• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah

2.5. Aspek Pelayanan Umum

2.5.3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Ruang lingkup urusan pekerjaan umum dan penataan ruang mencakup bina marga, cipta karya dan tata ruang, serta sumber daya air. Salah satu capaian kinerja bina marga yaitu proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik. Proporsi panjang jaringan jalan dalam kondisi baik adalah panjang jalan dalam kondisi baik dibagi dengan panjang jalan secara keseluruhan (nasional, provinsi, dan kabupaten/kota). Hal tersebut mengindikasikan kualitas jalan dari keseluruhan panjang jalan. Secara umum tren panjang jaringan jalan dalam kondisi baik di DKI Jakarta mengalami penurunan. Pada tahun 2013 proporsi panjang jaringan jalan dengan kondisi baik sebesar 99,92 persen dari total panjang jalan keseluruhan, kemudian mengalami penurunan menjadi 96,96 persen di tahun 2014, 97,56% di tahun 2015, dan kemudian menjadi 98,28 persen di tahun 2016, sebagaimana digambarkan pada gambar berikut.

53

Gambar 2.23 Proporsi Panjang Jaringan Jalan Dalam Kondisi Baik di DKI Jakarta

Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta, 2018

Capaian kinerja bina marga lainnya yaitu persentase panjang jalan yang memiliki trotoar. Persentase panjang jalan yang memiliki trotoar di DKI Jakarta selama tahun 2012 hingga tahun 2016 masih berada dibawah 10 persen. Pada tahun 2012hingga 2015 tercatat 7,91 persen jalan di Jakarta yang memiliki trotoar. Persentase ini kemudian mengalami peningkatan menjadi 8,61 persen di tahun 2016. Dalam perspektif kedepan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu meningkatan persentase panjang jalan yang memiliki trotar dalam konteks memberikan pelayanan pada pengguna jalan, khususnya pejalan kaki dan masyarakat berkebutuhan khusus. Berikut cecara rinci perkembangan persentase panjang jalan yang memiiliki trotoar selama kurun waktu 2012 hingga 2016

Tabel 2.23 Persentase Panjang Jalan Yang Memiliki Trotoar Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

No. Indikator

Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Panjang jalan yang memiliki trotoar (km) 540.336,86 540.336,86 540.336,86 540.336,86 588.311,76

2. Panjang seluruh jalan (km) selain jalan tol 6.833.961 6.752.482 6.834.022 6.834.022 5.834.022 3. Persentase panjang jalan yang memiliki trotoar 7,91 8,00 7,91 7,91 8,61

Sumber : Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta dan BPS Provinsi DKI Jakarta, 2018

Kinerja urusan pekerjaan umum dan penataan ruang dalam lingkup cipta karya dan tata ruang, bahwa perencanaan tata ruang di DKI Jakarta diwujudkan melalui Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), serta Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi (PZ). Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana di DKI Jakarta berdasarkan data tahun 2007 adalah sebesar 43%. Untuk mewujudkan tertib tata ruang dan konsistensi

54

pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang ditetapkan, maka diperlukan pengendalian pemanfaatan ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang antara lain diwujudkan melalui perizinan dan pengenaan sanksi atau penindakan terhadap pelanggaran bangunan. Adapun penindakan terhadap pelanggaran bangunan terdiri atas: penerbitan Surat Peringatan (SP), pelaksanaan segel, penerbitan Surat Perintah Bongkar (SPB), dan penindakan/pembongkaran paksa bangunan yang melanggar. Persentase pelaksanaan segel dibandingkan dengan jumlah Surat Peringatan (SP) yang diterbitkan mengalami kecenderungan meningkat. Tahapan penindakan terhadap pelanggaran bangunan gedung setelah pelaksanaan segel adalah penerbitan SPB dan pelaksanaan bongkar paksa. Perbandingan pelaksanaan bongkar paksa terhadap jumlah SPB yang diterbitkan jauh lebih rendah dari pada persentase pelaksanaan segel dan penerbitan SP. Penjelasan secara numerik dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 2.24 Capaian Kinerja Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2016

No Indikator Tahun

2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Jumlah IMB yang diterbitkan 13.037 9.765 11.746 11.450 2. Jumlah Surat Peringatan (SP) yang diterbitkan 4.035 3.102 3.512 4.136 3. Jumlah Pelaksanaan Segel 3.628 3.102 3.233 3.980 4. Jumlah Surat Perintah Bongkar (SPB) yang

diterbitkan

2.648 2.835 2.932 3.696

5. Jumlah Pelaksanaan Bongkar 1.513 1.058 986 1.178

% Segel/SP 90% 100% 92% 96%

% Bongkar/SPB 57% 37% 34% 32%

Sumber: Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan; Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu, 2018

Lingkup kinerja cipta karya, juga meliputi kinerja pembangunan dan perawatan gedung pemda. Secara keseluruhan telah dibangun/direhab 74 gedung pemda, telah dipelihara/dilakkukan perbaikan 40 gedung pemda. Data jumlah pembangunan dan pemeliharaan gedung pemda tahun 2013 hingga 2017 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.25 Data pembangunan gedung pemda oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Provinsi DKI Jakarta 2013-2016

No Indikator Tahun

2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Jumlah Pembangunan/ Rehab (Gedung Pemda) 9 28 26 11 2. Jumlah Pemeliharaan/ Perbaikan (Gedung Pemda) 12 6 10 12

Sumber : Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Provinsi DKI Jakarta, 2018

Secara keseluruhan telah dibangun/direhab 74 gedung pemda, telah dipelihara/dilakkukan perbaikan 40 gedung pemda. Kewenangan gedung pemda mengalami perubahan, dari sebelumnya oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemda (sampai dengan tahun 2016), menjadi tugas dan kewenangan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan (mulai tahun 2017). Pembangunan gedung pemda yang dilaksanakan tahun 2013 hingga 2016 adalah

55

pembangunan baru dan rehab total. Sedangkan pemeliharaan berupa perbaikan gedung/rehap sedang dan/atau perbaikan mekanikal elektrikal di gedung pemda yang menjadi kewenangan SKPD saat itu (Dinas Perumahan dan Gedung Pemda).

Untuk meningkatkan kualitas bangunan gedung pemda diperlukan standar bangunan yang sesuai fungsi dan layak secara struktur dan mekanikal elektrikal untuk mendukung kegiatan pembangunan dan pemeliharaan gedung pemda. Oleh karena itu, untuk program gedung pemda tahun 2018 hingga 2022 akan didorong untuk sesuai dengan standar bangunan gedung pemda.

Dalam kinerja tata ruang, total pembebasan lahan RTH hutan tahun 2012 hingga 2016 seluas 15,8 Ha. Total pembebasan lahan RTH taman tahun 2012 hingga 2016 adalah 90,61 Ha. Sedangkan total pembebasan lahan RTH makam tahun 2012 hingga 2016 adalah 8,41 Ha. Pembebasan lahan RTH mengalami peningkatan pada tahun 2015 hingga 55,17 Ha. Hal ini karena penganggaran tidak lagi dilakukan secara spesifik per lokasi namun menjadi satu paket sehingga tidak ada kendala apabila ada satu lokasi yang tidak dapat terlaksana. Tahun sebelumnya penganggaran masih dilakukan kegiatan per lokasi. Berikut rincian pembebasan lahan RTH baik RTH hutan, RTH taman, dan RTH makam selama kurun waktu 2012 hingga 2016:

Tabel 2.26 Pembebasan Lahan RTH Hutan, RTH Taman, RTH Makam Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

No. Indikator Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Luas lahan untuk RTH hutan yang dibebaskan (Ha)

4,03 4,72 2,4 4,65 0

2. Luas lahan untuk RTH taman yang dibebaskan (Ha)

7,4 7,11 11,86 48,72 15,52

3. Luas lahan untuk RTH makam yang dibebaskan (Ha)

0,0047 2,21 1,89 1,8 2,51

TOTAL 11,43 14,04 16,15 55,17 18,03

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, 2018

Pembebasan lahan RTH tersebut berkontribusi pada penambahan rasio RTH, dengan capaian tahunan sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut:

56

Tabel 2.27 Persentase Penambahan Ratio RTH Hutan, RTH Taman, dan RTH Makam Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, 2018

Kondisi awal tahun 2012 luas RTH taman yang dibangun dan kebun bibit adalah 2.127,89 Ha. Pada tahun 2014 luas RTH taman yang dibangun mengalami penurunan dari 4,02 Ha menjadi 1,17 Ha karena ada beberapa lokasi yang gagal lelang. Pada tahun 2016 tidak terdapat pembangunan RTH taman dan makam dikarenakan terjadi gagal lelang (proses pengadaan tidak ada pelaksana yang mampu memenuhi spesifikasi teknis pada saat pelaksanaan proses pengadaan barang dan jasa).

Tabel 2.28 Pembangunan RTH Taman dan RTH Makam Tahun 2012-2016

No. Uraian Tahun

2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Luas RTH taman yang dibangun dan Kebun Bibit (Ha)

2.127,89 4,02 1,17 1,09

2. Luas RTH makam yang dibangun (Ha) 0,96 0,705 0,14 0,13

TOTAL 2.128,85 4,725 1,31 1,22

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, 2018

Jumlah RTH taman yang dipelihara adalah keseluruhan taman, jalur hijau, kebun bibit yang tanggung jawab pemeliharaannya oleh Dinas Kehutanan, baik merupakan aset Dinas Kehutanan maupun bukan aset Dinas Kehutanan (aset Perangkat Daerah lain).

Tabel 2.29 Luas RTH Hutan, RTH Taman, dan RTH Makam yang Dipelihara Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

No. Indikator Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Luas lahan untuk RTH hutan yang dipelihara (Ha)

240,02 243,19 244,46 244,46 254,26

2. Luas RTH taman yang dipelihara (Ha)

736,08 497,22 576,91 567 749,43

3. Jumlah RTH makam yang dipelihara (Ha)

607,10 607,10 607,10 607,10 607,10

TOTAL 1.583,2 1.347,51 1.428,47 1.418,56 1.610,79

Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi DKI Jakarta, 2018

Mengacu pada Tabel 2.30 dapat diketahui bahwa terjadi penurunan rasio tempat pembuangan sampah (TPS) per satuan penduduk di DKI Jakarta. Pada tahun 2012 rasio TPS per satuan penduduk tercatat 1.338,46 m3 per 1.000 penduduk, kemudian di tahun 2016 menurun menjadi 1.284,34 m3 per 1.000 penduduk. Hal ini dikarenakan jumlah daya tapung

No. Indikator Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Penambahan ratio RTH hutan 0,0062 0,0072 0,0037 0,0071 0 2. Penambahan ratio RTH taman 0,0113 0,0109 0,0181 0,0745 0,0237 3. Penambahan ratio RTH makam 0,0000072 0,0034 0,0029 0,0027 0,0038 TOTAL 0,0175 0,0215 0,025 0,0843 0,0275

57

TPS yang tidak bertambah sejak tahun 2012 hingga 2016, sementara jumlah penduduk selalu meningkat setiap tahunnya.

Tabel 2.30 Rasio TPS per Satuan Penduduk Tahun 2012-2016

No. Indikator Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Jumlah daya tampung TPS (M3) 13.200.000 13.200.000 13.200.000 13.200.000 13.200.000 2. Jumlah penduduk 9.862.088 9.969.948 10.075.310 10.177.924 10.277.628 3. Rasio tempat pembuangan sampah

(TPS) per satuan penduduk

1.338,46 1.323,99 1.310,13 1.296,93 1.284,34

Sumber : Dinas Kebersihan DKI Jakarta, 2018

Kinerja sumber daya air dapat dijelaskan bahwa sumber air di DKI Jakarta yaitu 3 persen berasal dari sumber air baku lokal, berasal dari Kali Krukut (Cilandak) dan Kali Pesanggrahan, sedangkan 97 persen bersumber dari air baku dari luar Jakarta, berasal dari Waduk Jatiluhur (81 persen) and Air Curah Olahan dari Tangerang (16 persen). Kapasitas produksi maksimum perusahaan air bersih di DKI Jakarta yaitu PAM Jaya dan kubikasi air terjual digambarkan dalam tabel berikut:

Tabel 2.31 Cakupan Pelayanan Air Bersih Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

No. Indikator Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Kapasitas Produksi Air Potensial (liter/detik)

15.200 15.200 15.200 15.200 16.200

2. Kapasitas Produksi Air Efektif (liter/detik)

14.174 14.130 14.544 14.959 15.956

3. Produksi (juta m3) 537,10 537,02 548,19 560,38 594.18 4. Kubikasi Air Terjual (juta m3) 310,01 314,32 320,88 330,50 337.14

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2018

Dari tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa kapasitas produksi efektif pada tahun 2012 sebesar 14.174 liter per detik dengan volume produksi air bersih mencapai 537,10 juta m3. Tahun 2013, kapasitas produksi air efektif sedikit mengalami penurunan yaitu sebesar 14.130 liter per detik, dengan volume produksi air bersih yang juga mengalami penurunan yaitu sebesar 537,02 juta m3. Penurunan tersebut disebabkan masih besarnya volume air yang bocor (non-revenue water). Kebocoran air berdampak pada penurunan kualitas, kuantitas dan kontinuitas distribusi air kepada pelanggan yang resmi. Langkah yang sudah dilakukan untuk mengurangi kebocoran air antara lain: penggantian pipa-pipa air yang sudah tua, menggantikan water meter yang rusak, serta meningkatkan kemampuan administrasi dan menindak tegas pelaku pencurian air. Tahun 2014 kapasitas produksi meningkat menjadi 14.544 liter per detik, dengan volume produksi air bersih yang juga meningkat menjadi 548,19 m3. Tahun 2015, kapasitas produksi efektif kembali meningkat sebesar 14.959 liter per detik dengan volume produksi air bersih mencapai 560,38 juta m3. Tahun 2016, kapasitas produksi air efektif mengalami peningkatan menjadi 16.200 liter per detik, dengan volume produksi

58

594,18 m3. Badan Regulator PAM Jaya merilis Jakarta akan membutuhkan air sekitar 28.000 liter per detik pada tahun 2022.

Pemantauan status mutu air baku sepanjang tahun 2012 hingga 2016 dilakukan terhadap air sungai, situ/waduk, air tanah, serta perairan laut dan muara Teluk Jakarta dengan pelaksanaan pemantauan pada tabel berikut:

Tabel 2.32 Jumlah Titik Pemantauan Kualitas Lingkungan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

No. Kegiatan Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Jumlah Titik Pemantauan Kualitas Air Sungai

67 titik 70 titik 80 titik 80 titik 90 titik

2. Jumlah Titik Pemantauan Kualitas Air Situ/Waduk

40 Situ 40 Situ 40 Situ 40 Situ 40 Situ

3. Jumlah Titik Pemantauan Kualitas Air Tanah

100 titik 100 titik 150 titik 200 titik 267 titik

4. Jumlah Titik Pemantauan Perairan Laut dan Muara Teluk

Jakarta

33 titik 45 titik 45 titik 45 titik 45 titik

Sumber : Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2018

Pada tahun 2013 dan 2014 hanya dilakukan pemantauan perairan dan muara Teluk Jakarta pada 43 titik dari 45 titik yang di targetkan karena di Muara rumah pompa Pluit sedang dilakukan perbaikan sehingga tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengambilan sampel. Berdasarkan hasil pemantauan dilakukan analisis menggunakan metode Indeks Pencemar tentang kondisi kualitas air, berikut adalah hasil analisa terhadap kualitas air sungai, air tanah, air situ/waduk, perairan teluk Jakarta dan muara yang disajikan secara berurutan

Tabel 3.33 Status Mutu Pemantauan Air Situ/Waduk berdasarkan Indeks Pencemaran

No. Status Tahun

2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Baik 0% 2,0% 0% 0% 0% 2. Tercemar Ringan 12,5% 30,0% 2,0% 57,0% 3,0% 3. Tercemar Sedang 50,0% 40,0% 70,0% 33,0% 68,0% 4. Tercemar Berat 37,5% 28,0 % 28,0% 10,0% 29,0%

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2018

Berdasarkan pemantauan tahun 2012 hingga 2016, kondisi kualitas air situ/waduk di DKI Jakarta mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat bahwa tahun 2016 status air tercemar berat mengalami peningkatan. Parameter dominan yang mencemari kualitas air situ/waduk yaitu Coliform, Fecal Coli, Detergen, Phosphat dan Organik, dimana kondisi situ/waduk saat ini adalah sebagai tempat buangan air limbah rumah tangga.

Selain pada status mutu air baku, pemantauan juga dilakukan terhadap status mutu air limbah. Status mutu air limbah yang merupakan tolak ukur pelaksanaan pembinaan dan pengawasan

59

pengelolaan air limbah terhadap usaha dan/atau kegiatan di Provinsi DKI Jakarta, sepanjang tahun 2012 hingga 2016 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2012, tingkat pemenuhan Baku Mutu Air Limbah dari usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pengujian air limbah ke UPT LLHD Provinsi DKI Jakarta sebesar 85.27 persen. Tingkat ketaatan ini sedikit menurun pada tahun 2013 menjadi 84.80 persen, hal ini dikarenakan keluarnya Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 69 tahun 2013 yang mengatur Baku Mutu Air Limbah (BMAL) bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang terbaru, terutama untuk kegiatan Rumah Sakit dan Hotel yang mewajibkan perusahaan untuk memeriksakan kualitas Total Coliform. Namun demikian, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terus meningkatkan kegiatan pembinaan dan pengawasan pengelolaan air limbah terhadap usaha dan/atau kegiatan penghasil air limbah, dan hal ini terlihat dari meningkatnya tingkat ketaatan terhadap Baku Mutu Air Limbah (BMAL) sejak tahun 2014 sampai tahun 2016, dari 86,40 persen di tahun 2014 menjadi 90,08 persen di tahun 2016. Jumlah usaha dan/atau kegiatan yang memeriksakan kualitas air limbah sejak tahun 2012 hingga tahun 2016 juga mengalami peningkatan setiap tahunnya, dari 873 Perusahaan di tahun 2012 meningkat sampai 1.346 Perusahaan di tahun 2016, yang berarti jumlah usaha dan/atau kegiatan yang diberikan pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meningkat setiap tahunnya. Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air, Gubernur memiliki tugas dan wewenang melakukan pembinaan dan pengawasan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Adapun data status mutu air limbah dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.34 Data Status Mutu Air Limbah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

No. Indikator Tahun

2012 2013 2014 2015 2016

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Jumlah Sampel Masuk 3795 4046 4573 5252 6051

2. Jumlah Usaha dan/atau Kegiatan 873 965 992 1105 1346 3. Jumlah Sampel Memenuhi BMAL 3236 3431 3951 4725 5451 4. Persen ketaatan BMAL 85.27% 84.80% 86.40% 89.97% 90.08%

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2018

Tabel 3.35 Status Mutu Pemantauan Air Sungai berdasarkan Indeks Pencemaran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

No. Uraian

Persentase Berdasarkan Index Pencemaran 2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1. Mutu Baik 0% 0% 1% 1% 0%

2. Tercemar Ringan 9% 10% 23% 17% 0%

60

4. Tercemar Berat 65% 58% 32 % 43% 60%

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2018

Berdasarkan hasil pemantauan dari tahun 2012 hingga 2016, terjadinya pencemaran air sungai berdasarkan sebagian besar disebabkan oleh limbah domestik (70 persen) dan kegiatan lain (30 persen). Tahun 2016 kualitas air sungai mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Parameter yang dominan mencemari kualitas air sungai adalah Coliform, Fecal Coli, Detergen, Phosphat, dan Organik.

Tabel 3.36 Status Mutu Pemantauan Air Tanah Berdasarkan Indeks Pencemaran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016

No. Uraian

Persentase Berdasarkan Index Pencemaran 2012 2013 2014 2015 2016 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Mutu Baik 35 % 34% 0% 38% 46% 2. Tercemar Ringan 39% 37% 99% 45% 28% 3. Tercemar Sedang 14 % 17% 1% 15% 24% 4. Tercemar Berat 12 % 12% 0% 3% 2%

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2018

Pengambilan sampel air tanah dilakukan tersebar pada seluruh wilayah Kota Administrasi, hal ini untuk mengetahui kondisi air tanah dangkal yang digunakan oleh warga DKI Jakarta. Berdasarkan hasil pemantauan tahun 2012 s.d 2016, kondisi air tanah di DKI Jakarta sebagian besar masih dalam kondisi baik, berdasarkan hasil pemantauan dari tahun 2012-2016 mengalami trend peningkatan kualitas.

Tabel 3.37 Status Mutu Pemantauan Perairan Laut Teluk Jakarta berdasarkan Indeks Pencemaran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2015

No. Mutu Air

Presentase Indeks Pencemaran

2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Baik 0 0 0 4 2. Tercemar Ringan 0 0 0 61 3. Tercemar Sedang 26,1 17,4 17,4 35 4. Tercemar Berat 73,9 82,6 82,6 0

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2018

Berdasarkan tabel diatas kualitas perairan mengalami peningkatan pada tahun 2016 kondisi perairan Teluk Jakarta berdasarkan hasil pemantauan tahun 2016 terjadi peningkatan, hal ini dapat dilihat bahwa kondisi status mutu air tercemar berat telah berkurang dan meningkat menjadi status mutu air tercemar ringan dan sedang.

Tabel 2.38 Status Mutu Pemantauan Muara Teluk Jakarta berdasarkan Indeks Pencemaran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2015

61

No. Mutu Air Presentase Indeks Pencemar

2012 2013 2014 2015 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Baik 0 0 0 0 2. Tercemar Ringan 25 0 0 9,1 3. Tercemar Sedang 25 40 40 27,3 4. Tercemar Berat 50 60 60 63,6

Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, 2018

Sedangkan kondisi status mutu muara Teluk Jakarta berdasarkan tabel di atas mengalami penurunan kualitas, pada Tahun 2016 status mutu dengan kategori tercemar berat mangalami peningkatan dari 60 persen pada tahun 2015 menjadi 63.6 persen pada tahun 2016.

Dokumen terkait