Bronkitis Kronis. Adapun keluhan yang timbul adalah batuk, sesak napas dan nyeri dada.

Penelitian ini dilakukan di Pabrik X kecamatan Tanjung Morawa kabupaten Deli Serdang terhadap 39 orang pekerja pabrik. Dari 39 orang yang didata didapati sebanyak 7 orang kerja di kantor dan sebanyak 32 orang kerja di lapangan.

Pada penelitian ini, dilakukan pembagian kelompok, yaitu berumur <25 tahun dijumpai kelainan restriksi sebanyak 11 orang pekerja, sedangkan pada umur 26-48 tahun 12 orang pekerja yang mengalami kelainan restriksi dan kelompok umur >48 tahun dijumpai kelainan restriksi sebanyak 3 orang pekerja (Tabel 4.2). Penelitian Yunus tahun 1997 menyimpulkan bahwa faal paru tenaga kerja dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran pernapasan pada tenaga kerja. Faktor umur mempengaruhi kekenyalan paru sebagaimana jaringan lain dalam tubuh.

Walaupun tidak dapat dideteksi hubungan umur dengan pemenuhan volume paru tetapi rata-rata telah memberikan suatu perubahan yang besar terhadap volume paru. Hal ini sesuai dengan konsep paru yang elastisitas.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kelainan restriksi lebih banyak pada pekerja perempuan dibanding dengan pekerja laki-laki (Tabel 4.1). Dimana jumlah pekerja perempuan lebih banyak yaitu 27 orang (69,2%) dan pekerja laki-laki 17 orang (30,8%). Penelitian Wenang Triatmo 2006 dinyatakan bahwa jenis kelamin tidak mempunyai pengaruh terhadap gangguan fungsi paru. Baik jenis kelamin laki-laki maupun perempuan memiliki resiko yang sama untuk mengalami terjadinya gangguan fungsi paru

Menurut Dorce (2006) bahwa tinggi badan seseorang mempengaruhi kapasitas paru.

Semakin tinggi badan seseorang berarti parunya semakin luas sehingga kapasitas parunya semakin membaik. Pada penelitian ini dijumpai tinggi badan ≤ 156 cm sebanyak 23 orang pekerja (59%) dan tinggi badan >156 cm sebanyak 16 orang pekerja (41%) (Tabel 4.4). Diantara 16

orang pekerja dengan tinggi badan >156 cm didapati 10 orang pekerja dengan nilai faal parunya normal dan sisanya 6 orang pekerja dengan nilai faal paru kelainan retsriksi ringan dan retsriksi sedang.

Pembagian lama kerja pada penelitian ini dibagi menurut bekerja ≤ 5 tahun dan > 5 tahun (Tabel 4.6). Dimana yang bekerja ≤ 5 tahun sebanyak 26 orang pekerja dan > 5 tahun sebanyak 13 orang pekerja. Dan kelainan restriksi terbanyak didapati pekerja yang bekerja ≤ 5 tahun dibanding dengan pekerja yang bekerja > 5 tahun. Ternyata alasan kenapa pekerja yang bekerja

≤ 5 tahun terbanyak mendapati kelainan retsriksi karena para pekerja banyak yang bekerja di lapangan dan lebih banyak terpapar oleh debu. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2007) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru tukang ojek di Alun-alun Ungaran Kabupaten Semarang bulan Maret tahun 2007. Namun, terdapat perbedaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Damayanti dkk (2007) di pabrik semen PT. X menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama kerja dengan penurunan faal paru. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada bukti signifikan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru. Jumlah total suatu zat yang diabsorbsi paru-paru bukan hanya tergantung pada lamanya paparan debu kayu saja, namun perlu di perhitungkan kadar debu dalam ruangan kerja, serta sifat-sifat kimia dan fisik debu kayu. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Solech (2001).

Pada penilaian riwayat merokok pada penelitian ini dimana pekerja merokok sebanyak 5 orang pekerja (12,8%) dan tidak merokok sebanyak 34 orang pekerja (87,2%) (Tabel 4.7). Dari hasil p = 0,026 adanya hubungan yang signifikan antara riwayat tidak merokok dengan hasil spirometri. Dimana adanya kerancuan dalam hubungan tersebut. Setelah diteliti ternyata

kerancuan tersebut didapat bahwa jumlah pekerja dengan riwayat tidak merokok itu ialah berjenis kelamin perempuan dan keseluruhan pekerja bekerja di lapangan. Menurut penelitian Wenang Triatmo 2006 kebiasaan merokok menunjukkan tidak berpengaruh dengan timbulnya gangguan fungsi paru, dan responden yang mempunyai kebiasaan merokok bukan merupakan faktor risiko timbulnya atau terjadinya gangguan fungsi paru, perbedaan proporsi tersebut secara statistik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan gangguan fungsi paru pada responden. Sehingga kebiasaan merokok merupakan hubungan yang tidak signifikan sebagai faktor risiko terjadinya gangguan fungsi paru. Pada saat penelitian mayoritas adalah responden wanita sehingga responden merokok dan tidak merokok, tidak mempunyai hubungan yang signifikan dan tidak berpengaruh terhadap timbulnya gangguan fungsi paru.

Pada gejala klinis di penelitian ini didapati bahwa batuk (66,7%), kemudian disusul oleh flu dan sesak napas, masing-masing pada 14,8% ditemukan pada para pekerja (Tabel 20).

Menurut Suma’mur (1983) dalam Suryani (2005) mengungkapkan bahwa gangguan umum yang sering muncul akibat paparan debu kayu adalah batuk-batuk, sesak napas, kelelahan dan penurunan berat badan. Hal ini terbukti pada hasil penelitian dimana keluhan terbanyak yang dirasakan oleh pekerja adalah batuk-batuk yaitu sebanyak 30 orang (93,8%), cepat lelah 12 orang (37,5%) dan sesak napas 8 orang (25%).

Banyaknya keluhan kesehatan yang dirasakan disebabkan karena tingginya kadar debu di ruangan kerja yang disertai dengan tindakan pekerja yang tidak menggunakan APD dimana 25 pekerja (64,1%) tidak pernah menggunakan APD ketika bekerja dibanding dengan menggunakan APD sebanyak 14 pekerja (35,9%) (Tabel 18). Menurut Rahayu (2002) pekerja yang tidak menggunakan APD mempunyai resiko terkena gangguan fungsi paru adalah

sebesar 1,23 kali dibandingkan pekerja yang menggunakan APD. APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu berkonsentrasi tinggi adalah masker, sarung tangan dan kaca mata pelindung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tjandra Yoga Aditama pada bagian Pulmonologi Universitas Indonesia tentang “Situasi Beberapa Penyakit Paru di Masyarakat”

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tjandra Yoga Aditama pada bagian Pulmonologi Universitas Indonesia tentang “Situasi Beberapa Penyakit Paru di Masyarakat”

Dokumen terkait