• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : PROSES PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT

D. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Apabila Debitur

Bank atau lembaga keuangan/pembiayaan manapun tentunya tidak mengharapkan bahwa fasilitas kreditnya kepada nasabah-debitur akan menjadi kredit yang macet dan diselesaikan melalui pengadilan. Idealnya bagi bank pengembalian fasilitas kredit tersebut dilakukan nasabah debitur dengan lancar dan tepat waktu sesuai dengan apa yang telah dijanjikan.

Namun demikian hal tersebut pada kenyataannya tidak selamanya dapat ditemui. Situasi yang dihadapi kadang sebaliknya dimana fasilitas yang telah diberikan ternyata tidak dapat atau tidak mampu dikembalikan oleh debitur dengan lancar dan tepat waktu, sehingga fasilitas kredit tersebut menjadi macet.

Untuk mengantisipasi kredit macet ini diadakan pengelolaan/pembinaan kredit (credit management) oleh bank pemberi kredit, dengan tujuan untuk mencegah agar kredit yang diberikan oleh bank tidak menjadi macet atau walaupun kredit tersebut menjadi macet masih bisa diupayakan untuk diselamatkan atau dibayar kembali oleh debitur.

Dengan kata lain bahwa pengelolaan kredit oleh bank adalah melakukan upaya-upaya preventif agar kredit tidak menjadi macet dan bila kredit akhirnya menjadi macet masih dapat dilakukan upaya-upaya represif agar kredit tersebut dapat diselamatkan atau dibayat kembali oleh debitur.50

Oleh karenanya dalam mereview suatu usulan kredit, bagi Legal Officer minimal harus berpedoman pada 3 (tiga) hal pokok, yaitu :

1. Aman dalam arti legal risk, yaitu bahwa setiap kredit yang diberikan telah terbebas dari segala kekurangan, baik mengenai kewenangan subjek hukum, objek hukum maupun mengenai jaminan dan yang menyangkut dengan pihak- pihak lainnya. Sehingga jika di kemudian hari terjadi kredit macet, bank telah mempunyai alat bukti yang sempurna dan kuat untuk menjalankan suatu tindakan hukum bila dianggap perlu.

2. Terarah dalam arti bahwa setiap kredit yang diberikan harus sesuai dengan peruntukannya, baik dari segi penerima kredit maupun dari segi kegunaannya, hindari terjadinya side streaming.

50

Hasil Wawancara dengan Staf Bagian Administrasi PT.Bank SUMUT Cabang Utama Medan

3. Menghasilkan dalam arti bahwa setiap pelepasan kredit akan memberikan keuntungan baik bagi bank maupun bagi penerima kredit/debitur serta meningkatkan kesejahteraan rakyat/nasabah penyimpan.51

Oleh karena pemberian kredit dimaksud untuk memperoleh keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan/dana masyarakat kepada nasabah debiturnya dalam bentuk kredit, jika bank dalam hal ini betul-betul merasa yakin bahwa nasabah debitur yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang telah diterimanya itu.

Dari faktor kemampuan dan kemauan tersebut tersimpul unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan (profitability) dari suatu kredit. Kedua unsur tersebut saling berkaitan. Keamanan yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang atau jasa itu betul-betul terjamin pengembaliannya, sehingga keuntungan yang diharapkan itu dapat menjadi kenyataan.

Dalam prakteknya penyebab kredit macet dapat ditinjau dari aspek ekonomi makro dan mikro yang dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Ekonomi makro

a. Karena pengaruh ekonomi makro/perubahan Peraturan Pemerintah b. Globalisasi ekonomi

51

Hasil Wawancara dengan Staf Divisi Penyelamatan Kredit PT.Bank SUMUT Kantor Pusat Medan

c. Hubungan ekonomi dengan negara lain misalnya sanksi ekonomi, penundaan bantuan, dan pembayaran hutang negara. Yang mengakibatkan kontraksi moneter yang akhirnya menaikkan suku bunga sehingga mengganggu angsuran atau berakibat banyak terjadi PHK.

2. Ekonomi mikro

a. Mismanagement, management pribadi yang sangat buruk, debitur tidak

mempunyai perencanaan yang baik, tidak bisa mengontrol diri (boros). b. Spekulasi, melakukan investasi yang ternyata tidak membawa keuntungan. c. Wanprestasi dari mitra usaha, banyak tagihan yang macet

d. Adanya kenaikan kewajiban atas tagihan utang lain, misalnya belanja dengan

credit card.

e. Kasus perkawinan, debitur kawin lagi

f. Tidak kooperatif/tidak ada kemauan untuk membayar

g. Penipuan, sengaja berbuat kriminal misalnya, menghilang/raib, memalsukan dokumen dan lain-lain.

h. Proses penyelesaian jaminan yang dibangun developer tertunda, berakibat debitur tidak bersedia membayar angsuran karena rumah belum bisa ditempati.

i. Penyelesaian dokumen jaminan tertunda sehingga rencana debitur untuk menjual jaminan untuk membayar kewajibannya tidak bisa dilaksanakan sehingga kredit jadi macet.

Dalam menghadapi kredit macet tersebut pada prakteknya Bank SUMUT melakukan penyelesaian melalui 2 alternatif, yaitu :52

1. Penyelesaian dengan negoisasi 2. Penyelesaian dengan litigasi

Ad.1. Penyelesaian dengan negoisasi

Penyelesaian kredit bermasalah dengan negoisasi ini dilakukan terhadap debitur yang usahanya masih berjalan meskipun tersendat-sendat, dapat membayar bunga tapi tidak dapat membayar kewajiban angsuran. Bahkan terhadap debitur yang usahanya sudah tidak berjalanpun dapat dilakukan penyelesaian dengan negoisasi.

Sebagai contoh yaitu apabila ratio agunan/jaminan kredit masih mencukupi dan ada usaha lain yang dianggap lebih layak dan dapat menghasilkan, maka kepada debitur yang bersangkuta dimungkinkan untuk diberikan suntikan baru yang hasilnya dapat dipergunakan untuk membayar seluruh kewajibannya. Upaya tersebut dapat disebut dengan kredit yang diselamatkan, yaitu kredit yang semula tergolong bermasalah atau macet kemudian terjadi kesepakatan antara debitur dan bank untuk diperbaiki.

Adapun bentuk penyelamatan kredit yang dilakukan oleh Bank SUMUT adalah :

52

Hasil Wawancara dengan Staf Divisi Penyelamatan Kredit PT.Bank SUMUT Kantor Pusat Medan

a. Penjadwalan kembali pelunasan kredit (rescheduling)

Dengan penjadwalan kembali pelunasan kredit, bank memberi kelonggaran kepada debitur membayar utangnya yang telah jatuh tempo, dengan jalan menunda tanggal jatuh tempo tersebut. Apabila pelunasan kredit dilakukan dengan cara mengangsur, dapat juga bank menyusun jadwal baru angsuran kredit yang dapat meringankan kewajiban debitur untuk melaksanakannya.

b. Penataan kembali persyaratan kredit (reconditioning)

Tujuan utama dilakukannya penataan kembali persyaratan kredit adalah memperkuat posisi tawar menawar bank dengan debitur. Dalam rangka penataan kembali persyaratan kredit itu, isi perjanjian kredit ditinjau kembali, bilamana perlu ditambah atau dikurangi. Upaya penyelamatan kredit ini biasanya dilakukan seiring dengan upaya penjadwalan kembali pelunasan kredit.

c. Reorganisasi dan rekapitulasi (reorganization and recapitalization) Dengan dilakukanya perbaikan pada struktur pendanaan (rekapitulasi) dan organisasi bisnis debitur, diharapkan bank dapat membantu debitur memperbaiki kondisi dan likuiditas keuangan mereka. Dengan demikian diharapkan sedikit demi sedikit debitur mampu melunasi kredit dan bunga yang tertunggak.53

Ad.2. Penyelesaian dengan litigasi

Pada prakteknya, penyelesaian kredit dengan litigasi ini dilakukan dengan pengajuan permohonan gugatan dan atau eksekusi kepada pengadilan, dan dapat dilakukan dengan cara :

a. Gugatan biasa

Untuk memberikan kepastian hukum terhadap gugatan yang diajukan pihak yang berperkara ke Pengadilan Negeri (kreditur dan debitur) harus mendapatkan/memperoleh suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht

van gewisde), dimana atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut

53

Hasil Wawancara dengan Staf Divisi Penyelamatan Kredit PT.Bank SUMUT Kantor Pusat Medan

maka pihak yang memenangkan dalam perkara tersebut dapat mengajukan permintaan eksekusi.

Adapun upaya hukum yang dilakukan dalam proses peradilan untuk mencapai eksekusi atas putusan Hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap (nkracht

van gewisde) yaitu :

1) Tingkat pertama/pengadilan negeri

a) Permohonan gugatan dari penggugat (para) b) Sidang I :

(1) Upaya perdamaian oleh hakim (2) Pembacaan surat gugatan

(3) Penyerahan jawaban dari tergugat (para) c) Permohonan gugatan dari penggugat (para) d) Sidang II : Replik dari penggugat e) Sidang III : Duplik dari tergugat

f) Sidang IV : Pembuktian penggugat

g) Sidang V : Pembuktian tergugat

h) Sidang VI : Pembuktian saksi (kalau ada) i) Sidang VII : Kesimpulan (conklusi) j) Sidang VIII : Putusan

k) Eksekusi putusan (jika inkracht) 2) Tingkat Banding/Pengadilan tinggi

a) Pernyataan banding dari pembanding (biasanya dari pihak yang kalah) b) Memori banding dari pembanding

c) Kontra memori banding dari terbanding d) Putusan

e) Eksekusi putusan (jika inkracht) 3) Tingkat Kasasi/Mahkamah Agung

a) Pernyataan kasasi dari pemohon kasasi (biasanya dari pihak yang kalah) b) Memori kasasi dari pemohon kasasi

c) Kontra memori kasasi dari termohon kasasi d) Putusan

e) Eksekusi putusan (jika inkracht)

Disamping upaya hukum biasa tersebut di atas kita mengenal juga upaya hukum luar biasa yaitu peninjauan kembali (Request Civil). Peninjauan kembali ini merupakan suatu upaya agar putusan pengadilan negeri, pengadilan tinggi maupun Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

gewijsde), mentah kembali.

Peninjauan Kembali (PK) hanya dapat dilakukan sepanjang pihak yang kalah dalam putusan tingkat kasasi menemukan bukti baru (novum) terhadap perkara tersebut.

Pada prinsipnya peninjauan kembali ini : 1) Tidak menangguhkan eksekusi

2) Harus diajukan sendiri oleh para pihak yang berperkara, atau ahli warisnya, atau seorang wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu.

3) Dapat diajukan hanya 1 (satu) kali dan ditujukan kepada Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama.

b. Permohonan Eksekusi Grosse Akta

Permohonan ini diajukan ke pengadilan negeri atas dasar dan kekuatan Grosse Akta Pengakuan Hutang dan Grosse Akta Hak Tanggungan. Eksekusi terhadap grosse akta ini tidak perlu melalui gugatan biasa ke pengadilan negeri, karena grosse akta dengan irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” telah mempunyai title eksekutorial, yaitu title yang membuat suatu akta mempunyai kekuatan eksekusi yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Pasal 224 HIR).

Eksekusi Hak Tanggungan ini dimohonkan ke pengadilan negeri oleh kreditur yang selanjutnya disebut pemohon eksekusi atas barang jaminan debitur yang selanjutnya disebut termohon eksekusi.

Pembebanan Hak Tanggungan dalam perjanjian kredit merupakan perjanjian accessoir yang penting mengingat sebagian besar agunan/jaminan yang diberikan oleh debitur dalam perjanjian kredit adalah tanah dan atau berikut segala sesuatu yang berada di atasnya baik sekarang maupun yang akan ada di kemudian hari.

Apabila debitur cidera janji (wanprestasi), Pasal 20 UUHT menentukan 3 (tiga) cara mengeksekusi Hak Tanggungan yaitu :

1) Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan di atas adalah perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dimiliki pemegang Hak

Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan pertama (dalam hal terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan). Hal tersebut didasarkan atas janji yang diberikan oleh pemberi Hak Tanggungan bahwa apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan berhak menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi Hak Tanggungan (Pasal 6 jo 20 UUHT).

2) Sertifikat Hak Tanggungan sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. Dengan irah-irah yang dicantumkan pada Sertifikat Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji, ia siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata usaha cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan hukum acara perdata (Pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT). Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan Titel Eksekutorial yang terdapat dalam Sertifikat Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului pada kreditur lainnya.

3) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tinggi yang menguntungkan semua pihak. Dalam hal penjualan melalui pelelangan umum, diperkirakan tidak akan menghasilkan harga tertinggi, dengan menyimpang dari prinsip (setiap eksekusi harus dilaksanakan dengan melalui pelelangan umum) diberi kemungkinan melakukan eksekusi melalui penjualan di bawah tangan, asalkan hal tersebut disepakati oleh pemberi dan pemegang Hak Tanggungan dan syarat yang ditentukan dipenuhi (Pasal 20 ayat (2) UUHT).

c. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan di PT.Bank SUMUT Bila Debitur Wanprestasi Berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan

Kredit yang telah disalurkan oleh bank kepada debitur diharapkan dapat berjalan dengan lancar dalam arti bank mendapatkan kembali pembayaran piutang atas kredit dan pihak debitur dapat mengembangkan usahanya dengan modal yang telah diberikan oleh pihak bank selaku kreditur. Bank tidak pernah mengharapkan kredit yang telah disalurkan kepada debitur mengalami kasus kredit macet, karena hal ini jelas akan mempengaruhi kinerja suatu bank, apabila tidak dapat ditangani dengan baik. Namun kredit macet adalah suatu risiko yang tidak dapat dihindari oleh setiap bank dalam pemberian kredit. Dalam kondisi-kondisi tertentu yang disebabkan oleh beberapa faktor, selalu dimungkinkan terdapat debitur yang tidak dapat memenuhi prestasinya kepada bank, yakni dalam hal pembayaran kredit sesuai perjanjian.

Pada PT. Bank SUMUT Cabang Utama Medan, eksekusi Hak Tanggungan bukanlah merupakan upaya terakhir yang dilakukan dalam mengatasi kredit macet. Kredit macet sangat akan mempengaruhi kelancaran usaha bank. Eksekusi terhadap objek jaminan dalam hal ini tanah berikut segala sesuatu yang terdapat di atasnya, baik yang ada pada saat pemberian Hak Tanggungan maupun yang akan ada di kemudian hari diharapkan mampu mengembalikan piutang pihak bank terhadap debitur yang wanprestasi.

Eksekusi Hak Tangggungan berdasarkan Title Eksekutorial (Pasal 14 ayat (2) UUHT) vide Pasal 224 HIR adalah cara yang paling mungkin untuk dilakukan ditinjau dari aspek hukum dibandingkan dengan 2 (dua) cara eksekusi Hak Tangggungan yang lainnya karena dalam pelaksanaannya mempergunakan alat- alat negara seperti pengadilan dan juru sita. Walaupun cara ini memerlukan waktu yang panjang, biaya tinggi dan pencermatan secara terus menerus.

Dilihat dari aspek hukum sesungguhnya senjata paling ampuh dan paling cepat untuk memberantas kredit macet, yakni parate eksekusi yaitu suatu upaya mengeksekusi sendiri (melelang) agunan atau melakukan penjualan atas dasar kekuasaan sendiri tanpa campur tangan pengadilan.54

Parate eksekusi yaitu janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri (beding van

eigenmachtig). Janji seperti itu diatur dalam Buku II Bab Kedua Puluh Pasal 1178

ayat (2) KUHPerdata. Ketentuan ini telah diadopsi oleh UUHT ketentuan yang

54

J.Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm.44

sama dapat kita lihat dari Pasal 6 jo 20 UUHT. Sesungguhnya Pasal 6 jo 29 UUHT adalah parate eksekusi karena dilakukan tanpa campur tangan pengadilan melainkan atas dasar kekuasaan sendiri. Hanya konsekuensinya jika timbul masalah pengosongan obyek Hak Tanggungan seperti rumah dan bangunan lainnya setelah lelang, maka pengadilan tidak dapat diminta melakukan eksekusi riil tapi pemegang lelang dapat menggugat (perkara).

Cara ketiga eksekusi Hak Tanggungan yaitu penjualan obyek Hak Tanggungan di bawah tangan adalah tergolong jual beli secara sukarela (bukan eksekusi/bukan secara paksa) yang dilakukan oleh pemilik/pemegang hak dan pembeli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai PP No.24 Tahun 1997. Kalau melihat persyaratan Pasal 20 ayat (2) dan (3) UUHT penjualan obyek Hak Tanggungan sangat sulit untuk dilakukan, karena banyaknya prosedur yang harus ditempuh dan sulitnya mencapai kesepakatan harga atau nilai limit terendam tanah yang akan dijual.

Sertifikat hak tanah dapat menjadi dasar pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan. Disamping berfungsi sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Sertifikat Hak Tanggungan juga berguna sebagai dasar pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan bila debitur cidera janji. Dengan menggunakan titel eksekutorial sebagaimana termuat dalam sertifikat Hak Tanggungan, bila debitur (pemberi Hak Tanggungan) cidera janji, maka kreditur pemegang Hak Tanggungan (pertama) dapat melakukan penjualan objek Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan objek Hak Tanggungan.

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 penyelesaian piutang macet di bank, pengawasan dan pengelolaannya diserahkan kepada masing-masing bank. Namun untuk pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan terhadap jaminan kredit bank dapat dilakukan proses pelelangan melalui KPKNL, namun sebatas hanya sebagai pejabat lelang, sedangkan yang menjualnya adalah tetap bank.55

d. Mekanisme Eksekusi Hak Tanggungan Berdasarkan Titel Eksekutorial

Eksekusi Hak Tanggungan berdasarkan titel eksekutorial yang tercantum dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagai upaya akhir dari bank dalam memperoleh kembali pelunasan piutangnya dari debitur/pemberi Hak Tanggungan adalah pelaksanaan secara paksa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau pelaksanaan secara paksa dokumen perjanjian yang dipersamakan dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Dokumen Eksekutorial), harus dilakukan dalam suatu prosedur dan tahapan yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Terdapat beberapa tahapan dan prosedur yang harus dilalui dan dilakukan oleh bank.

Untuk dapat melakukan eksekusi Hak Tanggungan berdasrkan titel eksekutorial berdasarkan Pasal 14 ayat (2) UUHT, terlebih dahulu harus mendapatkan fiat/penetapan pengadilan. Oleh karena itu terdapat beberapa

55

Hasil Wawancara dengan Staf Divisi Penyelamatan Kredit PT.Bank SUMUT Kantor Pusat Medan

tahapan dan prosedur yang harus dilakukan oleh pihak bank selaku kreditur/ pemegang Hak Tanggungan untuk dapat melakukan eksekusi, yaitu :56

a. Bank selaku pemohon eksekusi mengajukan permohonan eksekusi Hak

Tanggungan berdasarkan Pasal 224 HIR kepada pengadilan negeri yang wilayah kerjanya meliputi letak obyek Hak Tanggungan berada, dengan melampirkan bukti-bukti berupa fotocopy sesuai aslinya yang disahkan pengadilan atas dokumen-dokumen, sebagai berikut :

1) Sertifikat Hak Tanggungan

2) Sertifikat hak atas tanah (obyek Hak Tanggungan)

3) Akta perjanjian kredit berikut perjanjian lainnya yang terkait 4) Rekening koran atas nama debitur

5) Surat-surat tegoran dari bank kepada debitur

b. Setelah menerima berkas permohonan eksekusi dari bank (pemohon eksekusi) secara lengkap dan setelah dipelajari secara seksama, maka Pengadilan Negeri akan membuat penetapan yang selanjutnya memanggil debitur/pemberi Hak Tanggungan pada hari dan tanggal yang telah ditentukan dalam penetapan tersebut untuk diberi aanmaning (teguran)

c. Apabila pada hari dan tanggal yang telah ditentukan tersebut, debitur/ pemberi Hak Tanggungan hadir untuk memenuhi panggilan tersebut, maka Pengadilan Negeri akan membuat Berita Acara Aanmaning, yang isinya memberikan

56

Hasil Wawancara dengan Staf Divisi Penyelamatan Kredit PT.Bank SUMUT Kantor Pusat Medan

aanmaning (teguran) kepada debitur/pemberi Hak Tanggungan agar dalam

waktu 8 (delapan) hari terhitung sejak tanggal aanmaning tersebut debitur/ pemberi Hak Tanggungan memenuhi seluruh kewajibannya kepada bank, selanjutnya Berita Acara Aanmaning tersebut ditandatangani oleh debitur/ Pemberi Hak Tanggungan dan Pemegang Hak dan Ketua Pengadilan Negeri. d. Apabila pada hari dan tanggal yang telah ditentukan tersebut, debitur/ pemberi

Hak Tanggungan tidak hadir memenuhi panggilan tersebut, maka Pengadilan Negeri akan memanggil kembali/ulang yang bersangkutan untuk diberi

aanmaning.

e. Apabila debitur/Pemberi Hak Tanggungan dalam waktu 8 (delapan) hari ternyata memenuhi seluruh kewajibannya kepada bank, maka eksekusi Hak Tanggungan tersebut tidak dilanjutkan, kewajiban dari pihak bank untuk memohon kepada Pengadilan negeri agar pelaksanaan eksekusi tersebut dapat dibatalkan, setelah menerima permohonan tersebut, maka Pengadilan Negeri membuat penetapan yang isinya membatalkan pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan.

f. Setelah lewat waktu 8 (delapan) hari ternyata debitur/pemberi Hak

Tanggungan tidak memenuhi kewajibannya kepada bank atau debitur dan atau pemegang Hak Tanggungan ternyata tidak memenuhi panggilan dari Pengadilan Negeri walaupun telah dipanggil secara patut, maka bank akan mengajukan permohonan sita eksekusi, dengan memberikan alasan-alasan sebagai berikut :

1) Bahwa debitur/Pemberi Hak Tanggungan telah dipanggil secara patut oleh pengadilan negeri, ternyata tidak datang, atau ;

2) Bahwa debitur/Pemberi Hak Tanggungan telah diberi aanmaning

(teguran), ternyata tidak memenuhi kewajibannya kepada bank.

g. Berdasarkan permohonan dari bank tersebut, maka Pengadilan Negeri

membuat penetapan Sita eksekusi atas obyek Hak Tanggungan. Penetapan sita eksekusi tersebut berisi :

1) Mengabulkan permohonan sita eksekusi yang diajukan bank

2) Memerintajkan juru sita pengadilan negeri dengan didampingi oleh 2 (dua) orang saksi untuk melaksanakan sita eksekusi atas obyek Hak Tanggungan.

h. Setelah menerima perintah sebagaimana yang tertuang dalam penetapan sita Hak Tanggungan yang ditandatangani oleh ketua Pengadilan Negeri, maka juru sita dengan didampingi 2 (dua) orang saksi akan datang ke tempat obyek Hak Tanggungan yang akan disita eksekusi. Apabila di tempat/lokasi obyek Hak Tanggungan tersebut juru sita dapat bertemu dengan debitur dan atau pemberi Hak Tanggungan, maka juru sita tersebut akan memberitahukan bahwa obyek Hak Tanggungan tersebut akan diletakkan sita eksekusi dan selanjutnya membacakan Berita Acara Sita Eksekusi kepada debitur/pemberi Hak Tanggungan dan meminta kepada debitur/pemberi Hak Tanggungan yang ditemuinya tersebut untuk menandatangani Berita Acara Sita Eksekusi tersebut dan apabila yang bersangkutan tidak mau menandatanganinya, maka

dalam berita acara tersebut oleh juru sita ditulis bahwa yang bersangkutan tidak bersedia menandatangani berita acara tersebut alasan-alasannya, selanjutnya :

1) Satu salinan dari Berita Acara Sita Eksekusi tersebut oleh juru sita akan diserahkan kepada yang bersangkutan

2) Satu salinan diserahkan kepada kepala kelurahan setempat

3) Satu salinan diserahkan kepada kepala kecamatan setempat satu salinan berikut surat pemberitahuan perihal adanya sita eksekusi dikirimkan ke Kantor Pertanahan setempat, agar sita eksekusi tersebut, dicatat dalam buku tanah obyek Hak Tanggungan.

i. Apabila di tempat/lokasi obyek Hak Tanggungan tersebut juru sita tidak bertemu dengan debitur/pemberi Hak Tanggungan maka juru sita tersebut akan menuliskan dalam Berita Acara Sita Eksekusi bahwa dia tidak bertemu dengan debitur dan atau pemegang Hak Tanggungan atau tidak bertemu dengan siapapun juga, maka dalam berita acara tersebut oleh juru sita ditulis bahwa juru sita tersebut tidak bertemu dengan debitur/pemberi Hak Tanggungan atau siapapun juga di tempat/lokasi obyek Hak Tanggungan yang

Dokumen terkait