• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS

C. Pelabelan Standardisasi Suatu Produk Elektronik

1. Jenis-jenis Produk Elektronik yang Mendapatkan Pelabelan SNI

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian (UUSPK) tidak menerangkan secara jelas terkait dengan jenis standardisasi, namun pada Pasal 4 UU SPK mengatakan bahwa : “Standardisasi dan penilaian kesesuaian berlaku terhadap barang, jasa, sistem, proses, atau personal.” Dalam pasal tersebut terdapat pembatasan bidang yang dapat dilakukan proses standardisasi dan penilaian kesesuaian. Dengan kata lain pasal tersebut telah merumuskan jenis standardisasi. Jenis yang dimaksud ialah :

a. Standardisasi barang

Standardisasi barang merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar terhadap barang yang beredar dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.69

b. Standardisasi jasa

68Ibid,

hal. 89.

69

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 1 angka 12.

Standardisasi jasa merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar terhadap jasa dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, jasa adalah setiap layanan dan unjuk kerja berbentuk pekerjaan atau hasil kerja yang dicapai, yang disediakan oleh satu pihak ke pihak lain dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.70

c. Standardisasi sistem

Standardisasi sistem merupakan proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar terhadap jasa dalam perdagangan yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan. Dalam hal ini, sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan untuk menjalankan suatu kegiatan.71

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah menerapkan SNI wajib untuk beberapa jenis produk elektronik. Tujuannya ialah untuk melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk impor dengan mengeluarkan ketentuan SNI wajib bagi barang elektronik yang telah memiliki kompetensi tinggi di Indonesia. Kemenperin telah menerapkan SNI wajib untuk pompa air, setrika listrik, dan televisi tabung. Selain itu, Kemenperin juga tengah menyusun SNI wajib untuk 37 produk elektronik dan konsumsi, disamping penguatan balai besar bahan dan

70

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 1 angka 13.

71

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 1 angka 14.

barang teknik (BP4T) serta balai riset dan standardisasi (Baristan) Surabaya untuk uji lab barang elektronik. Berikut adalah daftar produk elektronik dan konsumsi tersebut:72

Gambar 1.

Produk elektronik bertanda SNI.

Sumber :

(diakses pada tanggal 24 Mei 2016).

Dalam hal ini, ketua Gabungan Elektronik Indonesia (Gabel) mengatakan bahwa pada dasarnya pemanfaatan hasil SNI mempunyai beberapa keuntungan.

72

tanggal 24 Mei 2016).

SNI pada produk elektronik akan mengurangi ketergantungan kepada barang- barang impor. SNI akan meningkatkan daya saing dan kualitas produk nasional sehingga bias diminati oleh masyarakat. Beliau juga berpendapat bahwa produsen siap mengikuti aturan SNI wajib untuk produk elektronik yang kini sedang dalam proses notifikasi di World Trade Organization (WTO). Produsen elektronik yang tergabung dalam Gabel akan memenuhi standar insulation yang dipersyaratkan SNI.73 Bagi para produsen dilarang memperdagangkan produk elektronika bila tidak memiliki Surat Petunjuk Penggunaan Tanda Standardisasi Nasional Indonesia (SPPT SNI) wajib. Apabila produsen tetap memperdagangkannya, maka akan berpotensi dikenakan sanksi penjara seperti yang diatur dalam Pasal 62 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.74

2. Kebijakan Standar Nasional Indonesia (SNI)

Di era perdagangan bebas, peranan standar sangat vital. Di samping untuk perlindungan konsumen, standar juga sangat mujarab untuk melindungi produk lokal. Bahkan, standar dapat dijadikan senjata untuk menciptakan sentiment negatif terhadap suatu produk.75

Pemberlakuan standardisasi barang dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, keamanan negara, perkembangan ekonomi sosial dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Apabila SNI ini diterapkan oleh semua produk maka sangatlah mendukung percepatan kemajuan di negeri ini. Seperti 73 74 tanggal 11 Juni 2016). 75

halnya di negara-negara Eropa yang produk-produknya sudah memenuhi standar nasional bahkan internasional. Adanya standardisasi nasional maka akan membuat acuan tunggal dalam mengukur mutu produk dan/atau jasa di dalam perdagangan, yaitu SNI, sehingga dapat meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Di Indonesia standardisasi barang digunakan sebagai refrensi konsumen memilih dan membeli produk tertuang dalam SNI.76

a. Bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi, mutu barang, jasa, proses, sistem dan/atau personel, yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing, perlindungan konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat khususnya di bidang keselamatan, keamanan, kesehatan dan lingkungan hidup, maka efektifitas pengaturan di bidang standardisasi perlu lebih ditingkatkan;

Ketentuan mengenai standardisasi nasional telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi Nasional yang ditetapkan oleh Presiden RI pada tanggal 10 November 2000. Ketentuan ini adalah sebagai pengganti PP No. 15/1999 tentang Standardisasi Nasional Indonesia dan Keppres No. 12/1991 tentang Pentusunan, Penerapan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia. Di dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional pada butir a dan b menjelaskan bahwa tujuan penerapan SNI adalah :

76

Badan Standardisasi Naional, “Perlindungan Konsumen Melalui Standar.” SNI Valuasi Vol. 5 No. 2, 2011, hal. 14.

b. Bahwa Indonesia telah ikut serta dalam persetujuan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization) yang di dalamnya mengatur pula masalah standardisasi berlanjut dengan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang standardisasi;

Mengingat bahwa penerapan standar memiliki jangkauan yang luas maka standar perlu memenuhi kriteria berikut :77

a. SNI tersebut harmonis dengan standar internasional dan pengembangannya didasarkan pada kebutuhan nasional, termasuk industri;

b. SNI yang dikembangkan untuk tujuan penerapan regulasi teknis yang bersifat wajib didukung oleh infrastruktur penerapan standar yang kompeten sehingga tujuan untuk memberikan perlindungan kepentingan, keselamatan, keamanan, kesehatan masyarakat atau pelestarian fungsi lingkungan hidup dan/atau, pertimbangan ekonomi dapat tercapai secara efektif dan efisien;

c. Infrastruktur yang diperlukan untuk menunjang penerapan standar tersebut memiliki kompetensi yang diakui di tingkat nasional/regional/internasional.

Pengaturan mengenai penerapan dan pemberlakuan standardisasi dalam UU SPK mencakup 2 (dua) aspek penerapan standar yaitu :

a. Penerapan SNI dilaksanakan secara sukarela dan; b. Penerapan SNI secara wajib.

SNI dapat diterapkan secara sukarela oleh pelaku usaha, kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau Pemerintah Daerah.78

77

Purwanggono Bambang, Abduh Syamsir, Nurjanah, dkk, Pengantar Standardisasi

(Jakarta : Badan Standardisasi Nasional, 2009), hal. 80. 78

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 21 ayat (1) .

Pelaku usaha, kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau pemerintah daerah yang telah mampu menerapkan SNI dapat mengajukan sertifikasi kepada Lembaga Penilai Kesesuaian (selanjutnya disebut LPK) yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).79 Pelaku usaha yang telah mendapatkan sertifikat berkewajiban membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian pada barang dan/atau kemasan atau label. Dalam hal ini pelaku usaha dilarang :80

a. Membubuhkan Tanda SNI dan/atau Tanda Kesesuaian pada barang dan/atau kemasan atau label di luar ketentuan yang ditetapkan dalam sertifikat; atau b. Membubuhkan nomor SNI yang berbeda dengan nomor SNI pada

sertifikatnya.

3. Praktek Pelaksanaan Standar Nasional Indonesia (SNI) di Indonesia Terkait Produk Elektronik

Menyambut era globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia melalui forum internasional seperti WTO, APEC dan AFTA ASEAN motor perdagangan semakin dinamis dan cepat. Negara Indonesia merupakan bagian dari dunia yang tidak bisa terlepas dalam perdagangan global. Standardisasi barang menjadi salah satu pilar utama dalam perdagangan bebas. Persaingan antar produsen dan juga perlindungan konsumen menuntut adanya standardisasi barang. Standardisasi barang khususnya produk elektronik di Indonesia diarahkan untuk menjaga

79

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 21 ayat (2).

80

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 22 ayat (1).

keamanan dan keselamatan para konsumen. Barang yang beredar dalam pasar harus memenuhi SNI serta persyaratan teknis yang diberlakukan secara wajib bagi seluruh pelaku usaha.81

Mulai tahun 2010 sampai 2014 diberlakukan kesepakatan bersama standar produk elektronik di lingkup ASEAN dalam ASEAN Harmonized Electrical and Electronic Equiptment Regulatory Regime (AHEEERR) yang berlaku mulai Januari 2011, yang menyepakati pelaksanaan harmonisasi standar, regulasi teknis dan penilaian kesesuaian, termasuk mendaftarkan lembaga penilai kesesuaian (listed conformity assessment bodies). Kesepakatan AHEEERR melingkupi seluruh peralatan listrik dan elektronik baru bukan bekas (second hand) yang dihubungkan langsung dengan sumber listrik bervoltase rendah yakni 50-1.000 volt untuk arus AC dan 75-1.500 volt untuk arus DC atau yang menggunakan baterai.82

Pengaturan mengenai standardisasi barang ini dituangkan dalam UU Perdagangan pada Pasal 57 sampai dengan Pasal 59. Penerapan standardisasi barang khususnya produk elektronik dalam UU Perdagangan mengharuskan barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara wajib, wajib dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian atau dilengkapi sertifikat kesesuaian yang diakui oleh Pemerintah. Sementara itu produk elektronik yang diperdagangkan dan belum diberlakukan SNI secara wajib dapat dibubuhi tanda SNI atau tanda kesesuaian sepanjang telah dibuktikan dengan sertifikat produk

81

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Bab VII, Pasal 57 ayat (1).

82

penggunaan tanda SNI atau sertifikat kesesuaian. Sayangnya 60% elektronik asal China yang dijual di Indonesia ternyata tak punya SNI. Barang-barang elektronik tersebut seperti rice cooker, home appliance, kotak kontak dan MCB. Produk- produk ini banyak yang tidak memiliki sertifikasi SNI.83

Kewajiban penerapan standardisasi barang tersebut menimbulkan sanksi dimana pelaku usaha yang memperdagangkan barang yang telah diberlakukan SNI atau persyaratan teknis secara wajib, tetapi tidak membubuhi tanda SNI, tanda kesesuaian, atau tidak melengkapi sertifikat kesesuaian akan dikenakan sanksi administratif berupa penarikan barang dari distribusi. Dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian yang baru tertuang adanya sanksi pidana bagi pihak yang melakukan pelanggaran. Pertama, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi, mengedarkan barang, jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b, dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak 3 miliar rupiah. Kedua, setiap orang yang karena kelalaiannya memproduksi, mengimpor, mengedarkan barang, jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknik, pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib di bidang industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b, dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah. Selanjutnya, Pasal 53 ayat (1) huruf b yang dimaksud adalah setiap orang dilarang memproduksi, mengimpor, dan/atau

83

mengedarkan barang dan/atau jasa industri yang tidak memenuhi SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara yang diberlakukan secara wajib.84

Penerapan serta pemberlakuan SNI tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan aspek antara lain:

85

a. Keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan hidup; b. Daya saing produsen nasional dan persaingan usaha yang sehat; c. Kemampuan dan kesiapan dunia usaha nasional; dan/atau d. Kesiapan infrastruktur lembaga penilaian kesesuaian.

Menyadari peran standardisasi yang penting dan strategis tersebut, pemerintah dengan Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1984 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 membentuk Dewan Standardisasi Nasional. Disamping itu telah dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Keppres Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan SNI dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Standardisasi Secara Nasional.86

84

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Perindustrian, Bab VII, Pasal 53 ayat (1) huruf b.

85

Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, INSTRA : Indonesia Trade Inside,

(Jakarta : Kemendag, 2014) hal. 12, (diakses pada tanggal 12 Juni 2016). 86

Agung Putra, Pengendalian dan Pengawasan Mutu Produk, Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang – Kanwil Departemen Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur, November 1995, hal. 1, (diakses pada tanggal 12 Juni 2016).

Setelah dibentuknya Dewan Standardisasi Nasional dan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia, dan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan SNI, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 22/KP/II/95, maka sejak 1

Februari 1996 hanya ada satu standar mutu saja di Indonesia, yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pemberlakuan SNI ini merupakan suatu usaha penningkatan mutu, yang disamping menguntungkan produsen, juga menguntungkan konsumen, tidak hanya konsumen dalam negeri tapi juga konsumen di luar negeri, karena standar yang berlaku di Indonesia telah disesuaikan dengan standar mutu internasional, yaitu dengan telah diadopsinya ISO 9000 oleh Dewan Standardisasi Nasional dengan Nomor Seri SNI 19-9000:1992.87 Dimana ISO 9000 sendiri adalah suatu standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi dunia atau yang dikenal dengan

The International Organization for Standardization (ISO) berkaitan dengan Penerapan Sistem Manajemen Mutu yang menjadi syarat minimal bagi setiap perusahaan yang ikut serta dalam perdagangan dunia. Sebagai tindak lanjut dari penerapan Standar ISO 9000 adalah pelaksanaan Sertifikasi Perusahaan berdasarkan Standar Manajemen Mutu ISO 9000 yang telah dilaksanakan.88

Pemberlakuan SNI wajib perlu didukung oleh pengawasan pasar, baik pengawasan pra-pasar untuk menetapkan kegiatan atau produk elektronik yang telah memenuhi ketentuan SNI wajib tersebut maupun pengawasan pasca-pasar untuk mengawasi dan mengoreksi kegiatan atau produk elektronik yang belum memenuhi ketentuan SNI itu. Apabila fungsi penilaian kesesuaian terhadap SNI yang bersifat sukarela merupakan pengakuan, maka bagi SNI yang bersifat wajib penilaian kesesuaian merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh

87

Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Op. Cit, hal. 69. 88

semua pihak yang terkait. Dengan demikian, penilaian kesesuaian berfungsi sebagai bagian dari pengawasan pra-pasar yang dilakukan oleh regulator.

Direktur Jendral Standardisasi dan Perlindungan Konsumen (SPK) Kementrian Perdagangan Widodo pada saat itu mengatakan, ada pengusaha yang mendapat Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT-SNI) yang tidak konsisten memenuhi syarat tersebut saat mengedarkan produknya. Hal itu terbukti saat pihaknya melakukan uji laboratorium produk yang telah beredar saat melakukan kegiatan penelusuran konsistensi mutu barang. Seperti lampu hemat energy merek Citylam yang diimpor PT. Golden Batam dan mesin air Lakoni dengan tipe SP-127 seri produk 4000001 sampai 4059999 yang diimpor PT. Perkakas Sumber Karya. Dari hasil uji lab terdapat hasil yang menunjukkan tidak sesuai standar SNI lagi. Sehingga dapat dikatakan bahwa perusahaan itu tidak lagi menjaga konsistensi mutu yang diberlakukan di Indonesia.89

Permasalahan mengenai kebijakan pemerintah dalam penerapan SNI di Indonesia terkait produk elektronik masih terlalu longgar dan tidak banyak berpengaruh terhadap standar mutu dan kualitas barang elektronik yang beredar di pasar. Hal tersebut didasarkan atas ungkapan yang disampaikan oleh Santo Kadarusman, Public Relation & Marketing Event Manager PT. Hartono Istana Teknologi saat ditemui di pameran Polytron Home Appliances Road Show 2010- Living Green, di Royal Plaza. Beliau juga mengatakan bahwa untuk bisa masuk ke negara lain, seperti Thailand, India, Bahrain dan Uni Emirat Arab (UAE),

89

(diakses pada tanggal 12 Juni 2016).

produk kita harus melewati uji teknis dan kelayakan sampai 20-an rangkaian tes. Sedang di Indonesia paling hanya tiga atau empat tes saja.90

a. Perlindungan sengatan listrik;

Tes pengujian keamanan produk listrik dan elektronika dilakukan mengacu kepada SNI, yyang meliputi parameter uji:

b. Perlindungan bahaya mekanis dan api; c. Perlindungan daya dan arus listrik;

d. Pengujian kenaikan suhu dan pengujian tidak normal.

Proses pengujian ini dilakukan di laboratorium pengujian produk listrik dan elektronika bernama SUCOFINDO berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 48/M-DAG/PER/12/2011 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru.91

D. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Pembelian Produk

Dokumen terkait