• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN ATAS

B. Standar Nasional Indonesia

1. Pengertian dan Dasar Hukum Standar Nasional Indonesia (SNI)

Penggunaan teknologi yang baik, di satu sisi memungkinkan produsen mampu membuat produk beraneka macam jenis, bentuk, kegunaan, maupun kualitasnya sehingga pemenuhan kebutuhan konsumen dapat terpenuhi lebih luas, lengkap, cepat, dan menjangkau bagian terbesar lapisan masyarakat. Akan tetapi, di sisi lain penggunaan teknologi memungkinkan dihasilkannya produk yang tidak

49

Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi & Keterkaitannya dengan Perlindungan Konsumen, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 87.

50

sesuai dengan persyaratan keamanan dan keselamatan pemakai sehingga menimbulkan kerugian kepada konsumen.

Untuk menghindari kemungkinan adanya produk yang cacat atau berbahaya, maka perlu ditetapkan standar minimal yang harus dipedomani dalam berproduksi untuk menghasilkan produk yang layak dan aman untuk dipakai. Usaha inilah yang disebut dengan standardisasi. Menurut Gandi, standardisasi adalah proses penyusunan dan penerapan aturan-aturan dalam pendekatan secara teratur untuk kemanfaatan dan dengan kerjasama dari semua pihak yang berkepentingan, khususnya untuk meningkatkan penghematan menyeluruh secara optimum dengan memperhatikan kondisi fungsional dan persyaratan keamanan. Hal ini didasarkan pada konsolidasi dari hasil (ilmu) teknologi dan pengalaman.51

Standar Nasional Indonesia atau sering kali dikenal dengan singkatan SNI bukan istilah yang asing. SNI adalah standar yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.52

51

Gandi, Perlindungan Konsumen Dilihat dari Sudut Pengaturan Standardisasi Hasil Industri, (Jakarta: BPHN-Binacipta, 1980), hal.80.

52

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 102 Tahun 2000 berisi tentang Standardisasi Nasional, Bab I, Pasal 1.

Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional. Badan ini menetapkan SNI yang digunakan sebagai dasar hukum dan standar teknis di Indonesia. Produk yang sudah memenuhi standar diberikan sertifikasi produk (Certification Marking) yang dibuat dengan tanda Standar Industri Indonesia (SII) atau SNI, yang dapat ditempatkan pada produk, kemasannya, atau dokumennya. Tanda ini dibubuhkan oleh produsen pada barang produknya setelah mendapat izin dari

Menteri Perindustrian sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) SK Menteri Perindustrian Nomor 210 Tahun 1979. Sertifikasi ini merupakan jaminan terhadap produk tersebut sebab ia diberikan setelah diuji dan memenuhi syarat yang ditentukan. Petunjuk pelaksanaan penggunaan tanda sertifikasi itu ditetapkan dengan SK Menteri Perindustrian Nomor 130 Tahun 1980. Betapa pentingnya standardisasi ini, di lingkungan perdagangan internasional, baik perdagangan barang maupun jasa, dilaksanakan juga standardisasi yang berlaku secara internasional, yakni dengan mengimplementasikan standar ISO (International Organization for Standardization) yang dipergunakan sekarang yakni 9000/14000.53 ISO 9000 adalah suatu standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi dunia atau yang lebh dikenal dengan The International Organization for Standardization (ISO) dengan menerapkan sistem manajemen mutu. Sedangkan ISO 14000 adalah suatu standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi dunia atau yang lebih dikenal

The International Organization for Standardization (ISO) dengan menerapkan sistem manajemen lingkungan.54

53

Janus Sidabalok,Op.Cit,hal. 22. 54

Endang Sri Wahyuni, Op. Cit, hal. 11

Pada prinsipnya negara-negara dapat mengambil bagian dalam mengakses pasar dunia, sejauh tidak melakkan tindakan melawan hukum, tetapi dengan persyaratan standar ISO 9000/ISO 14000, jika produk-produk yang dihasilkan dan dilempar ke pasar dunia tidak dapat memenuhi standar, meskipun tidak ada gugatan produk, maka produk itu akan tersingkir.

Perangkat perundang-undangan di bidang standar dan kesesuaian di Indonesia yang paling terkait adalah :55

a. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1961 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1961 tentang Barang menjadi undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1961 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2210). Dalam pelaksanaannya undang-undang ini belum dapat dilaksnakan secara sempurna karena sampai saat ini belum terbbentuk Panitia Barang sebagaimana dikehendaki oleh undang-undang tersebut.

b. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Tenaga Atom.

c. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3193).

d. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274), dalam Pasal 19 undang-undang tersebut diatur bahwa pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industry serta untuk mencapai daya guna produksi. Dalam penjelasan pasal ini dinyatakan bahwa penetapan standar industri bertujuan untuk menjamin serta meningkatkan mutu hasil industri, untuk normalisasi penggunaan bahan baku dan barang

55Ibid,

serta untuk rasionalisasi optimalisasi produksi dan cara kerja demi tercapainya daya guna sebesar-besarnya. Dalam penyusunan standar industri tersebut diatas, diikutsertakan pihak swasta, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Asosiasi, Balai-balai Penelitian, Lembaga-lembaga Ilmiah, Lembaga Konsumen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan proses dalam standardisasi industri. Selain untuk kepentingan industri juga perlu untuk melindungi konsumen.

e. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3317).

f. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495).

Selanjutnya, untuk peraturan yang lebih rendah dari undang-undang telah ada :

a. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1989 tentang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran.

b. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1991 tentang Standar Nasional Indonesia.

c. Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1989 tentang Dewan Standardisasi Nasional.

d. Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1991 tentang Penyusunan, Penerapan, dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia.56

2. Kewajiban SNI di Indonesia

Dalam hal berkaitan dengan kepentingan keselamatan, keamanan, kesehatan, atau pelestarian fungsi lingkungan hidup, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian berwenang menetapkan pemberlakuan SNI secara wajib dengan peraturan menteri atau peraturan kepala lembaga pemerintah nonkementerian.57 Pelaku usaha, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, dan/atau pemerintah daerah wajib melaksanakan peraturan menteri atau peraturan kepala lembaga pemerintah nonkementerian tentang pemberlakuan SNI secara wajib.58 Pelaku usaha, kementerian/lembaga pemerintah non kementerian, dan/atau pemerintah daerah wajib memiliki sertifikat SNI yang diberlakukan secara wajib.59 Pelaku usaha yang tidak memiliki sertifikat atau memiliki sertifikat tetapi habis masa berlakunya, dibekukan sementara, atau dicabut dilarang:60

1. Memperdagangkan atau mengedarkan barang; 2. Memberikan jasa; dan/atau

56Ibid,

hal. 30. 57

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 24 ayat (1).

58

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III,Pasal 24 ayat (2).

59

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III,Pasal 25 ayat (1).

60

Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 25 ayat (2).

3. Menjalankan proses atau sistem, yang tidak sesuai dengan SNI atau penomoran SNI.

Di Amerika Serikat, pemerintah menetapkan tingkat keamanan produk dengan menetapkan standar minimum yang harus dipatuhi oleh perusahaan produsen dalam berproduksi. Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, tetapi pasti, seperti yang digambarkan oleh Stern dan Eovaldi berikut :

Beginning with the regulation of food and drugs at the turn of the twentieth century, federal legislation has become increasingly comprehensive, first covering specific product categories (automobile, flammable fabrics, children toys), then extending to any hazardous substance, and finally covering all consumer products.61

Apabila dilihat keadaan di Indonesia, penerapan ketentuan standardisasi sudah hampir sama dengan yang terjadi di Amerika Serikat. Satu dan lain hal karena tuntutan perdagangan internasional atas barang dan jasa yang menghendaki bahwa produk ekspor harus memenuhi kualifikasi tertentu, baik di bidang mutu/kualitas, standar pelayanan, maupun penghargaan/kepedulian terhadap lingkungan, dan sebagainya.

Mereka menjelaskan bahwa penetapan standar di Amerika Serikat dimulai dari standar makanan dan obat-obatan kemudian pada abad ke-20 lembaga legislatif memperluas standardisasi pada kategori produk yang lebih spesifik seperti kendaraan bermotor, pabrik industri, dan mainan anak, kemudian merambah ke standardisasi produksi zat yang berbahaya, dan standardisasi produk konsumsi lainnya.

62

61

Janus Sidabalok,Op.Cit,hal. 23. 62Ibid

.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menilai aturan terkait Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pencantuman label Bahasa Indonesia pada September tahun 2015 lalu lebih mudah diimplementasikan dibandingkan peraturan pendahulunya. Revisi aturan dilakukan melalui terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 72/M-Dag/Per/9/2015 tentang perubahan ketiga atas Permendag Nomor 14/M-Dag/Per/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan dan Pengawasan SNI Wajib Terhadap Barang dan Jasa yang Diperdagangkan dan Pemendag Nomor 73/M- Dag/Per/9/2015 tentang Pencantuman Label dalam Bahasa Indonesia Pada Barang, Sebagai bagian dari paket deregulasi kebijakan.63

Pada tahun 2010, dari catatan Kamar Dagang Indonesia (selanjutnya disebut KADIN), produk yang ber-SNI sebanyak 3.525 judul, SNI wajib 81 standar, laporan WTO 28 standar, sertifikasi SNI 636 perusahaan, dan sertifikasi 18 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). Bagi mereka yang telah berkomitmen menggunakan SNI, tantangannya adalah terus memperbaharui diri, menyelaraskan dengan standar internasional, mengikuti perkembangan teknologi baru, berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan internasional, dan mengikuti perkembangan ISO. 64 63 64

BSN, “Manfaat Standardisasi bagi Industri Nasional,” (Jakarta: Majalah Valuasi Vol. 4 No. 4, BSN, 2010), hal. 19.

3. Hubungan SNI dan Perlindungan Konsumen

Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju sebagaimana disebutkan sebelumnya menyebabkan ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa semakin meluas melintasi batas-batas wilayah suatu negara. Konsumen akhirnya dihadapkan pada suatu pilihan atas barang dan/atau jasa yang bervariasi. Dari kondisi tersebut, di satu sisi dapat mendatangkan keuntungan dengan terpenuhinya hak konsumen seperti yang tercantum pada Pasal 4 huruf (b) UUPK, konsumen memiliki keleluasaan dalam memilih barang yang berkualitas dengan harga bersaing untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan hak konsumen.

Jika dirumuskan dalam bentuk lain, standardisasi berkaitan dengan proses penetapan dan penerapan standar yang dilakukan secara tertib dalam suatu kerjasama yang melibatkan semua pihak. Tujuannya adalah untuk memberikan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kepada konsumen, tenaga kerja dan masyarakat, serta mewujudkan jaminan mutu terhadap produk dan/atau jasa yang dihasilkan dengan meningkatkan efisiensi dalam proses mengelola sistem mutu, sehingga terpenuhilah hak konsumen salah satunya yang termuat pada Pasal 4 huruf (a) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen. 65

65

Endang Sri Wahyuni, Op. Cit, hal. 105.

Untuk menghindari adanya produk yang cacat atau berbahaya yang nantinya akan dikonsumsi oleh konsumen maka diperlukan penetapan standar minimal yang harus dipedomani. Dalam hal ini, standar yang dipedomani ialah SNI. Industri elektronik sudah siap dengan program peningkatan SNI wajib. Adanya SNI akan meningkatkan daya saing industri dan manufaktur, termasuk elektronik di pasar

global.66

Standardisasi berfungsi membantu menjembatani kepentingan konsumen dan produsen dengan menetapkan standar produk yang tepat serta dapat memenuhi kepentingan dan mencerminkan aspirasi kedua belah pihak. Dengan adanya standardisasi produk ini akan memberi manfaat yang optimum pada konsumen dan produsen, tanpa mengurangi hak milik dari konsumen.

SNI akan menjadi “technical barrier” (hambatan teknis) yang dapat meningkatkan kualitas produk dalam negeri sekaligus menjadi “trade barrier” (hambatan perdagangan) untuk produk impor.

67

a. Bagi produsen, lebih memberikan bobot dan membuktikan bahwa hasil produksinya memenuhi persyaratan standar secara konsisten dan memberikan bantuan dalam meningkatkan penjualannya di pasar dalam dan luar negeri. Standardisasi ini berkaitan erat dengan keamanan dan keselamatan konsumen, yaitu berkaitan dengan kelayakan suatu produk untuk dipakai atau dikonsumsi. Barang yang tidak memenuhi syarat mutu dan kualitas, serta apabila tidak dilengkapi sertifikat khususnya pada produk elektronik, dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen secara finansial, dan dapat juga mengancam keamanan dan keselamatan bagi pengguna produk elektronik sehari-harinya. Melalui sertifikasi produk ini akan diperoleh manfaat dan keuntungan, baik bagi produsen,pemakai profesional, maupun konsumen, yaitu sebagai berikut :

b. Bagi pemakai profesional atau konsumen umum, memberikan indikasi yang dapat dipercaya bahwa barang-barang sesuai dengan persyaratan standar secara konsisten. 66 Ali Soebroto, 67

c. Transaksi lebih lancar karena pemakai atau konsumen tidak perlu menguji dulu barang-barang yang akan dibelinya.68

Dokumen terkait