• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR DRAFT. Rancangan awal RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR DRAFT. Rancangan awal RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas perkenan-Nya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi DKI Jakarta dapat merampungkan dokumen rancangan awal rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) Tahun 2019 ini.

Dokumen rancangan awal RKPD yang merupakan dokumen awal penyusunan rencana pembangunan tahunan daerah ini disusun dengan berpedoman pada rancangan akhir rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) 2017-2022 yang telah dikirimkan kepada DPRD Provinsi DKI Jakarta, rancangan rencana kerja pemerintah (RKP) dan program strategis nasional, serta pedoman penyusunan RKPD. Dengan demikian, pada penyusunan dokumen rancangan awal RKPD ini telah dilakukam penyelarasan sasaran dan prioritas pembangunan daerah serta program perangkat daerah dengan sasaran, arah kebijakan, program perangkat daerah dan lintas perangkat daerah sesuai yang tercantum dalam rancangan akhir RPJMD. Selain itu, penyelarasan dilakukan juga dengan tema, agenda pembangunan dan sasaran pengembangan wilayah yang tertuang dalam rancangan RKP serta program strategis nasional lainnya.

Dalam proses penyusunannya, BAPPEDA melakukan koordinasi, sinergi dan harmonisasi dengan Perangkat Daerah dan para pemangku kepentingan lainnya. Untuk itu, kami ucapkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh Perangkat Daerah dan para pemangku kepentingan lainnya yang telah berkontribusi dalam penyusunan dokumen rancangan awal RKPD ini. Semoga Allah SWT membalas kerja keras, kerja cerdas, kerja tuntas dan kerja ikhlas kita dalam membangun kota Jakarta yang kita cintai bersama ini.

Jakarta, Maret 2018

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta

(3)

iii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... v

Daftar Tabel ... BAB I Pendahuluan ... 2

1.1. Latar Belakang ... 2

1.2. Dasar Hukum ... 3

1.3. Maksud dan Tujuan ... 5

1.4. Hubungan Antar Dokumen ... 6

1.5. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II Gambaran Umum Kondisi Daerah ... 11

2.1. Sejarah Kota Jakarta ... 11

2.2. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Provinsi DKI Jakarta ... 14

2.3. Aspek Geografi dan Demografi ... 16

2.3.1. Luas dan Batas Wilayah ... 16

2.3.2. Topografi ... 17

2.3.3. Geologi ... 19

2.3.4. Hidrologi ... 21

2.3.5. Klimatologi ... 24

2.3.6. Penggunaan Lahan ... 25

2.3.7. Potensi Pengembangan Wilayah ... 26

2.3.8. Wilayah Rawan Bencana ... 27

2.3.9. Demografi ... 32

2.4. Aspek Kesejahteraan Rakyat ... 34

2.4.1. Indeks Gini ... 3 4 2.4.2. Tingkat Kemiskinan ... 36

2.4.3. Indeks Pembangunan Manusia ... 36

2.4.4. Indeks Kesetaraan Gender ... 37

2.4.5. Angka Melek Huruf ... 38

2.4.6. Usia Harapan Hidup ... 39

2.4.7. Persentase Balita Gizi Buruk ... 39

2.4.8. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 40

2.5. Aspek Pelayanan Umum ... 41

2.5.1. Pendidikan ... 41

(4)

iv

2.5.3. Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ... 52

2.5.4. Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman ... 61

2.5.5. Ketentraman, Ketertiban Umum dan Perlindungan Masyarakat ... 62

2.5.6. Sosial ... 65

2.6. Aspek Daya Saing Daerah ... 68

2.6.1. Fokus Kemampuan Ekonomi Daerah ... 68

2.6.2. Fokus Wilayah/Infrastruktur ... 69

2.6.3. Fokus Sumber Daya Manusia ... 74

Bab III Kerangka Ekonomi dan Keuangan Daerah ... 76

3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah ... 77

3.1.1. Kondisi dan Proyeksi Perekonomian Global ... 77

3.1.2. Kondisi dan Proyeksi Perekonomian Nasional ... 78

3.1.3. Kondisi dan Proyeksi Perekonomian Daerah ... 78

3.2. Arah Kebijakan Keuangan Daerah ... 79

3.2.1. Kebijakan Pendapatan Daerah ... 79

Kebijakan Pajak Daerah ... 79

Kebijakan Retribusi Daerah ... 82

Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan ... 82

Kebijakan Dana Perimbangan ... 83

Kebijakan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah ... 83

3.2.2. Kebijakan Belanja Daerah ... 84

3.2.3. Kebijakan Pembiayaan Daerah ... 85

BAB IV Sasaran dan Prioritas Pembangunan ... 87

4.1. Tujuan, Sasaran dan Strategi Pembangunan Daerah ... 88

4.2. Arah Kebijakan Pembangunan ... 103

4.2.1. Arah Kebijakan Pembangunan Provinsi ... 103

4.2.2. Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah ... 105

Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Jakarta Pusat ... 106

Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Jakarta Utara ... 109

Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Jakarta Barat ... 112

Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Jakarta Selatan ... 115

Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Jakarta Timur ... 117

Arah Kebijakan Pembangunan Wilayah Kepulauan Seribu ... 124

4.3. Prioritas Program Kerja Pembangunan ... 128

BAB V Rencana Kerja dan Pendanaan Daerah ... 135

(5)

v LAMPIRAN I

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Hubungan antar dokumen perencanaan ... 7

Gambar 1.2 Hubungan antar dokumen perencanaan spasial dan a-spasial ... 8

Gambar 2.1 Peta Jayakarta ... 12

Gambar 2.2 Tijgersgracht Batavia ... 13

Gambar 2.3 Peta Batavia 1667 ... 13

Gambar 2.4 Peta Batavia 1897 ... 13

Gambar 2.5 Peta Kemiringan Lereng Daerah Jabodetabek ... 18

Gambar 2.6 Peta Kemiringan Lereng Daerah Jabodetabek ... 19

Gambar 2.7 Potongan Melintang Selatan – Utara ... 21

Gambar 2.8 Peta Tematik Sungai di Provinsi DKI Jakarta ... 23

Gambar 2.9 Peta Penggunaan Lahan di Provinsi DKI Jakarta ... 26

Gambar 2.10 Peta Banjir Tahun 2016 ... 28

Gambar 2.11 Peta Penurunan Muka Tanah di Provinsi DKI Jakarta ... 29

Gambar 2.12 Peta Lokasi Kebakaran Bulan November Tahun 2016 ... 29

Gambar 2.13 Peta Kawasan Rawan Bencana Alam di Provinsi DKI Jakarta ... 30

Gambar 2.14 Piramida Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016 ... 33

Gambar 2.15 Indeks Gini DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Nasional 2012- 2017 ... 35

Gambar 2.16 Persentase Penduduk Miskin Provinsi DKI Jakarta, Pulau Jawa, dan Nasional Tahun 2012-2016 ... 36

Gambar 2.17 Perbandingan IPM Provinsi dan Nasional Dengan Menggunakan Metode Baru Tahun 2012-2016 ... 37

Gambar 2.18 Angka Melek Huruf DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2012-2016 .. 38

Gambar 2.19 Perkembangan Angka Usia Harapan Hidup DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2012-2016 ... 39

Gambar 2.20 Perkembangan Angka Partisipasi Murni di DKI Jakarta Tahun 2012- 2016 ... 42

Gambar 2.21 Perkembangan Rata-Rata Lama Sekolah DKI Jakarta dan Na- sional Tahun 2012-2016 ... 43

Gambar 2.22 Perkembangan Angka Partisipasi Kasar di DKI Jakarta Tahun 2013- 2017 ... 44

Gambar 2.23 Proporsi Panjang Jaringan Jalan Dalam Kondisi Baik di DKI Jakarta 53 Gambar 2.24 Jumlah Personel Pemadam Kebakaran dan Jumlah Hidran Kebaka- ran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017 ... 64 Gambar 2.25 Jumlah tenaga kesejahteraan sosial masyarakat yang aktif dalam

(7)

vii

penyelenggaraan kesejahteraan sosial di Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2013-2017 ... 67

Gambar 2.26 Perkembangan Jumlah Sarana Sosial di DKI Jakarta ... 67

Gambar 2.27 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga ... 68

Gambar 2.28 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga non Makanan per Bulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 ... 69

Gambar 2.29 Rasio Ketergantungan (Dependancy Ratio) Provinsi DKI Jakarta Ta- hun 2012-2016 ... 75

Gambar 4.1 Arah kebijakan pembangunan (Milestone) tahun 2017-2022 ... 105

Gambar 4.2 Penataan Kawasan Johar Baru ... 106

Gambar 4.3 Pengembangan Kawasan Senen ... 108

Gambar 4.4 Penataan Kawasan Pasar Baru ... 109

Gambar 4.5 Rencana Peruntukan Kawasan Marunda (Rumah si Pitung dan Mas- jid Al-Alam ... 110

Gambar 4.6 Rencana Pengembangan Rumah si Pitung ... 111

Gambar 4.7 Rencana Pengembangan Masjid Al-Alam ... 111

Gambar 4.8 Rencana Pengembangan Kalibaru ... 112

Gambar 4.9 Ilustrasi Sentra Primer Baru Barat (SPBB) ... 113

Gambar 4.10 Ilustrasi Kawasan Sentra Flona Semanan ... 114

Gambar 4.11 Ilustrasi Sentra Promosi dan Pemasaran Ikan Hias (SPPIH) Slipi ... 114

Gambar 4.12 Ilustrasi Kawasan Hutan Kota Rawa Buaya ... 115

Gambar 4.13 Gambar Lokasi Rencana Penataan Kawasan Lenteng Agung ... 116

Gambar 4.14 Gambar Lokasi Rencana PenataanKawasan Tebet ... 117

Gambar 4.15 Rencana Tata Massa Bangunan Kawasan Jatinegara ... 118

Gambar 4.16 Kawasan 1000 Danau ... 119

Gambar 4.17 Kawasan Sekolah Kreatif Kecamatan Cipayung ... 120

Gambar 4.18 Layout Kawasan Sekolah Kreatif Kecamatan Cipayung ... 120

Gambar 4.19 Kawasan Kawasan Eco Wisata Cipayung ... 121

Gambar 4.20 Kawasan Religi Pangeran Jayakarta ... 122

Gambar 4.21 Basic Site Plan Kawasan Cakung Barat ... 123

Gambar 4.22 Pulau Pramuka ... 124

Gambar 4.23 Rencana Pengembangan Pulau Pramuka ... 125

Gambar 4.24 Pulau Panggang ... 126

Gambar 4.25 Pulau Tidung Besar ... 127

Gambar 4.26 Rencana Pembangunan floating deck sisi barat ... 128

(8)

viii

Gambar 4.28 Panca Upaya Utama Pembangunan Jakarta Pembangunan

Manusia ... 130 Gambar 4.29 Panca Upaya Utama Pembangunan Jakarta Ekonomi dan Infra-

struktur ... 131 Gambar 4.30 Panca Upaya Utama Pembangunan Jakarta Integritas Aparatur ... 132 Gambar 4.31 Panca Upaya Utama Pembangunan Jakarta Kota Lestari ... 133 Gambar 4.32 Panca Upaya Utama Pembangunan Jakarta Simpul Kemajuan ... 133 Gambar 5.1 Mekanisme dan jadwal penyusunan APBD 2019 ...

(9)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta ... 17 Tabel 2.2 Panjang dan Luas Sungai/Kanal di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 23 Tabel 2.3 Banyaknya Hari Hujan Menurut Bulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun

2014-2016 ... 24 Tabel 2.4 Suhu Udara Jakarta Menurut Bulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun

2014-2016 ... 25 Tabel 2.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-

2016 ... 32 Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin

di Kota/Kabupaten Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016 ... 33 Tabel 2.7 Indeks Gini & Tingkat Ketimpangan Provinsi DKI Jakarta 2012-2017 35 Tabel 2.8 Indeks Pembangunan Gender Provinsi DKI Jakarta dan Nasional

Tahun 2011-2015 ... 38 Tabel 2.9 Persentase Balita Gizi Buruk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 39 Tabel 2.10 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbu-

ka Provinsi DKI Jakarta 2012-2016 ... 40 Tabel 2.11 Rasio Penduduk yang Bekerja di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-

2016 ... 41 Tabel 2.12 Angka Partisipasi Sekolah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 42 Tabel 2.13 Persentase Angka Putus Sekolah Jenjang Pendidikan SD/MI; SMP/

MTs; dan SMA/SMK/MA Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 .. 45 Tabel 2.14 Angka Kelulusan Jenjang Pendidikan SD/MI; SMP/MTs; dan SMA/

SMK/MA Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 ... 45 Tabel 2.15 Rata-Rata Nilai Ujian Nasional/Ujian Sekolah/Madrasah Berbasis

Daerah Jenjang Pendidikan SD/MI; SMP/MTs; dan SMA/SMK/MA Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 ... 46 Tabel 2.16 Persentase Guru yang Kompeten Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013

-2017 ... 47 Tabel 2.17 Persentase Sekolah Jenjang Pendidikan SD/MI; SMP/MTs; dan SMA

/SMK/MA Terakreditasi A Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2016 . 47 Tabel 2.18 Persentase sekolah yang memiliki sarana dan prasarana sesuai

Standar Nasional Pendidikan (SNP) Provinsi DKI Jakarta Tahun

2013-2016 ... 48 Tabel 2.19 Tabel Jumlah Penerima Kartu Jakarta Pintar Provinsi DKI Jakarta

(10)

x

Tabel 2.20 Jumlah Sekolah Yang Menerima Peserta Didik Berkebutuhan Khu- sus di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2017 ... 49 Tabel 2.21 Jumlah Lembaga Kursus dan Pelatihan Terakreditasi di Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2012-2017 ... 50 Tabel 2.22 Persentase Capain SPM kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013

-2016 ... 51 Tabel 2.23 Persentase Panjang Jalan Yang Memiliki Trotoar Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2012-2016 ... 53 Tabel 2.24 Capaian Kinerja Tata Ruang Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013-2016 54 Tabel 2.25 Data pembangunan gedung pemda oleh Dinas Perumahan dan Ge-

dung Pemda Provinsi DKI Jakarta 2013-2016 ... 54 Tabel 2.26 Pembebasan Lahan RTH Hutan, RTH Taman, RTH Makam Provinsi

DKI Jakarta Tahun 2012-2016 ... 55 Tabel 2.27 Persentase Penambahan Ratio RTH Hutan, RTH Taman, dan RTH

Makam Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 ... 56 Tabel 2.28 Pembangunan RTH Taman dan RTH Makam Tahun 2012-2016 ... 56 Tabel 2.29 Luas RTH Hutan, RTH Taman, dan RTH Makam yang Dipelihara

Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 ... 56 Tabel 2.30 Rasio TPS per Satuan Penduduk Tahun 2012-2016 ... 57 Tabel 2.31 Cakupan Pelayanan Air Bersih Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-

2016 ... 57 Tabel 2.32 Jumlah Titik Pemantauan Kualitas Lingkungan Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2012-2016 ... 58 Tabel 2.33 Status Mutu Pemantauan Air Situ/Waduk berdasarkan Indeks Pen-

cemaran ... 58 Tabel 2.34 Data Status Mutu Air Limbah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 59 Tabel 2.35 Status Mutu Pemantauan Air Sungai berdasarkan Indeks Pencema-

ran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 ... 59 Tabel 2.36 Status Mutu Pemantauan Air Tanah Berdasarkan Indeks Pencema-

ran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 ... 60 Tabel 2.37 Status Mutu Pemantauan Perairan Laut Teluk Jakarta berdasarkan

Indeks Pencemaran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2015 ... 60 Tabel 2.38 Status Mutu Pemantauan Muara Teluk Jakarta berdasarkan Indeks

Pencemaran Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2015 ... 61 Tabel 2.39 Luas Permukiman yang Tertata Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-

(11)

xi

Tabel 2.40 Rasio Rumah Layak Huni terhadap Jumlah Rumah Tangga Provin- si DKI Jakarta Tahun 2012-2015 ... 62 Tabel 2.41 Tingkat penyelesaian pelanggaran K3 (ketertiban, ketentraman, ke-

indahan) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 ... 62 Tabel 2.42 Cakupan Polisi Pamong Praja dan Linmas Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2012-2016 ... 63 Tabel 2.43 Jumlah Kejadian Kebakaran di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-

2016 ... 64 Tabel 2.44 Penanganan PMKS di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 ... 65 Tabel 2.45 Jumlah Keluarga Miskin yang mandiri Provinsi DKI Jakarta Tahun

2013-2017 ... 66 Tabel 2.46 Rasio Ekspor dan Impor terhadap PDRB di Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2012-2016 ... 69 Tabel 2.47 Penggunaan Telepon Rumah dan Seluler di Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2012-2016 ... 70 Tabel 2.48 Ketersediaan dan Penggunaan Listrik Provinsi DKI Jakarta Tahun

2012-2016 ... 70 Tabel 2.49 Jumlah Usaha Restoran di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 70 Tabel 2.50 Jumlah Usaha Restoran di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2016 71 Tabel 2.51 Fasilitas Perdagangan dan Jasa Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-

2015 ... 72 Tabel 2.52 Angka Kriminalitas Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2014 ... 73 Tabel 2.53 Lama Proses Perijinan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016 ... 73 Tabel 2.54 Rasio Penduduk yang Bekerja Menurut Pendidikan yang ditamatkan 74 Tabel 3.1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Nasional ... 78 Tabel 3.2 Proyeksi Asumsi Makroekonomi DKI Jakarta ... 79 Tabel 3.3 PAD Tahun 2018 dan Proyeksi Pendapatan Daerah Provinsi DKI

Jakarta Tahun 2019 ... 84 Tabel 3.4 Belanja Daerah dan Proyeksi Belanja Provinsi DKI Jakarta Tahun

2018-2019 ... 85 Tabel 3.5 Belanja Daerah dan Proyeksi Belanja Provinsi DKI Jakarta Tahun

2018-2019 ... 86 Tabel 4.1 Strategi dan Arah Kebijakan Provinsi DKI Jakarta 2017-2022 ... 90 Tabel 4.2 Misi, Tujuan, Sasaran dan Indikator Sasaran Tahun 2018-2019 .... 98

(12)

BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

01

(13)

2

1.1 Latar Belakang

Becker (sebagaimana dikutip Rustiadi 2008, h.339) menyatakan bahwa perencanaan merupakan suatu cara “rasional” untuk mempersiapkan masa depan. Definisi lain dari perencanaan diungkapkan oleh Alder (sebagaimana dikutip Rustiadi 2008, h.339), di mana perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Selain itu, perencanaan merupakan kegiatan sosial, di mana nilai-nilai digunakan untuk menetapkan agenda sosial. Yang tersirat dalam proses ini adalah perencanaan akan menentukan arah yang mencerminkan nilai masyarakat, sehingga memungkinkan kegiatan untuk dilaksanakan dengan cara dan tempat yang tidak akan menimbulkan konflik (Kay dan Alder 2005, h.60). Tujuan pembangunan sebagaimana tercantum pada Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hal inilah yang dijadikan acuan dalam merencanakan pembangunan di Indonesia, baik dalam lingkup nasional maupun lingkup daerah. Oleh karena itu, tujuan pembangunan di Provinsi DKI Jakarta dalam lingkup kerangka NKRI berpedoman pada Pembukaan UUD 1945 tersebut.

Selain itu, Provinsi DKI Jakarta memiliki peran strategis sebagai Ibukota NKRI. Implikasi dari perannya sebagai Ibukota NKRI tersebut, pembangunan DKI Jakarta memiliki kekhususan jika dibandingkan daerah lainnya. Pembangunan di wilayah DKI Jakarta mempunyai tantangan dan permasalahan yang lebih kompleks dibandingkan daerah lain disamping menyimpan potensi yang sangat besar. Hal ini dikarenakan Jakarta sebagai Ibukota NKRI merupakan pusat dari kegiatan ekonomi, politik, seni budaya, IPTEK dan etalase Indonesia di mata dunia Internasional.

Paska pelaksanaan Pilkada di tahun 2017, Provinsi DKI Jakarta memiliki RPJMD baru untuk periode 2017-2022 yang merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan pembangunan daerah dan keuangan daerah, serta program perangkat daerah dan lintas perangkat daerah yang disertai dengan indikasi kerangka pendanaan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. RKPD merupakan dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu) tahun. Di mana dalam pasal 6 ayat 3 UU Nomor 25 Tahun 2004 dan pasal 263 ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2014 dijelaskan bahwa RKPD merupakan penjabaran dari RPJMD yang memuat kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, serta rencana kerja dan pendanaan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang disusun dengan berpedoman pada RKP dan program strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(14)

3

Dalam menyusun RKPD digunakan empat pendekatan perencanaan pembangunan yang meliputi pendekatan teknokratik, partisipatif, politis, serta atas-bawah dan bawah-atas. Pendekatan teknokratis dalam penyusunan RKPD dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan daerah. Pendekatan partisipatif dilakukan dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Pendekatan politis dilaksanakan dengan menerjemahkan visi dan misi kepala daerah terpilih ke dalam dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah yang dibahas bersama dengan DPRD. Sedangkan pendekatan atas-bawah dan bawah-atas merupakan hasil perencanaan yang diselaraskan dalam musyawarah pembangunan yang dilaksanakan mulai dari kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi hingga nasional. Selain itu, perencanaan pembangunan daerah yang berorientasi pada subtansi, menggunakan pendekatan holistik-tematik, integratif dan spasial. Pendekatan holistik-tematik dilaksanakan dengan mempertimbangkan unsur/bagian/kegiatan pembangunan sebagai satu kesatuan faktor potensi, tantangan, hambatan dan/atau permasalahan yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Pendekatan integratif dilakukan dengan menyatukan beberapa kewenangan ke dalam satu proses terpadu dan fokus yang jelas dalam upaya pencapaian tujuan pembangunan daerah. Sedangkan pendekatan spasial dilaksanakan dengan mempertimbangkan dimensi keruangan dalam perencanaan.

Dalam menyusun RKPD, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mengacu pada Pasal 16 Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 yang mengamanatkan bahwa RKPD disusun dengan tahapan yaitu: persiapan penyusunan RKPD, penyusunan rancangan awal RKPD, penyusunan rancangan RKPD, pelaksanaan Musrenbang RKPD, perumusan rancangan akhir RKPD, dan penetapan RKPD. Sebagai catatan, tahun 2019 merupakan tahun ke 2 (dua) dari pelaksanaan periodisasi RPJMD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2017-2022

1.2 Dasar Hukum

Dasar hukum penyusunan RKPD Tahun 2019 adalah:

1.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

4.

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia;

5.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang

(15)

4

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah;

6.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

7.

Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

8.

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

9.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah;

10.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor XX Tahun 2018 tentang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2019;

11.

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

12.

Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2011 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan dan Penganggaran Terpadu;

13.

Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030;

14.

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Daerah Tahun 2005-2025;

15.

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta;

16.

Peraturan Daerah Nomor XX Tahun 2017 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2017-2022;

17.

Peraturan Gubernur Nomor 253 Tahun 2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah;

18.

Peraturan Gubernur Nomor 286 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kota Administrasi;

19.

Peraturan Gubernur Nomor 287 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kabupaten

(16)

5

1.3 Maksud dan Tujuan

RKPD Provinsi DKI Jakarta tahun 2019 ditetapkan dengan maksud:

1. Sebagai arah pembangunan tahunan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2019;

2. Sebagai pedoman bagi pemangku kepentingan baik di lingkungan pemerintahan, masyarakat, dunia usaha/swasta dan pihak-pihak terkait lainnya, untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2019 sesuai RPJMD periode tahun 2017-2022;

3. Sebagai tolok ukur tahunan keberhasilan kepemimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;

4. Sebagai tolok ukur penilaian keberhasilan Kepala Perangkat Daerah dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan tugas, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mewujudkan visi misi dan program Gubernur terpilih; 5. Sebagai instrumen pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dalam mengendalikan penyelenggaraan prioritas pembangunan daerah dan menyalurkan aspirasi msyarakat sesuai dengan prioritas dan sasaran program pembangunan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD;

6. Sebagai acuan dalam penyusunan rancangan KUA dan PPAS, beserta RAPBD tahun 2019

Tujuan RKPD tahun 2019 adalah memantapkan prestasi hasil pembangunan yang telah diperoleh pada tahun 2018 sesuai pentahapan sebagaimana tercantum dalam RPJMD periode 2013-2017 dengan fokus pada pemantapan pemerataan pembangunan untuk pertumbuhan berkualitas. Selain itu, tujuan RKPD tahun 2019 adalah:

1. Menyediakan satu acuan bagi DPRD Provinsi DKI Jakarta, seluruh Kepala SKPD, Kepala UKPD, dan seluruh Lurah dan Camat di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menentukan prioritas program dan kegiatan Tahun 2019;

2. Menjadi pedoman dalam penyusunan rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA), rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Provinsi DKI Jakarta Tahun 2018;

3. Menetapkan program prioritas untuk masing-masing urusan pemerintahan dalam rangka pencapaian target Perjanjian Kinerja;

4. Memperkuat koordinasi, integrasi, sinergi dan sinkronisasi pembangunan baik antar SKPD/UKPD, dan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat;

5. Memberikan jaminan kepastian kebijakan sebagai komitmen Pemerintah dalam penyelenggaran urusan Pemerintahan;

(17)

6

6. Menyediakan tolak ukur untuk menilai dan mengevaluasi kinerja setiap SKPD/UKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta; serta menyusun Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ), Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) dan Laporan Kinerja Pemerintah Daerah (LKPD);

7. Menciptakan iklim pemerintahan yang partisipastif, responsif, dan kondusif dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan;

8. Menggerakan dan mengarahkan seluruh pemangku kepentingan, dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan dan program pembangunan Provinsi DKI Jakarta;

9. Menjadi acuan dalam pengembangan kerjasama dan kemitraan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pelaku usaha swasta dan masyarakat; dan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pemerintah daerah lainnya;

10. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

1.4 Hubungan Antar Dokumen

Secara umum, keterkaitan antar dokumen perencanaan dalam sistem perencanaan pembangunan dan sistem keuangan negara telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 1.1. Posisi dokumen RKPD sebagai dokumen perencanaan pembangunan tahunan merupakan penjabaran RPJMD yang berpedoman pada RPJP Daerah. RKPD tersebut menjadi pedoman bagi SKPD/UKPD dalam menyusun Renja SKPD/UKPD, di mana Renja SKPD/UKPD akan menjadi bahan masukan dalam finalisasi RKPD. Dalam hubungannya dengan RKP, RKPD diserasikan dengan RKP melalui forum Musrenbang Nasional.

(18)

7

Gambar 1.1 Hubungan antar dokumen perencanaan

Di samping itu, dokumen-dokumen perencanaaan sebagaimana tersebut di atas yang bersifat a-spasial perlu disinkronisasikan dengan dokumen-dokumen perencanaan spasial, yaitu dokumen RTRW Nasional, RTR Pulau dan RTR Kawasan Strategis Nasional pada level Pemerintah Pusat dan dokumen RTRW Daerah, RDTR dan PZ, serta RTR Kawasan Strategis Daerah. Selain itu, perlu juga diselaraskan dengan Dokumen-dokumen RTR dari Daerah Tetangga. Dalam hal, posisi penyusunan RKPD yang merupakan penjabaran dari RPJMD dan berpedoman dengan RPJPD. Di samping itu, dokumen RTRW Daerah menjadi pedoman dalam penyusunan RPJPD dan RPJMD. Dengan demikian, korelasi antara RKPD dengan dokumen perencanaan spasial (RTRW Daerah) terletak pada hubungannya dengan dokumen antara RPJPD dan RPJMD, yang sama-sama diacu oleh RKPD. Konstelasi hubungan antara dokumen spasial dan a-spasial, sebagaimana dijabarkan di atas dapat dilihat pada gambar 1.2

Dalam menyusun dokumen RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga memperhatikan keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan dan pengawasan. Penyusunan RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 merupakan bagian dari penerapan sistem perencanaan pembangunan nasional, dan bagian dari penerapan sistem perencanaan dan penganggaran terpadu. RKPD Provinsi DKI Jakarta

(19)

8

Tahun 2019 disusun dengan memperhatikan kebijakan tingkat nasional, yang mengacu pada RKP Tahun 2019 yang merupakan penjabaran dari RPJMN Tahun 2015 - 2019 serta Renstra masing - masing K/L di tingkat pusat. Selain itu dalam konteks daerah, dokumen RKPD Tahun 2019 juga disusun dengan memperhatikan kebijakan jangka panjang daerah sesuai RPJPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2005-2025 dan RPJMD 2017-2022 yang menjabarkan visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur melalui Peraturan Daerah.

Selanjutnya dokumen RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 menjadi pedoman dalam penyusunan dokumen Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun 2019. Dokumen KUA dan PPAS tersebut merupakan dasar untuk penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) Tahun 2019 serta dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta tahun 2019. Dengan demikian, dokumen RKPD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2019 menjadi bagian penting dan tidak terpisahkan dengan dokumen lainnya dan menjadi bagian dalam proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2019.

Gambar 1.2 Hubungan antar dokumen perencanaan spasial dan a-spasial

(20)

9

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika dokumen RKPD tahun 2019, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017, adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

BAB II : Gambaran umum kondisi daerah

BAB III : Kerangka ekonomi dan keuangan daerah BAB IV : Sasaran dan prioritas pembangunan daerah BAB V : Arah kebijakan pembangunan kanupaten/kota BAB VI : Rencana kerja dan pendanaan daerah

(21)

BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

GAMBARAN UMUM

KONDISI DAERAH

(22)

2.1 Sejarah Kota Jakarta

Sejarah Kota Jakarta bermula dari sejarah berdirinya kerajaan Hindu Sunda, Dayeuh Pakuan Padjajaran atau Pajajaran, yang merupakan kelanjutan dari Kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Pajajaran tersebut memiliki 6 (enam) pelabuhan utama, yaitu pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Cimanuk dan Sunda Kalapa. Pelabuhan Sunda Kalapa, yang terletak di Muara Kali Ciliwung, merupakan pelabuhan terpenting bagi Kerajaan Pajajaran karena dapat ditempuh dalam 2 (dua) hari dari Ibukota Kerajaan yang terletak di daerah Jawa Barat dekat Kota Bogor sekarang. Pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk dan menjadi tempat persinggahan kapal-kapal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah yang datang membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutera, kain, wangi-wangian, kuda, anggur dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah1.

Armada bangsa Eropa pertama berlabuh di Sunda Kalapa pada tahun 1513. Adalah 4 (empat) kapal Portugis yang berlayar dari Malaka merapat ke Sunda Kalapa ketika sedang mencari rute perdagangan rempah. Raja Hindu Sunda saat itu, Surawisesa2, membuat perjanjian

aliansi dengan bangsa Portugis dan mengizinkan Portugis membangun benteng pada tahun 1522 dalam rangka membantu pertahanan untuk menghadapi kekuatan Kerajaan Islam Demak3 dan Cirebon yang hendak memisahkan diri4.

Sebelum pembangunan benteng terlaksana, Cirebon dibantu Demak langsung menyerang Sunda Kalapa pada tahun 1527 dipimpin oleh Fatahillah. Penyerangan ini telah membumihanguskan kota pelabuhan tersebut, membunuh banyak rakyat Sunda dan sekaligus mengusir Portugis keluar dari Sunda Kelapa. Fatahillah, segera menunjuk pembantunya untuk memerintah kota dan mengganti nama Bandar Sunda Kelapa dengan Fathan Mubina atau Jayakarta, yang berarti “Kemenangan Akhir” dan menjadi bagian dari Kesultanan Cirebon. Tanggal 22 Juni 1527 dinyatakan sebagai tanggal dikuasainya Sunda Kelapa oleh Falatehan, setelah mengusir penjajahan Portugis atas pendudukannya di wilayah Kerajaan Pajajaran. Tanggal tersebut selanjutnya diresmikan melalui keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/19565. Selanjutnya, Jayakarta diserahkan dari Kesultanan Cirebon

kepada Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung Jati6 .

Setelah singgah ke Banten pada tahun 1596, Belanda datang ke Jayakarta sekitar akhir abad ke-16 saat Jayakarta dipimpin oleh Pangeran Jayakarta, salah seorang kerabat Kesultanan

1 ‘Daerah Khusus Ibukota Jakarta’, Wikipedia, dilihat 18 April 2017,

https://id.wikipedia.org/wiki/Daerah_Khusus_Ibukota_Jakarta 2 Ibid

3 ‘Jakarta’, Wikipedia, dilihat 18 April 2017, https://en.wikipedia.org/wiki/Jakarta 4 ‘Daerah Khusus Ibukota Jakarta’, op. cit. hlm 58

5 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, Rangkaian Perubahan Nama Kota Jakarta, dilihat 3 Februari 2017, http://muspen.kominfo.go.id/index.php/berita/461-rangkaian-perubahan-nama-kota-jakarta 6 ‘Daerah Khusus Ibukota Jakarta’, op. cit.

(23)

12

Banten. Pada tahun 1916, Jan Pieterszoon Coen memimpin Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menduduki Jayakarta dan mengubah namanya menjadi Stad Batavia pada 4 Maret 1621, sekaligus mengubah sistem pemerintahannya7. Selanjutnya, Belanda

mengembangkan Stad Batavia menjadi kota yang besar dan penting. Belanda mengembangkan kanal-kanal dalam kota seperti kota-kota besar lainnya di Belanda. Untuk pembangunan kota, VOC banyak mendatangkan budak-budak sebagai pekerja, yang kebanyakan berasal dari Bali, Sulawesi, Maluku, Tiongkok dan pesisir Malabar, India8.

Gambar 2.1 Peta Jayakarta 15279

Sumber: Museum Penerangan TMII

Pada tanggal 1 April 1905 Stad Batavia berubah dan berkembang membentuk 2 (dua) Kotapraja atau Gemeente, yaitu Gemeente Batavia dan Meester Cornelis (daerah Jatinegara) serta diberikan kewenangan untuk mengatur keuangannya sendiri sebagai bagian dari Pemerintah Hindia Belanda. Gemeente Batavia merupakan Pemerintah Daerah yang pertama kali dibentuk di Hindia Belanda. Luas wilayah Gemeente Batavia kurang lebih 125 km², tidak termasuk pulau-pulau di Teluk Jakarta (Kepulauan Seribu).

Pada tahun 1908 wilayah Afdeling Batavia dibagi menjadi 2 Distrik, yakni Distrik Batavia dan Weltevreden yang dibagi lagi menjadi 6 sub Distrik (Onderdistrik). Distrik Batavia terdiri dari sub Distrik Mangga Besar, Penjaringan dan Tanjung Priuk sedangkan Distrik Weltevreden terdiri dari sub Distrik Gambir, Senen, dan Tanah Abang. Gemeente Batavia selanjutnya

7 Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah, op. cit. 8 ‘Daerah Khusus Ibukota Jakarta’, op. cit. hlm 58

(24)

13

diubah lagi menjadi Stad Gemeente Batavia pada tanggal 8 Januari 193510, dengan wilayah

yang terintegrasi antara Gemeente Batavia dan Meester Cornelis. Gambar 2.2 Tijgersgracht Batavia11

Sumber: Wikipedia

Gambar 2.4 Peta Batavia 189712

Sumber: Wikipedia

Gambar 2.3 Peta Batavia 166713

Sumber: Wikipedia

Pada tanggal 5 Maret 1942 Kota Batavia jatuh ke tangan bala tentara Jepang dan pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang dan mengganti nama kota menjadi ジャカルタ特別市 atau Jakaruta Tokubetsu Shi14, untuk

menarik hati penduduk pada masa Perang Dunia II. Pemerintah Jepang selanjutnya menerbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1942 tentang Perubahan Tata Pemerintahan Daerah yang mengatur bahwa Pulau Jawa dibagi menjadi satuan-satuan daerah yang disebut Pemerintahan Keresidenan (Syuu). Keresidenan (Syuu) dibagi lagi menjadi beberapa Kabupaten (Ken) dan Kota (Shi). Pada masa pendudukan Jepang tersebut, Jakarta merupakan satu-satunya pemerintahan kota khusus (Tokubetsu Shi) di Indonesia.

Pasca Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Jakarta sempat diduduki oleh Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia sampai tahun 1949. Posisi Ibukota Negara sempat

10 Ibid

11 ‘Batavia, Dutch East Indies’, Wikipedia, dilihat 20 Maret 2017,

https://en.wikipedia.org/wiki/Batavia,_Dutch_East_Indies 12 Ibid

13 Ibid

(25)

14

dipindahkan ke Jogjakarta15. Setelah pengakuan kedaulatan di Den Haag pada akhir tahun

1949, Ibukota negara kembali ke Jakarta, sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950, di mana kedudukan kota Djakarta ditetapkan sebagai daerah Swatantra yang disebut “Kotapradja Djakarta Raya” dengan Walikotanya adalah Soewiryo (1945-1951), Syamsuridjal (1951-1953), dan Soediro (1953-1960).

Kota Djakarta ditingkatkan menjadi Daerah Tingkat I dengan Kepala Daerah yang berpangkat Gubernur pada tanggal 15 Januari 1960. Pada periode Gubernur Soemarno (1960-1964) terbit UU Nomor 2 Tahun 1961 tentang pembentukan “Pemerintahan Daerah Chusus Ibukota Djakarta Raya”. Sejak itu disebut Pemerintah DCI Djakarta Raya. Pada periode Gubernur Henk Ngantung (1964-1966) terbit UU Nomor 10 Tahun 1964 tentang Djakarta sebagai Ibukota Republik Indonesia dengan nama “Djakarta”. Sejak itu Pemerintah DCI Djakarta Raya berubah menjadi Pemerintah DCI Djakarta.

Pemerintah DCI Djakarta berubah menjadi Pemerintah Daerah DKI Djakarta pada periode Gubernur Ali Sadikin (1966-1977). Adapun gubernur selanjutnya berturut-turut yaitu Tjokropranolo (1977-1982), Soeprapto (1982-1987) dan Wiyogo Atmodarminto (1987-1992). Pada periode Gubernur Wiyogo Atmodarminto terbit UU Nomor 11 Tahun 1990 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Sejak itu sebutan Pemerintah Daerah DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Propinsi DKI Jakarta sampai dengan periode Gubernur Surjadi Soedirdja (1992 – 1997).

Pada periode Gubernur Sutiyoso (1997-2007) terbit Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Sejak itu sebutan Pemerintah Propinsi DKI Jakarta berubah menjadi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pada akhir masa jabatan Gubernur Sutiyoso terbit Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, sebutan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak berubah. Sampai dengan saat ini Undang-Undang tersebut masih berlaku dan menjadi salah satu acuan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Provinsi DKI Jakarta.

2.2 Pelaksanaan Otonomi Daerah di Provinsi DKI Jakarta

Pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi DKI Jakarta diatur dalam UU Nomor 29 tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, di mana disebutkan bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom pada tingkat provinsi. Dengan Otonomi Provinsi DKI

(26)

15

Jakarta yang diletakkan pada tingkat provinsi sehingga Penyelenggaraan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta harus mengikuti dan menuruti asas otonomi, asas dekonsentrasi, asas tugas pembantuan, dan kekhususan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, pada pasal 5 UU Nomor 29 tahun 2007 tersebut juga dinyatakan bahwa Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional.

Dalam konteks perencanaan pembangunan, sebagai konsekuensi peran tersebut di atas, maka Pemprov. DKI Jakarta perlu mempunyai metode pendekatan tersendiri dan berbeda dengan provinsi lainnya. Dalam rangka mengakomodir kebutuhan warga, proses perencanaan pembangunan di Jakarta dimulai dari tingkat RW sampai tingkat provinsi. Sementara itu, Pemerintah Kota dan Kabupaten hanya bersifat kota administrasi. Hal ini disebabkan oleh otonomi tunggal pada daerah Provinsi, sehingga DPRD hanya ada pada tingkat provinsi, tidak ada pada tingkat Kabupaten/Kota.

Selain sebagai Ibukota NKRI, Jakarta mempunyai peran yang penting dan multifungsi. Jakarta merupakan kota yang berkontribusi paling tinggi bagi perekonomian nasional, dikarenakan Jakarta adalah pusat kegiatan keuangan di tingkat nasional. Jakarta juga merupakan pusat kegiatan pemerintahan sebagai tempat kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga internasional. Dengan demikian maka Jakarta akan sangat penting bagi NKRI dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan untuk aspek luar negeri.

Sebagai kota internasional dan tempat komunikasi antar berbagai suku bangsa, maka penting bagi Jakarta dalam melakukan dialog budaya. Jadi secara umum budaya Jakarta dapat dikatakan sebagai pusat akulturasi antara budaya asing dan budaya domestik. Fungsi lainnya adalah bahwa Provinsi DKI Jakarta juga sebagai daerah otonom. Fungsi ini mendorong Pemerintahan provinsi DKI Jakarta wajib untuk memiliki pemerintahan yang solid, kompeten, berwibawa, tanggap, bersih dan profesional. Sehingga masyarakat dapat terlayani dengan baik dan puas.

Dengan dasar uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagai pusat pemerintahan, dan sebagai daerah otonom. Dengan fungsi tersebut ini maka Jakarta mempunyai karakteristik permasalahan yang sangat kompleks dan berbeda dengan provinsi lain. Provinsi DKI Jakarta selalu berhadapan dengan masalah urbanisasi, keamanan, transportasi, lingkungan, pengelolaan kawasan khusus, dan masalah sosial kemasyarakatan lain yang memerlukan pemecahan masalah secara sinergis melalui berbagai instrumen.

Namun demikian, dalam hal pengelolaan wilayah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap mengacu kepada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana

(27)

16

telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015. Undang-Undang tersebut mendasari pembentukan Perangkat Daerah yang akan berperan penting dalam menyelesaikan permasalahan Jakarta yang spesifik.

2.3 Aspek Geografi dan Demografi

2.3.1 Luas dan Batas Wilayah

Wilayah provinsi DKI Jakarta terletak pada dataran rendah antara 5°19’12” LS - 6°23’54” LS dan 106°22’42” BT - 106°58’18” BT dengan ketinggian rata-rata ±7 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar karakteristik wilayah Provinsi DKI Jakarta berada di bawah permukaan air laut pasang. Kondisi tersebut mengakibatkan sebagian wilayah di Provinsi DKI Jakarta rawan genangan, baik karena curah hujan yang tinggi maupun karena semakin tingginya air laut pasang (rob).

Dilihat dari posisi geostrategis, Provinsi DKI Jakarta terletak di sisi utara bagian barat Pulau Jawa, dengan bagian utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa dan merupakan bentang pantai sepanjang 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 13 sungai, 2 kanal, dan 2 flood way. Sedangkan sisi timur dan selatan Provinsi DKI Jakarta berbatasan dengan wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat, serta sisi barat berbatasan dengan wilayah Provinsi Banten. Berdasarkan KepGub. Provinsi DKI Jakarta Nomor 171 tahun 2007 tentang Penataan, Penetapan Batas dan Luas Wilayah Kelurahan di Provinsi DKI Jakarta, secara geografis luas wilayah DKI Jakarta adalah 7.639,83 km², dengan luas daratan 662,33 km² termasuk 110 pulau yang tersebar di Kepulauan Seribu, dan luas lautan 6.977,5 km².

Provinsi DKI Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia sehingga tidak memiliki kawasan pedalaman maupun kawasan terpencil. Sebagian wilayah Provinsi yang membentang dari timur ke barat sepanjang kurang lebih 35 km, dan menjorok ke darat sekitar 4-10 km. Selain memiliki daerah pesisir, DKI Jakarta juga memiliki 110 pulau yang tersebar pada 2 (dua) Kecamatan di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pulau-pulau di wilayah tersebut memiliki luas beragam, sebanyak 30 persen memiliki luas lebih dari 10 Ha, sebanyak 25 persen memiliki luas antara 5 - 10 Ha, dan sisanya sebanyak 45 persen berukuran kurang dari 5 Ha. Pulau-pulau tersebut memanjang dari utara ke selatan dengan ciri-ciri berpasir putih dan bergosong karang, serta beriklim tropis panas dengan kelembaban berkisar antara 75 - 99 persen. Dari 110 pulau yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu, hanya 11 pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Untung Jawa, Pulau Lancang Besar, Pulau Pari, Pulau Payung Besar, Pulau Tidung Besar, Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Harapan, dan Pulau Sebira.

Dalam hal administrasi pemerintahan, Provinsi DKI Jakarta dibagi menjadi 5 (lima) Kota Administrasi dan 1 (satu) Kabupaten Administrasi. Hal tersebut dimaksudkan guna

(28)

17

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar lebih efektif dan efisien. Wilayah kecamatan terbagi menjadi 44 Kecamatan, dan Kelurahan menjadi 267 Kelurahan, dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 2.1 Pembagian Wilayah Provinsi DKI Jakarta No. Kota/Kabupaten Administrasi Luas Area (km2) Jumlah Kecamatan Kelurahan RW RT (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Jakarta Pusat 48,13 8 44 389 4.572 2. Jakarta Utara 146,66 6 31 449 5.223 3. Jakarta Barat 129,54 8 56 586 6.481 4. Jakarta Selatan 141,27 10 65 576 6.088 5. Jakarta Timur 188,03 10 65 707 7.926 6. Kepulauan Seribu 8,70 2 6 24 127 Jumlah 662,33 44 267 2.731 30.417

Sumber: Biro Tata Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta, 2018

2.3.2 Topografi

Jika Topografi Provinsi DKI Jakarta dianalisis dari aspek ketinggian lahan dan kemiringan lahan, Provinsi DKI Jakarta terletak pada dataran rendah dengan ketinggian rata-rata kurang lebih 7 meter di atas permukaan laut16. Sedangkan, sekitar 40 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta berupa dataran yang permukaan tanahnya berada 1-1,5 meter di bawah muka laut pasang. Hal tersebut mengakibatkan kemiringan lahan sebagaimana digambarkan pada gambar berikut.

16 Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta 2016, Jakarta Dalam Angka 2016, No. Publikasi 31000.1601, BPS, Jakarta

(29)

18

Gambar 2.5 Peta Kemiringan Lereng Daerah Jabodetabek

Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032

Dapat dilihat bahwa sekitar 0-3 persen wilayah Provinsi DKI Jakarta yaitu memiliki kecenderungan datar, sementara daerah hulu dimana sungai-sungai yang bermuara di Provinsi DKI Jakarta memiliki ketinggian yang cukup tinggi yaitu sekitar 8-15 persen di wilayah Bogor dan Cibinong, sedangkan daerah Ciawi-Puncak memiliki ketinggian lebih dari 15 persen.

Fenomena banjir yang terjadi di Jakarta tidak lepas dari kemiringan lerengnya, lokasi kota Jakarta sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3 di atas, masih tergolong dalam tingkat kemiringan lereng 0-3 persen. Kemiringan lereng pada kota Tangerang dan Bekasi memiliki karakteristik yang sama, sehingga dapat dinyatakan bahwa sebagian besar kawasan Jabodetabek berada pada kemiringan lereng relatif landai.

Dengan kondisi kemiringan lahan yang demikian, ditambah dengan 17 sungai yang mengalir di wilayah Provinsi DKI Jakarta menyebabkan kecenderungan semakin rentannya wilayah Jakarta untuk tergenang air dan banjir pada musim hujan. Terlebih jika memperhatikan tingginya tingkat perkembangan wilayah di sekitar Jakarta, menyebabkan semakin rendahnya resapan air kedalam tanah dan menyebabkan run off air semakin tinggi, yang pada gilirannya akan memperbesar ancaman banjir di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

2.3.3 Geologi

Secara geologis, seluruh daerah di Jakarta terlihat bahwa strukturnya terdiri dari endapan Pleistocene yang terdapat ± 50 meter di bawah permukaan tanah. Di sisi utara, permukaan

(30)

19

keras baru terdapat pada kedalaman 10 - 25 meter, semakin ke selatan permukaan keras semakin dangkal pada kedalaman 8 - 15 meter, pada sebagian wilayah, lapisan permukaan tanah yang keras terdapat pada kedalaman 40 meter. Sedangkan struktur di sisi selatan terdiri atas lapisan alluvial.

Pada dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 Kilometer. Di bawah terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena timbunan seluruhnya oleh endapan alluvium. Gambar 2.6 berikut memberikan informasi tentang peta geologi teknik Kawasan Jabodetabekpunjur.

Gambar 2.6 Peta Geologi Teknik Kawasan Jabodetabekpunjur

Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032

Secara umum, karakteristik keteknikan tanah dan batuan Provinsi DKI Jakarta menunjukan bahwa terdapat 4 karakteristik utama, yaitu:

a. Pasir lempungan dan lempung pasiran, merupakan endapan aluvial sungai dan pantai berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lanau lempungan, lanau pasiran dan lempung pasiran. Semakin kearah utara mendekati pantai di permukaan berupa lanau pasiran dengan sisipan lempung organik dan pecahan cangkang kerang, tebal endapan antara perselang-seling lapisannya bekisar antara 3-12 meter, namun ketebalan secara keseluruhan endapan tersebut diperkirankan mencapai 300 meter. Lanau lempungan tersebar secara dominan di permukaan, abu-abu kehitaman sampai abu-abu kecoklatan, setempat mengandung material organik, lunak-teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lanau

(31)

20

pasiran, kuning keabuan, teguh, plastisitas sedang-tinggi. Lempung pasiran, abu-abu kecokolatan, tegus, plastisitas sedang-tinggi.

Pada beberapa tempat nilai penetormeter saku (qu) untuk lanau lempungan antara lanau pasiran antara 2-3 kg/cm2 dan lempung pasiran antara 1,5-3 kg/cm2, tebal lapisan (data

sondir dan bor tangan) lanau lempungan antara 1,5-5 m, lanau pasiran antara 0,5-3 meter dan lempung pasiran antara 1-4 m dan kisaran nilai tekanan konus lanau lempungan antara 2-20 kg/m2, lanau pasiran antara 15-25 kg/m2 dan lempung pasiran antara 10-40

kg/m2.

b. Satuan Pasir Lempungan, merupakan endapan pematang pantai berangsur-angsur dari atas kebawah terdiri dari perselang-selangan lanau pasiran dan pasir lempungan. Tebal endapan antara 4,5-13 meter. Di permukaan didominasi oleh pasir lempungan, dengan warna coklat muda dan mudah terurai. Pasir berbutir halus-sedang, mengandung lempung, setempat kerikilan dan pecahan cangkang kerang. Lanau pasiran berwarna kelabu kecoklatan, lunak, plasitisitas sedang.

Di beberapa tempat nilai penetrometer saku (qu) untuk pasir lempungan antara 0,75-2 kg/cm2 dan lanau pasiran antara 1,5-3 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan)

pasir lempungan antara 3-10 m dan lanau pasiran antara 1,5-3 meter dan kisaran nilai tekanan konus pasir lempungan antara 10-25 kg/m2 dan lanau pasiran antara 2-10 kg/m2.

c. Satuan Lempung Pasiran dan Pasir Lempungan, merupakan endapan limpah banjir sungai. Satuan tersebut tersusun beselang-selang antara lempung pasrian dan pasir lempungan. Lempung pasiran umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, coklat, dengan plasitisitas sedang, konsistensi lunak-teguh. Pasir lempungan berwarna abu-abu, angka lepas, berukuran pasir halus-kasar, merupakan endapan alur sungai dengan ketebalan 1,5-17 meter.

d. Lempung Lanauan dan Lanau Pasiran, merupakan endapan kipas aluvial vulkanik (tanah tufa dan konglomerat), berangsur-angsur dari atas ke bawah terdiri dari lempung lanauan dan lanau pasiran dengan tebal palisan antara 3-13,5 meter. Lempung lanauan tersebar secara dominan di permukaan, coklat kemerahan hingga coklat kehitaman, lunak-teguh, plasitisitas tinggi. Lanau pasiran, merah-kecoklatan, teguh, plasitisitas sedang-tinggi. Di beberapa tempat nilai penetrometer saku untuk lempung antara 0,8-2,85 kg/cm2 dan lanau

lempungan antara 2,3-3,15 kg/cm2, tebal lapisan (data sondir dan bor tangan) lempung

antara 1,5-6 m dan lanau lempungan antara 1,5-7,5 meter. Kisaran nilai tekanan konus lempung antara 2-50 kg/m2 dan lanau lempungan antara 18-75 kg/m2. Tufa dan

konglomerat melapuk menengah – tinggi, putih kecoklatan, berbutir pasir halus-kasar, agak padu dan rapuh.

(32)

21

Sumber : Master Plan dan Kajian Akademis Persampahan Provinsi DKI Jakarta 2012-2032

Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa Provinsi DKI Jakarta merupakan endapan vulkanik quarter yang terdiri dari 3 (tiga) formasi yaitu: Formasi Citalang, Formasi Kaliwangu, dan Formasi Parigi. Formasi Citalang memiliki kedalaman hingga kira-kira 80 meter. Formasi Citalang didominasi oleh batu pasir pada bagian bawahnya dengan bagian atasnya merupakan batu lempung, sedangkan di beberapa tempat terdapat breksi/konglomerat terutama pada bagian Blok M dan Dukuh Atas. Formasi Kaliwangu didominasi oleh batu lempung diselingi oleh batu pasir yang memiliki kedalaman sangat bervariasi, dengan kedalaman bagian utaranya lebih dari 300 meter dan di sekitar Babakan, formasi Parigi mendesak keatas hingga kedalaman 80 meter. Dengan kondisi geografis demikian, disadari bahwa Jakarta termasuk wilayah rawan banjir.

2.3.4 Hidrologi

Provinsi DKI Jakarta memiliki potensi air yang sebagian besar terletak dalam cekungan air bawah tanah yang tidak mengenal batas administrasi pemerintahan dan bersifat lintas Kabupaten/Kota yang dibatasi oleh batas-batas hidrogeologi, yang secara teknis diatur dalam Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 716 K/40/MEM/2003 tentang Batas Horisontal Cekungan Air Tanah Di Pulau Jawa dan Pulau Madura, berikut Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Jawa Tengah dan DIY. Menurut keputusan tersebut, Provinsi DKI Jakarta berada pada Cekungan Air Tanah (CAT) Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta

(33)

22

yang merupakan cekungan air tanah lintas Provinsi, yang berada di antara Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, dan Provinsi Jawa Barat dengan luas sekitar 1.439 km2. Sebarannya mencakup sebagian Kota Tangerang dan sebagian Kabupaten Tangerang, seluruh wilayah DKI Jakarta, sebagian Kabupaten Bogor dan sebagian Kabupaten Bekasi.

Litologi akuifer utama dari cekungan air tanah Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta merupakan: endapan sungai pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah; endapan kipas gunung api; pasir, kerikil, dan kerakal; endapan pematang pantai; pasir halus-kasar mengandung cangkang moluska; tuf Banten; tuf, tuf batu apung; dan batu pasir tufan. Jumlah air tanah bebas 803 juta m3/tahun, sedangkan jumlah air tanah tertekan 40 juta m3/tahun.

Sistem akufiernya bersifat multi layers yang dibentuk oleh endapan kuarter dengan ketebalan mencapai 250 meter. Ketebalan akuifer tunggal antara 1 – 5 meter, terutama berupa lanau sampai pasir halus. Kelulusan horizontal antara 0,1 – 40 meter/hari, sementara kelulusan vertikalnya berdasarkan hasil simulasi aliran air tanah CAT Jakarta sekitar 250 m2/hari air tanah pada endapan kuarter mengalir pada system akuifer ruang antar bulir. Di daerah pantai umumnya didominasi oelh air tanah panyau/asin yang berada di atas air tanah tawar kecuali di daerah yang disusun oleh endapan sungai lama dan pematang pantai. Akuifer produktif umumnya dijumpai sekitar kedalaman 40 mbmt dan mencapai kedalaman maksimum 150 mbmt.

Pembagian system akuifer di CAT Jakarta yang hingga saat ini digunakan adalah sebagai berikut:

1. Sistem akufier tidak tertekan yang berada pada kedalaman 0-40 mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer I

2. Sistem akuifer tertekan atas yang berada pada kedalaman 40-140 mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer II

3. Sistem akuifer tertekan bawah yang berada pada kedalaman 140 – 250 mbmt, disebut sebagai kelompok akuifer III

Pembagian akuifer di CAT Jakarta tersebut didasarkan atas dijumpainya lempung berfaies laut yang memisahkan sistem akuifer yang satu dengan lainnya. Mengatasi sistem akuifer di daerah pemantauan adalah endapan tersier yang bersifat relatif sangat kedap air. Berdasarkan letaknya, Kota Jakarta termasuk kota delta (delta city) yaitu kota yang berada pada muara sungai yang umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Meskipun demikian, keberadaan sungai dan laut menyebabkan sebuah delta city memiliki keunggulan strategis, terutama dalam hal transportasi perairan. Kota delta umumnya berada di bawah permukaan laut, dan cukup rentan terhadap perubahan iklim. Berikut peta aliran sungai, Kanal dan flood way yang melalui Wilayah DKI Jakarta (gambar 2.8) dan Panjang dan luas dari masing-masing sungai/kanal menurut peruntukannya sebagaimana (tabel 2.2).

(34)

23

Gambar 2.8 Peta Tematik Sungai di Provinsi DKI Jakarta

Tabel 2.2 Panjang dan Luas Sungai/Kanal di Provinsi DKI Jakarta Tahun 201517

No. Sungai/Kanal Panjang (m) Luas (m2) Peruntukan

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Ciliwung 21.660 515.600 Usaha Perkotaan 2. Krukut 18.370 206.340 Air Baku Air Minum 3. Mookervart 8.000 215.000 Air Baku Air Minum 4. Kali Angke 4.350 175.375 Usaha Perkotaan 5. Kali Pesanggarahan 11.400 142.500 Perikanan 6. Kali Grogol 21.600 367.325 Perikanan 7. Kali Cideng 12.700 291.000 Usaha Perkotaan 8. Kalibaru Timur 12.600 75.600 Usaha Perkotaan 9. Cipinang 9.060 72.480 Usaha Perkotaan 10. Sunter 21.290 540.900 Usaha Perkotaan 11. Cakung 26.605 476.175 Usaha Perkotaan 12. Buaran 8.800 154.000 Usaha Perkotaan 13. Kalibaru Barat 14.250 106.875 Air Baku Air Minum 14. Cengkareng Drain 2.950 147.500 Usaha Perkotaan 15. Jati Kramat 3.270 21.255 Usaha Perkotaan 16. Ancol 3.650 155.700 Usaha Perkotaan 17. Banjir Kanal Barat 14.250 855.000 Perikanan

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta

17 Ibid

(35)

24

2.3.5 Klimatologi

Dalam hal musim, wilayah Indonesia pada umumnya dikenal dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Untuk wilayah Jakarta yang termasuk dalam wilayah iklim tropis memiliki karakteristik musim penghujan rata-rata pada bulan Oktober hingga Maret dan musim kemarau pada bulan April hingga September. Untuk Jakarta puncak musim penghujan terjadi pada bulan November hingga Januari dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari dan hari hujan tertinggi selama 26 hari terjadi pada bulan Januari18, sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Banyaknya Hari Hujan Menurut Bulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014-2016

No. Bulan 2014 2015 2016 Curah Hujan (mm2) Banyaknya Hari Hujan Curah Hujan (mm2) Banyaknya Hari Hujan Curah Hujan (mm2) Banyaknya Hari Hujan (1) (2) (5) (6) (7) (8) (9) (10) 1 Januari 1.075 26 412 23 136,60 17 2. Februari 689 22 639 20 451,75 22 3. Maret 174 20 221 19 293,50 23 4. April 168 16 111 17 192,25 12 5. Mei 47 10 79 6 112,25 18 6. Juni 174 12 48 5 186,40 11 7. Juli 214 16 1 1 188,60 16 8. Agustus 39 4 12 4 217,45 19 9. September 0 1 5 1 220,50 14 10. Oktober 52 4 6 1 172,75 20 11. November 65 11 103 11 152,40 18 12. Desember 211 15 194 16 41,70 15

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2018

Dengan posisi yang spesifik, cuaca di kawasan Jakarta dipengaruhi oleh angin laut dan darat yang bertiup secara bergantian antara siang dan malam. Dalam hal temperatur, rata-rata temperatur terendah di DKI Jakarta terjadi pada bulan Januari dan Februari, sedangkan tertinggi pada bulan September dan Oktober. Perbedaan suhu antara musim hujan dan musim kemarau relatif kecil. Kondisi ini dapat dipahami karena perubahan suhu udara di kawasan Jakarta seperti wilayah lainnya di Indonesia tidak dipengaruhi oleh musim, melainkan oleh perbedaan ketinggian wilayah. Suhu udara harian rata-rata pada daerah pantai di wilayah Utara Jakarta umumnya relatif tidak berubah, baik pada siang maupun malam hari. Secara rinci data suhu udara Provinsi DKI Jakarta sepanjang tahun 2013 hingga tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut:

18 Ibid

(36)

25

Tabel 2.4 Suhu Udara Jakarta Menurut Bulan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014-2016

No. Bulan

2014 2015 2016

Suhu Udara (°C) Suhu Udara (°C) Suhu Udara (°C)

Max Min Rerata Max Min Rerata Max Min Rerata

(1) (2) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) 1. Januari 33,0 23,0 26,6 33,55 22,98 28,26 34,0 24,3 28,7 2. Februari 32,8 22,8 26,6 32,88 22,65 27,76 32,6 24,0 27,8 3. Maret 34,4 23,9 28,0 34,05 23,55 28,80 33,6 24,4 28,6 4. April 35,2 23,2 28,8 34,33 24,03 29,18 34,7 24,8 29,4 5. Mei 35,2 25,0 29,3 34,20 23,63 29,91 35,2 25,0 29,3 6. Juni 34,4 24,2 28,6 34,88 23,45 29,16 35,0 23,4 28,8 7. Juli 34,2 23,4 28,0 34,55 23,48 29,01 35,0 24,0 28,5 8. Agustus 34,6 24,0 28,7 34,40 22,40 28,40 34,4 24,0 28,5 9. September 37,0 24,0 29,2 34,98 23,75 29,36 35,2 24,2 28,7 10. Oktober 36,8 25,0 29,8 36,00 24,43 30,21 33,8 24,2 28,4 11. November 36,0 23,8 29,4 35,15 24,08 29,61 34,2 24,7 28,6 12. Desember 34,8 24,1 28,1 34,48 23,10 28,79 34,4 24,0 28,5

Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2018

Untuk kelembaban udara, sepanjang tahun 2016 tercatat kelembaban udara minimum 59 persen dan maksimum 93 persen.Selanjutnya rata-rata kecepatan angin pada tahun 2016 berada pada antara 1,4 M/SE hingga 2,0 M/SE.

2.3.6 Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan terbagi menjadi kawasan budidaya dan kawasan lindung. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan peruntukan hutan produksi, pertanian, pertambangan, industri, pariwisata, permukiman, pendidikan tinggi, pesisir dan pulau-pulau kecil, serta kawasan militer dan kepolisian.

Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan fisik wilayah DKI Jakarta ditandai oleh semakin luasnya lahan terbangun. Perkembangan lahan terbangun berlangsung dengan pesat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan aktifitasnya. Kecenderungan tersebut mengindikasikan bahwasanya ketersediaan lahan menjadi permasalahan yang penting bagi pembangunan Provinsi DKI Jakarta. Pembangunan fisik di Jakarta terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hal ini ditandai oleh pembangunan gedung perkantoran, sarana ekonomi dan sosial serta infrastruktur kota lainnya. Semua ini merupakan konsekuensi logis dari semakin majunya pembangunan dan perekonomian Jakarta. Gambaran penggunaan lahan di DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut.

Peruntukan lahan untuk perumahan menduduki proporsi terbesar, yaitu 48,41 persen dari luas daratan utama DKI Jakarta. Sedangkan luasan untuk peruntukan bangunan industri, perkantoran dan perdagangan hanya mencapai 15,68 persen.

(37)

26

Sumber: RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030

2.3.7 Potensi Pengembangan Wilayah

Jakarta merupakan wilayah yang sangat strategis baik dalam lingkup nasional, regional, maupun internasional. Oleh karena itulah, dalam pengembangan wilayah memperhatikan lingkungan strategis sekitarnya. Dalam pengembangan wilayah, rencana struktur ruang DKI Jakarta merupakan perwujudan dan penjabaran dari struktur ruang kawasan perkotaan Jabodetabekpunjur.

Sejalan dengan hal tersebut, maka perencanaan struktur ruang telah memperhatikan berbagai aspek lingkungan strategis yang diduga akan mempengaruhi perkembangan kota Jakarta secara keseluruhan. Rencana struktur ruang yang dikembangkan di DKI Jakarta meliputi empat struktur ruang, yaitu sistem pusat kegiatan, sistem dan jaringan transportasi, sistem prasarana sumber daya air, dan sistem dan jaringan utilitas perkotaan.

Sistem pusat kegiatan terdiri dari sistem pusat kegiatan primer dan sekunder. Sistem dan jaringan trasnportasi terdiri dari sistem dan jaringan transportasi darat, transportasi laut dan transportasi udara. Selanjutnya sistem prasarana sumber daya air terdiri dari sistem konservasi sumber daya air, sistem pendayagunaan sumber daya air, dan sistem pengendalian daya rusak air.

Sedangkan sistem dan jaringan utilitas perkotaan terdiri atas sistem dan jaringan air bersih, sistem prasarana dan sarana pengelolaan air limbah, sistem prasarana dan sarana pengelolaan sampah, sistem dan jaringan energi, serta sistem dan jaringan telekomunikasi.

(38)

27

2.3.8 Wilayah Rawan Bencana

Bencana yang berpotensi melanda wilayah Jakarta adalah banjir dan genangan air, kebakaran serta gempa bumi. Bencana yang menjadi perhatian khusus bagi Jakarta adalah banjir. Banjir dan genangan air di Jakarta utamanya disebabkan oleh curah hujan lokal yang tinggi, curah hujan yang tinggi di daerah hulu yang berpotensi menjadi banjir kiriman, dan Rob atau air laut pasang yang tinggi di daerah pantai utara. Selain itu, terjadinya banjir dan genangan air di Jakarta juga disebabkan oleh sistem drainase yang tidak berfungsi dengan optimal, tersumbatnya sungai dan saluran air oleh sampah dan berkurangnya wilayah-wilayah resapan air akibat dibangunnya hunian pada lahan basah atau daerah resapan air serta semakin padatnya pembangunan fisik. Hal lainnya adalah prasarana dan sarana pengendalian banjir yang belum berfungsi maksimal.

Wilayah terdampak banjir di DKI Jakarta pada tahun 2016 sebagaimana dapat dilihat pada gambar di bawah ini, di mana terjadi pergeseran wilayah terdampak ke wilayah selatan Jakarta.

(39)

28

Gambar 2.10 Peta Banjir Tahun 2016

Sumber : BPBD Provinsi DKI Jakarta

Hal lain yang dapat memperparah dampak banjir dan genangan adalah penurunan permukaan tanah (land subsidence). Secara umum laju penurunan tanah yang terdeteksi adalah sekitar 1-15 cm per tahun, bervariasi secara spasial maupun temporal. Beberapa faktor penyebab terjadinya penurunan tanah yaitu pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan karena beban bangunan (settlement), penurunan karena adanya konsolidasi alamiah dari lapisan-lapisan tanah, serta penurunan karena gaya-gaya tektonik.

Beberapa daerah yang mengalami subsidence cukup besar yaitu Cengkareng Barat, Pantai Indah Kapuk, sampai dengan Dadap. Nilai subsidence paling besar terdapat di daerah Muara Baru. Sementara untuk Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan nilai subsidence relatif kecil. Peta penurunan tanah DKI Jakarta dari tahun ke tahun dapat dilihat pada gambar 2.11

Bencana lain yang sering terjadi di Jakarta adalah kebakaran. Bencana ini umumnya terjadi di lokasi permukiman padat penduduk dan lingkungan pasar yang pada umumnya disebabkan oleh arus pendek listrik. Bahaya kebakaran diperkirakan akan terus menjadi ancaman apabila tidak tumbuh kesadaran masyarakat untuk hidup dengan budaya perkotaan. Di wilayah DKI Jakarta terdapat 53 Kelurahan rawan bencana kebakaran. Pada bulan November 2016, terdapat 56 kejadian bencana kebakaran di Jakarta dengan sebaran sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2.12

(40)

29

Gambar 2.11 Peta Penurunan Muka Tanah di Provinsi DKI Jakarta

Sumber : RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030

Gambar 2.12 Peta Lokasi Kebakaran Bulan November Tahun 2016

(41)

30

Terkait dengan potensi gempa bumi, di sekitar Jakarta diperkirakan terdapat 10 sumber gempa dengan potensi terbesar di sekitar Selat Sunda, yang selama ini aktif dan berpotensi menimbulkan risiko bencana. Berdasarkan data seismik kegempaan seluruh Indonesia, di selatan Jawa bagian barat terdapat seismic gap (daerah jalur gempa dengan kejadian gempa yang sedikit dalam jangka waktu lama) yang juga menyimpan potensi gempa yang tinggi terhadap Jakarta. Kondisi Jakarta Bagian Utara yang merupakan batuan atau tanah lunak akan lebih rentan terhadap dampak gempa dibandingkan wilayah Jakarta bagian selatan. Kawasan rawan bencana di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar 2.13

Berdasarkan peta kawasan rawan bencana gempa bumi Jawa bagian barat, potensi gempa bumi di wilayah DKI Jakarta termasuk kategori tingkat menengah sampai rendah. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah menyusun peta zonasi gempa Level I – Level II, yaitu sampai dengan peta kondisi kerentanan batuan/tanah dan respon gempa berdasarkan data sekunder.

Gambar 2.13 Peta Kawasan Rawan Bencana Alam di Provinsi DKI Jakarta

Sumber: RTRW Provinsi DKI Jakarta 2030

Untuk menanggulangi potensi kerawanan bencana tersebut, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga telah menetapkan kawasan yang diperuntukan sebagai tempat evakuasi bencana. Kawasan peruntukan evakuasi bencana ini ditetapkan dengan ketentuan antara lain:

Gambar

Tabel 2.2 Panjang dan Luas Sungai/Kanal di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 17 No.  Sungai/Kanal  Panjang (m)  Luas (m 2 )  Peruntukan
Gambar 2.13 Peta Kawasan Rawan Bencana Alam di Provinsi DKI Jakarta
Tabel 2.6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin di Kota/Kabupaten  Provinsi DKI Jakarta Tahun 2016
Gambar 2.15 Indeks Gini DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Nasional 2012-2017
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun kegiatan yang dilakukan oleh MTA Perwakilan Deli Serdang untuk membina akidah masyarakat melalui pengajian dilakukan dengan cara membaca Al-Qur‟an bersama,

Menimbang, bahwa dari pertimbangan-pertimbangan tersebut, sampai perkara aquo diputus tidak ada bukti bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Utara Nomor :

Tersusun suatu langkah pokok proses dasar perencanaan dan perancangan dalam pembangunan Hotel Bintang Empat dengan Mall di Semarang berdasarkan aspek-aspek

Baik 61-80 Mahasiswa dapat mengerjakan tugas sesuai dengan konsep yang ada walaupun hasil pekerjaan belum sempurna. Sangat Baik >81 Mahasiswa dapat mengerjakan tugas

Lupus Eritemateus Sistemik (SLE) adalah suatu penyakit autoimun yang kronik yang mempunyai latar belakang kelainan multigenik dan tercetus karena berinteraksi dengan faktor luar

HASIBUAN,

Bentuk penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental design dengan rancangan non equivalent control grup design. Penentuan sampel dilakukan dengan cara

Adapun hasil dari penelitian ini adalah Teologi Hindu yang terkandung dalam teks Kena Upanisad yang di mulai dengan menguraikan ajaran apa saja yang terkandung