• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Pejuang Atresia

Dalam dokumen Mediakom Edisi 25 Agustus 2010 - [MAJALAH] (Halaman 44-47)

dari menghimpun dana, sampai persiapan operasi dan pencakokan hati bersiko tinggi. Ketika semua pengorbanan telah ditumpahkan, ternyata taqdir berkehendak lain. Bilqis putri tercinta tak tertolong, menghembuskan napas terakhir, berpulang menghadap Sang Khaliq, 10 April 2010 yang lalu.

Dewi Farida &

Bilqis

“Pejuang

Atresia

Potret

Dewi Farida yang lahir di Jakarta, 12 Desember 1972 menyadari keterbatasan mengobati penyakit Bilqis. Terinspirasi kasus Prita, Ia membuka akun “Koin Cinta Bilqis” (KCB). Ternyata, dalam waktu singkat mendapat sambutan luas dari masyarakat, media dan pemerintah. Bahkan secara khusus dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH Menteri Kesehatan, mengunjungi kediaman Bilqis untuk menyampaikan bela sungkawa. Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengirim untusan ke kediaman Bilqis untuk memberi bantuan perawatan ke RSUP Kariadi Semarang.

Dewi yang bersuamikan Donny Ardianta Passa, putera sulung asal Jogjakarta. Hasil perkawinannya tahun 2005 telah membuahkan dua orang bidadari yang sangat cantik dan lucu. Puteri pertamanya bernama Ratu Aqila Passa, lahir pada

4 Mei 2006, dan putri keduanya Bilqis Anindya Passa, lahir pada 20 Agustus 2008.

Dewi dibesarkan di lingkungan keluarga sederhana. Ayahnya Bahruddin Syatha asal Makasar dan sang bunda Bakti Ningsih asal Betawi, telah memberikan kombinasi baik bagi keturunannya. Sejak kecil Dewi sudah diajarkan nilai-nilai

kehidupan oleh kedua orang tuanya. Juga oleh oma Siti Hapsah, yang telah menganggapnya seperti anak sendiri.

Sejak usia lima tahun, Dewi sudah biasa diajak ke kantor tempat oma bekerja dan sejak sekolah dasar pula sudah belajar mengatur keuangan kakak dan adik-adiknya. Semua hal ini melekat hingga Dewi tumbuh menjadi wanita dewasa yang giat bekerja dan pantang menyerah.

Pengalaman hidup itu membuat Dewi bertipologi menjadi ibu yang tegar, kokoh dan bermental baja. Tak pernah mengeluh apalagi berputus asa. Keinginan untuk bermanfaat bagi sesama mengalir deras, membara dalam dada. Pengalaman, pengorbanan, suka-duka merawat Bilqis menjadi inspirasi untuk bangkit, menumbuhkan rasa saling menyayangi, mengasihi dan berbagi untuk sesama.

Perjuangan yang tak kenal lelah

itu, telah Dewi tulis dalam bentuk buku. Tujuannya, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada masyarakat luas. Mulai dari informasi ciri-ciri anak menderita Atresia Bilier dan pengalaman mendampingi Bilqis saat penangan medis. Disamping itu, buku juga berisi panduan praktis bagi orang tua, terutama yang memiliki anak

dengan kelainan Atresia Billier. Tak ketinggalan, Dewi juga berbagi semangat, kesabaran dan kegigihan saat bertarung melawan Atresia Bilier.

Sekilas Atresia Bilier

Atresia Bilier, jenis penyakit yang jarang terjadi. Diperkirakan ada 600 kasus setiap tahun. Walau demikian, penanganannya membutuhkan teknologi canggih, tenaga dokter ahli dan biaya yang besar berkisar Rp 800 juta- Rp 1 milyar. Belum diketahu secara pasti penyebabnya dan apa obatnya. Sehingga sedikit rumah sakit dan dokter yang mampu menangani kasus ini. Penyakit ini menjadi perhatian masyarakat secara luas setelah kasus Bilqis mencuat di media masa.

Penyakit ini timbul akibat

rusaknya saluran empedu di luar hati sehingga tidak ada aliran empedu dari hati ke dalam usus 12 jari yang normalnya terjadi. Akibatnya, cairan empedu menumpuk di hati. Dalam

cairan empedu terdapat bilirubin. Bila bilirubin mengalir ke dalam aliran darah, menyebabkan kulit dan bagian putih mata berwarna kuning.

Bila berlangsung lama, kerusakan hati dapat menyebabkan kerusakan hati lanjut yang disebut sirosis hati. Jika terus berlanjut, dapat menyebabkan perdarahan di saluran cerna karena peningkatan tekanan Menkes menyampaikan duka

cita kepada nyonya Farida saat Bilqis meninggal

Potret

darah yang masuk ke hati.

Kerusakan hati yang terjadi pada kasus atresia bilier bersifat progresif, terus merusak saluran empedu termasuk yang di dalam hati. Pada akhirnya hal itu menyebabkan gagal hati yang harus diatasi dengan transplantasi hati.

Sang Pejuang Kehidupan

Ia terlahir Sakit, namun Kesakitannya mengajarkan orang untuk Kuat dan terus Berjuang.

Ia terlahir Menderita, namun Penderitaannya mengajarkan orang untuk Bersabar dan Saling Berbagi.

Ia terlahir Singkat, namun

Perjalanan hidupnya memberikan arti yang sangat Panjang.

Ia adalah manusia Pilihan Ia terlahir untuk mengajarkan kita agar menjadi manusia yang lebih baik

Ia terlahir sebagai pendobrak hati manusia untuk saling mengasihi

Ia adalah Sang Pejuang Hidup, Bilqis Anindya Passa.

“Sayang Mami untuk Iqis

selamanya & tak terganti” (Gubahan Dewi Farida) Benar. Bilqis adalah sang

pendobrak hati. Ia mendobrak pintu kasih yang sebelumnya tertutup menjadi terbuka. Kasih itu pula yang menciptakan rasa untuk saling berbagi dan saling menyayangi. Bilqis mendobrak hati kedua orang tuanya, sanak keluarga, masyarakat dan mengubah negeri ini dengan seketika menjadi sangat ramah dan bersahaja.

Walau dia hidup singkat, namun Bilqis telah memberikan arti hidup yang sangat panjang. Ia mengajarkan bagaimana cara bersabar menahan penyakitnya di sepanjang hidupnya, bagaimana ia menyemangati orang-orang di sekitarnya di saat dia dalam keadaan sakit, bagaimana cara dia berjuang terus melawan penyakitnya, bagaimana cara dia menyampaikan kasihnya di saat belum bisa berbicara. Sungguh, apa yang telah dia contohkan adalah

suatu anugerah untuk kita semua yang masih hidup.

Tentu saja, Bilqis bukan satu- satunya penderita Atresia Bilier di Indonesia, masih ada Bilqis-Bilqis yang lain. Disamping itu, banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang kelainan penyakit ini. Diharapkan, kisah Bilqis dapat menjadi pengalaman berharga bagi semua. Mendorong masyarakat untuk mengetahui lebih rinci tentang penyakit Atresia Bilier ini.

Kisah Bilqis patut jadi pelajaran bagi semua, sekaligus bentuk penegasan, betapa pentingnya mencegah lebih baik dari pada mengobati. Apalagi pengobatan yang butuh biaya besar. Untuk itu, melaksanakan pola hidup bersih dan sehat. Tidak merokok, makan makanan berserat dan bergizi sesuai kebutuhan, istiarahat cukup, berolah raga teratur dan melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala sebagai bentuk pencegahan yang mudah dan murah. nPra

Farida (tiga dari kiri) foto bersama Menkes

Nasional

R

umah Sakit tidak boleh menggunakan nama dengan kata tambahan

internasional, dunia atau global. Rumah sakit yang telah menggunakan embel- embel internasional, dunia maupun global diberi batas waktu untuk mengganti nama paling lambat 14 Agustus 2010. Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan No.659/MENKES/PER/VIII/2009 tentang Rumah Sakit Indonesia Kelas Dunia (RSI-KD).

Hal itu disampaikan dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS Dirjen Bina Pelayanan Medik Kemenkes dalam acara temu media dengan topik Penjelasan mengenai RS Indonesia Kelas Dunia di Gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (9/7/2010).

“Jika sampai batas waktu tersebut belum juga berganti nama, maka Kementerian Kesehatan akan memberi sanksi berupa teguran, teguran tertulis sampai pencabutan izin”, ujar dr. Supriyantoro yang baru sepekan menjabat Dirjen Bina Yanmed.

Dalam pasal 3 Kepmenkes No. 659 Tahun 2009 itu disebutkan, setiap rumah sakit dapat dikategorikan sebagai rumah sakit kelas dunia setelah memenuhi persyaratan. Persyaratannya adalah: Telah beroperasi minimal 2 tahun; Memiliki izin operasional yang masih berlaku; Penetapan kelas rumah sakit yang masih berlaku; Terdaftar sebagai anggota asosiasi perumahsakitan; Tidak sedang dalam keadaan pailit; Terakreditasi oleh KARS (Komisi Akreditasi Rumah

RS Tidak Boleh

Dalam dokumen Mediakom Edisi 25 Agustus 2010 - [MAJALAH] (Halaman 44-47)

Dokumen terkait