• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEKERJAAN BETON

Dalam dokumen RKS RS PRATAMA BOKING (revisi) (1) (Halaman 24-33)

3.4.1. LINGKUP PEKERJAAN

Untuk keperluan perhitungan harga penawaran pekerjaan, campuran beton dibedakan atas 2 (dua) macam, sebagai berikut :

Tabel 3. Macam Campuran Beton

MACAM BETON PENGGUNAAN

C1 Tidak Bertulang 1 PC : 3 Psr : 5 split mutu Bo sesuai PBI 1971 (N.I.-2)

Untuk beton rabat, neut, lantai kerja, beton tumbuk/rabat beton, batu tepi, dan konstruksi beton lainnya yang sifatnya non-struktural.

C2 Beton Bertulang (struktural) mutu K-225

sesuai PBI 1971 (N.I-2)

Untuk konstruksi pondasi : pondasi pelat , balok sloof , pelat pondasi dan dinding reservoir , pondasi Genset dengan penulangan sesuai gambar rencana. Untuk konstruksi bangunan atas : kolom, pelat dak beton. ring balok-balok, dan konstruksi beton bangunan atas lainnya yang sifatnya struktural. Dengan penulangan sesuai gambar rencana.

Untuk kolom-kolom praktis dan balok-balok praktis (non-struktural).

Diberi tulangan praktis dengan besi tulangan polos sesuai ketentuan PBI 1971 (N.I.-2)

3.4.2. PERSYARATAN BAHAN

1) Semen Portland

a. Semen portland (p.c.) yang digunakan harus dari tipe I. Semen harus tiba di lapangan pekerjaan dalam kantong-kantong semen asli pabrik dalam kondisi utuh dan kering.

b. Semen yang digunakan adalah buatan dalam negeri dengan merk yang disetujui oleh Konsultan Manajemen Konstruksi.

c. Kantong-kantong semen harus disimpan di dalam gudang khusus yang kering dan tidak lembab atau bocor apabila hujan.

d. Kantong-kantong semen harus diletakkan dengan sistem yang teratur sehingga urutan penggunaan semen sesuai dengan urutan kedatangannya di

lapangan pekerjaan.

e. Kantong-kantong semen tidak boleh ditumpuk lebih dari sepuluh lapis, dan merk-merk yang berbeda tidak boleh dicampur satu sama lain.

f. Semen yang telah disimpan lama dan/atau mutunya diragukan, hanya boleh dipakai dengan persetujuan dari Konsultan Manajemen Konstruksi, setelah terlebih dahulu dibuktikan bahwa semen tersebut masih baik mutunya berdasarkan hasil uji mutu semen di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan, atas biaya Pelaksana.

2) Agregat Beton (pasir dan batu pecah/split)

a. Sebagai agregat halus (pasir) dan agregat kasar (batu pecah/split) serta agregat campuran (pasir+split) harus digunakan agregat alami yang memenuhi ketentuan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I. – 2) pasal 3.3, 3.4 dan 3.5.

b. Ukuran butir split maksimum yang diijinkan untuk pembuatan adukan beton K-225 adalah 20 mm.

c. Agregat tidak boleh mengandung atau tercemar dengan bahan-bahan yang dapat merusak beton atau menyebabkan timbulnya karat pada baja tulangan.

d. Untuk memastikan hal ini, Pelaksana harus mengajukan contoh-contoh agregat dari berbagai sumber/tempat pengambilannya. Sebagai agregat beton hanya boleh digunakan jenis agregat dan dari sumber yang telah mendapat persetujuan dari Konsultan Manajemen Konstruksi.

e. Pasir laut sama sekali tidak boleh digunakan untuk membuat adukan mortar dan/atau beton.

f. Pasir dan split harus disimpan di tempat yang terpisah dalam timbunan yang tebalnya maksimum 1 m, serta dicegah terhadap pengotoran oleh tanah/lumpur dan lain-lain bahan kotoran yang dapat menurunkan mutu beton.

g. Sebelum mendapat persetujuan dari Konsultan Manajemen Konstruksi, pasir dan split yang akan digunakan terlebih dahulu harus melalui uji mutu di Laboratorium Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan. atas biaya Pelaksana.

3) Air Pencampur Beton

a. Air yang akan digunakan untuk pembuatan campuran beton atau untuk pemeliharaan beton setelah dicor, harus air yang bersih dari segala material padat atau material terlarut yang dapat merusak kekuatan atau keawetan beton.

b. Air harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang tercantum pada Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I. – 2) pasal 3.6.

digunakan, maka Pelaksana harus mengirimkan contoh air dari sumber yang akan digunakan ke Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan., untuk diperiksa mutunya atas biaya Pelaksana.

4) Baja Tulanganr

a. Digunakan baja tulangan polos BJTP-24 (tegangan leleh minimum 2400 kg/cm2) sesuai ketentuan SII. 0136-84.

b. Baja tulangan yang digunakan harus buatan satu pabrik tertentu di dalam negeri dengan ukuran diameter aktual dan mutu baja yang setara dengan baja tulangan ex. PT Krakatau Steel.

c. Semua jenis baja tulangan dan ukuran-ukuran diameter yang akan digunakan harus terlebih dahulu dibuktikan memenuhi ketentuan SII. 0136-84 dengan pengujian di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan., atas biaya Pelaksana.

d. Merk baja tulangan yang akan digunakan harus mendapat persetujuan dari Konsultan Manajemen Konstruksi berdasarkan hasil uji yang memenuhi syarat dari Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan.

e. Jumlah batang, ukuran diameter, dan lokasi-lokasi sambungan lewatan baja tulangan yang digunakan pada setiap bagian struktur harus sesuai dengan gambar rencana.

f. Penggantian dengan diameter lain atau penyimpangan dari gambar rencana hanya diperkenankan dengan ijin tertulis dari Konsultan Manajemen Konstruksi.

g. Bila Konsultan Manajemen Konstruksi menyetujui adanya penggantian ukuran diameter tulangan, maka luas penampang total dari batang-batang tulangan pengganti tidak boleh kurang dari luas penampang total batang-batang yang diganti.

h. Harus diperhatikan bahwa penggantian ukuran diameter baja tulangan tetap harus memenuhi persyaratan jarak bersih minimum dan maksimum antar tulangan, lokasi sambungan dan panjang sambungan lewatan, serta ketentuan-ketentuan pendetailan lainnya sesuai gambar rencana, Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I. – 2) dan Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SK SNI 03-XXXX-2002).

i. Baja tulangan polos hanya boleh diganti dengan mutu yang sama (BJTP-24). j. Segala biaya yang diakibatkan oleh penggantian ukuran diameter tulangan

adalah tanggungan Pelaksana.

k. Semua baja tulangan harus disimpan di tempat yang terlindung dari kelembaban dan hujan yang dapat menyebabkan timbulnya karat atau terkena kotoran-kotoran lainnya yang dapat memperlemah ikatan antara tulangan dengan adukan beton.

l. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pemakaian, baja tulangan harus disimpan terpisah menurut jenis, merk serta ukuran diameternya.

karat dan kotoran-kotoran lain misalnya minyak, tanah dan lumpur, yang dapat memperlemah ikatan antara baja tulangan dengan adukan beton. 5) Bahan Campuran Tambahan (Admixture/Additif)

a. Pelaksana harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Konsultan Manajemen Konstruksi apabila akan menggunakan bahan campuran tambahan dalam adukan beton. Permohonan harus memuat uraian secara rinci mengenai merk, jenis/tipe dan dosis bahan tambahan yang akan digunakan tersebut, serta dilengkapi pula dengan cara pelaksanaannya. Permohonan itu harus dilengkapi pula dengan rekomendasi tertulis dari Laboratorium di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan.,atas biaya Pelaksana.

b. Penggunaan bahan campuran tambahan kimiawi pada pembuatan campuran beton hanya diperbolehkan setelah mendapat ijin tertulis dari Konsultan Manajemen Konstruksi.

c. Bahan campuran tambahan yang mengandung chlorida, sama sekali tidak boleh digunakan, karena dapat menimbulkan karat pada tulangan di dalam beton. Bahan campuran tambahan yang mengandung garam-garam yang bersifat racun (toxin) sama sekali tidak boleh digunakan, karena dapat membahayakan kelestarian lingkungan atau kesehatan manusia yang berhubungan dengan bahan-bahan bersifat racun tersebut.

d. Dosis dan cara penggunaan bahan campuran tambahan tidak boleh menyimpang dari petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh pabrik pembuatnya. e. Pemakaian bahan campuran tambahan tidak boleh menyebabkan

dikuranginya kadar semen di dalam campuran beton, dan tidak boleh menyebabkan faktor air/semen (yaitu rasio kadar air dibagi kadar semen) di dalam adukan beton menjadi bertambah besar.

6) Lapisan Pelindung Beton

Jenis lapisan pelindung permukaan beton yang akan digunakan untuk pelat atap beton harus dengan persetujuan/ijin tertulis dari Konsultan Manajemen Konstruksi.

7) Cetakan dan Acuan (Bekisting)

 Bahan cetakan dan acuan dapat dibuat dari papan kayu kelas II yang cukup kering dengan tebal minimal 3 cm, atau dari papan plywood baru yang tebalnya minimum 12 mm ukuran 122 x 244 cm yang diberi rangka penguat.

 Penyokong dan penyangga cetakan dan acuan beton harus menggunakan

scafolding sehingga mampu mendukung beton yang belum mengeras tanpa melentur sampai cetakan dan acuan tersebut dibongkar.

8) Rencana Campuran Beton ( Design Mixed)

 Pelaksana wajib mengusulkan secara tertulis proporsi campuran adukan beton yang akan digunakan, dilengkapi dengan karakteristik bahan-bahan dasarnya (meliputi : semen portland, pasir, batu pecah/split, air, dan bahan campuran tambahan). Proporsi rencana campuran beton (design Mixed) harus dibuat berdasarkan perbandingan berat bahan-bahan yang akan digunakan.

 Pelaksana harus melakukan percobaan pendahuluan dengan proporsi campuran yang diusulkan dengan cara membuat kubus-kubus uji ukuran 15 x 15 x 15 cm minimal sebanyak 20 buah.

 Kubus-kubus uji ini harus diuji tekan pada umur 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari, di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan, atas biaya Pelaksana.

 Percobaan pendahuluan harus diulangi dengan proporsi campuran yang diperbaiki, jika kubus-kubus uji yang dibuat tidak berhasil mencapai mutu beton K-225 sesuai Peraturan beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I. – 2).

 Cetakan kubus harus dibuka pada umur 20 – 24 jam, dan semua kubus-kubus uji harus dirawat secara seksama dengan cara direndam dalam air sampai tiba saatnya untuk di uji tekan di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan, atas biaya Pelaksana.

 Pengujian kekuatan tekan kubus-kubus uji dilakukan untuk umur kubus 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari, di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan, atas biaya Pelaksana. Jumlah kubus uji per umur uji minimal 4 (empat) buah untuk setiap mutu beton.

9) Selimut Beton (Beton dekking)

Tebal selimut beton minimum untuk :

 Pelat beton = 1.5 cm

 Balok = 2.5 cm

 Kolom = 3.0 cm

10) Proporsi Campuran Beton

a. Untuk beton macam C1 , proporsi campuran beton boleh dibuat berdasarkan perbandingan volume.

b. Untuk beton macam C2 mutu K-225, proporsi campuran beton harus dibuat berdasarkan perbandingan berat bahan-bahan yang digunakan (p.c., air, agregat halus dan kasar, batu pecah/split, dan bahan campuran tambahan/additif).

yang dievaluasi berdasarkan hasil uji tekan kubus-kubus uji ukuran 15 x 15 x 15 cm, sesuai Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I.-2).

d. Proporsi campuran beton struktural mutu K-225 harus diestimasi sesuai ketentuan Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal (SNI 03-2834-1992 atau SKSNI T-15-1990-03). Kuat tekan rata-rata yang ditargetkan harus dihitung berdasarkan kuat tekan karakteristik (yaitu 225 kg/cm2 atau 225 kg/cm2) dengan ditambah margin kekuatan untuk mutu C2 tersebut, sebesar :

k.s = 1,64 x 75  123 kg/cm2

Slump sebesar (60 – 120 mm), faktor air/semen maksimum (w/c) = 0.55 dan kadar semen minimum 325 kg/cm2.

e. Pelaksana wajib mengusulkan secara tertulis proporsi campuran beton yang akan digunakan kepada Konsultan Manajemen Konstruksi, yang dibuat berdasarkan percobaan pendahuluan dengan menggunakan bahan-bahan yang sebelumnya telah disetujui oleh Konsultan Manajemen Konstruksi Sebagai bahan pertimbangan Konsultan Manajemen Konstruksi, usul proporsi campuran beton yang akan digunakan harus dilampiri hasil uji terhadap campuran coba (trial mix) yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan,atas biaya Pelaksana.

f. Dalam hal bahan-bahan yang akan digunakan ternyata berbeda karakteristiknya dari yang sebelumnya telah disetujui oleh Konsultan Manajemen Konstruksi, maka Pelaksana wajib secara tertulis mengusulkan proporsi campuran beton yang telah disesuaikan, supaya mutu beton K-225 tetap dapat dicapai dengan menggunakan bahan-bahan tersebut.

3.4.3. SYARAT-SYARAT PELAKSANAAN

1) Untuk setiap kali pengadukan campuran beton macam C2, penakaran bahan-bahan yaitu p.c., air, agregat halus dan kasar, serta bahan-bahan campuran tambahan-bahan

(additif), harus dilaksanakan berdasarkan berat sesuai proporsi campuran yang telah disetujui oleh Konsultan Manajemen Konstruksi.

2) Pada saat pengadukan, air pencampur beton harus dimasukkan sedikit demi sedikit sehingga dihasilkan slump dalam batas-batas yang direncanakan (60 -– 100 mm).Pengukuran slump harus dilakukan secara berkala dan dilaksanakan sesuai ketentuan pada butir 4.4.(2) Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I.-2). Untuk adukan beton siap pakai (ready mixed), pengukuran slump harus dilakukan minimal satu kali untuk setiap truk pengaduk yang tiba di lapangan pekerjaan, yang dilaksanakan sesaat sebelum adukan beton dituangkan dari truk.

secara berkala dan teratur dari hasil-hasil pemeriksaan kuat tekan kubus-kubus uji ukuran 15 x 15 x 15 cm.

Pada prinsipnya, untuk setiap 5 m3 adukan beton minimal harus dibuat 1 (satu) buah kubus uji.

Jumlah kubus-kubus uji total minimum 20 (dua puluh) buah.

Setelah cetakan dilepaskan pada umur 20 - 24 jam, kubus-kubus uji yang dibuat harus dirawat secara seksama dengan cara direndam dalam air, sampai tiba saatnya untuk diuji tekan di laboratorium pemeriksaan bahan bangunan yang diakui pemerintah, atas biaya Pelaksana.

Pengujian kekuatan tekan kubus-kubus uji dilakukan untuk umur kubus 7 hari, 14 hari, 21 hari dan 28 hari, di laboratorium pemeriksaan bahan bangunan yang diakui pemerintah atas biaya Pelaksana.

Jumlah kubus uji per mutu beton dan per umur uji minimal 4 (empat) buah kubus.

 Pemeriksaan mutu beton dan mutu pelaksanaan selama masa pelaksanaan pembetonan harus sesuai ketentuan butir 4.7. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I.-2) serta Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SK SNI 03-XXXX-2002).

 Pengadukan, pengangkutan, pengecoran, pemadatan dan perawatan beton, harus dilaksanakan sesuai ketentuan-ketentuan dalam Bab 6 pasal 6.1. sampai dengan pasal 6.6. Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I.-2) serta yang tertuang dalam Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SK SNI 03-XXXX-2002).

Terutama harus diperhatikan :

 Pengecoran beton hanya boleh dilakukan pada kondisi cetakan dan acuan yang rapi dan kaku, celah-celah sambungan kayunya rapat, permukaannya basah dan bersih, dan cukup kuat untuk memikul adukan beton sehingga setelah beton mengeras terbentuk bidang permukaan beton yang rata, tidak melengkung atau keropok, dan hanya membutuhkan sedikit usaha penghalusan.

 Batang-batang pengaku dan/atau penyangga cetakan harus dibuat dari besi atau kayu, tidak boleh menggunakan bambu.

 Campuran beton harus diaduk dengan mesin pengaduk beton (beton molen) atau truk pengaduk (truk mixer).

 Adukan beton harus diangkut ke lokasi yang akan dicor, dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak terjadi pemisahan butiran (segregasi)

atau kehilangan air semen.

 Pemadatan untuk beton macam C2 harus dilakukan dengan mesin penggetar (vibrator).

 Pelaksana harus membuat dan menyerahkan Bar Bending Schedule (BBS) kepada Konsultan Manajemen Konstruksi untuk diperiksa dan disetujui sebelum dibuat penulangan beton.

 Semua tulangan untuk beton macam C2 harus dipasang sesuai ukuran diameter dan ukuran-ukuran serta ketentuan-ketentuan lain yang tercantum pada gambar rencana.

 Penyimpangan dari gambar rencana hanya diperbolehkan setelah mendapat ijin tertulis dari Konsultan Manajemen Konstruksi.

 Semua sengkang (beugel) dan semua ujung-ujung batang tulangan polos BJTP-24 yang berdiameter < 12 mm harus diakhiri dengan kait-kait 135O.

 Semua sengkang dilarang keras menggunakan kait-kait 90, kecuali sengkang-sengkang untuk balok-balok praktis dan kolom-kolom praktis.

 Semua tulangan harus diikat kuat dengan kawat baja sedemikian rupa, sehingga didapat jaminan bahwa kedudukan tulangan tidak akan berubah atau bergeser selama pelaksanaan pengecoran dan pemadatan adukan beton.

 Pada tulangan pelat lantai, antara tulangan atas dan tulangan bawah harus diberi penjaga jarak dengan ganjal-ganjal dari besi beton (cakar ayam), sehingga tulangan pelat tidak melendut karena terinjak-injak sebelum dan/atau selama proses pengecoran dan pemadatan adukan beton.

 Ganjal-ganjal beton (beton tahu) harus dibuat dengan mortar yang diambil dari adukan beton macam C2, sehingga menjamin tebal selimut beton sesuai pasal 4 butir 1.i. spesifikasi ini.

 Penempatan ganjal-ganjal beton dan ganjal-ganjal dari besi beton harus merata dan pemasangannya sedemikian rupa, sehingga tidak menyebabkan cacat-cacat yang tampak pada permukaan beton setelah cetakan dan acuan dibuka.

5) Perawatan Beton (Curing) Selama Masa Pengerasan

 Supaya proses pengerasan beton muda dapat berlangsung dengan sempurna dan beton dapat mencapai mutu K-225 sesuai yang direncanakan, maka selama masa pengerasan awal berlangsung, beton muda harus dirawat dengan seksama.

 Selama paling sedikit 14 (empat belas) hari dihitung setelah beton selesai dicor, bidang permukaan cetakan dan permukaan beton yang terbuka harus dibasahi secara terus menerus, misalnya dengan cara menutupinya dengan karung-karung basah yang disemprot air secara terus menerus.

 Pada pelat lantai pembasahan terus menerus ini harus dilaksanakan dengan cara menggenanginya dengan air.

 Pada hari-hari pertama setelah pengecoran beton selesai, proses pengerasan beton tidak boleh terganggu.

 Dilarang keras untuk mempergunakan lantai beton yang belum cukup mengeras sebagai tempat penimbunan bahan-bahan atau sebagai jalan untuk mengangkut bahan-bahan yang berat.

 Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, atau proses-proses lain untuk mempersingkat waktu pengerasan dapat dipakai setelah mendapat persetujuan dari Konsultan Manajemen Konstruksi.

6) Pembongkaran Cetakan dan Acuan

 Pembongkaran cetakan dan acuan hanya boleh dilaksanakan setelah Pelaksana mendapat ijin tertulis dari Konsultan Manajemen Konstruksi.

 Pembongkaran cetakan dan acuan horisontal pada pelat lantai dan balok bagian bawah baru boleh dilakukan setelah beton berumur 3 minggu, pembongkaran boleh dilakukan sebelum beton berumur 3 minggu apabila dibuktikan dengan hasil pengujian laboratorium bahwa kekuatan beton sudah memenuhi dan dengan seijin Konsultan Manajemen Konstruksi.

 Cetakan samping pada balok dan kolom boleh dibongkar setelah beton berumur 7 hari.

 Pada prinsipnya, pembongkaran cetakan dan acuan harus mengikuti ketentuan dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I. – 2) pasal 5.8 ayat (1) s.d. (4) dan Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SK SNI 03-XXXX-2002).

7) Pembuatan dan Pemeriksaan Kubus-kubus Uji

 Benda-benda uji kubus ukuran 15 x 15 x 15 cm harus dibuat, dirawat, dan diuji kekuatan tekannya sesuai ketentuan-ketentuan pasal 4.9. ayat (1) s.d. (7) Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I.-2).

 Dalam hal digunakan adukan beton siap pakai, maka kubus-kubus yang boleh diperiksa kekuatannya adalah kubus-kubus yang dibuat dan disimpan di lapangan pekerjaan oleh Pelaksana sejak saat dibuat sampai tiba saatnya untuk diuji.

 Kubus-kubus yang dibuat dan dirawat oleh pemasok perusahaan siap pakai tidak boleh digunakan.

 Pemeriksaan kubus-kubus uji harus dilakukan di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan, atas biaya Pelaksana.

8) Tindakan-tindakan yang Diambil Apabila Hasil Pemeriksaan Kubus-kubus Uji Menunjukkan Mutu Beton yang Tidak Memenuhi Syarat.

 Apabila hasil uji kuat tekan kubus-kubus uji di Laboratorium Pengujian Dinas PU Kabupaten Nunukan, mengindikasikan bahwa mutu beton K-225 tidak tercapai, harus diambil tindakan-tindakan sesuai ketentuan Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (N.I. – 2) pasal 4.8 ayat (1)

sampai dengan (4).

 Pelaksana adalah pihak yang bertanggung jawab penuh apabila mutu beton yang dispesifikasikan tidak berhasil dicapai.

Dalam dokumen RKS RS PRATAMA BOKING (revisi) (1) (Halaman 24-33)

Dokumen terkait