• Tidak ada hasil yang ditemukan

T E S I S PROFIL KELAINAN RESPIRATORIK DAN UJI FAAL PARU PADA PEKERJA PABRIK PENGOLAHAN PERALATAN RUMAH TANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "T E S I S PROFIL KELAINAN RESPIRATORIK DAN UJI FAAL PARU PADA PEKERJA PABRIK PENGOLAHAN PERALATAN RUMAH TANGGA"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

PROFIL KELAINAN RESPIRATORIK DAN UJI FAAL PARU PADA PEKERJA PABRIK PENGOLAHAN PERALATAN RUMAH TANGGA

DARI BAHAN KAYU DI KABUPATEN DELI SERDANG

MOH RAMADHANI SOEROSO NIM 107107002

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN USU / SMF PARU RSUP H.ADAM MALIK

MEDAN 2014

(2)

PROFIL KELAINAN RESPIRATORIK DAN UJI FAAL PARU PADA PEKERJA PABRIK PENGOLAHAN PERALATAN RUMAH TANGGA

DARI BAHAN KAYU DI KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Paru dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Pada Departemen Pulmonologi Dan Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MOH RAMADHANI SOEROSO

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI & ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2014

(3)

LEMBAR PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Profil Kelainan Respiratorik Dan Uji Faal Paru Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Peralatan Rumah Tangga Dari Bahan Kayu Di

Kabupaten Deli Serdang Nama : Moh Ramadhani Soeroso

Program Studi : Magister Kedokteran Klinis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Menyetujui, Pembimbing I

Prof.dr.H.Tamsil Syafiuddin, SpP(K) NIP. 19521101 198003 1 001

Anggota I Anggota II Koordinator Penelitian Departemen Pulmonologi

& Kedokteran Respirasi

dr.Pandiaman Pandia, SpP(K) Fotarisman Zaluchu SKM,MSi,MPH

NIP. 19610519 198902 1 001 NIP.197503122005021002 NIP: 19521101 198003 1 001 Prof.dr.H.Tamsil S. Sp.P(K)

Ketua Program Studi Ketua Departemen Ketua Tim Koordinator Departemen Pulmonologi Pulmonologi Program Pendidikan

& Kedokteran Respirasi & Kedokteran Respirasi Dokter Spesialis

Dr.dr.Amira P.Tarigan,MKed(Paru),Sp.P Prof.dr.H. Luhur Soeroso,Sp.P(K)

NIP. 19691107.199903.2 002 NIP.194407151974021 001 NIP:195406201980111001

dr. Zainuddin Amir,MKed(Paru),Sp.P(K)

(4)

TESIS

PPDS MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

Judul penelitian : Profil Kelainan Respiratorik Dan Uji Faal Paru Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Peralatan Rumah Tangga Dari Bahan Kayu Di Kabupaten Deli Serdang

Nama peneliti : Moh Ramadhani Soeroso

NIM : 107107002

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinis Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Jangka Waktu : 3 (tiga) bulan

Lokasi Penelitian : Pabrik Pengolahan Kayu untuk Peralatan Rumah Tangga Di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

Biaya : Rp. 12.250.000,-

Pembimbing : Prof.Dr.H.Tamsil Syafiuddin, SpP(K) : Dr.Pandiaman Pandia, SpP(K)

: Fotarisman Zaluchu SKM, Msi, MPH

(5)

PERNYATAAN

Judul Penelitian : Profil Kelainan Respiratorik Dan Uji Faal Paru Pada Pekerja PabrikPengolahan Peralatan Rumah Tangga Dari Bahan Kayu Di Kabupaten Deli Serdang

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan,

Peneliti

dr. Moh Ramadhani Soeroso

(6)

PANITIA PENGUJI TESIS

Penguji I : Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P(K) Penguji II : Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K)

Penguji III : dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P(K), DTM&H Penguji IV : dr. Zainuddin Amir, M.Ked (Paru), Sp.P(K) Penguji V : dr. Pantas Hasibuan, M.Ked (Paru), Sp.P(K) Penguji VI : dr. Widirahardjo, Sp.P(K)

Penguji VII : dr. Pandiaman Pandia, M.Ked (Paru), Sp.P(K)

Penguji VIII : DR. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked (Paru), Sp.P(K) Penguji IX : dr. Parluhutan Siagian, M.Ked (Paru), Sp.P

Penguji X : dr. Bintang YM Sinaga, M.Ked (Paru), Sp.P(K) Penguji XI : dr. Noni N Soeroso, M.Ked (Paru),Sp.P(K)

(7)

ABSTRAK

Objektif: Debu kayu dalam konsentrasi rendah bila dihirup oleh manusia terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kelainan pada saluran nafas yang berupa restriksi, obstruksi, ataupun kombinasi. Pemeriksaan faal paru sebagai sarana penunjang pada penyakit paru kerja merupakan pemeriksaan yang lebih peka untuk mengetahui perubahan patologi dari saluran pernafasan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan pengumpulan data secara potong lintang. Sampel pekerja debu kayu adalah semua karyawan yang bekerja di PT Chitra Kalpika Mas dan berhubungan dengan debu kayu sebanyak 39 orang sementara sampel pekerja kantor berjumlah 7 orang. Kemudian pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan spirometri. Kuesioner disusun berupa data dasar seperti jenis kelamin, umur, unit kerja, tinggi badan, berat badan, lama bekerja, riwayat merokok. Pemeriksaan faal paru dengan menggunakan spirometri.

Hasil: Pada penelitian ini didapati adanya kelainan restriksi sebanyak 9 orang (23%), kelainan kombinasi sebanyak 7 orang (18%), dan sisanya hasil spirometri normal sebanyak 23 orang (59%) dari total subjek penelitian sebanyak 39 orang.

Kesimpulan: Faktor merokok, masa kerja, tempat kerja, dan penggunaan APD tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan gangguan fungsi paru.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur dan terima kasih penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab berkat rahmat dan kasih karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tulisan akhir ini yang berjudul “Profil Kelainan Respiratorik dan Uji Faal Paru pada Pekerja Pabrik Pengolahan Peralatan Rumah Tangga dari Bahan Kayu di Kabupaten Deli Serdang .” Tulisan ini merupakan persyaratan dalam penyelesaian pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan.

Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof.dr.H.Luhur Soeroso, Sp.P(K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang tiada henti- hentinya memberikan bimbingan Ilmu Pengetahuan, arahan, petunjuk serta nasehat dalam cara berpikir, bersikap dan berprilaku yang baik selama masa pendidikan, yang mana hal tersebut sangat berguna di masa yang akan datang.

dr.H.Zainuddin Amir, M.Ked(Paru), Sp.P(K) sebagai Ketua TKP PPDS FK USU yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi serta membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

dr.Pantas Hasibuan, M.Ked(Paru), Sp.P(K) sebagai Sekretaris Departemen Pulmonolgi &

Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan penulis bantuan, masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini.

Prof.dr.H.Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K) sebagai pembimbing I maupun koordinator penelitian ilmiah di Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan dan Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) cabang

(9)

Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini

dr.Widirahardjo, Sp.P(K) sebagai pembimbing akademik penulis, yang telah banyak memberikan bantuan, masukan, arahan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

DR.dr.Amira Permatasari Tarigan, M.Ked(Paru), Sp P(K) sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat berguna selama penulis menjalani masa pendidikan.

dr.H.Pandiaman Pandia, M.Ked(Paru), Sp.P(K) sebagai pembimbing II yang dengan penuh kesabaran memberi bimbingan, bantuan, arahan, masukan, dan dorongan dalam penyempurnaan penelitian bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Fotarisman Zaluchu SKM, Msi, MPH sebagai pembimbing statistik yang telah banyak membantu dan membuka wawasan penulis dalam bidang statistik dan dengan penuh kesabaran memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Penghargaan dan rasa terimakasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat dr.H.Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp.P(K), dr.Noni N Soeroso, M.Ked(Paru), Sp.P(K), dr.Parluhutan Siagian,M.Ked(Paru), Sp.P, dr.Bintang YM Sinaga,M.Ked(Paru) Sp.P(K), dr.Setia Putra Tarigan Sp.P, dr.Netty Y Damanik Sp.P, dr.Syamsul Bihar, M.Ked(Paru), Sp.P yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama menjalani pendidikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman sejawat peserta Program Studi Pendidikan Spesialisasi Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi, pegawai tata usaha, perawat/petugas poliklinik, ruang rawat inap, ruang bronkoskopi, instalasi perawatan intensif,

(10)

instalasi gawat darurat RSUP H Adam Malik atas bantuan dan kerja sama yang baik selama menjalani masa pendidikan.

Dengan rasa hormat dan terima kasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada Ayahanda Prof.dr.H.Luhur Soeroso, Sp.P(K), almh.Ibunda tercinta dr.Najmah Darus, Sp.KK dan alm.Prof.Soeroso, Sp.P(K) yang telah rela berkorban membesarkan, mendidik dan memberi dorongan kepada penulis hingga selesai pendidikan, serta kakak ku tercinta Yuli Pramesti Hasanah S.Ked, adik-adikku tercinta dr.Noni Novisari Soeroso, M.Ked(Paru), Sp.P(K), M.Don Prayitno, dan dr.Usman Sp.P, Aulia Pratiwi, S.Par serta anakku tersayang Moh.Daffa Thaif Soeroso yang telah dengan setia mendampingi, memberikan semangat, do’a dan motivasi kepada penulis hingga penelitian selesai. Tiada kata yang dapat diucapkan selain ungkapan rasa terima kasih dan penghargaan atas segala kesetiaan maupun dukungan kalian selama ini.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, September 2014 Penulis

dr. Moh Ramadhani Soeroso

(11)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Data Pribadi :

Nama Lengkap : dr. Moh Ramadhani Soeroso Jenis kelamin : Laki-laki

Tempat/tgl lahir : Medan / 02 Oktober 1974 Status perkawinan : Duda

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sei Mencirim no.81E Medan Telepon : 081264210009 / 087868682443 Email : dni_s02@rocketmail.com

Riwayat Pendidikan :

1994 – 2002 : S1 Kedokteran FK UISU 1990 – 1992 : SMA Negeri 1 Medan

1987 – 1989 : SMP Sekolah Kedutaan Indonesia KL-Malaysia.

1980 – 1986 : SD Harapan I Medan.

Organisasi Profesi :

2002 – Sekarang : Anggota IDI Sumatera Utara

2010 – Sekarang : Anggota Muda PDPI Sumatera Utara

(12)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan ... i

Lembar Usulan Penelitian ... ii

Lembar Pernyataan ... iii

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Riwayat Hidup ... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Istilah ... xiv

Daftar Tabel ... xv

Daftar Gambar ... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar belakang... 1

1.2. Perumusan masalah... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.3.1. Tujuan umum ... 8

1.3.2. Tujuan khusus ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Definisi ... 10

2.1.1 Penyakit paru kerja ... 10

2.1.2 Pneumokoniosis ... 10

2.1.3.Pneumonitis hipersensitif... 11

2.1.4.Asma kerja... 12

2.1.5.Bronkitis Industri ... 14

2.2. Prevalensi ... 16

2.3. Kayu dan Pengolahan Kayu... 17

(13)

2.4. Sifat Debu... 19

2.5. Proses Pembuatan Kertas... 20

2.6. Limbah Industri Kertas... 24

2.7. Pertahanan Tubuh terhadap Pajanan Partikel Terinhalasi... 25

2.8. Mekanisme Pengendapan Partikel di Paru ... 26

2.9. Faktor-faktor yang mempengaruhi debu ... 27

2.9.1. Jenis debu ... 27

2.9.2. Ukuran partikel ... 28

2.9.3. Konsentrasi partikel ... 28

2.9.4. Lamanya paparan ... 28

2.9.5. Kerentanan individu ... 28

2.10. Patogenesis ... 28

2.10.1. Pembersihan partikel kayu di saluran pernapasan ... 28

2.10.2 Partikel merangsang peradangan ... 31

2.11. Pemeriksaan Faal Paru ... 32

2.12. Penilaian terhadap gangguan fungsi paru ... 32

2.13. Penilaian tentang sesak napas ... 33

2.14. Derajat Kelainan Obstruksi ... 35

2.15. Derajat Kelainan Restriksi ... 36

2.16. Peak Flow Meter ... 36

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 39

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

3.3.1. Populasi ... 39

3.3.2. Sampel ... 39

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 40

3.4.1. Kriteria Inklusi ... 40

3.4.2. Kriteria Eksklusi ... 40

(14)

3.5. Prosedur Penelitian ... 40

3.6. Kerangka Operasional ... 42

3.7. Data Demografi ... 43

3.7.1 Variabel yang mempengaruhi hasil uji Faal Paru ... 43

3.8. Definisi Operasional ... 41

3.9. Bahan dan Alat ... 46

3.10. Jadwal Kegiatan Penelitian Profil Kelainan Respiratorik Dan Uji Faal Paru Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Peralatan Rumah Tangga Dari Bahan Kayu Di Kabupaten Deli Serdang... 47

3.11. Biaya Penelitian ... 47

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 48

4.2. Pemeriksaan Kesehatan ... 50

4.3. Hasil Pengukuran Debu Kayu ... 52

4.4. Bivariat ... 53

4.5. Pembahasan ... 57

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 63

Data sampel ... 68

Lampiran 1. Lembaran pemeriksaan penelitian ... 69

Lampiran 2. Lembar penjelasan kepada calon subjek penelitian ... 71

Lampiran 3. Surat pernyataan kesediaan ... 73

Kuesioner ... 74

Ethical Klirens ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(15)

DAFTAR ISTILAH

FEV1 : Force Expiratory Volume in 1 second FVC : Force Vital Capacity

MVV : Maximum Voluntary Ventilation APE : Arus Puncak Ekspirasi

KV : Kapasitas Vital

KPT : Kapasitas Paru Total

KRF : Kapasitas Residu Fungsional

VR : Volume Residu

PFM : Peak Flow Meter

PFR : Peak Flow Rate

NAB : Nilai Ambang Batas

CFA : Cryptogenic Fibrosing Alveolitis SNI : Standard Nasional Indonesia

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Zat-zat Penyebab Asma Kerja ... 13

Tabel 2. Zat Penyebab Bronkitis Industri ... 15

Tabel 3. Demografi ... 41

Tabel 4.1 Distribusi Pekerja Menurut Jenis Kelamin ... 48

Tabel 4.2. Distribusi Pekerja Menurut Umur ... 48

Tabel 4.3. Distribusi Pekerja Menurut Unit Kerja ... 49

Tabel 4.4. Distribusi Pekerja Menurut Tinggi Badan ... 49

Tabel 4.5. Distribusi Pekerja Menurut Berat Badan ... 49

Tabel 4.6. Distribusi Pekerja Menurut Lama Kerja (tahun) ... 50

Tabel 4.7. Distribusi Pekerja Menurut Riwayat Merokok ... 50

Tabel 4.8. Distribusi Pekerja Menurut Gejala Klinis ... 51

Tabel 4.9. Distribusi Pekerja Menurut Paparan ... 51

Tabel 4.10. Distribusi Pekerja Menurut Prilaku Menggunakan Masker ... 51

Tabel 4.11. Distribusi Pekerja Menurut Penyakit Yang Diderita ... 52

Tabel 4.12. Hasil Pengukuran Kadar Debu Kayu ... 52

Tabel 4.13 Hubungan Antara Umur dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri ... 53

Tabel 4.14. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri 53 Tabel 4.15. Hubungan Antara Unit Kerja dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri .... 54

Tabel 4.16. Hubungan Antara Kelompok Lama Bekerja dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri ... 55 Tabel 4.17. Hubungan Antara Lama Paparan dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri 55

(17)

Tabel 4.18. Hubungan Antara Perilaku Penggunaan Masker dengan Hasil

Pemeriksaan Spirometri ... 56 Tabel 4.19. Hubungan Antara Riwayat Merokok dengan Hasil

Pemeriksaan Spirometri ... 56 Tabel 4.20. Gambaran Gejala Klinis Pada Pekerja dengan Hasil

Spirometri Restriksi ... 57

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengolahan Kayu ... 35

Gambar 2. Tes Spirometri ... 76

Gambar 3. Lokasi perusahaan PT.X Tj.Morawa ... 76

Gambar 4. Gudang pabrik ... 76

Gambar 4.1. Proporsi Hasil Pemeriksan Spirometri Berdasarkan Unit Kerja ... 54

Gambar 5. Proses pengiriman ... 76

Gambar 6. Pekerja pria tanpa masker ... 76

Gambar 7. Pekerja wanita tanpa masker ... 76

Gambar 8. Pembuatan gagang sapu ... 77

Gambar 9. Proses pambuatan gagang sapu... 77

(19)

ABSTRAK

Objektif: Debu kayu dalam konsentrasi rendah bila dihirup oleh manusia terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kelainan pada saluran nafas yang berupa restriksi, obstruksi, ataupun kombinasi. Pemeriksaan faal paru sebagai sarana penunjang pada penyakit paru kerja merupakan pemeriksaan yang lebih peka untuk mengetahui perubahan patologi dari saluran pernafasan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan pengumpulan data secara potong lintang. Sampel pekerja debu kayu adalah semua karyawan yang bekerja di PT Chitra Kalpika Mas dan berhubungan dengan debu kayu sebanyak 39 orang sementara sampel pekerja kantor berjumlah 7 orang. Kemudian pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan spirometri. Kuesioner disusun berupa data dasar seperti jenis kelamin, umur, unit kerja, tinggi badan, berat badan, lama bekerja, riwayat merokok. Pemeriksaan faal paru dengan menggunakan spirometri.

Hasil: Pada penelitian ini didapati adanya kelainan restriksi sebanyak 9 orang (23%), kelainan kombinasi sebanyak 7 orang (18%), dan sisanya hasil spirometri normal sebanyak 23 orang (59%) dari total subjek penelitian sebanyak 39 orang.

Kesimpulan: Faktor merokok, masa kerja, tempat kerja, dan penggunaan APD tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan gangguan fungsi paru.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia memberikan berbagai dampak positif yaitu terbukanya lapangan kerja, membaiknya sarana transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Suatu kenyataan dapat disimpulkan bahwa perkembangan kegiatan industri secara umum juga merupakan sektor yang potensial sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan.1

Dibandingkan seluruh industri yang ada, industri pengolahan kayu merupakan salah satu industri yang pertumbuhannya sangat pesat. Keadaan ini akan mempengaruhi konsumsi hasil hutan yang mencapai 33 juta m3 per tahun. Konsumsi hasil hutan yang sedemikian besar itu antara lain diserap oleh industri plywood, sawmill, furniture, partikel board dan pulp kertas. Industri pengolahan kayu membutuhkan energi dan penggunaan bahan baku alami yang besar, seperti kayu keras antara lain: jati, meranti, mahoni dan kayu lunak antara lain: pinus dan albasia. Dalam proses fisik pengolahan bahan baku untuk dijadikan peralatan rumah tangga cenderung menghasilkan polusi seperti partikel debu kayu. Industri peralatan rumah tangga tersebut berpotensi menimbulkan polusi udara di tempat kerja yang berupa debu kayu. Ukuran partikel debu kayu sekitar 10 sampai 13 % yang digergaji dan dihaluskan akan berbentuk debu kayu yang berterbangan diudara.2

Lingkungan kerja yang sering penuh oleh debu, uap, gas dan lainnya yang disatu pihak mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal

(21)

ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu fungsi paru. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus.3

Debu kayu dalam konsentrasi rendah bila dihisap oleh manusia terus menerus dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan kelainan pada saluran napas yang berupa restriksi, obstruksi ataupun kombinasi. Pemaparan debu organik pada umumnya akan menyebabkan obstruksi pada saluran pernapasan yang ditunjukkan dengan penurunan % VEP1/KVP.4,5

Pekerja yang terpapar debu kayu secara kontiniu pada usia 15 sampai dengan 25 tahun akan terjadi penurunan kemampuan kerja, usia 25 sampai dengan 35 tahun timbul batuk produktif dan penurunan VEP 1 ( volume ekspirasi paksa 1 detik, usia 45 sampai dengan 55 tahun terjadi sesak dan hipoksemia, usia 55 sampai dengan 65 tahun terjadi cor pulmonal sampai kegagalan pernapasan dan kematian, hal ini dapat dideteksi dengan pemeriksaan spirometer.3,6

Pemeriksaan faal paru sebagai sarana penunjang pada penyakit paru kerja sampai saat ini masih diperlukan. Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan yang lebih peka untuk mengetahui perubahan patologi dan saluran pernapasan. Pemeriksaan faal paru yang dilakukan adalah pemeriksaan spirometri untuk mendapatkan nilai kapasitas vital (KV) dan Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu sederhana, murah, cukup sensitif, akurasi yang tinggi dan reproduksibel.7

(22)

Di penelitian tahun 2011 di kota Iran bahwa prevalensi gejala pernapasan dan alergi lebih tinggi pada pekerja toko roti dibandingkan dengan subjek kontrol penduduk kota Iran, ada tersedia batasan informasi pada konsentrasi debu tepung dengan atau tanpa gandum alergen dalam tepung yang berhubungan dengan tempat kerja. Data yang tersedia tentang total debu yang terhirup di pabrik-pabrik Yasuj, Iran menunjukkan konsentrasi debu tepung yang cukup tinggi di tempat kerja yang terpapar oleh pekerja dengan tingkat debu yang berbahaya.8

Penumpukan dan pergerakan debu pada saluran napas dapat menyebabkan peradangan jalan napas. Peradangan ini dapat mengakibatkan penyumbatan jalan napas, sehingga dapat menurunkan kapasitas paru. Dampak paparan debu yang terus menerus dapat menurunkan faal paru berupa obstruktif. Akibat penumpukan debu yang tinggi di paru dapat menyebabkan kelainan dan kerusakan paru. Penyakit akibat penumpukan debu pada paru disebut pneumokoniosis. Salah satu bentuk kelainan paru yang bersifat menetap adalah berkurangnya elastisitas paru, yang ditandai dengan penurunan pada kapasitas vital paru. Prevalensi yang tinggi kasus ini berkorelasi dengan biaya kesehatan yang ditanggung oleh perusahaan untuk pengobatan dan rehabilitasi penderita. Untuk mengetahui secara dini, penegakan diagnosis kasus penurunan kapasitas paru harus dilakukan secara rutin, minimal setahun sekali dengan melakukan pengukuran kapasitas paru.9

Pada penelitian tahun 2002 di kamp Godhra, North Karachi, Pakistan dengan mewawancarai sekitar 72 pekerja industri kayu. Semua pekerja ditanyai apakah mempunyai riwayat merokok, mengunyah tembakau dan sirih. Pekerja kayu dengan paparan lebih dari 8 tahun menunjukkan penurunan yang signifikan dalam KVP, VEP1

(23)

dan MVV relatif terhadap kontrol. Demikian pula, analisis regresi antara parameter fungsi paru-paru dan durasi paparan debu kayu juga dilakukan. Hal ini menunjukkan korelasi positif yang signifikan itu, peningkatan durasi paparan debu kayu penurunan indeks fungsi paru-paru.10

Pada kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum. Debu juga dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun.11

Pada tahun 2006 dilakukan penelitian secara cross sectional pada pekerja mebel di Kabupaten Jepara dinilai secara simultan dengan pengukuran pada suatu saat sehingga dapat dibandingkan antara prevalensi penyakit pada kelompok dengan resiko dengan prevalensi penyakit tanpa resiko serta dapat menentukan hubungan antara faktor resiko dan penyakit. Hasil pengukuran fungsi paru pekerja dengan menggunakan alat spirometer terhadap 55 pekerja mebel adalah 15 pekerja mempunyai fungsi paru normal sedangkan 40 pekerja dengan fungsi paru mengalami gangguan baik obstruksi, restriksi maupun kombinasi (mixed). Hasil analisis multivariat menunjukkan bahwa debu kayu dengan paparan diatas nilai ambang atas sebesar 1mg/m³ (NAB kayu keras) mempunyai peluang untuk terjadinya gangguan fungsi paru sebesar 78,4% sedangkan 21,6% disebabkan oleh faktor lain artinya 21,6% merupakan faktor diluar yang telah diteliti dalam penelitian ini.12

(24)

Pekerja industri mebel kayu mempunyai resiko yang sangat besar untuk penimbunan debu kayu pada saluran pernapasan. Absorpsi dari partikel-partikel debu kayu terjadi hanya lewat paru-paru melalui mekanisme pernapasan. Sebagian partikel debu yang tidak larut akan tertahan di jaringan paru-paru, sedangkan bagian larut terbawa oleh darah dan sebagian kecil terbuang lewat air seni. Penelitian yang dilakukan Vanwiclen dan Beard pada tahun 1993 mengenai debu kayu respirabel ditimbulkan oleh

pengolahan kayu (wood working equipment) bahwa presentase terbesar dari debu kayu respirabel partikelnya berdiameter antara 1 sampai 2 mikron, sedangkan presentase terbesar kedua ditempati dengan diameter 0,5 sampai 0,7 mikron.13

Penurunan faal paru juga dialami oleh petugas pintul tol, dimana pada tahun 2009 dilakukan sebuah penelitian dengan desain penelitian menggunakan survey analitik dengan pendekatan cross sectional di Jakarta. Populasi penelitian ini adalah 204 orang pekerja tol Jasa Marga (JM) yang bertugas di segmen Jagorawi. Dari 139 sampel pekerja Tol Jagorawi didapatkan frekwensi abnormalitas faal paru sebanyak 8 orang atau 5.8%.

Nilai uji spirometrik pekerja Tol Jagorawi berasosiasi secara signifikan terhadap faktor umur, jenis kelamin dan tinggi badan. Uji regresi logistik ganda terhadap abnormalitas nilai spirometrik (VEP1/KVP) memperlihatkan hanya jenis kelamin yang menjadi prediktor yang baik dimana pria lebih banyak menderita abnormalitas faal paru.

Walaupun lama kerja dan merokok memberi efek negatif terhadap faal paru (partial coefficient bertanda negatif) namun tidak berasosiasi secara bermakna terhadap abnormalitas faal paru di kalangan pekerja tol Jagorawi.14

Menurut studi penelitian cross sectional di tahun 1991 dilakukan pada 145 pekerja non perokok (77 pria, 68 perempuan) yang terpapar serbuk kayu di pabrik mebel

(25)

di Umtata, Republik Transkei, Afrika Selatan dan 152 non perokok sebagai subjek kontrol (77 pria, 75 perempuan) yang berasal dari pabrik pembotolan dengan lingkungan yang bersih. Setelah penyesuaian untuk usia dan tinggi badan ekspirasi paksa indeks secara signifikan lebih rendah pada pekerja laki-laki yang terpapar dari pada subjek kontrol. FEF dan PEF pada pria 81,3% dan 89,4% dari nilai prediksi dan lebih rendah dari indeks lainnya. KVP pada pria menunjukkan signifikan korelasi terbalik dengan paparan (dinyatakan dalam jumlah tahun pekerjaan). KVP berkurang 26 ml per tahun kerja. Proporsi laki-laki dengan VEP1/KVP di bawah 70 lebih tinggi pada pekerja yang terpapar dibanding subyek kontrol dan lebih tinggi pada pekerja yang terpapar lebih setahun bekerja. Para pekerja yang terpapar lebih memiliki gejala pernapasan daripada subjek kontrol, prevalensi, terutama batuk dan gejala hidung, meningkat dengan peningkatan setahun bekerja. Pekerja yang terpapar serat debu dan pinus lebih memiliki gangguan pernapasan dan resiko yang lebih besar obstruksi aliran udara.15

Debu kayu yang dihasilkan akibat proses penggergajian, penyerutan dan pengampelasan dapat menyebabkan pencemaran udara di tempat kerja dan berbahaya bagi tenaga kerja, maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Salah satu upaya pencegahan tersebut adalah menetapkan Nilai Ambang Batas (NAB) zat kimia di udara tempat kerja menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI) sehingga para pengusaha dapat mengendalikan lingkungan kerja perusahaanya dengan mengacu pada Standar ini. Standar ini memuat tentang Nilai Ambang Batas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) zat kimia di udara tempat kerja, di mana terdapat tenaga kerja yang dapat terpapar zat kimia sehari-hari selama tidak lebih dari 8 jam per hari atau 40 jam per minggu, serta cara untuk

(26)

menentukan Nilai Ambang Batas campuran untuk udara tempat kerja yang mengandung lebih dari satu macama zat kimia.3,4

Sebuah penelitian dengan jenis penelitian quasi eksperimen di mana desain yang digunakan adalah desain eksperimen pre-test and post-test control group design pada tahun 2009 di Kabupaten Deli Serdang. Intervensi berupa penggunaan masker dilakukan selama 3 bulan berturut-turut terhadap kelompok perlakuan dengan jumlah sampel sebanyak 68 orang. Pengukuran kadar debu dilakukan dengan alat Laser Dust Monitor, sedangkan pengukuran fungsi paru dilakukan dengan menggunakan alat Peak Flow Meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar debu untuk ruang sortasi dan ruang

tumpuk daun tembakau memiliki kadar debu melebihi nilai ambang batas >150 µg/m3. Sedangkan nilai fungsi paru pekerja pengsortir daun tembakau yang menggunakan masker rata-rata lebih tinggi yaitu sebesar 361,91 ml, dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak menggunakan masker yaitu sebesar 342,35 ml.16

Pekerja pabrik pengolahan perabot rumah tangga dari bahan kayu di Kabupaten Deli Serdang yang telah bertahun-tahun bekerja memiliki faktor resiko yang sangat besar untuk penimbunan debu kayu di saluran pernapasan.Gangguan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sebagai akibat frekuensi lamanya seseorang bekerja pada lingkungan yang berdebu. Disini peneliti akan meneliti para pekerja pabrik pengolahan kayu yang terpapar debu dengan menilai faal paru pekerja. Penilaian akan dinilai apakah pekerja mengalami gangguan restriksi atau obstruksi selama bekerja bertahun-tahun akibat paparan debu kayu.

(27)

1.2. PERUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah yaitu belum diketahuinya hubungan antara faktor demografi (jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, lama kerja, merokok dan penyakit paru yang dialami) dan paparan debu (riwayat paparan dan lama terpapar) terhadap faal paru pekerja di pabrik pengolahan kayu.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor demografi (jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, lama kerja, merokok dan penyakit paru yang dialami) dan paparan debu (riwayat paparan dan lama terpapar) terhadap faal paru pekerja di pabrik pengolahan kayu di kabupaten Deli Serdang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan faktor demografi yaitu jenis kelamin, umur, tinggi badan, berat badan, lama kerja, merokok dan penyakit paru yang dialami terhadap fungsi paru pada pekerja pabrik pengolahan kayu.

2. Untuk mengetahui hubungan paparan debu (riwayat paparan dan lama terpapar) terhadap fungsi paru pada pekerja pabrik pengolahan kayu.

3. Untuk mengetahui gangguan fungsi paru yaitu gangguan retriksi, obstruksi dan kombinasi penurunan faal paru pada pekerja pabrik pengolahan kayu.

(28)

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1. Memberikan informasi kepada para pekerja pabrik pengolahan kayu akibat dampak paparan debu kayu selama bertahun-tahun bekerja.

2. Menyusun rencana penanggulangan dalam rangka mengurangi faktor resiko gangguan fungsi paru pada para pekerja pabrik pengolahan kayu.

3. Menyediakan data dan fasilitas terhadap para pekerja pabrik pengolahan kayu untuk upaya dan kebijakan perbaikan derajat kesehatan paru.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI

2.1.1 PENYAKIT PARU KERJA

Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh debu/asap/gas berbahaya yang terhisap oleh para pekerja di tempat pekerjaan mereka.

Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat paparan zat seperti debu, serat dan gas yang timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis zat paparan. Namun, manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.17

2.1.2 PNEUMOKONIOSIS

Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu pneumo berarti paru dan konios berarti debu. Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan, yaitu 1. Kelainan yang terjadi akibat paparan debu silika (silikosis), asbes (asbestosis)

dan timah (stannosis).

2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batubara.

3. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik, misalnya bissinosis.

International Labour Organization (ILO) dewasa ini mendefinisikan pneumokoniosis sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru dan timbulnya reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Reaksi jaringan non kolagen terjadi bila reaksi stroma minimal dan terdiri dari serat retikulin. Sedangkan apabila terdapat jaringan parut

(30)

yang menetap disebut reaksi lebih baik dibatasi pada kelainan reaksi non neoplasma akibat debu tanpa memasukkan penyakit bronkitis, asma dan emfisema walaupun kelainan itu dapat juga terjadi akibat inhalasi debu.18

2.1.3. PNEUMONITIS HIPERSENSITIF

Efek sistem pernapasan akibat paparan debu kayu termasuk penurunan kapasitas paru-paru dan reaksi alergi di paru-paru. Dua jenis reaksi alergi dapat terjadi di paru-paru:

pneumonitis hipersensitif (peradangan pada dinding kantung udara dan saluran napas kecil) dan asma kerja. Penurunan kapasitas paru-paru disebabkan oleh mekanik atau kimia iritasi jaringan paru oleh debu. Hal ini menyebabkan iritasi saluran udara untuk mempersempit, mengurangi volume udara yang masuk kedalam paru-paru dan memproduksi sesak napas. Biasanya diperlukan waktu lama untuk melihat penurunan kapasitas paru-paru.

Studi menunjukkan bahwa pekerja pabrik terkena debu kayu lunak timbul dari cemara Douglas, hemlock barat, pohon cemara, balsam, dan alpine cemara telah mengurangi fungsi paru-paru. Dalam sebuah studi tahun 1995 yang melihat sebuah sekelompok pekerja penggergajian di Alberta dalam pengolahan dan merapikan pinus, pekerja yang merokok setidaknya tiga tahun dan terkena serbuk kayu lebih sangat dipengaruhi dari pekerja yang tidak merokok. Kondisi ini dapat memburuk selama seminggu kerja dan meningkat selama hari-hari seorang pekerja lepas. Selama jangka panjang, beberapa pekerja mungkin mengembangkan penurunan permanen fungsi paru- paru (obstruktif kronis penyakit paru-paru).

(31)

Pneumonitis hipersensitif tampaknya dipicu ketika partikel kecil menembus dalam ke paru-paru di mana mereka memicu respon alergi. Partikel yang diketahui atau diduga menyebabkan kondisi ini termasuk jamur, bakteri, dan debu halus dari beberapa kayu keras tropis . Dampak awal dapat berkembang dalam beberapa jam atau setelah beberapa hari setelah terekspos dan sering bingung dengan flu atau gejala lain (sakit kepala, menggigil, berkeringat, mual, sesak napas, dan gejala demam). Sesak dada dan sesak napas sering terjadi dan dapat menjadi parah. Dengan paparan dalam jangka panjang dari waktu, kondisi ini dapat memperburuk, menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru. Dinding kantung udara menebal dan kaku, membuat pernapasan sulit.

Beberapa penyakit yang telah diklasifikasikan sebagai pneumonitis hipersensitif termasuk penyakit “maple bark strippers disease” (penyakit bercak kulit maple), sequoiosis (dari menghirup debu redwood yang mengandung partikel jamur), “wood trimmers disease”, dan “wood pulp disease”. Penyakit ini disebabkan oleh kapang yang

tumbuh di kayu bukan karena serbuk kayu itu sendiri. Spora jamur menyebar melalui udara ketika serpihan kayu dipindahkan, dipangkas, dan kulit kayu dilucuti.19

2.1.4. ASMA KERJA

Asma kerja adalah penyakit obstruksi saluran napas yang reversibel, disebabkan oleh rangsangan berbagai zat di lingkungan pekerjaan. Karakteristik penyakit ini ialah hanya mengenai sebagian dari mereka yang terpapar terhadap zat penyebab, penyakit muncul seringkali sesudah masa bebas gejala yang berlangsung antara beberapa bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini bervariasi pada tiap individu. Keluhan utama ialah mengi (wheezing) yang berhubungan dengan kerja.

(32)

Keadaan ini sangat khas pada individu yang atopik setelah bekerja 4 atau 5 tahun.

Pada individu non atopik asma muncul beberapa tahun lebih lama dibandingkan yang atopik. Asma dapat muncul lebih awal bahkan beberapa minggu sesudah mulai bekerja terutama pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti isosianat atau colophony. Gejala bervariasi tiap individu, kebanyakan penderita menunjukkan perbaikan pada akhir pekan dan waktu libur. Riwayat penyakit merupakan prosedur penting untuk menegakkan diagnosis. Faal paru menunjukkan tanda obstruksi yaitu penurunan VEP1 tetapi bersifat reversibel setelah pemberian bronkodilator. Foto toraks biasanya normal atau ada tanda hiperinflasi. Foto toraks berguna untuk membedakan dengan pneumonitis hipersensitif.17

Tabel 1 . Zat-zat Penyebab Asma Kerja17

Zat Pekerjaan

Tumbuh-tumbuhan Tepung gandum Debu kayu Buah jarak K o p i Getah akasia Tragacanth Colophony

Perkebunan, pembakaran, penggilingan Penggergajian, tukang kayu

Minyak, produksi pupuk Produksi kopi

Percetakan, farmasi Pembuatan manisan Pematri. Elektronik

Binatang

Binatang pengerat Kuda, anjing, kucing, Belalang

Tempayak

Kumbang, padi-padian

Laboratorium

Hewan, pengelola stable Pemancing

Penggilingan, laboratorium Petard

Panbiakan ulat sutra

(33)

Ulat sutra Kerang

Enzim

Bacillus subtilis Tripsin

Papain

Produksi deterjen

Plastik

Teknologi makanan, laboratorium Zat kimia

Isosianat Epoksiresin Etanolamin Garam platina Khrom

Nikel Vanadium Aluminium

Busa, cat, pemis

Pelapis permulaan, km Tukang cat, tukang patri Penyulingan

Plat, semen Plat

Pembersih ketel Pekerja patroom Obat-obatan

Salbutamol intermediate Piperazin

Spiramisin Penisilin sintetis Tetrasiklin Khloramin T

Semua obat-obatan dalam tahap produksinya

2.1.5. BRONKITIS INDUSTRI

Paparan yang lama terhadap kadar debu yang tinggi di tempat kerja dapat menimbulkan bronkitis industri. Dua kelompok pekerja yang sering terkena ialah

(34)

pekerja tambang batubara dan pekerja tepung. Pada pekerja tambang batubara, debu dengan partikel besar 5 -10 U menumpuk di epitel jalan napas proksimal

dan menimbulkan gejala klinis. Bila paparan menghilang, gejala dapat menghilang. Pada pekerja yang berhubungan dengan tepung, keadaannya lebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-padian (antigen padi-padian, antigen jamur, kumbang padi, tungau, antigen binatang, endotoksin bakteri dan debu inert) mempunyai andil dalam menimbulkan. Berbagai zat di tempat kerja dapat menimbulkan bronkitis. Dari berbagai penelitian, ada zat-zat yang sudah dipastikan, kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab bronkitis. Penyakit ini disebabkan pengendapan partikel yang mempunyai diameter lebih besar dibandingkan partikel fraksi respirasi biasa. Dampak paparan yang lama menyebabkan paralisis silia, hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus dan menimbulkan gejala batuk produktif menahun. Pemeriksaan foto toraks dapat normal atau ada peningkatan corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah.

Pemeriksaan faal paru pada fase awal dapat normal, selanjutnya terjadi perlambatan aliran udara yaitu pengurangan VEP1 yang kemudian menjadi ireversibel. Pada penyakit bronkitis kronik ini pemeriksaan faal paru berguna untuk membantu menegakkan diagnosis, menilai manfaat pengobatan, melihat laju perjalanan penyakit serta meramalkan prognosis penderita.17

Tabel 2. Zat Penyebab Bronkitis Kronik17

Dipastikan Kemungkinan

Besar Diduga

Aldehid (akrolein fonnaldehid) +

Ammonia +

Debu batubara +

(35)

Khlorin +

Khlormetil eter +

Khrom +

Debu tambang batubara (bronkitis, emfisema)

+

Kobak +

Pembakaran arang bate +

Debu kapas +

Gas diesel +

Endotoksin +

Debu tepung (gandum, barley) +

NO2 +

Paraquat +

Fosgen +

Polikhlorinat bifenil +

Debu keramik +

NaOH +

Toluen diisosianat +

Tungsten karbid +

Vanadium +

Vinil khlorida monomer +

Western red cedar +

Debu wol +

2.2 PREVALENSI

Untuk Indonesia, catatan/laporan tentang penyakit paru kerja belum terdata dengan baik, ada kalanya penyakit paru akibat kerja dianggap sebagai penyakit paru yang lazim ditemukan, hal ini disebabkan penyakit paru akibat kerja hampir tidak ada bedanya dengan paru yg tidak disebabkan oleh pekerjaan, sehingga dalam pencatatan/pelaporan penyakit paru kerja hampir tidak ada.

Pada dekade terakhir terdapat peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit obstruksi saluran napas, umumnya terdapat di negara yg sedang berkembang. Di Inggris prevalensi bronkitis pada penggali tambang batubara bervariasi antara 30% - 48%

dan di tempat industri sebesar 5% - 20% . Prevalensi asma kerja di masyarakat tidak

(36)

diketahui secara pasti perkiraan bervariasi antara 2% - 15%, di Jepang tahun 1977 ditemukan 15% penderita asma kerja adalah laki-laki.21,22

2.3. KAYU DAN PENGOLAHAN KAYU

Kayu merupakan salah satu sumber daya bias diperbaharui yang paling penting di dunia. Kayu substansi keras berserat terdiri dari sebagian besar batang dan cabang-cabang pohon atau semak, dan tertutup oleh kulit kayu. Inti bagian dalam dari kayu disebut kayu batang dan lapisan luar disebut gubal. Untuk keperluan industri, kayu diklasifikasikan menjadi dua jenis; kayu keras dan kayu lunak. Kayu lunak berasal dari pohon jenis konifera (botanikal disebut sebagai Gymnospermae dengan biji terkena), sedangkan kayu keras adalah dari daun pohon (botanikal dinamakan sebagai Angiospermae dengan biji encapsulated).

Pemprosesan kayu utama adalah ‘debarking’, menggergaji, pengamplasan, penggilingan, pengeboran, pemotongan veneer, chipping dan defibrating mekanis. Dari penebangan pohon dan seterusnya tahap melalui berbagai tahap pekerjaan kayu dan proses manufaktur, para pekerja terpapar dengan debu di udara yang berbeda partikel ukuran, konsentrasi dan komposisi. Menggergaji dan pengamplasan akan menghancurkan sel-sel kayu yang telah mengalami lignifikasi dan memecahkan sel utuh dan kelompok sel. Sel yang lebih dihancurkan akan menjadi lebih halus menjadi partikel debu.

Menggergaji dan penggilingan adalah penghancuran sel campuran dan proses pembentukan chip, sedangkan pengamplasan hampir secara eksklusif penghancuran sel . Pada kayu keras, sel-sel yang terikat erat sehingga lebih banyak penghancuran dan lebih banyak debu dihasilkan. Demikian pula, kayu kering juga mengarah pada pembentukan

(37)

lebih banyak debu. Partikel kayu lunak adalah lebih berserat dan biasanya lebih besar dan sebagai hasilnya kurang mampu menjadi udara. Panas yang cukup tinggi dihasilkan selama menggergaji, mesin dan pengamplasan dapat mengubah komposisi kimia dari serbuk kayu. Bahwa kayu keras menimbulkan debu halus di udara pada tingkat yang lebih rendah selama pengamplasan dari kayu lunak, tapi itu jumlah total debu di udara yang dihasilkan hanya tergantung pada massa total kayu dihapus, dan bukan jenis kayu.

Jenis dan kuantitas dari serbuk kayu yang dihasilkan juga terkait dengan kepadatan kayu. Kayu keras umumnya lebih padat daripada kayu lunak, dan di bawah kondisi yang sama biasanya akan menghasilkan lebih banyak debu. Pekerja dalam operasi penebangan, pabrik pulp dan pabrik kayu cenderung menggunakan kayu segar; mereka yang bekerja di kabinet, furnitur, pola, dan model membuat industri cenderung menggunakan kayu kering. Bahwa kayu keras menimbulkan debu halus di udara pada tingkat yang lebih rendah selama pengamplasan dari kayu lunak, tapi itu jumlah total debu di udara yang dihasilkan hanya tergantung pada massa total kayu dihapus, dan bukan jenis kayu.23

Di tempat ini para pekerja terpapar oleh debu kayu. Secara sederhana kayu yang diolah lebih kurang seperti gambar dibawah ini:

(38)

Kayu yang berpenampang segi empat dengan mesin pembubut khusus kayu diubah menjadi bulat, kayu yg telah diubah ini akan dipergunakan untuk gagang sapu, proses pembubutan kayu tsb akan menimbulkan semburan debu kayu ditempat kerja karyawan yang bersangkutan.

2.4. SIFAT DEBU

Penyakit atau gangguan saluran napas yang terjadi akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor debu sendiri maupun faktor individu yang terkena paparan. Faktor debu meliputi sifat kimiawi, bentuk, ukuran partikel, daya larut, konsentrasi serta lama paparan. Sedangkan faktor individu adalah faktor mekanisme pertahanan tubuh.

Zat yang terdapat di berbagai sektor industri, pertambangan dapat menimbulkan kelainan saluran napas dan paru pada para pekerja ditempat itu. Kelainan yang timbul tergantung dari jenis zat, debu, gas atau asap yang mereka hirup.

Penyakit yang timbul karena inhalasi zat tersebut dinamakan penyakit paru kerja.

Pneumokoniosis adalah salah satu penyakit yang sering ditemukan pada para pekerja tambang, dan industri tertentu, tergantung dari jenis zat yang dihirup, maka pneumokoniosis yg terjadi bisa berupa silikosis, asbestosis, pneumokoniosis batubara atau bentuk yang lain.18,21

2.5. PROSES PEMBUATAN KERTAS

(39)

Bahan baku untuk pembuatan pulp antara lain kayu pinus merkusi, bambu, jerami, bagase, kertas bekas dan lain-lain. Kayu sebagai bahan baku dalam industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain :

1. Selulosa

Selulosa merupakan komponen yang paling dikehendaki dalam pembuatan kertas karena bersifat panjang dan kuat. Kayu mengandung sekitar 50 % komponen selulosa.

2. Hemiselulosa

Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air dan biasanya dihilangkan dalam proses pulping.

3. Lignin

Lignin berfungsi merekatkan serat–serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pada proses pulping secara kimia dan proses pemutihan akan menghilangkan komponen lignin tanpa mengurangi serat selulosa. Komponen lignin dalam kayu adalah sekitar 30 %.

4. Bahan ekstraktif

Komponen ini meliputi hormon tumbuhan, resin, asam lemak dan unsur lain.

Komponen ini sangat beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai jumlah toksik akut dalam limbah industri kertas. Jumlah komponen hemiselulosa dan hidrokarbon dalam kayu adalah sekitar 20 %.

Proses produksi kertas terdiri dari beberapa tahap yang pada intinya adalah sebagai berikut :

1. Pembuburan kayu (pulping)

Proses pembuatan pulp (pulping) pada prinsipnya terbagi atas:

1.1. Proses Kimia

(40)

Proses pembuatan pulp secara kimia terdiri dari dua jenis proses yaitu : 1.1.1. Proses Sulfat (kraft)

Proses ini merupakan proses industri pulp yang dominan di dunia dengan menghasilkan kekuatan yang tinggi, serat panjang, dan kandungan lignin dalam pulp sangat rendah.

Proses ini dilakukan dengan memasak potongan kayu dalam sodium hidroksida/ soda kaustik dan cairan sodium disebut larutan putih (white liquor) yaitu campuran sodium hidroksida dan sodium sulfida). Dengan proses ini lignin dan resin kayu akan dilepaskan dari serat selulosa pulp kemudian dicuci dan diputihkan. Pada proses ini umumnya dilakukan dengan proses tertutup sehingga 95 – 98 % bahan kimia yang digunakan dapat digunakan kembali.

1.1.2. Proses Sulfit

Proses ini menggunakan peralatan yang serupa dengan proses kraft tetapi menggunakan bahan kimia yang berbeda. Karakteristik pulp yang dihasilkan adalah kuat, lembut dan lebih terang warnanya daripada proses kraft sehingga dapat mengurangi tahap pemutih.

Bahan kimia yang digunakan adalah asam sulfat atau hydrogen sulfit untuk memasak bahan baku sehingga dihasilkan asam sulfit atau pulp bisulfit. Umumnya rata – rata recovery bahan kimia tidak setinggi proses kraft.

1.2 Proses Mekanik

Proses pembuatan pulp secara kimia terdiri dari dua jenis proses yaitu : 1.2.1 Penggilingan kayu

Proses ini merupakan proses yang paling dasar dari proses pulping dan penggilingan kayu atau potongan kayu yang bertujuan untuk memisahkan serat. Kualitas pulp pada proses ini rendah karena masih mengandung lignin sehingga kertas yang dihasilkan mudah

(41)

robek dan agak kusam. Akibatnya kertas tersebut banyak digunakan untuk kertas koran dan kertas yang memerlukan sedikit kekuatan sobek.

1.2.2 Proses thermomechanical atau chemo-thermomechanical

Dua variasi proses mekanik tersebut digunakan secara luas di industri pulp untuk mengurangi konsumsi energi. Pada proses thermomechanical hanya digunakan kayu lunak yang direbus sebelum digiling. Sedangkan pada proses chemothermomechanical potongan kayu direndam dengan bahan kimia berbasis sulfur untuk mengekstrak resin dan lignin. Salah satu akibat proses ini adalah menghasilkan gas berbau berupa senyawa hidrogen sulfida (H2S), metil merkaptan, dimetilsulfid, dimetil disulfid dan komponen gas sulfur yang sangat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.

2. Pencucian (washing)

Hasil pemasakan merupakan serat yang masih berwarna coklat dan mengandung sisa cairan pemasak. Serat ini masih mengandung serat – serat yang tidak dikehendaki.

Proses pencucian pulp dilakukan untuk menghilangkan materi yang tidak diinginkan yang akan mempengaruhi dosis zat pemutih. Hasil samping dari proses ini berupa black liquor, debu dan lignin. Setelah dicuci pulp dihilangkan lignin yang tersisa

(delignifikasi) menggunakan oksigen dalam larutan putih sehingga menghasilkan bubur kayu yang lebih putih. Proses ini akan mengurangi jumlah klorin yang dibutuhkan dalam proses pemutihan (bleaching).

3. Pemutihan (bleaching)

Proses ini bertujuan untuk menghilangkan lignin tanpa merusak selulosa. Proses ini biasanya melibatkan beberapa tahap. Proses pemutihan menggunakan zat kimia utamanya ClO2 dan cairan yang masih tertinggal berubah menjadi limbah dengan

(42)

kandungan berbagai bahan kimia berupa organoklorin yang umumnya beracun.Udara yang keluar dari tangki bleaching mengandung polutan berbahaya seperti kloroform, metanol, formaldehid dan metil etil keton. Sedangkan bahan kimia yang menggunakan senyawa klorin organik sebagai bahan bleaching dapat membentuk beberapa senyawa toksik seperti dioksin, furan dan klorin organik (kloroform).

4. Pembentukan kertas

Pulp yg dihasilkan dari tahap sebelumnya selanjutnya dilakukan penggilingan, pengem paan (pressing) untuk mengurangi kadar air dan diikuti dengan pengeringan (drying) dengan menggunakan uap. Untuk mendapatkan permukaan yang halus (pada kertas cetak/tulis) dilakukan proses calendering sesudah pengeringan, sedangkan untuk membuat permukaan yang mengkilat dan berwarna, sesudah calendering dilakukan proses pelapisan (coating) untuk produk kertas cetak. Kadang - kadang juga dilapisi dengan kaolin untuk memutihkan permukaan atau diberi pengikat yang mengandung formaldehide, ammonia atau polivinil alkohol agar lebih kuat.

2.6. LIMBAH INDUSTRI KERTAS

Pada proses pembuatan kertas terdapat zat yang berpotensi mencemari lingkungan. Limbah proses pembuatan kertas yang berpotensi mencemari lingkungan tersebut dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Limbah cair, yang terdiri dari :

a. Padatan tersuspensi yang mengandung partikel kayu, serat dan pigmen,

(43)

b. Senyawa organik koloid terlarut seperti hemiselulosa, gula, alkohol, lignin, terpentin, zat pengurai serat, perekat pati dan zat sintetis yang menghasilkan BOD (Biological Oxygen Demand) tinggi,

c. Limbah cair berwarna pekat yang berasal dari lignin dan pewarna kertas, d. Bahan anorganik seperti NaOH, Na2SO4 dan klorin,

e. Limbah panas,

f. Mikroba seperti golongan bakteri koliform.

2. Partikulat yang terdiri dari :

a. Abu dari pembakaran kayu bakar dan sumber energi lain

b. Partikulat zat kimia terutama yang mengandung natrium dan kalsium.

3. Gas yang terdiri dari :

a. Gas sulfur yang berbau busuk seperti merkaptan dan H2S yang dilepaskan dari berbagai tahap dalam proses kraft pulping dan proses pemulihan bahan kimia.

b. Oksida sulfur dari pembakaran bahan bakar fosil, kraft recovery furnace dan lime kiln (tanur kapur).

c. Uap yang mengganggu jarak pandangan 4. Limbah padat yang terdiri dari :

a. Sludge dari pengolahan limbah primer dan sekunder b. Limbah dari potongan kayu.25

2.7. PERTAHANAN TUBUH TERHADAP PAJANAN PARTIKEL TERINHALASI

(44)

Paru dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan lingkungan baik berupa polusi udara, rokok, obat-obatan, udara dingin dan faktor-faktor nonspesifik lain. Sistem pertahanan tubuh terhadap pajanan partikel inhalasi adalah :

1. Secara mekanik, partikel yang masuk dengan udara harus melalui beberapa saringan antara lain hidung, nasofaring dan saluran napas bagian bawah yaitu bronkus dan bronkioli. Pada otot polos bronkus terdapat reseptor yang dapat berkontriksi bila ada, iritasi baik mekanik atau kimia. Bila rangsangan berlebihan dapat terjadi bersin atau batuk sehingga dapat mengeluarkan benda asing dari saluran napas atas atau bronkus utama.

2. Secara kimia, cairan dan silia dalam saluran napas secara fisik dapat memindahkan partikel yang melekat di saluran papas dengan gerakan silia yang "mucociliary escalator" ke laring. Cairan ini merupakan sawar yang bersifat detoksifikasi dan

bakterisid. Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi cairan terus menerus secara perlahan-lahan dari bronkus ke alveoli melalui sistem limfatik. Selanjutnya makrofag alveolar memfagosit partikel kecuali permukaan alveoli.

3. Sistem imunitas melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler.

Ketiga sistem ini saling ketergantungan dan berkoordinasi dengan baik, partikel yang terinhalasi disaring berdasarkan pengendapan, kemudian terjadi mekanis me reaksi atau perpindahan partikel.21

2.8. MEKANISME PENGENDAPAN PARTIKEL DI PARU Beberapa cara pengendapan partikel debu di paru adalah :

(45)

1. Gravitasi, sedimentasi partikel yang masuk saluran napas terjadi karena gaya gravitasi.

2. "Impaction" terjadi pada bifurcatio bronkus yaitu partikel terbentur di percabangan bronkus dan jatuh ke percabangan yang lebih kecil.

3. "Brown diffusion", dengan energi kinetik menyebabkan gerakan berkeliling dan keadaan ini menyebabkan partikel dengan diameter lebih besar dari 2 mikron mengendap.

4. Elektrostatik, saluran napas dilapisi oleh mukus merupakan konduktor yang baik secara elektrostatik.

5. "Interception" disambungkan dengan sifat fisik yaitu ukuran panjang partikel, hal ini penting untuk pengendapan aerosol.18,21

2.9. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEBU

Gangguan saluran napas akibat inhalasi debu dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor debu sendiri yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan tubuh. Debu respirabel yaitu debu yang mempunyai diameter 0,5 - 2,5 mikron yang mengendap di bronkiolus terminalis dan alveoli serta mengakibatkan pneumokoniosis, penulis ini mengatakan diameter 0,5 - 6 mikron . Kerusakan saluran napas akibat debu dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :

2.9.1. Jenis debu

Partikel yang berbahaya untuk paru adalah debu organik dan inorganik. Debu organik antara lain fosil, mikobakteri, sayuran, binatang, sintetik (toluence diisocyanate) dan reagen. Debu inorganik antara lain silika bebas (crystalline amorphus), silika, metal, debu

"inert" termasuk besi boruin, titanium, dan lain-lain. Debu inorganik yang terinhalasi

(46)

dalam jumlah besar dan lama akan mengakibatkan fibrotik paru . Menurut Pakes inhalasi debu "inert" seperti besi dapat memberikan gambaran densitas rendah atau tinggi pada foto toraks. Hal ini tidak dihubungkan dengan fibrosis tetapi secara morfologi dapat dibedakan dengan kelainan yang disebabkan oleh debu lainnya. Debu "inert" mungkin berubah menjadi fibrotik karena efek "quartz" dan silika bebas (debu campuran) yang mempunyai morfologi debu silica. Debu "inert" yang fibrinogenik dihasilkan bersamaan dalam satu proses industri.

2.9.2. Ukuran partikel

Partikel yang besar umumnya telah tersaring dihidung beberapa partikel kecil masuk sampai ruang rugi dan terkecil sampai parenkim (diameter 0,5 - 6 mikron disebut partikel respirabel). Partikel diameter 0,5 - 2,5 mikron umumnya mengendap di alveoli dan terutama mengakibatkan pneumokoniosis .

2.9.3. Konsentrasi partikel

Menurut Daviest setiap inhalasi 500 partikel/ml, satu alveoli paling sedikit menerima 1 partikel. Di tempat industri biasanya jumlah partikel meningkat. Konsentrasi yang melebihi 5000 partikel/ml sering dihubungkan dengan terjadinya pneumokoniosis.

2.9.4. Lamanya paparan

Pneumokoniosis akibat debu besi akan timbul setelah penderita mengalami kontak lama, jarang ditemui kelainan bila pajanan kurang dari 10 tahun.

2.9.5. Kerentanan individu

(47)

Beberapa orang yang mengalami pajanan dalam waktu dan konsentrasi yang sama akan menunjukkan akibat yang berbeda, mungkin dihubungkan dengan mekanisme pembersihan debu dan perbedaan pada cara bernapas.21,22

2.10. PATOGENESIS

2.10.1. Pembersihan partikel kayu di saluran pernapasan

Ada beberapa mekanisme dalam saluran pernapasan untuk menjaga agar permukaan mukosa bebas dari bahan asing misalnya kayu debu. Mekanisme ini baik serap atau non serap dan bervariasi antara daerah yang berbeda pada saluran pernapasan.

Di daerah dada ekstra, partikel-partikel yang sukar larut (misalnya debu kayu) yang diangkut oleh mukosiliar transportasi. Partikel disimpan di bagian posterior rongga hidung akan dipindah terhadap nasofaring. Tingkat aliran rata-rata pada orang dewasa sehat adalah sekitar 5 mm / menit, sehingga waktu rata-rata transportasi sekitar 20 menit.

Pada bagian anterior dari partikulat, rongga hidung. Hal itu diarahkan ke depan dan dihapus yang paling efektif dengan bersin, menyeka atau bertiup. Larut senyawa diendapkan pada epitel hidung translokasi cepat ke aliran darah atau dimetabolisme di epitel nasal. Dalam penelitian partikel ultra halus (diameter kurang dari 100 nm) translokasi dari hidung ke dalam sistem saraf pusat dan bagian lain dari otak memiliki telah diamati.

Di wilayah tracheobronchial, bahan yang sukar larut dihapus terutama oleh mukosiliar transportasi menuju faring dan kemudian tertelan. Gerakan lendir bervariasi sepanjang pohon tracheobronchial, proses pembukaan tercepat terjadi pada trakea dan menjadi semakin lambat dalam bronkus lelj

(48)

bih distal. Tingkat rata-rata untuk trakea telah diperkirakan antara 4,3-5,7 mm / menit untuk sehat bebas rokok orang dewasa, sedangkan di dalam bronkus menengah angka ini antara 0,2 dan 1,3 mm / menit. Batuk juga merupakan mekanisme yang penting dimana lendir adalah pindah saluran pernapasan. Waktu pembersihan non-larut partikel diperkirakan 24 jam rata-rata. Partikel larut dan dapat diserap ke dalam sekitar aliran darah dan kelenjar getah bening.

Di daerah alveolar, sistem kliring siliar tidak hadir. Sebaliknya partikel harus di fagositosis oleh makrofag dan pada orang dewasa sehat, hal ini terjadi dalam waktu 24 jam setelah pengendapan. Beban partikel makrofag dihapus dari alveoli oleh migrasi ke ujung distal selimut lendir, diikuti oleh transportasi mukosiliar. Makrofag juga dapat mentranslokasi ke sistem getah bening atau aliran darah. Dengan rute ini mereka dapat beredar ke organ lain. Partikel larut dilarutkan dalam cairan lapisan sel epitel, dan dapat berdifusi ke dalam darah atau getah bening. Ketika jumlah partikel tinggi, kapasitas makrofag mudahnya terlampaui, yang menghasilkan situasi overload. Dalam situasi overload, interstisial akumulasi partikel dan peradangan terjadi.24

Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi Nilai Ambang Batas .

Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi lendir bertambah. Bila lendir makin banyak atau mekanisme pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat. Partikel debu

(49)

yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru yaitu kelainan fungsi paru yang restriktif.

Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada sifat-sifat debu, juga tergantung pada jenis debu, lama paparan dan kepekaan individual.

Pneumokoniosis biasanya timbul setelah paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi silikosis akut yang bermanifestasi setelah paparan 6 bulan. Dalam masa paparan yang sama seseorang dapat mengalami kelainan yang berat sedangkan yang lain kelainannya ringan akibat adanya kepekaan individual. Penyakit akibat debu antara lain adalah asma kerja, bronkitis industri, pneumokoniosis batubara, silikosis, asbestosis dan kanker paru.21,22

2.10.2 Partikel merangsang peradangan

Partikel disimpan di hidung umumnya efektif dihapus oleh sistem mukosiliar, jika efektivitas sistem mukosiliar berkurang atau terganggu misalnya oleh infeksi, rokok asap dan trauma, partikel dapat diambil oleh sel epitel khusus dan terkena ke jaringan hidung terkait mendasari limfoid. Berikut non-spesifik dan spesifik respon imun dapat terjadi

(50)

pada saat yang sama. Stimulasi antigen dapat menimbulkan kekebalan lokal respon terutama yang melibatkan sekresi IgA dan IgG imunoglobulin. Tanggapan ini tidak harus dianggap sebagai peristiwa lokal, tetapi mempengaruhi mukosa mata, telinga, dan paru- paru juga. Paparan berat bahan asing pada mukosa hidung dan peradangan kronis berbahaya bagi tubuh, untuk menghindari "overresponsiveness" terhadap antigen terutama lingkungan, mekanisme untuk pengembangan toleransi ada. Mekanisme di balik induksi hidung toleransi mungkin berbeda dari antigen terhadap antigen, dan dengan dosis yang diterima.

Deposisi dari sejumlah besar partikel dalam alveoli menyebabkan keadaan yang berlebihan dalam makrofag yang menghilangkan partikel oleh fagositosis. Hasil yang berlebihan dalam gangguan fagositosis yang menyebabkan akumulasi partikel interstisial dan peradangan. Dan peradangan dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin dari kelebihan beban makrofag. Pada alveoli kelebihan beban, izin dari rute kedua disarankan dan sebagian dikonfirmasi. Disarankan bahwa partikel terkecil dapat mentranslokasi ke aliran darah sendiri. Partikel ukuran dan karakteristik permukaan dapat menentukan faktor untuk translokasi ini.2

2.11. PEMERIKSAAN FAAL PARU

Penyakit paru akibat debu industri mempunyai gejala dan tanda yang mirip dengan penyakit paru lain yang tidak disebabkan oleh debu ditempat kerja. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan anamnesis yang teliti meliputi riwayat pekerjaan, dan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan, karena penyakit biasanya baru timbul setelah paparan yang cukup lama.25

(51)

2.12. PENILAIAN TERHADAP GANGGUAN FUNGSI PARU

Kerusakan yang terjadi baik pada parenkim paru maupun saluran napas dinilai untuk menentukan derajat beratnya kelainan serta gangguan fungsi baik secara objektif.

Penilaian subjektif biasanya dengan mengamati gejala yang terjadi, dan gejala yang paling dominan adalah sesak napas. Pemeriksaan yang objektif dengan pemeriksaan uji faal paru merupakan pemeriksaan yang selalu diminta untuk menentukan gangguan fungsi dalam penyakit paru kerja.26,27

2.13. PENILAIAN TENTANG SESAK NAPAS

Karena sesak napas merupakan gejala utama pada seseorang dengan gangguan pernapasan sehingga dicoba untuk menilai secara kuantitatif yang pada prakteknya tidak mudah dilakukan oleh karena itu tidak ada "gold standard" yang jelas dan obyektif. Sesak napas adalah suatu persepsi subjektif seperti juga nyeri yang sering dilebih-lebihkan.

Untuk dapat menilai sesak dengan lebih baik, ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan :

1. Besarnya derajat sesak yang dihubungkan dengan kuesioner respiratory baku 2. Indentifikasi kelainan patofisiologinya

3. Apakah kelainan yang terjadi sesuai dengan sesak napas yang timbul tehnik pemeriksaan fungsi paru

Idealnya untuk menilai kecacatan penyakit paru akibat pekerjaan diperlukan 4 pemeriksaan laboratorium yaitu:

1. Spirometri

2. Kapasitas difusi paru

Gambar

Tabel 1 . Zat-zat Penyebab Asma Kerja 17
Tabel 2. Zat Penyebab Bronkitis Kronik 17
Tabel 4.11. Distribusi Pekerja Menurut Penyakit Yang Diderita  Penyakit paru yang
Tabel 4.13 Hubungan Antara Umur dengan Hasil Pemeriksaan Spirometri  Kelompok
+3

Referensi

Dokumen terkait

berkat dan rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Profil Umur, Jenis Kelamin, Berat Badan dan Jejas Eksternal pada Kulit Sapi Bali yang disembelih di

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu Apakah Ada Hubungan Berat Badan Lahir Bayi dengan Tingkat Ruptur