• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran pekerja sosial rumah perlindungan sosial wanita mulya jaya pasar rebo dalam melakukan perlindungan dan pelayanan terhadap korban trafficking

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran pekerja sosial rumah perlindungan sosial wanita mulya jaya pasar rebo dalam melakukan perlindungan dan pelayanan terhadap korban trafficking"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEKERJA SOSIAL RUMAH PERLINDUNGAN

SOSIAL WANITA MULYA JAYA PASAR REBO DALAM

MELAKUKAN PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN

TERHADAP KORBAN TRAFFICKING

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai

Gelar Sarjana Sosial Islam (S. SoS.i)

Oleh:

SITI MARYAMAH NIM: 105054002057

Di Bawah Bimbingan

Dr. Murodi, MA NIP: 19640705 199203 1 003

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul Peran Pekerja Sosial Rumah Perlindungan Sosial Wanita Mulya Jaya Pasar Rebo dalam Melakukan Perlindungan dan Pelayanan terhadap Korban Trafficking telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

pada tanggal 22 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Starata I (SI) pada Jurusan

Pengembangan Masyarakat Islam.

Jakarta, 22 Juni 2009

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap

Anggota

Dr. Arif Subhan, MA Faza Amin, S. Th. I

NIP: 19666110 199303 1 004 NIP: 19780703 200501 1 006

Anggota

Penguji I Penguji II

Drs. Yusra Kilun, M. Pd Wati Nilamsari. M. SI

NIP: 15024619 NIP: 19710520 199903 2 002

Pembimbing

Dr. Murodi, MA

(3)

LEMBAR PENYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata 1 di Universitas

Islam Negeri Jakarta Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 22 Juni 2009

(4)

ABSTRAK

Siti Maryamah

Peran Pekerja Sosial Rumah Perlindungan Sosial Wanita "Mulya Jaya" Pasar Rebo Dalam Melakukan Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking.

Kejahatan trafficking adalah kejahatan global dan sistemis yang melibatkan banyak kalangan. Masalah perdangan manusia, khususnya perdagangan perempuan dan anak menjadi sorotan internasional terutama di negera-negara berkembang dan terbelakang yang miskin. Banyak kalangan yang membicarakan untuk menanggulangi kejahatan kemanusiaan ini, khususnya untuk menjerat para pelaku tindak kejahatan kemanusiaan meskipun sangat susah dan rumit untuk menjerat pelakunya. Namun setidaknya penanganan untuk perlindungan dan pelayanan yang terfokus pada para korban sangat epektif untuk membantu mereka dan meringankan permasalahan yang ada. Salah satu lembaga yang menangani permasalah traffcking ada di daerah Pasar Rebo Jakarta Timur yang bernama Rumah Perlindungan Sosial Wanita.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Peran Pekerja Sosial dengan mengangkat permasalahan tentang kewajiban-kewajiban/tugas dan harapan pekerja sosial serta harapan para korban trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan terhadap korban trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita "Mulya Jaya" Pasar Rebo.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan menggunakan pendekatan kualitatif didapatkan hasil penelitian yang menyajikan data yang akurat dan di gambarkan secara jelas dari kondisi sebenarnya. Subyek penelitian terdiri dari pekerja sosial dan korban trafficking. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, catetan lapangan, catetan atau memo dan dokumen resmi lainnya.

(5)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala Puji dan Syukur milik Allah semata yang

menjadikan ilmu sebagai penerang dan yang telah memberikan berjuta

kenikmatan kepada mahluk-Nya. Yang telah menjelaskan dan memberi

tauladan baik kepada Umatnya yaitu Nabi kita Muhammad SAW. Semoga

berjuta Salam senantiasa mengalir kepada keluarganya, para sahabatnya dan

tabiin. Amin.

Sebagai tanda syukur atas selesainya penulisan skripsi yang berjudul

“PERAN PEKERJA SOSIAL RUMAH PERLINDUNGAN SOSIAL

WANITA “MULYA JAYA” PASAR REBO DALAM MELAKUKAN

PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN TERHADAP KORBAN

TRAFFICKING”, maka pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan

ucapan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Pimpinan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakrta Bapak Dr. Murodi, MA., MA., sekaligus dosen pembimbing skripsi

yang telah sabar dan banyak meluangkan waktunya untuk memberikan

bimbingan dan perhatiannya kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini

(6)

3. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA, M. Pd., Ketua Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam dan seluruh tenaga pengajar Jurusan Pengembangan

Masyarakat Islam yang telah memberikan pengalaman, ilmu dan

pengetahuan kepada penulis.

4. Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Wati Nilamsari, M.Si.,

yang telah membantu secara administratif sehingga memperlancar

penyusunan skripsi ini dengan kesabarannya.

5. Pimpinan Perpustakaan Dakwah dan stafnya serta Perpustakaan Utama dan

Perpustakaan Mulya Jaya, yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mencari data-data yang diperlukan oleh penulis.

6. Ayahanda Mansyur dan Ibunda Neneng yang telah mencurahkan cinta dan

kasih sayangnya, dorongan, serta perhatian yang tiada putus-putusnya,

hingga Allah memanggil Ayahanda dalam Dekapan Damai Kasih dan

Cinta-Nya sepuluh hari sebelum pelaksanan wisuda. Semoga amal dan

ibadahnya diterima. Amin, sampai Ananda bisa menyelesaikan skripsi ini.

7. Adik-adik ku Lia Julianti dan Nanang Mardanih, begitu juga kepada Abah,

Ema dan Ema Tomo yang ikut memberikan motivasi dan do’anya kepada

Ananda.

8. Aa Ramdhan yang selalu menjadi penghibur dan penyemangat di kala

kepenatan menyerang, kan’ selalu terbingkai rapih dan indah dalam

dinding-dinding hati kebahagiaan.

9. Bapak Drs. Suyono, MM selaku ketua Panti Sosial Karya Wanita "Mulya

(7)

untuk bertempat tinggal, serta para staf kantor yang telah membantu dalam

pencarian data-data yang diperlukan, khusus Bapak Emil yang selalu

menghibur Ananda didalam suasana mendung dan terang, sehingga

Ananda tersenyum kembali.

10.Bapak Drs. M. Ali Samantha, MM selaku Ketua Tim di Rumah

Perlindungan Sosial Wanita, yang selalu memberi perhatian, nasehat dan

pelajaran-pelajaran yang berharga dan terimakasih atas tambahan uang

jajannya, semoga tidak bosan untuk tetap memberi tambahan. Semoga

dibalas berlipat ganda oleh Nya. Amin.

11.Bapak Ahmad, Bapak Bambang, Bapak Hasan dan Bapak Wisnu, selaku

para Pekerja Sosial di RPSW yang seperti Abang sendiri, telah banyak

memberikan bantuan dalam penulisan dan meluangkan waktunya untuk

berdiskusi tentang penulisan yang diteliti, walau pun terkadang

perdebatan-perdebatan kecil terjadi, sampai pelajaran makna kehidupan dan perjuangan

melawan ego dalam diri.

12.Aa asep yang telah membantu dalam perbaikan tulisan khususnya

memperbaiki komputer, Mas Sugi dan Aa Iman yang selalu temani jikalau

komputer dalam perbaikan.

13.Kepada seluruh warga binaan sosial (WBS) RPSW “Mulya Jaya” Pasar

Rebo, khususnya LW, RTN, LL, KK, ALM, WDY yang telah memberikan

(8)

14.Semua sahabatku di PMI angkatan 2005, khususnya Sulis, Anti, Rica,

Romlah dan Reni, yang telah memberikan dorongan semangat kepada

penulis.

15.Seluruh teman-teman Aula Fasco IMM Ciputat, terimakasih semua atas

dorongan semangat dan bantuannya.

16.Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun

materil, penulis mohon maaf karena tidak dapat menyebutkan satu persatu.

Semoga Allah SWT, memberikan balasan ganda dan menjadi amal

kebajikan di akhirat kelak. Selaindari itu, penulis pun berdoa semoga skripsi ini

bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 22 Juni 2009 Penulis

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI...vi

DAFTARTABEL...viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...6

C. Tujuan Penelitian...7

D. Manfaat Penelitian ...8

E. Metodologi Penelitian ...8

F. Tinjauan Pustaka...14

G. Sistematika Penulisan...15

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Peran...17

1. Pengertian Peran...17

2. Tinjauan Sosiologi Tentang Peran...18

B. Pekerja Sosial...19

C. Trafficking... 26

1. Pengertian Trafficking... 26

2. Modus Praktek Trafficking... 32

(10)

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya Lembaga …...…....43

B. Visi dan Misi……....………...…..…..… 44

C. Dasar Hukum ……….……….……....…...……45

D. Pendekatan yang Digunakan………….……....…....…...46

E. Program Pelayanan dan Rehabilitasi...47

1. Program Pelayanan……….….……….…...………….44

2. Proses Rehabilitasi…………...54

F. Tujuan dan Sasaran...56

G. Target………..……….………….………58

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Peran Pekerja Sosail dalam Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap korban Trafficking...59

B. Harapan Pekerja Sosial terhadap korban Trafficking dalam program Perlindungan dan Pelayanan...68

C. Harapan korban Trafficking terhadap Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan ...71

D. Kesesuaian antara Peran Pekerja Sosial dan Harapan Pekerja Sosial serta Harapan korban Trafficking dalam Program Perlindungan dan Pelayanan...73

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan…. ...…...……….. 76

B. Saran-saran...……...….…...78

DAFTAR PUSTAKA... ...79

(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah perdangan manusia (Traffficking) senantiasa mendapatkan

respon serius dari berbagai negara dari masa ke masa. Sebab perdagangan

manusia merupakan pelanggaran terhadap pelaksanaan hak asasi manusia.

Tuntutan yang begitu kuat untuk melawan dan menghapuskan perdagangan

manusia mencerminkan betapa permasalahan tersebut dipandang sebagai

tindakan yang merugikan dan bertentangan dengan nilai kemanusiaan yang

dapat dikatagorikan sebagai kejahatan kemanusiaan yang perlu diberantas

keberadaannya.

Perdagangan manusia atau disebut dengan Human Trafficking

merupakan problematika lama dan telah menyebar di berbagai negara.

Perdagangan manusia memiliki definisi dan ruang lingkup yang sangat luas,

yaitu segala bentuk pemindahan orang dengan sistem jeratan, baik itu disadari

atau tanpa disadari yang menyebabkan korban terekploitasi haknya. Sebagai

contoh seorang tenaga kerja luar negeri yang tidak memiliki perlindungan

mengalami kesulitan ekonomi di negara asing, sehingga melakukan jual beli

organ tubuh dan melakukan pelacuran. Praktek trafficking ini meliputi

anak-anak dan orang dewasa baik laki-laki atau perempuan yang kebanyakan dari

mereka terjerat oleh kemiskinan. Meskipun demikian, kebanyakan korban

(12)

2

Istilah trafficing diperkenalkan oleh PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa)

sebagai trafficing in persons dengan definisi sebagai berikut:

Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan

seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasa, atau bentuk-bentuk

pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalah gunaan kekerasan,

atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk

memperoleh izin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk

tujuan eksploitasi.1

Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai upaya untuk menghapuskan

perdagangan manusia senantiasa muncul ke permukaan dengan modus yang

berbeda dengan kompleksitas permasalahan yang cenderung semakin

memperhatikan.

Ada berbagai bentuk kejahatan yang dilakukan dalam trafficking, seperti

pemalsuan dokumen, upah yang tidak standar atau tidak dibayar, dipekerjakan

tidak manusiawi, pemalsuan penempatan kerja dan bahkan korban diperjual

belikan sebagai penjaja seks atau penjualan organ tubuh secara paksa. sehingga

tidak jarang para korban tersebut pulang dengan membawa anak dan bahkan

ada yang meninggal di tempat kerja.

Sebuah definisi konkret yang dapat diterima di tingkat internasional.

Protokol Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencegah, memberantas dan

menghukum perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak (2000),

1

(13)

3

suplemen Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk melawan Organisasi

Kejahatan Lintas Batas, medefinisikan perdagangan manusia khususnya

perempuan dan anak, sebagai perekrutan, pengiriman, pemindahan,

penampungan atau penerimaan seseorang dengan ancaman atau penggunaan

kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan,

kebohongan, atau penyalah gunaan kekuasaan, atau posisi rentan, atau

memberi, atau menerima pembayaran atau memperoleh keuntungan agar dapat

memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain dari

tujuan eksploitasi.2

Kejahatan trafficking adalah kejahatan global dan sistemis yang

melibatkan banyak kalangan. Masalah perdangan manusia, khususnya

perdagangan perempuan dan anak menjadi sorotan internasional terutama di

negera-negara berkembang dan terbelakang yang miskin. Banyak kalangan

yang membicarakan untuk menanggulangi kejahatan kemanusiaan ini,

khususnya untuk menjerat para pelaku tindak kejahatan kemanusiaan meskipun

sangat susah dan rumit untuk menjerat pelakunya.

Dari sudut pandang manapun perdagangan perempuan dinilai sebagai

perbuatan yang bertentangan dengan nilai norma, budaya, harkat dan martabat

manusia serta perwujudan kesetaraan gender dalam kehidupan masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan praktek perdagangan perempuan semakin

krusial dan kritis. Disamping karena faktor-faktor internal antara lain, sikap

2

(14)

4

mental yang tidak stabil, rendahnya ketahanan atau kontrol diri dari godaan dan

sebagainya yang menempatkan kaum perempuan rentan terhadap praktek

perdagangan perempuan.

Selain itu juga ada faktor-faktor ekternal yang memposisikan kaum

perempuan mudah terjerumus ke dalam praktek tersebut. Oleh karena itu,

perlindungan terhadap perempuan korban perdagangan (trafficking) perlu

diupayakan sedemikian rupa, agar permasalahan ini tidak meluas dan

berdampak semakin parah terhadap korban dan kehidupan masyarakat luas.

Korban trafficking, baik di tingkat kota maupun trafficking tingkat

provinsi, jumlahnya semakin meningkat. Dikarenakan kurangnya sosialisasi

tentang bahayanya dari akibat trafficking maka, mereka para korban sangat

memerlukan perlindungan atau pertolongan dari berbagai pihak agar dapat

meringankan bebannya. Dengan memberikan bantuan baik berupa material

maupun siraman rohani dan keterampilan.

Dalam menangani korban trafficking perlu disusun suatu kebijakan

pemerintah yang melibatkan beberapa departermen sesuai dengan tugas pokok

dan fungsinya, sehingga dapat membantu korban trafficking secara maksiamal.

Pelayanan (social services) adalah segala bentuk kegiatan dan

pertolongan yang tersedia di lembaga pelayanan sosial yang ditujukan kepada

prioritas penanganan masalah klien.

Rumah Perlindungan Sosial Wanita (RPSW) PSKW Mulya Jaya Pasar

Rebo merupakan Rumah yang disiapkan oleh Panti Sosial Karya Wanita

(15)

5

yang mengalami kekerasan seksual dan trauma. Rumah Perlindungan Sosial

Wanita melindungi Wanita dari berbagai bentuk eksploitasi dan diskriminasi

serta secara khusus memberikan layanan untuk wanita yang membutuhkan

perlindungan (protection), pemulihan dan perbaikan (recovery) terhadap

kondisi trauma dan stess yang dialaminya, menjaga kerahasiaan, melakukan

bimbingan mental, sosial dan pelatihan keterampilan. Rumah Perlindungan

Sosial Wanita berpedoman pada prinsip kepentingan terbaik klien dan

menjamin terpenuhinya hak-hak wanita akan perlindungan dari upaya

"perdagangan" dan eksploitasi seksual.3

Ada tiga alasan kuat mengapa perlindungan terhadap perempuan korban

trafficking penting dalam konteks pelayanan dan rehabilitasi sosial meliputi:

1. Pertama, karena kondisi perempuan korban trafficking renta menjadi dan

dijadikan sebagai Wanita Tuna Susila (WTS)

2. Kedua, untuk menumbuhkan kepercayaan diri korban, melalui bimbingan

fisik, mental/psikologis dan sosial memulihkan trauma serta

mengembalikan pada kehidupan yang berlaku di masyarakat.

3. Ketiga, meningkatkan keterampilan kerja sehingga mempunyai kemampuan

untuk meningkatkan tarif kehidupanya.

3

(16)

6

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Peranan Pekerja Sosial merupakan salah satu profesi yang tugas

utamanya membantu individu, kelompok atau pun masyarakat, sehingga

memungkinkan mereka mencapai tujuan.

Besarnya tugas dan tanggung jawab pekerja sosial mendorong penulis

untuk melakukan penelitian serta pengkajian tentang bagaimana peranan

pekerja sosial khususnya dalam Program Melakukan Perlindungan dan

Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita

Pasar Rebo. Pembatasan masalah ini di maksudkan agar lebih terfokus pada

masalah yang diteliti, karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana peneliti.

2. Perumusan Masalah

Penelitian tentang Peran Pekerja Sosial Penulis angkat dengan

mengajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa sajakah kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial dalam Program

Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah

Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo?

2. Bagaimana harapan Pekerja Sosial terhadap sorban trafficking dalam

Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial

Wanita Pasar Rebo?

3. Bagaimana harapan para korban traffcking terhadap Pekerja Sosial di

(17)

7

4. Adakah kesesuaian antara kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial

dan harapan Pekerja sosial serta harapan para korban dalam program

Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking di Rumah

Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini, antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui kewajiban-kewajiban/tugas Pekerja Sosial dalam

Program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban Trafficking

yang dilaksanakan oleh Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.

2. Mengetahui harapan Pekerja Sosial terhadap para korban trafficking

dalam program Perlindungan dan Pelayanan.

3. Mengetahui harapan serta kebutuhan korban trafficking terhadap

kewajiban-kewajiban Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan

Pelayanan.

4. Untuk mengetahui kesesuainan antara kewajiban/tugas Pekerja Sosial

dan harapan Pekerja Sosial serta harapan Para Korban Trafficking dalam

Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial

(18)

8

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan memberikan

manfaat dari berbagai pihak-pihak berikut:

1. Manfaat Akademik

Secara teorietis hasil penelitian diharapkan dapat memberikan

kontribusi pemikiran dalam rangka kajian akademis mengenai korban

trafficking, khususnya di bidang Pengembangan Masyarakat Islam.

2. Manfaat Praktis

a. Memberi masukan bagi para pekerja sosial dalam menjalankan

kewajibannya/tugas di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.

b. Memberi masukan pada lembaga-lembaga dalam mengimplementasikan

kebijakan sehingga tercipta iklim yang kondusif bagi para Pekerja

Sosial untuk menjalankan perannya secara efektif dan efisien.

E. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, pendekatan kualitatif

ini digunakan karena beberapa pertimbangan. Yaitu bersifat luwes, tidak terlalu

rinci, tidak lazim mendefinisikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan

bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar,

menarik dan unik bermakna di lapangan.4

4

(19)

9

Penulis memilih pendekatan kualitatif dalam melakukan penelitian

karena berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif, didapatkan hasil

penelitian yang menyajikan data yang akurat, dan digambarkan secara jelas dari

kondisi sebenarnya.

2. Jenis Penelitian

Dilihat dari jenis penelitian, maka penelitian ini adalah Deskriptif. Pada

jenis penelitian Deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar

dan bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi

kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data

tersebut berasar dari naskah wawancara secara lapangan, catetan atau meno dan

dokumentasi lainnya.5

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini dimulai sejak tanggal 02 Desember 2008 dan

penelitian ini berakhir pada tanggal 27 Mei 2009. Adapun tempat penelitian di

Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo.

4. Tehnik Pemilihan Subjek Penelitian

Sesuai denga karakterlistik penelitian kualitatif, dalam memilih

responden ini dipilih secara sengaja, setelah sebelumnya membuat tipologi

berdasarkan latar belakang subjek penelitian, yang penting dalam pendekatan

kualitatif bukan jumlah subyek penelitian kasusnya, melainkan potensi tiap

kasus untuk memberi pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang

dipelajari.

(20)

10

Pilihan informan tergantung pada jenis informasi yang hendak

dikumpulkan. Cara mudah mendapatkan informan adalah tehnik ”bola salju”.

Dalam tehnik ini peneliti harus mengenal beberapa informan kunci dan

meminta memperkenalkannya kepada informan lain.6

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penulis memilih subjek

penelitian sebagai berikut:

a. Sebagai data primer utama, penulis akan mewawancarai 5 (lima) orang pekerja sosial, diantaranya:

1. Ketua Tim Rumah Perlindungan Sosial wanita Pasar Rebo.

2. Kepala Bendahara Rumah Perlindungan Sosial Wanita.

3. Kepala Seksi Urusan Manajemen Kasus.

4. Kepala Seksi Urusan Pelayanan dan Pengasuhan.

5. Staff.

Untuk memperoleh 5 (lima) orang yang akan diwawancarai, penulis

memperoleh sampelnya berdasarkan susunan masing-masing tingkat jabatan

dan pendidikan terakhir. Adapun informasi yang diperoleh adalah mengenai

Peran Pekerrja Sosial Dalam Melakukan Perlindungan dan Pelayanan Terhadap

Korban Trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Adapun

untuk data primer pendukung, penulis mewawancarai 5 (lima) orang WBS

(Warga Binaan Sosial), untuk memperoleh 5 (lima) orang WBS, penulis

memperoleh sempelnya berdasarkan susunan tingkat usia, pendidikan terakhir

6

(21)

11

dan daerah asal masing-masing jumlah keseluruhan para WBS yang ada di

Rumah Perlindungan Sosial Wanita yang berjumlah 16 orang warga binaan

sosial (WBS). Adapun informasi yang akan diperoleh adalah mengenai

Program Perlindungan dan Pelayanan di Rumah Perlindungan Sosial Wanita

Pasar Rebo.

b. Data sekunder, diperoleh melalui catetan/dokumentasi di Rumah Perlindungan, laporan Litbang, media cetak, data-data instansi dan sebagainya.

5. Tehnik Pencatetan Data

Penelitian yang biasa digunakan adalah catetan lapangan (data

lapangan). Catetan lapangan (data) tidak lain dari pada catetan yang dibuat oleh

peneliti sewaktu mengadakan wawancara terbuka (para subyek penelitian tahu

bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula maksud dan tujuan

wawancara itu) atau menyaksikan kejadian tertentu. Catetan lapangan (data) itu

dibuat dalam bentuk kata-kata kunci, singkatan, pokok utamnya saja, kemudian

dilengkapi dan disempurnakan adabila sudah pulang ketempat tinggal.

Pencatat data dilapangan yang mencatat apa yang di hendaknya

direkam, apa yang perlu dan tidak perlu di catat. Uraian tentang latar belakang

dan orang-orang yang diamati atau diwawancarai, bagaimana menghadapi

perubahan latar penelitian, dan bagaimana cara memberikan pendapat dan

tanggapan sendiri mengenai informasi yang dikumpulkan.7

7

(22)

12

Berdasarkan pada konteks tersebut, maka penelitian menggunakan

Tehnik Pencatetan data, dengan mencatat data yang didapat dari hasil penelitian

dilapangan, baik itu berasal dari hasil wawancara (warga binaan sosial dan

pekerja sosial) dan menyaksikan kejadian tertentu. Kemudian dilengkapi dan

disempurnkan apabila sudah ke tempat tinggal.

6. Tehnik analisis Data

Data yang ada dianalisis dengan cara direduksi. Dalam hal ini seluruh

data yang diperoleh dari lapangan dikumpulkan kemudian diringkas dan

dikelompokan menurut kategori yang diinginkan untuk mengidentifikasi aspek

penting dari tema yang diteliti.

Reduksi membantu peneliti yang memutuskan data yang dikumpulkan.

Selanjutnya, bagaimana dan sipa sampel selanjutnya apa metode analisis yang

akan digunakan dan akhirnya dibuat sebuah kesimpulan. Tujuan terpenting dari

reduksi data hádala untuk mengidentifikasi tema utama yang diteliti dengan

memberikan kategori pada informasi yang telah dikumpulkan seperti yang telah

dijelaskan Patton (lexy,2002), dalam menganalisis data adalah dengan presedur

mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam statu pola, kategori dan

satuan uraian dasar.8

Reduksi dan membantu penelitian memutuskan data yang dikumpulkan

selanjutnya, bagaimana dan siapa sampel selanjutnya. Dalam hal ini

seperangkat hasil reduksi data juga perlu diorganisasikan kedalam statu bentuk

tertentu (display data) sehingga terlihat sosoknya secara lebih utuh, bisa

8

(23)

13

berbentuk sketsa, sinopsis atau bentuk-bentuk lain. Hal tersebut Sangat

diperlukan untuk mempermudah upaya pemaparan dan penegasan kesimpulan.9

Dari rumusan tersebut di atas penulis menarik garis bahwa dalam

menganalisis data memerlukan proses seperti, mengorganisasikan, mengatur,

mengurutkan, mengelompokan dan mengategorikan data. Estela data dianalisis,

kemudian dirumuskan. Data yang telah didapat dari catetan lapangan (hasil

wawancara rerhadap warga binaan sosial) WBS dan Pekerja Sosial. Dalam hal

ini peneliti mengatur, mengurutkan, mengelompokan, dan

mengkategorikannya. Estela data dianalisis, kemudian dirumuskan dan

disajikan.

7. Keabsahan Data

Tehnik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini memiliki

kriteria sebagai berikut:

a. kriteria kredebilitas (derajat kepercayaan), yaitu kriterium ini dapat menggunakan tehnik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan

sesuatu yang lain. Di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu (Triangulasi)10, hal ini dicapai dengan

jalan (a) membandingkan dokumen dari rumah perlindungan dengan hasil

wawancara dengan warga binaan sosial (WBS). (b) Membandingkan antara

jabatan yang diberikan oleh pekerja sosial dengan jawaban warga binaan sosial

9

Burhan Bungin, op. cit. h. 70

10

(24)

14

(WBS) mengenai Program Perlindungan dan Pelayanan Terhadap Korban

Trafficking.

b. Kriterium kepastian, menurut Scriven ( dalam lexy, 2004) yaitu masih ada unsur ‘kualitas’ yang melekat pada objektivitas. Hal itu digali dari

pengertian bahwa jira sesuatu itu objektif, berarti dapat dipercaya, faktual dan

dapat dipastikan.11 Dalam penelitian ini, peneliti dapat membuktikan data data

ini terpecaya yaitu dengan data-data yang di dapat dari hasil wawancara

terhadap subyek penelitian. Adapun dari segi faktual, adalah melihat program

yang diteliti, yaitu Program Perlindungan dan Pelayanan yang dilaksanakan di

Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo. Dalam hal ini peneliti dapat

memastikan, bahwa kepastian Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap

korban trafficking di Rumah Perlindungan Sosial Wanita Pasar Rebo melalui

hasil wawancara terhadap subyek penelitian.

F. Tinjauan Pustaka

Pendukung dilakukannya penelitian ini dikarenakan semakin

banyaknya kasus kasus yang terjadi di lapangan dan semakin banyaknya

buku-buku terbitan tentang Peran para Pekerja Sosial yang menangani para Korban

Trafficking, seperti buku yang ditulis oleh: Gadis Arivia, “Feminisme Sebuah

Kata Hati”. (Penerbit: Jakarta, Kompas, maret 2006), di dalam buku ini

memaparkan terjadinya praktek trafficking sampai pada penanganannya di

11

(25)

15

dalam lembaga dan diperdayakan agar menjadi manusia yang lebih berguna

lagi.

Buku yang di tulis oleh: Louis Brown. Sex Silves: Sindikat Perdagangan

Perempuan di Asia, (Jakarta: YOI, 2005). Berisikan tentang sindikat atau

jaringan yang terlibat di dalam permasalahan kejahatan trafficking yang

dijadikan para sasaran hidung belang atau dijadikan para penghibur. Oleh

karena itu penulis tertarik untuk mengambil penelitian tentang peran pekerja

sosial dalam penanganan korban trafficking di dalam lembaga dan mengetahui

program perlindungan dan pelayanan yang di berikan kepada korban dapat

diterima dan ada timbal balik yang terjadi antara pekerja sosial dengan korban

trafficking.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penelitian skripsi ini, maka penulis membuat

sistematika penulisan dalam beberapa bab, yaitu:

Bab I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, pembatas dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian, tinjauan pustaka dan juga sistematika penulisan.

Bab II Landasan Teori terdiri dari Peran (Pengertian dan Tinjauan Sosiologi tentang peran), Pekerja sosial, Pengertian Pekerja Sosial (Pekerja Sosial dan

tugasnya) Trafficiking (Pengertian), Modus Trafficking dan Pratktek

(26)

16

Bab III Gambaran Umum yaitu terdiri Sejarah Singkat Berdirinya Panti, Visi dan Misi, Dasar Hukum, Pendekatan yang digunakan, Program Pelayanan dan

Rehabilitasi (prosesnya), Tujuan dan Sasaran.

Bab IV Analisis tentang kewajiban-kewajiban /tugas pekerja sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan terhadap korban trafficking. Terdiri dari Kewajiban/tugas pekerja sosial dalam Program Perlindungan dan

Pelayanan bagi korban trafficking dan Harapan Pekerja Sosial terhadap korban

trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan, Harapan para korban

trafficking terhadap Pekerja Sosial dalam Program Perlindungan dan Pelayanan,

serta Kesesuaian antara kewajiban/tugas Pekerja Sosial dan harapan pekerja

sosial dalam program perlindungan dan pelayanan serta harapan para korban

trafficking dalam program perlindungan dan pelayanan di Rumah Perlindungan

Sosial Wanita Pasar Rebo.

(27)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Peran

1. Pengertian Peran

Berbicara mengenai peran, tentu tidak bisa dilepaskan dengan status

(kedudukan), walaupun keduanya berbeda, akan tetapi saling berhubungan erat

antara satu dengan yang lainnya, peran diibaratkan seperti dua sisi mata uang

yang berbeda, akan tetapi kelekatannya sangat terasa sekali. Seseorang

dikatakan berperan atau memiliki peranan karena dia (orang tersebut)

mempunyai (status) dalam masyarakat, walaupun keduanya itu berbeda antara

satu dengan orang lain tersebut, akan tetapi masing-masing darinya berperan

sesuai dengan statusnya.

Dalam Kamus besar bahasa Indonesia peranan adalah: bagian dari tugas

utama yang harus dilaksanakan.1

Sedangkan grass Massan dan A. W Mc. Eachern sebagaimana dikutip

oleh David Berry mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan

yang dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu.2

Harapan tersebut masih menurut Davit Berry, merupakan imbangan dari

norma-norma sosial, oleh karena itu dapat dikatakan peranan-peranan itu

1

Depatermen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus besar bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai pustaka, 1988), h. 667

2

(28)

ditentukan oleh norma-norma di dalam masyarakat,3 artinya seseorang

diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat di dalam

pekerjaannya dan dalam pekerjaan-pekerjaan lainnya.4

Dari penjelasan tersebut di atas terlihat suatu gambaran bahwa yang

dimaksud dengan peranan merupakan kewajiban-kewajiban dan

keharusan-keharusan yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status

tertentu dalam suatu masyarakat atau lingkungan di mana ia berbeda.

2.Tinjauan Sosiologi Tentang Peran

Diatas telah disinggung bahwa ada hubungan yang erat sekali antara

peran dengan kedudukan. seseorang mempunyai peran dalam lingkungan sosial

dikarenakan ia mempunyai status atau kedudukan dalam lingkungan sosialnya

(masyarakat).

Tidak dapat dipungkiri pula bahwasanya manusia adalah mahlik sosial,

yang tidak bisa melepaskan sikap ketergantungan (dependent) pada mahlik atau

manusia lainya, maka pada posisi semacam inilah, peranan sangat menentukan

kelompok sosial masyarakat tersebut, dalam artian diharapkan masing-masing

dari hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat

(lingkungan) di mana ia bertempat tinggal.

Di dalam peranannya sebagaimana dikatakan oleh David Berry terhadap

dua macam harapan yaitu: harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang

3

Ibid, h. 100 4

(29)

peranan dan harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peranan terhadap

masyarakat.5

B. Pekerja Sosial

Pekerja sosial merupakan profesi yang relatif baru di Indonesia,

sehingga banyak kalangan masyarakat yang belum paham mengenai tujuan dan

manfaat profesi ini. Oleh karena ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa

setiap profesi orang dapat menjadi Pekerja Sosial. Pandangan tersebut

berlandasan pada anggapan bahwa pekerja yang dilakukan para Pekerja Sosial

adalah pekerja memberi sesuatu kepada orang lain. Jadi asal ada kemauan dan

kesediaan untuk membantu orang, maka akan dapat menjadi Pekerja Sosial.

Bagi orang awam, hal ini sah-sah saja. Namun sesungguhnya seseorang dapat

disebut Pekerja Sosial apabila apabila memenuhi kritetia tertentu seperti:

memiliki kerangka pengetahuan, nilai dan keterampilan tentang pekerja sosial.6

Tercatat ada beberapa ahli terkemuka dibidang pekerja sosial seperti:

Siporin, pincus dan Minahan, Friedlander dan Apte, Zastrow, de Gusman,

seperti Skidmore dan Thackeray telah memberikan definisi tentang pekerja

sosial menutur sudut pandang masing-masing. Sebagai berikut:7

1. Siporin, mendefinisikan pekerjaan sosial sebagai berikut:

5

Ibid, h. 99 6

Dwi Heru sukoco, Profesi Pekerja sosial dan Pertolongannya, (Bandung: Kopma STKS, 1998) H.75

7

(30)

“Social worker is defined as social institutional method af helping

poeple to prevent and resolve their social problems, to restore an

enchance theiler social functioning”.

Pekerja sosial, adalah suatu metode institusi sosial untuk membantu

orang mencegah dan memecahkan masalah mereka serta untuk

memperbaiki dan meningkatkan keberfungsiansosial mereka”.

2. Pincus dan Minahasan:

“Social worker is a concerned with the interactions between people and

their environment which affect the ability of people to accompolish their

life task, allevioate distress, and realize their aspirations and values”.

Pekerja sosial adalah berkepentingan dengan permasalahan interaksi

antara orang dengan lingkungan sosialnya, sehingga mereka mampu

melaksanakan tugas-tugas kehidupan, mengurangi ketegangan,

mewujudkan aspirasi dan nilai-nilai mereka.

3. Friedlander dan Apte:

“Social woeker is aprofessional service, based and scientifc knowledge

ang skill in human relations, which help individuals, groups, or

(31)

Pekerja sosial merupakan suatu pelayanan professional, yang

prakteknya didasarkan kepada pengetahuan dan keterampilan ilmiah

tentang relasi manusia, sehingga dapat membantu individu, kelompok

dan masyarakat mencapai kepuasan pribadi dan serta kebebasan.

4. Zasrtow:

“Social worker is the profesional of helping individuas, group, or

communities to enhance or restore their capacity for social

functioningand to create social conditions favorable to their goals”.

Pekerja sosial merupakan kegiatan professional untuk membantu

individu-individu, kelompok-kelompok atau masyarakat guna

meningkatkan atau memperbaiki kemampuan mereka dalam fungsi serta

menciptakan kondisi masyarakat yang memungkinkan mereka mencapai

tujuan.

5. Gusman:

“Social worker is the profession which is primaly concerned with

organized social activity animed to facilitate and strengthen basic

relationship in the mutual adjusment between individual, and their

social environment fot the good of the individual and social, by the use

(32)

Pekerja sosial adalah merupakan profesi yang bidang utamanya

berkecimpung dalam kegiatan pelayanan sosial yang terorganisasi, di

mana kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitasdan

memperkuat relationship, khususnya dalam penyesuaian diri secara

timbale balik dan saling menguntungkan antara masyarakat dapat

menjadi baik.

6. Skidmore dan Thackeray:

“Social worker seeks to enhance the social functioning of individuals,

singly and groups, by acticitiesfocused upon their social relationship

which constitute the interaction between man and his environment”.

Pekerja sosial bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial

individu-individu, baik secara individu maupun kelompok, di mana

kegiatannya difokuskan kepada relasi mereka, khususnya interaksi

antara manusia dengan lingkungannya.

Disamping definisi yang dikemukakan para ahli terkemuka di atas,

wacana mengenai pekerja sosial juga mendapat perhatian luas dari pahli ilmuan

Indonesia, termasuk di dalamnya para akademisi. Misalnya mendefinisikan

tentang pekerja sosial sebagai berikut :

“Para pekerja sosial adalah suatu bidang keahlian yang mempunyai

(33)

orang dengan lingkungan sosial sehingga tugas-tugas kehidupan mereka

mengatasi kesulitan-kesulitan, serta mewujudkan aspirasi-aspirasi dan

nilai-nilai mereka”.8

Pengertian pekerja sosial di Indonesia, selengkapnya terdapat di dalam

Buku Panduan Pekerja Sosial yang mengacu pada pasal 2, ayat 3 UU No. 6 /

1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahtraan Sosial.

Yaitu :

“Pekerja sosial adalah semua keterampilan tekhnis yang dijadikan

wahana bagi usaha kesejahteraan sosial, serta merupan suatu

kegiatan professional dalam menolong orang, kelompok manapun

masyarakat yang menderita atau terancam akan menderita masalah

sosial, sedemikian rupa sehingga mereka mampu menolong dirinya

sendiri”.9

Ketentuan itulah yang hingga kini dijadikan pedoman bagi para Pekerja

Sosial Khususnya di lingkungan Depsos (sekarang BKSN) agar para Pekerja

SOsial dapat melaksanakan tugasnya secara sistematis, efektif dan efisien.

Seperti telah diketahui seseorang yang menjalankan profesi di bidang

pekerjaan sosial adalah Pekerja Sosial atau dikenal dengan istilah asingnya

sebagai Social Worker. Meskipun profesi ini belum sepopuler dinegara-negara

maju, namun keberadaannya secara yuridis telah mendapatkan pengakuan dari

pemerintah Indonesia antara lain melalui penerbit Surat Keputusan Menteri

8

Soetarjo, Praktek Pekerja Sosial , (Bandung: Kopma STKS, 1993), h. 5 9

(34)

Sosial RI Nomer : 11/ HUK/ 1989, tanggal 02 Maret 1989 tentang

Pendelegasian Wewenang pengangkatan, Pembebasan Sementara,

Pemberhentian dan Pengangkatan Jabatan Pekerja Sosial di lingkungan

Depatermen Sosial. Sementara itu, Definisi Pekerja Sosial menurut Buku

Panduan Pekerja Sosial adalah sebagai berikut :

“Pekerja Sosial adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas

melaksanakan kegiatan usaha kesejahteraan sosial secara penuh oleh

pejabat yang berwewenang pada lingkungan Depatermen Sosial dan

Unit Pelayanan Kesejahteraan Sosial pada instansi lainnya

berdasarkan kompetensi professional pekerja sosial”.10

Di lingkungan Depatermen Sosial (sekarang BKSN), para Pekerja

Sosial ini di dalam struktur keorganisasian kedudukannya berada di dalam

kelompok Pejabat Fungsional, atau lebih akrab dengan sebutan Jabatan

Fungsional Pekerja Sosial, yaitu :

“Kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab , wewenang

dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam satuan Organisasi

untuk melaksanakan usaha kesejahteraan sosial secara penuh dan

mandiri, serta didasarkan pada keahlian dan keterampilan aprofesional

pekerjaan sosial”.11

10

Dep Sos RI, Panduan Pekerja Sosial Di Lingkungan Depatermen Sosial ( Jakarta :Sekretariat Jenderal, 1998), h. 4

11

(35)

Mengacu pada definisi tersebut, maka kita dapat mengenal “jati diri”

seorang Pekerja Sosial. Pekerja Sosial adalah tentang professional yang

dimiliki dua atribut :

1. Kekuasaan ( power)

Yaitu kemampuan untuk mengendalikan orang lian berdasarkan

keahlian dan keterampilan profesional pekerja sosial. Keahlian atau

keterampilan ini diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman professional.

2. Kewewenangan (Authority)

Yaitu menunjukan pada suatu kewenangan, di man seorang Pekerja

Sosial berhak untuk melaksanakan kekuasaan.

Berbicara tentang Peran Pekerja Sosial di Indonesia, terutama dalam

kehidupan individu, keluarga maupun masyarakat akan membawa kita ke

dalam diskusi yang panjang. Sosok seorang pekerja sosial diharapkan oleh

masyarakat mampu memainkan perannya yang lebih besar lagi dari peranan

yang selama ini dilakukan, meskipun para ahli pekerja sosial merumuskan

peranan Pekerja Sosial secara ideal.

Zastrow, mengemukankan bahwa dalam rangka membatu atau bekerja

dengan individu, kelompok, keluarga, organisasi-organisai serta masyarakat,

soerang Pekerja Sosial diharapkan memiliki tingkat pengetahuan dan

keterampilan yang cukup memabai di dalam berbabagi perannan yang

dilakukan.

Dari penjelasan tersebut diatas terlihat suatu gambaran bahwa yang

(36)

yang dilakukan seseorang karena kedudukannya di dalam status tertentu serta

memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang cukup memadai dalam

suatu masyarakat atau lingkungan di mana ia berada, sehingga memungkinkan

mereka mencapai tujuan.

C. Trafficking

1. Pengertian Trafficking

Perdagangan manusia merupakan kejahatan yang sistemis dan sulit

diberantas. Masyarakat Internasional menyebutkan sebagai bentuk perbudakan

masa kini yang merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Praktek

terdagangan manusia suda lama terjadi dan modusnya mengalami perubahan

dari waktu ke waktu bahkan jumlah korbannya setiap tahun mengalami

peningkatan.

Pada pemahamannya, trafficking berbeda dengan perdagangan manusia.

Perdagangan manusia adalah sebuah transaksi penjualan antara penjual dan

pembeli dengan harga yang disepakati. Sedangkan trafficking mengandung

unsur paksaan, penipuan, ancaman, kekerasan serta penyalahgunaan kekuasaan

untuk tujuan-tujuan eksploitasi.

Definisi trafficking yang disepakati oleh beberapa negara sebagain besar

mengambil dari protokol PBB. Pada tahun 2000 Indonesia mengadopsi definisi

trafficking ke dalam keputusan Presiden RI No. 88 tahun 2000 tentang Rencana

Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A).

(37)

pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau

penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk paksaan lainnya, penculikan,

pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan ataupun

dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi.

Eksploitasi setidaknya meliputi eksploitasi lewat memprostitusikan orang lian

atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa

serupa dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ-organ

tubuh.12

International Labour Organisation (ILO) medefinisikan trafficking

sebagai kegiatan mencari, mengirim, memindahkan menampung atau menerima

tenaga kerja dengan ancaman, kekersaan atau bentuk –bentuk pemaksaan

lainnya, dengan cara menculik, menipu, memperdaya (termaksuk membujuk

dan mengiming-imingi) korban, menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang,

memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, kepolosan, ketidakberdayaan dan

tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau

menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapatkan ijin dengan

persetujuan dari orang tua, wali atau orang lain yang mempunyai wewenang

atas diri korban, dengan tujuan mengisap dan meremas tenaga

(mengeksploitasi) korban.13

12

Syarif Darmoyo dan Rianto Adi, Trafficking Anak untuk Pekerja Rumah Tangga (Jakarta : PKPM Unika Atmajaya, 2004), h.9.

13

(38)

Adapun definisi trafficking menurut Undang-Undang Pemberantasan

Tindakan Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) No. 21 tahun 2007 adalah

tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan,

atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,

penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau

posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga

memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain

tersebut, baik yang dilakukan didalm negara maupun antar negara, untuk tujuan

eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.14 Sedangkan kategori anak

dalam trafficking sesuai dengan Konveksi Hak Anak PBB adalah setiap orang

yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan Undang-undang yang

berlaku bagi anak ditentukan usia dewasa dicapai lebih awal.15

Dari ketiga definisi tersebut, jika diamati maka memiliki perbedaan

tersendiri. Hal ini karena setiap level (lembaga) memiliki pengalaman yang

berbeda. Seperti halnya PBB (Persetikatan Bangsa-Bangsa) yang

mendefinisikan trafficking secara lebih luas dibandingkan UU PTPPO No. 21

yang di buat oleh Indonesia, karena kebijakan PBB (terkait kasus trafficking)

menjadi rujukan beberapa negara di dunia yang pada dasarnya memiliki

berbagai macam dan bentuk kasus. Sebagai contoh kasus trafficking bermodus

14

UU PTPPO No.21 Tahun 2007, h. 2. 15

(39)

buruh migran dan berbeda dengan modus yang terjadi di negara-negara dunia

lainnya.16

Adapun definisi ILO (International Labour Organisation) lebih

membidik pada pelaku atau bandar trafficking, berbeda dengan definisi PBB

dan UU PTPPO No. 21 yang membidik pelaku dan bagi siapa saja yang terlibat

dalam kasus trafficking. Hal ini ditunjukan dengan pemakaian kata misalnya

pada definisi ILO menggunakan istilah trafficking sebagai kegiatan mencari,

mengirim dan memindahkan, sedangkan PBB / PTPPO No. 21 dengan

menggunakan istilah trafficking adalah tindakan prekrutan, pengangkutan

Dalam hal ini, ILO memakai kata predikat mencari yang berarti pelaku

berperan besar atas terjadinya trafficking, sedangkan PBB?UU PTPPO No.21

memakai kata benda ejektif pencarian yang berarti semua pihak yang terlibat

atas trafficking (pelaku, perantara dan sponsor atas terjadinya trafficking) maka

harus ditindak.

Dalam kasus trafficking menggunakan istilah perdagangan karena hal

ini sebagaimana layaknya ekonomi yang di dalamnya terdapat transaksi

permintaan dan penawaran (Supply and Demand). Permintaan pasar tenaga

kerja (khususnya pekerja rumah tangga) di luar negeri disebut supply dan

kebutuhan para pencari kerja untuk menopang perekonomian mereka disebut

demand, telah dimanfaatkan oleh para mucikari untuk mendapatkan keuntungan

16

(40)

pribadi sebesar-besarnya dengan cara menipu dan memalsukan data atau

identitas korban yang dikomoditaskan tersebut.

Definisi trafficking sedemikian rumit, hal ini dikarenakan keberadaan

dan fenomena praktek trafficking yang sistemis dan rapi dalam menjaring para

korban, sehungga definisi trafficking perlu penjelasan pasti dan detail dalam

menjaring pelaku dan agar dapat ditindak dengan tegas. Rumusan

Undang-undang tersebut dapat dirinci atas tiga bagian, yaitu:

1. Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, dan

penyerahterimaan orang.

2. Dengan menggunakan kekerasaan atauancaman kekerasan, penipuan,

penculikan penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi

kerentaan atau menjerat utang.

3. Untuk tujuan mengeksploitasi atau perbuatan yang dapat

mengeksploitasi orang tersebut.17

Pelaku disini adalah siapa pun yang terlibat dalam praktek trafficking,

apakah disadari pelaku atau tidak, apakah itu orang tua korban, suami korban,

saudara korban, atau orang dekat korban, jika motif pelaku adalah bertujuan

untuk asas pemanfaatan dan eksploitasi terhadap korban maka pelaku tersebut

tersebut terjerat hukum sebagai trafficker atau pelaku tindak trafficking.

Dalam praktek trafficking paling tidak terdapat adanya tujuan

eksploitasi dapat meliputi: Pertama, eksploitasi untuk melacurkan orang lain

17

(41)

atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual. Kedua, kerja atau pelayanan

paksa. Ketiga, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan

perbudakan. Keempat, penghambaan. Dan kelima, pengambilan organ-organ

tubuh.18

Kejahatan trafficking yang berupa eksploitasi prostitusi dan eksploitasi

seksual tidak didefinisikan secara tuntas di Komisi Kejahatan PBB (UU Crime

Commision). Dalam pembahasan protokol tersebut yang terdiri dari lebih 100

negara dunia tidak dapat mencapai kata sepakat mengenai kedua bentuk definisi

ini, namun sebagai perwakilan dan NGO (Nen Goverment Organization)

negara-negara lain tetap menginginkan bahwa prostitusi dewasa (berprofesi

sebagai prostitut atau prostitut yang legal) harus didefinisukan sebagai

trafficking. Sehingga dalam forum tersebut akhirnya memasukan “eksploitasi

seksual” ke dalam trafficking, tetapi forum tersebut tidak mendefinisikannya

secara khusus, karena tiap-tiap negara memiliki perbedaan hukum dan

kebijakan yang beragam terhadap pekerja seks dewasa. Tetapi semua negara

setuju bahwa trafficking merupakan kegiatan yang bersifat perbudakan,

pekerjaan dengan kekerasan atau pemaksaan dan kerja paksa.19 Sehingga

praktek trafficking dikategorikan sebagai kejahatan pidana transnasional, yaitu

kejahatan yang melintas batas dan kepentingan suatu negara.20

18

Lihat Ann Jordan dalam The Annotated Guide to the Complete UN Trafficking Protocol, ( Washinton, DC : Internacional Human Right Law Group, 2002)

19

Supriyadi Widodo Eddyono, Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP, h..10 20

(42)

2. Modus Praktek Trafficking

Perdangan manusia banyak terjadi di negara-negara miskin dan

berkembang, hal ini dikarenakan negara tersebut belum memiliki kemampuan

ekonomi. Perdagangan manusia yang kebanyakan terjadi pada perempuan dan

anak-anak memiliki berbagai macam dan bentuk. Pada mulanya, bentu-bentuk

perburuan eksploitatif, perburuan anak, praktek perekritan untuk industri seks,

dan perbudakan berkedok pernikahan, yang sebelumnya diterima oleh

masyarakat sebagai hal yang biasa dilakukan. Sekarang bentuk-bentk

perdaganagan manusia tersebut merupakan masalah yang bersifat multi

dimensional kemanusiaan yang merupakan tindak pelanggaran terhadap Hak

asasi Manusia (HAM).

Adapun modus operandi yang terjadi dalam perdagangan manusia

antara lain, meliputi:21

a. Penempatan Tenaga Kerja ke Luar Negeri (Buruh Migran)

Modus ini adalah modus yang paling mudah dan banyak terjadi, karena

banyak tenaga kerja dari dalam negeri yang bertujuan mencari kerja ke luar

negeri tanpa mendapatkan informasi yang lengkap, sehingga posisi mereka

sangat rentan untuk menjadi korban praktek trafficking. Dokumentasi mereka

dipalsukan, dijerat hutang dan hingga pelecehan. Indonesia telah terkenal

sebagai salah satu negara pengirim terbesar pekerja migran ke berbagai negara

(Timur Tengah, Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan dan Korea). Jumlah

21

(43)

Tenaga kerja yang dikirim ke negara Asia Pasifik terus meningkat selama lima

tahun terakhir. Pada kenyataanya dari tahun 1980-1983 jumlah tenaga kerja

migran meningkat dari 10.000 hingga lebih 230.000 orang.22

b. Pengiriman Entertainer (Penghibur) keLuar Negeri

Modus ini hampir sama dengan modus TKI (Tenaga Kerja Indonesia).

Dalam menggunakan modus ini, biasanya para para calon menawarkan

pekerjaan yang mudah dan ringan serta mendapatkan gaji yang besar.

Pekerjaan yang ditawarkan para calo adalah sebagai seni daerah, pelayan

restoran dan pekerja di hotel. Dalam wilayah Asia (tidak terkecuali Indonesia),

perempuan Asia ditawari pekerjaan yang lebih menggiurkan seperti wanita

pendamping atau penyanyi yang menghibur kelompok lelaki kaya pilihan di

sebuah klab mewah. Pada hal kelompok lelaki pilihan ini ternyata

penipu-penipu sadis. Gadis-gadis tersebut tidak di bayar sesen pun dan klab itu pun

berubah menjadi tempat yang mengerikan, namun ini terjadi pada ribuan setiap

gadis setiap malam.23

c. Adopsi Anak

Modus ini sering terjadi di wilayah konflik atau wilayah yang

mendapatkan bencana, seperti di wilayah Aceh sebagai Daerah Operarasi

Militer (DOM) dan Aceh paska terjadinya bencana tsunami. Maka banyak

anak-anak yang terlantar sehingga kondisi seperti ini banyak dimanfaatkan

pihak-pihak tertentu untuk mencari keuntungan pribadi.

22

Irwanti dkk, Perdagangan Anak Indonesia (Jakarta: ILO, 2001), h. 45. 23

(44)

Paska bencana banjir besar, gempa bumi dan tsunami, banyak pekerja

yang datang keluar negeri membawa embel-embel lainnya, sehingga masalah

perdagangan manusia (adopsi anak) dikhuatirkan akan meningkat di Aceh”.24

d. Memperkerjakan Anak di sektor Pariwisata, Industri, di Rumah Tangga,

Pengemis dan Anak Jalanan

Modus ini biasanya terjadi karena lilitan dan beban ekonomi keluarga,

sehingga anak-anak purus sekolah dan kerja dengan tujuan membantu orang

tua. Anak-anak yang putus sekolah ini ditawari pekerjaan tanpa adanya

informasi pekerjaan apa yang akan diberikan kepada anak tersebut. Sehingga

anak terjerumus apa yang akan din berikan kepada anak tersebut. Sehingga

anak terjerumus kepda pekerjaan yang mengeksploitasi hak-haknya sebagi

anak. Mereka dimanfaatkan oleh pihak-pihak dan jaringan tertentu.

Peta survei ketenaga kerjaan 1999, di Indonesia menunjukan bahwa

terdapat 310.370 PRT. (Pekerja Rumah Tangga) anak usia 10-18 tahun di

antara 1.3431.712 PRT. Menurut BPS (Badan Statisti Nasional), bahwa di DKI

Jakrta terdapat 70.792 jiwa dan menurut estimasi penelitian Unika Atma Jaya

dan ILO –IPEC melalui rapid assesment (1995) diperkirakan PRT anak di

Jakarta sekitar 600.000 dari sejumlah 1,4 juta PRT. Mengapa PRT anak

dibawah usia 18 tahun dipakai oleh pengguna tenaga mereka, hal ini menurut

10 responden mengtakan bahwa pekerja anak masih mudah diatur, jujur, mudah

diajari dan nurut, sedangkan pekerja dewasa mudah kabur.25

24

Aceh dan Traficking” Waspada, 13 Januari, 2007, h.1 25

(45)

Setelah korban terjerat dengan kesepakatan palsu dan terjerat dengan

hutang palsu, maka korban dengan mudah diperasdan dieksploitasi secara fisik,

mental dan metarial.

3. Adapun Bentuk-Bentuk Perdagangan Manusia adalah26 :

a. Untuk dijadikan pelacur/WTS (wanita tuna susila).

Para korban trafficking yang tertipu dan terjerat dengan perjanjian palsu

seringkali belakangan ini dipekerjakan sebagai pelacur. Para korban tersebut

terjebak dan tidak memiliki alternatif kecuali menjadi WTS. Dunia prostitusi

merupakan tujuan utama dari praktek trafficking, bahwa dunia prostitusi usaha

yang menjanjikan dan menguntungkan karena di sana terdapat banyak lelaki

hidung belang yang mencari para perempuan untuk dijadikan perempuan

simpanan.

Berdasarkan informasi dari Farid yang kemudian ditulis oleh Irwanto

bahwa pada tahun 1999, sekitar 30% dari seluruh pekerja seks yang ada di

Indonesia masih berusia dibawah 18 tahun. Hal ini memperhatinkan tetapi

permintaan seks dengan anak sebenarnya telah ada sejak dulu. Pemicu

utamanya adalah mitos-mitos seputar keperawanan, antara lain kepercayaan

bahwa berhubungan seks dengan perawan obat awet muda dan pembawa

keberuntungan.27

26

Lusiana Marianingsih dkk, Studi tentang Fenomena Perdagangan Wanita (Trafficking in Persons) dan Upaya Pemberian Perlindungan Hukum bagi Para Korkan (Surakarta : FKH. Univ. 11 Maret, 2004), h. 23

27

(46)

b. Untuk dipekerjakan jermal (anjungan penangkap ikan lepas pantai).

Khusus untuk pekerja jermal ini kebanyakan korbannya adalah anak

laki-laki yang berusia sekitar 13-18 tahun. Umumnya mereka tidak bisa

berenang, karena itu mereka rawan tenggelam karena menuntut keahlian

tersebut. Biasanya pekerjaan mereka menaikan dan menurunkan jala, memilih

dan mengeringkan ikan dan membetulkan jala yang rusak tanpa kenal waktu.

Di Indonesia, khususnya beberapa kabupaten di Sumatra Utara seperti

kabupaten Deli Serdang, Asahan dan Labuhan Batu mendapat sorotan tajam

dari kalangan Internasional yang peduli terhadap hak anak. Laporan resmi dari

Dinas Perikanan Daerah Tingkat 1 Sumatra Utara menyebutkan bahwa jumlah

jermal yang ada telah berkurang dari 344 pada tahun 1988 menjadi 144 pada

tahun 1997, sebagian akibat dari faktor-faktor alamiah seperti berkurangnya

permintaan pasokan ikan.28

c. Sebagai pengemis.

Korban ini adalah kebanyakan anak-anak usia sekolah dan tidak

menutup kemungkinan orang dewasa. Mereka memiliki niat untuk membantu

dan meringankan beban perekonomian keluarga, sehingga mereka bekerja dan

meninggalkan bangku sekolah. Cara kerja mereka diorganisir oleh bos yang

menjadi atasannya. Mereka direkrut dari pedesaan dan dipaksa untuk

mengamen dan meminta-minta di sepanjang jalan kota besar dan di tempat

umum, mereka di janjikan pekerjaan yang layak di kota dan tidak tahu kalau

28

(47)

akan dijadikan pengemis. Selain anak-anak yang direkrut, ada juga bayi yang

disewakan untuk membantu pengemis wanita supaya kelihatan lebih

memelas.29

d. Sebagai pembantu rumah tangga (PRT)

Korban ini banyak dialami oleh Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia

yang berangkat ke luar negeri, seperti Malaysia dan Arab Saudi. Kebanyakan

pekerja PRT ini dipekerjakan dengan jam kerja yang lebih panjang, gaji mereka

tidak dibayar, akses mereka ditutup dari informasi luar, diperlakukan seperti

budak, dilecehkan secara “ seksual” hingga ada yang sampai memilki anak

(tanpa kehendaknya) di luar negeri dan disiksa hingga meninggal, di luar negeri

tanpa adanya kejelasan informasi tentang keberadaan korban.

Laporan Indonesia 2003 kepada pelabor khususnya PBB untuk hak asasi

migran menyebutkan bahwa lokasi dan menifestasi kerentanan TKW-PRT

(tenaga kerja wanita-pembantu rumah tangga) pada beberapa hal, yaitu lokasi

yang kerentananya mencakup seluruh fase migrasi mulai dari proses perekrutan

tempat penampunagan tenaga kerja hingga proses pemulangan ke tempat asal.

Sementara manifestasi dan kerentanan mereka terlihat di dalam 6 area, yaitu :

(1) perdagangan perempuan, (2) kriminalitas korban, (3) rumah tahanan dan

penjara, (4) deportasi, (5) status kesehatan dan, (6) kekerasan.30

29

Ibid. h. 37 30

(48)

e. Adopsi, dijual dan dijadikan pengemis kemudian dilantarkan pendidikannya

dan kehidupannya.

Korban trafficking dalam hal ini, kebanyakan adalah anak-anak yang

menjadi korban kemiskinan dalam keluarga. Modus trafficker dalam hal ini

adalah mengiming-imingi orang tua anak untuk diadopsi sebagai anak angkat,

sehingga orang tua calon korban tergoda dengan tawaran-tawaran trafficker.

Orang tua calon korban merasa akan terbantu dengan janji palsu yang

ditawarkan oleh trafficker. Padahal trafficker berniat lain yaitu untuk menjual

anak-anak tersebut untuk menjadikannya pengemis jalanan. Sehingga

pendidikan akan terlantar dan putus sekolah.

Dalam hal ini, Indonesia ACTs (Against Child Trafficking) mencatat

dari tahun 2005 hingga 2007 ada 101 kasus anak diperdagangkan, mereka

berasal dari 12 daerah yang merupakan anggota ACTs (Medan, Batam, Jakarta,

Indramayu, Yogyakarta, Solo, Semarang dsb). Saat ini ACTs sedang

mengusahakan pengembanganan hak-hak mereka sebagai anak dan meminta

pemerintah daerah untuk melakukan integrasi kepada instansi pemerintah

terkait seperti Departermen Pendidikan Nasional atau Departermen Sosial.31

f. Pernikahan dengan laki-laki Asing untuk tujuan eksploitasi.

Korban ini banyak dialami oleh gadis-gadis desa yang tidak memiliki

informasi cukup. Para traffiker mencari gadis-gadis deasa dan meyakinkan

orang tua calon korban bahwa anaknya akan baik-baik saja dan akan bahagi

31

(49)

ketika menikah dengan laki-laki asing. Traffiker akan mendapatkan untung

besar ketika ia mendapatkan gadis untuk laki-laki asing. Sementara gadis-gadis

tersebut tidak bisa terjamin nasib dan kehidupannya kelak ketika sudah

menikah dengan laki-laki asing. Hal ini dikarenakan laki-laki asing ini tidak

diketahui baik dan tidaknya. Para gadis desa tersebut menjadi barang untuk

diperdagangkan dan dieksploitasi haknya.

Dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa pada kurun 1992-1999

berlangsung 5293 perkawinan antara WNI (Warga Negara Indonesia) dengan

WNA (Warga Negara Asing). Hal ini berarti bahwa rata-rata setiap tahunnya

terdapat lebih dari 661 pasangan. Adapun perkawinan ini paling banyak

berrlangsung antara WNI dengan WNA (Taiwan), bahkan 90% dari

perkawinan campuran di Pontianak adalah dengan WNA Taiwan dan di

Sambas sebanyakan 99,4%.32

g. Pornografi.

Korban ini banyak dialami oleh perempuan, baik dewasa atau pun

anak-anak dan terkadang terdapat anak-anak laki-laki. Mereka di jadikan obyek pornografi

di luar kemauan mereka. Mereka dipaksa untuk menjadi foto model porno dan

objek seksualitas oleh industri seks.

Begitu juga dunia seni, dengan dalih bahwa seni bebas menampilkan

gambar-gambar fulgar. Di Indonesia bisnis abu-abu ini sekarng sudah menjadi

ruang bisnis yang menggiurkan dan dapat meraup keuntungan hingga 27 triliun

32

(50)

rupiah.33 Data yang dilansir ASA (Aliansi Keselamatan Anak Indonesia)

menyebutkan, industri pornografi ini menghasilkan 57 miliar dolar AS setiap

tahun diseluruh dunia, sedangkan pornografi anak menghasilkan 3 miliar dolar

AS setiap tahun.34

h. Pengedar obat terlarang.

Korban ini banyak dialami oleh anak-anak dan perempuan. Mereka

dipaksa menjadi pengedar narkoba dan obat-obat terlarang. Mereka diorganisir

oleh mafia narkotika dengan rapi, sehingga mereka sangat rentan dan mudah

terkena hukum narkotika, biarpun mereka bukan pemakai. Kondisi dan

keberadaan mereka terancam dari segi hukum.

Seperti kasus Noni yang dimanfaatkan oleh pacarnya (warga Nigeria)

menjadi kurir perdagangan narkoba Internasiona. Noni ditangkap polisi di

Pelabuhan Belawan Sumatera Utara saat membawa 3,212 kg heroin murni dari

Laos. Menurut penuturan Noni “Bahwa dia terpaksa menjadi kurir kerena

diancam, dibunih dan bahwa keluarganya diancam”.35

i. Menjadi korban pedofilia.

Istilah pedofil menunjukan pada seorang berusia antara 35 sampai 65

tahun yang meniliki fokus erotis dan fantasi serta kepuasan seksual ketika yang

bersangkutan berhubungan intim dengan anak-anak. Secara leksikal pedofil

33

Tiga TKI Asahan Terancam Hukuman Mati”, Waspada, 29 Mei, 2008.h.3. 34

“Aksi Pornografi Terorganisasi,” Republika, 25 Mei, 2007, h. 5. 35

(51)

orang yang mempunyai selela seksual terhadap anak kecil.36 Korban pedofil

pada umumnya adalah anak laki-laki yang berusia 9-12 dan praktek pedofil

dapat terjadi di manapun. Penderita pedofil umumnya memiliki sikap santun

yang merupakan upaya tipuan, terutama pada anak-anak. Banyak orang tua

korban yang terkecoh tanpa curiga sedikit pun. Jumlah anak yang

diperdagangkan mencapai 45.000 sampai 50.000 orang dalam setiap

tahunnya.37

Modus-modus tersebut sering terjadi di dalam kasus trafficking pada

umumnya. Sedangkan modus trafficking yang sering terjadi di Indonesia adalah

sebagai buruh migran pekerja rumah tangga, diman sebagian besar korbannya

adalah perempuan. Mereka cenderung disubordinatkan, tidak dilindungi oleh

hukum setempat, bahkan sering dilanggar hak-hak asasinya meskipun

keadaannya dibutuhkan. Jika dibandingkan dengan buruh migran laki-laki,

kondisi buruh migran perempuan lebih rentan terhadap eksploitasi, diskriminasi

dan kekerasan karena posisinya sebagai buruh sektor informal, warga negara

asing dan di tengah budaya patriarkhi di masyarakat.38

Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, informasi, komunikasi

dan transportasi maka semakin berkembang pula modus kejahatan trafficking

yang dalam beroperasinya sering dilakukan secara tertutup dan bergerak di luar

36

Rohman dan Adria Rosi Starine, Pedodilia di Bali: Dewa Penolong atau Pencelaka?

(Yogyajarta: PSKK UGM, 2004), h. 3 37

Ibid, h. 4 38

(52)

hukum. Pelaku perdagangan manusia trafficker pun dengan cepat berkembang

menjadi sindikat lintas batas negara dengan cara kerja yang mematikan.

Dewasa ini trafficking sudah menjadi “multi-billion-dollar industri”

yaitu industri yang mendatangkan banyak keuntungan dengan sindikat kriminal

yang diperkirakan mampu menyaingi sindikat yang merajalela di dunia hitam

selama ini, yaitu sindikat obat-obatan terlarang dan senjata ilegal.39 Trafficking

sudah menjadi perusahaan tertutup yang sangat menguntungkan bagi

pelakunya, bahkan dengan semakin meluasnya kemiskinan, pendidikan rendah

dan terdiskriminasinya sebagian masyarakat atas informasi atas akses di dunia

maka semakin menyuburkan industri trafficking.

39

Gambar

gambar-gambar fulgar.  Di Indonesia bisnis abu-abu ini sekarng sudah menjadi

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN MODEL KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN SISWA MATERI PENGOLAHAN DATA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia

Masalah kenakalan remaja mulai mendapat perhatianmasyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenilecourt) pada 1899 di

Berdasarkan uraian tentang analisis aktivitas guru dan siswa, serta analisis peningkatan hasil belajar siswa dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan aktivitas

Berdasarkan hasil regresi linier di atas maka dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan variabel X (penggunaan sarana penelusuran OPAC) 1% maka variabel Y

Banyak perusahaan operator pembalakan memiliki persepsi yang salah mengenai RIL, yaitu mengartikan RIL sebagai pembalakan dengan pendapatan yang dikurangi (reduced

Dalam beberapa kasus, persilangan dengan sifat beda lebih dari satu kadang menghasilkan keturunan dengan perbandingan yang berbeda dengan hukum Mendel.. Semisal,

Dengan demikian berarti hipotesis pada penelitian “Pengembangan Alat Stimulasi dan Sinyal Terapi Elektrik Arus Mikro Sistem Terbuka Sebagai Instrumen Penelitian Medis” dapat

Secara garis besar program sistem pakar ini menggunakan dua cara dalam melakukan diagnosa penyakit ISPA, yaitu cara memasukkan gejala yang dialami oleh pasien yang nantinya