• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

B. Pekerja Sosial

pekerja sosial khususnya dalam Program Melakukan Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Pembatasan masalah ini di maksudkan agar lebih terfokus pada masalah yang diteliti, karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana peneliti.

2. Perumusan Masalah

Penelitian tentang Peran Pekerja Sosial Penulis angkat dengan mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa sajakah kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo?

2. Bagaimana harapan Pekerja Sosial terhadap sorban trafficking dalam Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo?

3. Bagaimana harapan para korban traffcking terhadap Pekerja Sosial di Rumah Perlindungan sosial Wanita Pasar Rebo?

7

4. Adakah kesesuaian antara kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial dan harapan Pekerja sosial serta harapan para korban dalam program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini, antara lain adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking

yang dilaksanakan oleh Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. 2. Mengetahui harapan Pekerja Sosial terhadap para korban trafficking

dalam program Perlindungan dan Pelayanan.

3. Mengetahui harapan serta kebutuhan korban trafficking terhadap kewajiban-kewajiban Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan.

4. Untuk mengetahui kesesuainan antara kewajiban/tugas Pekerja Sosial dan harapan Pekerja Sosial serta harapan Para Korban Trafficking dalam Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.

8

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat dari berbagai pihak-pihak berikut:

1. Manfaat Akademik

Secara teorietis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam rangka kajian akademis mengenai korban

trafficking, khususnya di bidang Pengembangan Masyarakat Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Memberi masukan bagi para pekerja sosial dalam menjalankan kewajibannya/tugas di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. b. Memberi masukan pada lembaga-lembaga dalam mengimplementasikan

kebijakan sehingga tercipta iklim yang kondusif bagi para Pekerja Sosial untuk menjalankan perannya secara efektif dan efisien.

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik dan unik bermakna di lapangan.4

4

Burhan Bugin, Analisis Data Penelitian kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), cet. Ke-2,h. 39

9

Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya.

2. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah Deskriptif. Pada jenis penelitian Deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasar dari naskah wawancara secara lapangan, catetan atau meno dan dokumentasi lainnya.5

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai sejak tanggal 02 Desember 2008 dan penelitian ini berakhir pada tanggal 27 Mei 2009. Adapun tempat penelitian di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.

4. Tehnik Pemilihan Subjek Penelitian

Sesuai denga karakterlistik penelitian kualitatif, dalam memilih responden ini dipilih secara sengaja, setelah sebelumnya membuat tipologi berdasarkan latar belakang subjek penelitian, yang penting dalam pendekatan kualitatif bukan jumlah subyek penelitian kasusnya, melainkan potensi tiap kasus untuk memberi pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang dipelajari.

5 Ibid.

10

Pilihan informan tergantung pada jenis informasi yang hendak dikumpulkan. Cara mudah mendapatkan informan adalah tehnik ”bola salju”. Dalam tehnik ini peneliti harus mengenal beberapa informan kunci dan meminta memperkenalkannya kepada informan lain.6

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penulis memilih subjek penelitian sebagai berikut:

a. Sebagai data primer utama, penulis akan mewawancarai 5 (lima) orang pekerja sosial, diantaranya:

1. Ketua Tim Rumah Perlindungan Sosial wanita Pasar Rebo. 2. Kepala Bendahara Rumah Perlindungan Sosial Wanita. 3. Kepala Seksi Urusan Manajemen Kasus.

4. Kepala Seksi Urusan Pelayanan dan Pengasuhan. 5. Staff.

Untuk memperoleh 5 (lima) orang yang akan diwawancarai, penulis memperoleh sampelnya berdasarkan susunan masing-masing tingkat jabatan dan pendidikan terakhir. Adapun informasi yang diperoleh adalah mengenai Peran Pekerrja Sosial Dalam Melakukan Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Adapun untuk data primer pendukung, penulis mewawancarai 5 (lima) orang WBS (Warga Binaan Sosial), untuk memperoleh 5 (lima) orang WBS, penulis memperoleh sempelnya berdasarkan susunan tingkat usia, pendidikan terakhir

6

MT. Felix Sitorus, Penelitian Kualitatif suatu Perkenalan, (Bogor: Kelompok Dokumentasi Ilmu Sosial, 1998), h. 50

11

dan daerah asal masing-masing jumlah keseluruhan para WBS yang ada di Rumah Perlindungan Sosial Wanita yang berjumlah 16 orang warga binaan sosial (WBS). Adapun informasi yang akan diperoleh adalah mengenai Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.

b. Data sekunder, diperoleh melalui catetan/dokumentasi di Rumah Perlindungan, laporan Litbang, media cetak, data-data instansi dan sebagainya.

5. Tehnik Pencatetan Data

Penelitian yang biasa digunakan adalah catetan lapangan (data lapangan). Catetan lapangan (data) tidak lain dari pada catetan yang dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para subyek penelitian tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan wawancara itu) atau menyaksikan kejadian tertentu. Catetan lapangan (data) itu dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok utamnya saja, kemudian dilengkapi dan disempurnakan adabila sudah pulang ketempat tinggal.

Pencatat data dilapangan yang mencatat apa yang di hendaknya direkam, apa yang perlu dan tidak perlu di catat. Uraian tentang latar belakang dan orang-orang yang diamati atau diwawancarai, bagaimana menghadapi perubahan latar penelitian, dan bagaimana cara memberikan pendapat dan tanggapan sendiri mengenai informasi yang dikumpulkan.7

7

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:Pt Remaja rosydakarya, 2002), Cet. Ke-16. h.100

12

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penelitian menggunakan Tehnik Pencatetan data, dengan mencatat data yang didapat dari hasil penelitian dilapangan, baik itu berasal dari hasil wawancara (warga binaan sosial dan pekerja sosial) dan menyaksikan kejadian tertentu. Kemudian dilengkapi dan disempurnkan apabila sudah ke tempat tinggal.

6. Tehnik analisis Data

Data yang ada dianalisis dengan cara direduksi. Dalam hal ini seluruh data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan kemudian diringkas dan dikelompokan menurut kategori yang diinginkan untuk mengidentifikasi aspek penting dari tema yang diteliti.

Reduksi membantu peneliti yang memutuskan data yang dikumpulkan. Selanjutnya, bagaimana dan sipa sampel selanjutnya apa metode analisis yang akan digunakan dan akhirnya dibuat sebuah kesimpulan. Tujuan terpenting dari reduksi data hádala untuk mengidentifikasi tema utama yang diteliti dengan memberikan kategori pada informasi yang telah dikumpulkan seperti yang telah dijelaskan Patton (lexy,2002), dalam menganalisis data adalah dengan presedur mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam statu pola, kategori dan satuan uraian dasar.8

Reduksi dan membantu penelitian memutuskan data yang dikumpulkan selanjutnya, bagaimana dan siapa sampel selanjutnya. Dalam hal ini seperangkat hasil reduksi data juga perlu diorganisasikan kedalam statu bentuk tertentu (display data) sehingga terlihat sosoknya secara lebih utuh, bisa

8

13

berbentuk sketsa, sinopsis atau bentuk-bentuk lain. Hal tersebut Sangat diperlukan untuk mempermudah upaya pemaparan dan penegasan kesimpulan.9

Dari rumusan tersebut di atas penulis menarik garis bahwa dalam menganalisis data memerlukan proses seperti, mengorganisasikan, mengatur, mengurutkan, mengelompokan dan mengategorikan data. Estela data dianalisis, kemudian dirumuskan. Data yang telah didapat dari catetan lapangan (hasil wawancara rerhadap warga binaan sosial) WBS dan Pekerja Sosial. Dalam hal ini peneliti mengatur, mengurutkan, mengelompokan, dan mengkategorikannya. Estela data dianalisis, kemudian dirumuskan dan disajikan.

7. Keabsahan Data

Tehnik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki kriteria sebagai berikut:

a. kriteria kredebilitas (derajat kepercayaan), yaitu kriterium ini dapat menggunakan tehnik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Triangulasi)10, hal ini dicapai dengan jalan (a) membandingkan dokumen dari rumah perlindungan dengan hasil wawancara dengan warga binaan sosial (WBS). (b) Membandingkan antara jabatan yang diberikan oleh pekerja sosial dengan jawaban warga binaan sosial

9

Burhan Bungin, op. cit. h. 70

10

Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:PT Remaja Rosydakarya, 2004), Cet. Ke-20,h. 326

14

(WBS) mengenai Program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban

Trafficking.

b. Kriterium kepastian, menurut Scriven ( dalam lexy, 2004) yaitu masih ada unsur ‘kualitas’ yang melekat pada objektivitas. Hal itu digali dari pengertian bahwa jira sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan.11 Dalam penelitian ini, peneliti dapat membuktikan data data ini terpecaya yaitu dengan data-data yang di dapat dari hasil wawancara terhadap subyek penelitian. Adapun dari segi faktual, adalah melihat program yang diteliti, yaitu Program Perlindungan dan Pelayanan yang dilaksanakan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Dalam hal ini peneliti dapat memastikan, bahwa kepastian Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap korban trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo melalui hasil wawancara terhadap subyek penelitian.

F. Tinjauan Pustaka

Pendukung dilakukannya penelitian ini dikarenakan semakin banyaknya kasus kasus yang terjadi di lapangan dan semakin banyaknya buku-buku terbitan tentang Peran para Pekerja Sosial yang menangani para Korban

Trafficking, seperti buku yang ditulis oleh: Gadis Arivia, “Feminisme Sebuah Kata Hati”. (Penerbit: Jakarta, Kompas, maret 2006), di dalam buku ini memaparkan terjadinya praktek trafficking sampai pada penanganannya di

11

15

dalam lembaga dan diperdayakan agar menjadi manusia yang lebih berguna lagi.

Buku yang di tulis oleh: Louis Brown. Sex Silves: Sindikat Perdagangan Perempuan di Asia, (Jakarta: YOI, 2005). Berisikan tentang sindikat atau jaringan yang terlibat di dalam permasalahan kejahatan trafficking yang dijadikan para sasaran hidung belang atau dijadikan para penghibur. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengambil penelitian tentang peran pekerja sosial dalam penanganan korban trafficking di dalam lembaga dan mengetahui program perlindungan dan pelayanan yang di berikan kepada korban dapat diterima dan ada timbal balik yang terjadi antara pekerja sosial dengan korban

trafficking.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penelitian skripsi ini, maka penulis membuat sistematika penulisan dalam beberapa bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatas dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan juga sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori terdiri dari Peran (Pengertian dan Tinjauan Sosiologi tentang peran), Pekerja sosial, Pengertian Pekerja Sosial (Pekerja Sosial dan tugasnya) Trafficiking (Pengertian), Modus Trafficking dan Pratktek

16

Bab III Gambaran Umum yaitu terdiri Sejarah Singkat Berdirinya Panti, Visi dan Misi, Dasar Hukum, Pendekatan yang digunakan, Program Pelayanan dan Rehabilitasi (prosesnya), Tujuan dan Sasaran.

Bab IV Analisis tentang kewajiban-kewajiban /tugas pekerja sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap korban trafficking. Terdiri dari Kewajiban/tugas pekerja sosial dalam Program Perlindungan dan

Pelayanan bagi korban trafficking dan Harapan Pekerja Sosial terhadap korban

trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan, Harapan para korban trafficking terhadap Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan, serta Kesesuaian antara kewajiban/tugas Pekerja Sosial dan harapan pekerja sosial dalam program perlindungan dan pelayanan serta harapan para korban

trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Peran

1. Pengertian Peran

Berbicara mengenai peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status (kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat antara satu dengan yang lainnya, peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut) mempunyai (status) dalam masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara satu dengan orang lain tersebut, akan tetapi masing-masing darinya berperan sesuai dengan statusnya.

Dalam Kamus besar bahasa Indonesia peranan adalah: bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.1

Sedangkan grass Massan dan A. W Mc. Eachern sebagaimana dikutip oleh David Berry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.2 Harapan tersebut masih menurut Davit Berry, merupakan imbangan dari norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu

1

Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1988), h. 667

2

N. Grass, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi, (Jakarta:Raja Gravindo Persaja, 1995), cet. Ke-3, h.99

ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat,3 artinya seseorang diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.4

Dari penjelasan tersebut di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang dimaksud dengan peranan merupakan kewajiban-kewajiban dan keharusan-keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan di mana ia berbeda.

2.Tinjauan Sosiologi Tentang Peran

Diatas telah disinggung bahwa ada hubungan yang erat sekali antara peran dengan kedudukan. seseorang mempunyai peran dalam lingkungan sosial dikarenakan ia mempunyai status atau kedudukan dalam lingkungan sosialnya (masyarakat).

Tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya manusia adalah mahlik sosial, yang tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan (dependent) pada mahlik atau manusia lainya, maka pada posisi semacam inilah, peranan sangat menentukan kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing dari hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat (lingkungan) di mana ia bertempat tinggal.

Di dalam peranannya sebagaimana dikatakan oleh David Berry terhadap dua macam harapan yaitu: harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang

3

Ibid, h. 100 4

N. Grass, W.S. Masson and A.W.Mc. Eachern, Explorations Role Analysis, dalam David Berry, Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. (Jakarta: 1995)

peranan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peranan terhadap masyarakat.5

B. Pekerja Sosial

Pekerja sosial merupakan profesi yang relatif baru di Indonesia, sehingga banyak kalangan masyarakat yang belum paham mengenai tujuan dan manfaat profesi ini. Oleh karena ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa setiap profesi orang dapat menjadi Pekerja Sosial. Pandangan tersebut berlandasan pada anggapan bahwa pekerja yang dilakukan para Pekerja Sosial adalah pekerja memberi sesuatu kepada orang lain. Jadi asal ada kemauan dan kesediaan untuk membantu orang, maka akan dapat menjadi Pekerja Sosial. Bagi orang awam, hal ini sah-sah saja. Namun sesungguhnya seseorang dapat disebut Pekerja Sosial apabila apabila memenuhi kritetia tertentu seperti: memiliki kerangka pengetahuan, nilai dan keterampilan tentang pekerja sosial.6

Tercatat ada beberapa ahli terkemuka dibidang pekerja sosial seperti: Siporin, pincus dan Minahan, Friedlander dan Apte, Zastrow, de Gusman, seperti Skidmore dan Thackeray telah memberikan definisi tentang pekerja sosial menutur sudut pandang masing-masing. Sebagai berikut:7

1. Siporin, mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai berikut:

5

Ibid, h. 99 6

Dwi Heru sukoco, Profesi Pekerja sosial dan Pertolongannya, (Bandung: Kopma STKS, 1998) H.75

7

“Social worker is defined as social institutional method af helping poeple to prevent and resolve their social problems, to restore an enchance theiler social functioning”.

Pekerja sosial, adalah suatu metode institusi sosial untuk membantu orang mencegah dan memecahkan masalah mereka serta untuk memperbaiki dan meningkatkan keberfungsiansosial mereka”.

2. Pincus dan Minahasan:

“Social worker is a concerned with the interactions between people and their environment which affect the ability of people to accompolish their life task, allevioate distress, and realize their aspirations and values”.

Pekerja sosial adalah berkepentingan dengan permasalahan interaksi antara orang dengan lingkungan sosialnya, sehingga mereka mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan, mengurangi ketegangan, mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.

3. Friedlander dan Apte:

“Social woeker is aprofessional service, based and scientifc knowledge ang skill in human relations, which help individuals, groups, or communities abtain or personal satisfaction and independence”.

Pekerja sosial merupakan suatu pelayanan professional, yang prakteknya didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan ilmiah tentang relasi manusia, sehingga dapat membantu individu, kelompok dan masyarakat mencapai kepuasan pribadi dan serta kebebasan.

4. Zasrtow:

“Social worker is the profesional of helping individuas, group, or communities to enhance or restore their capacity for social functioningand to create social conditions favorable to their goals”.

Pekerja sosial merupakan kegiatan professional untuk membantu individu-individu, kelompok-kelompok atau masyarakat guna meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam fungsi serta menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai tujuan.

5. Gusman:

“Social worker is the profession which is primaly concerned with organized social activity animed to facilitate and strengthen basic relationship in the mutual adjusment between individual, and their social environment fot the good of the individual and social, by the use of social work menthods”.

Pekerja sosial adalah merupakan profesi yang bidang utamanya berkecimpung dalam kegiatan pelayanan sosial yang terorganisasi, di mana kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitasdan memperkuat relationship, khususnya dalam penyesuaian diri secara timbale balik dan saling menguntungkan antara masyarakat dapat menjadi baik.

6. Skidmore dan Thackeray:

“Social worker seeks to enhance the social functioning of individuals, singly and groups, by acticitiesfocused upon their social relationship which constitute the interaction between man and his environment”.

Pekerja sosial bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu-individu, baik secara individu maupun kelompok, di mana kegiatannya difokuskan kepada relasi mereka, khususnya interaksi antara manusia dengan lingkungannya.

Disamping definisi yang dikemukakan para ahli terkemuka di atas, wacana mengenai pekerja sosial juga mendapat perhatian luas dari pahli ilmuan Indonesia, termasuk di dalamnya para akademisi. Misalnya mendefinisikan tentang pekerja sosial sebagai berikut :

“Para pekerja sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai tanggung jawab untuk memperbaiki dan mengembangkan interaksi antara

orang dengan lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan nilai-nilai mereka”.8

Pengertian pekerja sosial di Indonesia, selengkapnya terdapat di dalam Buku Panduan Pekerja Sosial yang mengacu pada pasal 2, ayat 3 UU No. 6 / 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahtraan Sosial.

Yaitu :

“Pekerja sosial adalah semua keterampilan tekhnis yang dijadikan wahana bagi usaha kesejahteraan sosial, serta merupan suatu kegiatan professional dalam menolong orang, kelompok manapun masyarakat yang menderita atau terancam akan menderita masalah sosial, sedemikian rupa sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri”.9

Ketentuan itulah yang hingga kini dijadikan pedoman bagi para Pekerja Sosial Khususnya di lingkungan Depsos (sekarang BKSN) agar para Pekerja SOsial dapat melaksanakan tugasnya secara sistematis, efektif dan efisien.

Seperti telah diketahui seseorang yang menjalankan profesi di bidang pekerjaan sosial adalah Pekerja Sosial atau dikenal dengan istilah asingnya sebagai Social Worker. Meskipun profesi ini belum sepopuler dinegara-negara maju, namun keberadaannya secara yuridis telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah Indonesia antara lain melalui penerbit Surat Keputusan Menteri

8

Soetarjo, Praktek Pekerja Sosial , (Bandung: Kopma STKS, 1993), h. 5 9

Undang-Undang Nomer 6 Tahun 1974 tentang, Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Jakarta :Biro Hukum Depatermen Sosial RI)

Sosial RI Nomer : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang Pendelegasian Wewenang pengangkatan, Pembebasan Sementara, Pemberhentian dan Pengangkatan Jabatan Pekerja Sosial di lingkungan Depatermen Sosial. Sementara itu, Definisi Pekerja Sosial menurut Buku Panduan Pekerja Sosial adalah sebagai berikut :

“Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial secara penuh oleh pejabat yang berwewenang pada lingkungan Depatermen Sosial dan Unit Pelayanan Kesejahteraan Sosial pada instansi lainnya berdasarkan kompetensi professional pekerja sosial”.10

Di lingkungan Depatermen Sosial (sekarang BKSN), para Pekerja Sosial ini di dalam struktur keorganisasian kedudukannya berada di dalam kelompok Pejabat Fungsional, atau lebih akrab dengan sebutan Jabatan Fungsional Pekerja Sosial, yaitu :

“Kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab , wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam satuan Organisasi untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial secara penuh dan mandiri, serta didasarkan pada keahlian dan keterampilan aprofesional pekerjaan sosial”.11

10

Dep Sos RI, Panduan Pekerja Sosial Di Lingkungan Depatermen Sosial ( Jakarta :Sekretariat Jenderal, 1998), h. 4

11

Mengacu pada definisi tersebut, maka kita dapat mengenal “jati diri” seorang Pekerja Sosial. Pekerja Sosial adalah tentang professional yang dimiliki dua atribut :

1. Kekuasaan ( power)

Yaitu kemampuan untuk mengendalikan orang lian berdasarkan keahlian dan keterampilan profesional pekerja sosial. Keahlian atau keterampilan ini diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman professional. 2. Kewewenangan (Authority)

Yaitu menunjukan pada suatu kewenangan, di man seorang Pekerja Sosial berhak untuk melaksanakan kekuasaan.

Berbicara tentang Peran Pekerja Sosial di Indonesia, terutama dalam kehidupan individu, keluarga maupun masyarakat akan membawa kita ke dalam diskusi yang panjang. Sosok seorang pekerja sosial diharapkan oleh

Dokumen terkait