PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN
HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN
SENGKETA DEBITUR YANG WANPRETASI
PADA BANK SUMUT
TESIS
OLEH
SYARI RAMADHANI
077011067/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 9
PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN
HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN
SENGKETA DEBITUR YANG WANPRETASI
PADA BANK SUMUT
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
SYARI RAMADHANI
077011067/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 0 9
Judul Tesis : PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA DEBITUR YANG WANPRESTASI PADA BANK SUMUT
Nama Mahasiswa : Syari Ramadhani Nomor Pokok : 077011067
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Ketua)
(Prof.Dr.Budiman Ginting, SH,MHum) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)
(Anggota) (Anggota)
Ketua Program Studi Direktur
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B, MSc)
Tanggal lulus : 09 Agustus 2009
Telah diuji pada
Tanggal : 9 Agustus 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH. MS. CN Anggota : 1. Prof.Dr.Budiman Ginting, SH. MHum
2. Dr.T.Keizerina Devi A. SH. CN. MHum 3. Notaris Syahril Sofyan, SH. MKn
ABSTRAK
Di bidang perkreditan, hukum harus mampu memelihara dan memperlancar proses hubungan yang terjadi antara warga masyarakat di satu pihak dengan bank di lain pihak. Usaha pokok dari kegiatan perbankan ialah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Di dalam pelaksanaan pemberian kredit itu, tentunya pihak pemberi kredit (bank/kreditur) menetapkan persyaratan-persyaratan kepada peminjam (nasabah/debitur). Persyaratan itu antara lain adalah perjanjian antara debitur dengan kreditur dan harus dituangkan dalam model perjanjian kredit yang telah ditentukan oleh bank yang lazimnya disebut dengan kontrak standart. Permasalahan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan pada Bank SUMUT, bagaimana pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan apabila debitur wanprestasi, serta apakah hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan.
Penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya bahwa penelitian ini merupakan penelitian yang memaparkan secara cermat karakteristik dari fakta-fakta atau individu, kelompok atau keadaan dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi, untuk mengetahui secara mendalam dan menganalisa pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan sebagai upaya penyelesaian sengketa dalam hal debitur wanprestasi pada Bank SUMUT.
Dalam pelaksanaan perjanjian kredit pada Bank Sumatera Utara hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur dituangkan dalam perjanjian kredit bank, yang dalam praktek berbentuk suatu perjanjian standard atau perjanjian baku. Analisis kredit dilakukan oleh bank selaku pihak kreditur agar tidak terjadi ketimpangan dalam pemberian pinjaman kredit. Dalam pelaksanaan eksekusi hak tanggungan yang dilakukan adalah berdasarkan titel eksekutorial. Melalui titel eksekutorial masalah kecepatan waktu dalam mengeksekusi jaminan bukan merupakan hambatan lagi. Ada kalanya masih muncul berbagai macam kesulitan dan hambatan internal maupun hambatan eksternal dalam melaksanakan eksekusi jaminan hak tanggungan. Agar pelaksanaan perjanjian kredit pada Bank SUMUT dapat berjalan dengan lancar, hendaknya perusahaan perbankan membentuk suatu lembaga yang khusus mengelola usaha pertanggungan kredit. Karena dengan adanya lembaga pertanggungan kredit tersebut, pihak bank dapat mengefisiensikan waktu untuk melakukan penagihan terhadap debitur. Hendaknya Bank SUMUT dalam memberikan kredit agar bertindak secara profesional khususnya dalam perlindungan dan kepastian hukum agar dapat berlaku seimbang dengan berlakunya Undang-undang Hak Tanggungan kepada kreditur, debitur dan pihak ketiga yang terkait dengan perjanjian kredit. Di masa mendatang perlu segera dirumuskan Undang-undang mengenai Eksekusi Hak Tanggungan untuk mengatur secara komprehensif pelaksanaan eksekusi. Sehingga eksekusi hak tanggungan dapat memberikan perlindungan dan kepastian huku bagi semua pihak-pihak yang terkait dalam proses eksekusi tersebut.
ABSTRACT
In credit matters, law must be able to maintain and accelerate the process of relationship between society and the banks. The main business of banking activity is to provide credit and services in the traffic of payment and money distribution. In the implementation of credit extension, the bank/creditor determines the terms and conditions for the customer/debtor and these terms and conditions must be stated in the model of credit agreement commonly called standard contract determined by the bank. The purpose of this descriptive study is to look at the process of standard contract implementation with the right to property as collateral in Bank SUMUT, to analyze how the execution of right to property is implemented if the debtor does not keep his promise as agreed in the contract, and to find out the constraints which appear during the implementation of right to property execution.
The purpose of this study is to look at and analyze the implementation of standard contract with the right to property as collateral as an attempt to settle the dispute caused by the debtor who does not keep his promise as agreed in the contract in Bank SUMUT. The data for this study were obtained through field observation.
The result of this study shows that the implementation of credit agreement in Bank SUMUT is based on the legal relationship between the debtor and the creditor which is stated in a standard contract. Analysing credit is conducted by the bank as the creditor to avoid the imbalances which may occur in credit extension. In its implementation, the execution of the right to property is doen based on executorial title that the speed of time in executing the collateral is not a constraint anymore. Sometimes, various internal and external constraint still appear during the implementation of executing the right to property as collateral. To accelerate the implementation of credit agreement in Bank SUMUT, the banking companies should establish an institution which specially manages a credit guarantee business that the banks can make their time efficient in collecting the debit from the debtors. Bank SUMUT should be professional in providing credit extension especially in providing legal protection and legal certainty that in its implementation it can balance with the implementation of law on right to property to the creditor, debtor, and the third party related to the credit agreement in the future, it is necessary to formulate a law on the execution of right to property that can comprehensively regulate the implementation of execution that this execution can provide legal protection and legal certainty for all of the parties related to the process of execution.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan hasil penelitian tesis ini dengan judul ”Pelaksanaan Perjanjian
Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Upaya Penyelesaian Sengketa Debitur Yang Wanprestasi Pada Bank SUMUT”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu satu syarat yang harus dipenuhi
dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini penulis telah
banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, namun penulis menyadari masih
banyak kekurangan pada isi tesis ini dikarenakan keterbatasan waktu, keterbatasan
literatur sehingga memerlukan kritikan dan masukan pada penyempurnaan tesis ini.
Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan secara khusus kepada
yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH,MS,CN.,
selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting, SH,M.Hum
dan Ibu Dr.T.Keizerina Devi Azwar, SH,CN,M.Hum. masing-masing selaku Anggota
Komisi Pembimbing yang telah memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan
kepada penulis dalam penulisan penelitian tesis ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan teriam secara khusus kepada Bapak
Dosen yang selama ini telah membimbing dan membina penulis dan pada
kesempatan ini dipercayakan menjadi Dosen Penguji sekaligus sebagai Panitia
Penguji Tesis.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk
mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Program Magister Kenotariatan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T.Keizerina Devi
Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister
Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar diantaranya Prof. Dr.
Runtung Sitepu, SH, M.Hum., Prof. Dr. Tan Kamello, SH., Prof. Dr. Syafruddin
Kalo, SH, M.Hum., Ibu Hj.Chairani Bustami, SH, MKn., Dr. Pendastaren
Tarigan, SH, MS., Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum., Notaris Syahril
Sofyan, SH, MKn., Notaris Syafnil Gani, SH, M.Hum., dan lain-lain serta para
karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara diantaranya kak Fatimah, kak Sari, kak Lisa, kak
Afni, kak Winda, bang Adi, bang Rizal, dan lain-lain yang telah banyak
5. Bapak Harmen Nasution, selaku Pimpinan Bank SUMUT Cabang Utama Medan
yang telah bersedia membantu penulis sehingga dapat melakukan riset pada
PT.Bank SUMUT Cabang Utama Medan.
6. Bapak Endar Sakti Pane, selaku Wakil Pimpinan Bidang Pemasaran Kredit dan
Dana pada PT.Bank SUMUT Cabang Utama Medan yang telah bersedia
meluangkan waktu dan memberikan masukan untuk membantu penulis
mendapatkan data-data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan penelitian
tesis ini.
7. Bapak Syahbuddinsyah, selaku Pimpinan Bagian Operasional pada PT.Bank
SUMUT Cabang Utama Medan yang telah bersedia meluangkan waktu dan
memberikan masukan untuk membantu penulis mendapatkan data-data dan
informasi yang diperlukan dalam penulisan penelitian tesis ini.
8. Bapak Muhammad Zaini, selaku Pimpinan Bidang Hukum pada PT.Bank
SUMUT Kantor Pusat Medan yang telah bersedia meluangkan waktu dan
memberikan masukan untuk membantu penulis mendapatkan data-data dan
informasi yang diperlukan dalam penulisan penelitian tesis ini.
9. Bapak Irwan Pulungan, selaku Pimpinan Divisi Penyelamatan Kredit pada
PT.Bank SUMUT Kantor Pusat Medan yang telah bersedia meluangkan waktu
dan memberikan masukan untuk membantu penulis mendapatkan data-data dan
10.Bapak bang Muhsin Adlin, bang Muhammad Yamin dan bang Izwar Idhani
Nasution, selaku Staf Divisi Penyelamatan Kredit PT.Bank SUMUT Kantor Pusat
Medan yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan untuk
membantu penulis mendapatkan data-data dan informasi yang diperlukan dalam
penulisan penelitian tesis ini.
11.Seluruh Staf PT.Bank SUMUT Cabang Utama Medan yang telah membantu
dalam memberikan data-data dan informasi kepada penulis dalam penulisan
penelitian tesis ini.
12.Secara khusus penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima kasih
kepada yang tercinta dan tersayang Ayah Drs.H.Mahyuddin Nayan dan Mama
Hj.Yuniar Ginting, SH, yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan
dengan penuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang, selalu
membakar semangat penulis untuk menyelesaikan tesis, serta selalu memberikan
doa restu dalam setiap langkah kehidupan penulis sehingga penulis dapat
melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister
Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
13.Teristimewa untuk Amang Boru Drs.H.Abdul Malik Nasution dan Inang Boru
drg.Hj.Marhaeni Siregar yang selalu memberikan perhatian, dukungan, doa, kasih
sayang dan nasehat kepada penulis.
14.Untuk suami tercinta dan penulis sayangi Saindra Hadi P. Nasution, SE.Ak atas
perhatian, dukungan, kasih sayang, semangat, motivasi, doa dan pengertian
kepada penulis agar tetap kuat dan semangat dalam menghadapi setiap tantangan
15.Untuk putra penulis buah hati tersayang Syahdilan Fathin Nasution yang baik
budi dan selalu memberikan semangat kepada penulis.
16.Untuk Almh. Nenek [Nenek Karo dan Nenek Bedagai], bang Bana dan Deby,
serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat, motivasi
dan doa kepada penulis.
17.Kepada Sahabat-sahabat penulis Rahmawaty Anditya, SH, Veronica Yeny Cindy
Napitupulu, SH., Hilda Ilmi Chaily, SH., Dita Pratiwi, SH., Qalbu Thintami, SIP.,
penulis ucapkan terima kasih atas dukungan, keceriaan, dan energi positif yang
selalu membangun untuk bisa bangkit dan selalu semangat.
18.Kepada sahabat selama perkuliahan di Program Studi Magister Kenotariatan
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Intan Harahap, kak Fatma
Novida Matondang, kak Nevayanti, kak Myrna, kak Ismy, bang Raymond, bang
Andi Hakim, bang Muaz, Reza, bang Edy Natasari Sembiring, bang “Agam”
Abdul Mutholib, kak Dewi “Jilbab”, kak Dewi “Bule”, kak Delina, Jagjit Singh,
Belinda, bang Juni Surbakti penulis ucapkan terima kasih atas rajutan kisah,
kebersamaan serta dorongan semangat yang diberikan kepada penulis.
19.Kepada seluruh teman-teman di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat disebutkan namanya
satu persatu yang selalu memberikan semangat, memberikan dorongan, bantuan
pikiran serta mengingatkan di kala lupa kepada penulis untuk menyelesaikan
penulisan tesis ini dalam rangka untuk menyelesaikan studi, serta kepada kak Ida
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis, mendapat rahmat dari Allah SWT, agar selalu diberikan kebaikan,
kesehatan, kesejahteraan, dan rezeki yang melimpah kepada kita semua. Amin.
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang mengembangkan
ilmu hukum, khususnya dalam bidang Ilmu Kenotariatan.
Medan, Agustus 2009 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Syari Ramadhani
Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 8 Juni 1985
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sei Belutu Psr. IX No.11 Medan - 20131
II. Keluarga
Nama suami : Saindra Hadi P. Nasution, SE. Ak.
Nama ayah : Drs. H. Mahyuddin Nayan
Nama ibu : Hj. Yuniar Ginting, SH
Nama anak : Syahdilan Fathin Nasution
III. Pendidikan
1. SD Percobaan Negeri, Jl. Sei Petani Medan, Tahun 1997 2. SMP Negeri 1 Medan, Tahun 2000
3. SMA Negeri 1 Medan, Tahun 2003
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Tahun 2007
5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (MKn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun 2009
Medan, Agustus 2009 Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR ISTILAH ... xiii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah... 11
C. Tujuan Permasalahan ... 12
D. Manfaat Penelitian... 12
E. Keaslian Penelitian ... 13
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13
1. Kerangka Teori... 13
2. Konsepsi ... 17
G. Metode Penelitian... 20
1. Sifat Penelitian ... 20
3. Sumber Data Penelitian ... 21
4. Alat Pengumpulan Data ... 21
5. Analisis Data ... 22
BAB II : PROSES PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK SUMUT ... 24
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian... 24
1. Pengertian Perjanjian ... 24
2. Unsur-unsur Perjanjian ... 26
3. Asas-asas Perjanjian... 28
4. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian ... 30
B. Tinjauan Umum tentang Kredit... 33
1. Pengertian Kredit ... 33
2. Perjanjian Kredit... 34
3. Unsur-unsur Kredit... 35
4. Bentuk Perjanjian Kredit ... 36
5. Fungsi Kredit ... 37
6. Jenis-jenis Kredit ... 39
7. Dasar-dasar Pemberian Kredit... 41
C. Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan ... 42
1. Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan ... 42
2. Proses Pengambilan Kredit pada Bank SUMUT ... 57
BAB III : PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN
APABILA DEBITUR WANPRESTASI ... 74
A. Sebab-sebab Debitur Wanprestasi... 74
B. Tanda-tanda Kredit Macet... 76
C. Proses Jatuhnya Eksekusi Hak Tanggungan ... 83
D. Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Apabila Debitur Wanprestasi ... 87
BAB IV : HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN... 114
A. Hambatan Internal... 114
B. Hambatan Eksternal ... 117
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 122
A. Kesimpulan ... 122
B. Saran ... 124
DAFTAR ISTILAH
Appraisal Independent = Tim penilai
Law Problem Solving = Pemecahan masalah hukum
Accessoir = Jaminan bersifat mengikuti satu perikatan
pokok yang telah ada antara debitur dan kreditur beruap hutang piutang.
Zaak warneming = Tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa
Onrechtmatif daad = Perhatian melawan hukum.
Preferent = Kedudukan diutamakan
Frame of thinking = kerangka berpikir
Credere = (Yunani) kepercayaan
Standart contract = Kontrak baku
Somasi = Teguran terhadap pihak yang akan digugat ke
pengadilan negeri
Aanmaning = Tereksekusi berdasarkan putusan yang
berkekuatan hukum tetap.
Dading = Perjanjain damai
Safety = Keamanan
Profitability = Keuntungan
Inkracht van genisde = Berkekuatan hukum tetap
Request civil = Peninjauan kembali
Novum = Bukti baru
Droit de preference = Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain.
Verbruiklening = Benda yang menghabis jika dipakai
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan pembangunan di segala bidang merupakan upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan lahir batin bagi warga masyarakat. Pembangunan itu
sendiri dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat terhadap pemecahan masalah
hukum (law problem solving).
Di bidang perkreditan, hukum harus mampu memelihara dan memperlancar
proses hubungan yang terjadi antara warga masyarakat disatu pihak dengan bank di
lain pihak. Telah diketahui bahwa usaha pokok dari kegiatan perbankan ialah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.
Di dalam pelaksanaan pemberian kredit itu, tentunya pihak pemberi kredit
(bank/kreditur) menetapkan persyaratan-persayaratan kepada peminjam (nasabah/
debitur). Persyaratan itu antara lain adalah perjanjian antara debitur dengan kreditur
dan harus dituangkan dalam model perjanjian kredit yang telah ditentukan oleh bank.
Perjanjian kredit yang dituangkan dalam formulir-formulir yang disediakan oleh bank
lazimnya disebut dengan kontrak standart.
Selain persyaratan tersebut di atas jaminan adalah merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam masalah perkreditan yang dikenal dalam dunia perbankan
Hipotik merupakan suatu hak yang bersifat accessoir karena mengikuti suatu
perikatan pokok yang telah ada antara debitur dengan kreditur berupa hutang piutang.
Dalam perjanjian kredit akte hipotik merupakan suatu grose akte yang telah
mempunyai titel eksekutorial yaitu akte yang sama dengan kekuatan hukum tetap.
Hipotik hanya dapat diletakkan atas benda yang sudah ada. Hipotik atas benda-benda
yang baru akan ada di kemudian hari adalah batal. Sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 1175 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Perjanjian hutang piutang antara kreditur (pemberi pinjaman) dengan debitur
(peminjam) merupakan realitas dalam perkembangan ekonomi dewasa ini. Dalam
hubungan hukum yang terjadi di antara kreditur dengan debitur, bisa terjadi adanya
wanprestasi yang mengakibatkan salah satu pihak menderita kerugian. Dengan
terjadinya wanprestasi tersebut, maka kreditur dapat menuntut agar debitur memenuhi
perjanjian atau dan memberikan ganti rugi.
Perjanjian yang di dalam hukum perikatan merupakan salah satu sumber dari
perikatan itu sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1233 KUH Perdata, yaitu
“Setiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang”.
Dalam hal ini A. Ridwan Halim mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut :
Sumber-sumber perikatan itu adalah :
a. Perjanjian atau persetujuan b. Undang-undang
c. Perbuatan atau sikap tindak manusia yang dibedakan lagi atas : 1) Perbuatan manusia menurut hukum/halal
d. Perbuatan atau sikap tindak manusia yang lain, yakni suatu sikap manusia dimana ia mengikatkan dirinya sendiri kepada sesuatu hal yang sebenarnya bukan menjadi kewajibannya, misalnya : seseorang yang telah bersedia mengikatkan diri untuk menjaga rumah tetangganya selama tetangganya itu pergi sehingga bila terjadi kehilangan di rumah tetangganya itu dialah yang bertanggung jawab.1
Dari pernyataan di atas terlihat bahwa perjanjian itu sering terjadi dan
dilakukan oleh masyarakat, baik yang dilakukan secara tertulis maupun tidak tertulis
(lisan dan secara diam-diam). Masalah perjanjian ini mempunyai ruang lingkup yang
cukup luas. Sehingga sangat menarik untuk dibahas dan diteliti, apalagi kalau
perjanjian itu dikaitkan dengan masalah kredit yang dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan bank, sebagaimana topik yang akan dibahas dalam tesis ini.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata sebagaimana yang ditentukan
dalam Pasal 1313, bahwa perjanjian itu diartikan sebagai suatu persetujuan adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih.2
Dari ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata di atas terlihat bahwa perjanjian
diistilahkan dengan persetujuan. Padahal pengertian persetujuan lebih luas dari
pengertian perjanjian. Jika pada persetujuan yang mengikatkan diri hanya sepihak
saja, maka pada perjanjian yang mengikatkan diri adalah kedua belah pihak.
Sehingga pengertian persetujuan atau perjanjian yang dikemukakan dalam
Pasal 1313 KUH Perdata mengandung kelemahan-kelemahan sebagaimana yang
dikemukakan dalam pernyataan berikut :
1
Ridwan Halim, A., Hukum Perdata Dalam Tanya Jawab, (akarta, Ghalia Indonesia, 1990). hlm. 145-146.
2
a. Hanya menyangkut sepihak saja. Hal ini diketahui dari perumusan “satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang datang dari satu pihak saja,
tidak dari kedua belah pijak. Seharusnya perumusan itu, “saling mengikatkan
diri”, jadi ada konsensus diantara pihak-pihak.
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa konsensus. Dalam pengertian perbuatan
termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpa kuasa (zaakwarneming),
tindakan melawan hukum (onrechtmatig daad) yang tidak mengandung suatu
konsesus. Seharusnya dipakai kata persetujuan.
c. Pengertian perjanjian terlalu luas. Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut di
atas terlalu luas karena mencakup juga perlangsungan perkawinan, janji kawin
yang diatur dalam lapangan hukum keluarga, padahal yang dimaksud adalah
hubungan antara debitur dan kreditur dalam lapangan harta kekayaan saja.
Perjanjian yang dikehendaki oleh Buku III KUH Perdata sebenarnya hanyalah
perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan perjanjian yang bersifat personal.
d. Tanpa menyebut tujuan. Dalam perumusan pasal itu tidak disebutkan tujuan
mengadakan perjanjian. Sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas
untuk apa.3
Untuk lebih menyempurnakan pengertian perjanjian yang ditentukan dalam
Pasal 1313 KUH Perdata yang dianggap oleh sebagian sarjana mengandung
kelemahan-kelemahan sebagaimana yang telah diuraikan dalam pernyataan di atas,
maka pengertian perjanjian itu sebaiknya sebagai berikut, yaitu : “Perjanjian adalah
3
suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan”.4
Terhadap pengertian persetujuan dan perjanjian ini sampai sekarang masih
banyak pakar hukum yang saling berbeda pendapat dan pandangan. Sebagian sarjana
mengatakan bahwa persetujuan berasal dari kata-kata istilah overeen komsten,
sedangkan perjanjian berasal dari kata atau istilah verbintenis.
Mengingat adanya kata sepakat diantara kedua pihak yang mengikatkan diri
tersebut merupakan unsur dan syarat utama dalam suatu perjanjian, maka tidak salah
kalau perjanjian itu merupakan perbuatan dari dua orang atau lebih yang saling
mengikatkan diri dan bukan hanya satu orang atau satu pihak saja yang harus
mengikatkan diri. Oleh karena itu tentang pengertian-pengertian perjanjian itu
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan pendapatnya dengan mengartikan perjanjian
itu sebagai berikut : “Suatu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta
benda kekayaan mereka, yang bertujuan mengikatkan kedua belah pihak.”5
Kalau dikaitkan pengertian perjanjian di atas dengan ketentuan yang diatur
dalam Pasal 1320 KUH Perdata maka terlihat dengan jelas bahwa perjanjian itu harus
didasarkan atas kesepakatan para pihak, yang dalam hal ini harus dilakukan
sedikitnya dua orang itu harus benar-benar sepakat untuk mengikatkan dirinya
masing-masing.
4
Ibid
5
Hak tanggungan sebagai hak jaminan, dilahirkan oleh Undang-undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) tepatnya
terdapat pada Pasal 51 dan juga diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996,
sedangkan peralihan hak tanggungan ini diatur dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal
17 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996.
Budi Harsono dalam buku Salim HS memberikan pendapat mengenai hak
tanggungan, yaitu penguasaan hak atas tanah, berisikan kewenangan kreditur untuk
berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan, tetapi bukan untuk dikuasai
secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan
mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebahagian-bagian pembayaran lunas
hutang debitur kepadanya.
Berdasarkan Pasal 18 undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Undang-undang Hak Tanggungan tersebut, dapat diketahui bahwa hak tanggungan dapat
sengaja dihapuskan dan dapat pula hapus karena hukum. Hak tanggungan dapat
beralih yaitu karena dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak tanggungan
atau karena dilakukan pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat
oleh pengadilan negeri. Sedangkan hak tanggungan dapat hapus karena hukum yaitu
karena hapusnya utang yang jaminan dengan hak tanggungan dan karena hapusnya
hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan dalam buku Salim HS yang
dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo.
Seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) mempunyai wewenang dalam
(PPAT) adalah untuk membuat akta mengenai tanah-tanah yang terletak dalam
daerah kerjanya, kecuali dalam hal-hal khusus yang memerlukan izin Kepala Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi dan ketentuan ini terdapat di dalam
Pasal 1868 KUHPerdata, apabila suatu akta hendak memperoleh stempel otentitas.
Sedangkan bank bertindak sebagai badan yang satu-satunya diberi wewenang untuk
menyalurkan dan mengatur peredaran uang, sudah tentu mengadakan perjanjian
dengan pihak-pihak yang membutuhkan modal melalui kredit. Dimana pemberian
kredit merupakan suatu fasilitas untuk memperoleh pinjaman uang. Pinjaman uang
menyebabkan timbulnya utang yang harus dibayar oleh debitur menurut syarat-syarat
yang ditetapkan dalam perjanjian pinjam meminjam atau persetujuan untuk membuka
kredit.
Berdasarkan uraian di atas jelaslah bahwa kredit yang ditegaskan oleh
Undang-undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 merupakan salah satu
perjanjian kredit seperti yang dimaksud oleh Buku ke II KUHPerdata, sehingga
dalam perjanjian kredit tersebut diperlukan pula KUHPerdata yang mengatur tentang
Perjanjian Kredit.
Istilah hak tanggungan sebagai hak jaminan, dilahirkan oleh Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)
tepatnya terdapat pada Pasal 51. Istilah tanggungan adalah suatu istilah yang dipakai
dan berkaitan dengan perasuransian.
“Sehubungan dengan pemakaian istilah hak tanggungan di dalam
dunia perasuransian telah “menggugat” pemakaian istilah tersebut sebagai istilah
khusus bagi dunia mereka, yang sebaiknya tidak digunakan oleh kalangan
perasuransian, sebab kalau tidak, kata tanggungan mempunyai dua arti, yaitu jaminan
(atas tanah) dan asuransi”.6
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) menegaskan
pengertian hak tanggungan adalah :
Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk perlunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa hak tanggungan
merupakan bagian dari hak jaminan yang khusus tertuju pada hak atas tanah. Ada
unsur-unsur pokok dari hak tanggungan termuat di dalam defenisi tersebut.
Unsur-unsur pokok itu adalah :
1. Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk perlunasan utang tertentu
2. Maksud untuk perlunasan utang tertentu adalah hak tanggungan itu dapat
membereskan dan menyelesaikan pembayaran utang-utang debitur yang ada pada
kreditur.
3. Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai dengan Undang-undang
Pokok Agraria (UUPA).
6
ST Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan
4. Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi
dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan
dengan tanah itu.
5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur-kreditur lain. Maksudnya memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya, lazimnya disebut droit
de preference. Keistimewaan itu ditegaskan dalam Pasal 1 angka (1) dan pasal 1
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996, yang berbunyi :
Apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang hak tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan mengambil perlunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lain yang bukan pemegang hak tanggungan atau kreditur pemegang hak tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah. Hak yang istimewa ini tidak dipunyai oleh kreditur bukan pemegang hak tanggungan.
Budi Harsono dalam buku Salim HS memberikan pendapat mengenai
pengertian hak tanggungan, yaitu “Penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan
kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan, tetapi bukan
untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur
cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian pembayaran lunas
hutang debitur kepadanya”.7
Defenisi hak tanggungan yang disajikan oleh Budi Harsono adalah pada
penguasaan hak atas tanah. Penguasaan hak atas tanah merupakan wewenang untuk
menguasai hak atas tanah.
7
“Setiap hak atas tanah pada dasarnya tidak dapat dijadikan jaminan utang,
tetapi hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang.
2. Termasuk hak yang didaftar dalam daftar umum, karena harus memenuhi syarat
publisitas.
3. Mempunyai sifat yang dapat dipindah tangankan, karena apabila debitur cedera
janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di muka umum.
4. Memerlukan penunjukan dengan undang-undang”.8
“Berbicara mengenai hak tanggungan ada beberapa asas dari hak tanggungan
yang perlu dipahami, dimana asas tersebut yang membedakan hak tanggungan dari
jenis dan bentuk jaminan-jaminan utang yang lain. Asas jaminan-jaminan tersebut
adalah :
1. Hak tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur
pemegang hak tanggungan
2. Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi
3. Hak tanggungan hanya dapat dibedakan pada hak atas tanah yang telah ada
4. Hak tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya juga berikut benda-benda
yang berkaitan dengan tanah tersebut.
5. Hak tanggungan dapat dibebankan juga atas benda-benda yang berkaitan dengan
tanah yang baru akan ada di kemudian hari
8
6. Hak tanggungan dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada
7. Hak tanggungan dapat menjamin lebih dari satu utang
8. Hak tanggungan wajib didaftarkan”.9
Berbicara mengenai objek hak tanggungan, yang dimaksud objek hak
tanggungan adalah hak-hak atas tanah apa yang dapat dijadikan jaminan hutang
dengan dibebani hak tanggungan. Ada dua unsur mutlak dari hak atas tanah yang
dapat dijadikan objek hak tanggungan yaitu :
1. Hak atas tanah tersebut sesuai ketentuan yang berlaku wajib didaftar dalam daftar
umum, yaitu di Kantor Pertanahan. Wajib didaftar dalam daftar umum
maksudnya adalah bahwa hak atas tanah tersebut telah bersertifikat. Hak atas
tanah yang telah terdaftar (bersertifikat) berkaitan dengan kedudukan diutamakan
(preferent) yang diberikan kepada kreditur pemegang hak tanggungan terhadap
kreditur lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak tanggungan pada buku
tanah dan sertifikat hak tanah yang dibebani sehingga setiap orang dapat
mengetahuinya (asas publisitas).
2. Hak atas tanah tersebut menurut sifatnya harus dapat dipindah tangankan
(misalnya bisa dijual), sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk
membayar utang yang dijamin perlunasannya.
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana proses pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak
tanggungan pada Bank SUMUT ?
9
2. Bagaimana pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan apabila debitur
wanprestasi ?
3. Apakah hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan eksekusi Hak
Tanggungan ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan perjanjian kredit dengan
jaminan hak tanggungan pada Bank SUMUT.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan apabila debitur
wanprestasi.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang muncul dalam pelaksanaan
eksekusi Hak Tanggungan.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
ilmu pengetahuan, dalam rangka pengembangan wawasan dan pengkajian tentang
perjanjian kredit. Khususnya tentang pelaksanaan perjanjian kredit proses
penyelesaian sengketa kredit macet dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur
wanprestasi.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan sebagai bahan
masukan bagi kreditur dan debitur yang bertujuan untuk mengurangi kendala yang
sengketa kredit macet dengan jaminan hak tanggungan apabila debitur wanprestasi
pada PT.Bank SUMUT.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, data yang ada dan
penelusuran lebih lanjut pada kepustakaan, yang khususnya pada Kepustakaan
Program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera
Utara, diketahui bahwa belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul :
“Pelaksanaan Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Sebagai Upaya
Penyelesaian Sengketa Debitur yang Wanprestasi Pada Bank SUMUT".
Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggung
jawabkan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Dalam sebuah penelitian ilmiah, teori digunakan sebagai landasan
berpikir dan mengukur sesuatu berdasarkan variabel yang tersedia. Sebelum
peneliti mengetahui kegunaan dari kerangka teori, maka peneliti perlu
mengetahui terlebih dahulu mengenai arti teori. Teori merupakan generalisasi
yang dicapai setelah mengadakan pengujian yang hasilnya menyangkut ruang
lingkup dan fakta yang luas.10
10
Dalam hal ini menurut Bintaro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjoyo
teori diartikan sebagai ungkapan mengenai hubungan casual yang logis di
antara perubahan (variabel) dalam bidang tertentu, sehingga dapat digunakan
sebagai kerangka berpikir (frame of thinking) dalam memahami serta
menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut.11
Berkenaan dengan penelitian ini, maka kerangka teori diarahkan
secara khusus pada ilmu hukum yang mengacu pada penelitian hukum
normatif, dimana penelitian ini mengarah pada analisis secara hukum terhadap
pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan.
Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst
(Belanda) atau Agreement (Inggris). Ada dua macam teori yang membahas
tentang pengertian perjanjian yaitu teori lama dan teori baru. Pengertian
perjanjian terdapat di dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi :
“Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Berdasarkan doktrin atau teori lama yang disebut dengan “perjanjian
adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat
hukum”.
Unsur-unsur perjanjian menurut teori lama, yaitu :
a. Adanya perbuatan hukum
b. Persesuaian pernyataan kehendak dari beberapa orang
11
Bintaro Tjokroamidjojo dan Mustafa Adidjoyo, Teori dan Strategis Pembangunan
c. Persesuaian tersebut harus dipublikasikan atau dinyatakan
d. Perbuatan hukum itu terjadi karena kerjasama antara dua orang atau lebih
e. Persesuaian kehendak itu harus dengan mengingat peraturan
perundang-undangan.12
Van Dune dalam buku Salim HS memberikan pendapat mengenai
pengertian perjanjian. Ia menyatakan yang diartikan dengan perjanjian adalah
suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum.13
Berdasarkan pengertian perjanjian tersebut di atas, ada tiga tahap
dalam membuat perjanjian, yaitu :
a. Tahap prancontractual, yaitu adanya penawaran dan penerimaan;
b. Tahap contractual, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak ;
c. Tahap post contractual, yaitu pelaksanaan perjanjian.14
Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang
paling utama, karena pendapat terbesar dari usaha bank berasal dari pendapat
kegiatan usaha kredit yaitu berupa bunga dan deposito. Banyak pendapat dari
para ahli yang memberikan pandangan mengenai pengertian kredit, namun
semua pendapat tersebut mengarah kepada suatu tujuan yaitu kepercayaan.
12
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Cet. II (Jakarta : Sinar Grafika Offset, 2003), hlm.160.
13
Ibid, hlm.167
14
Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani “Credere” yang berarti
kepercayaan, karena itu dasar dari kredit, adalah kepercayaan. “Seseorang
yang memperoleh kredit pada dasarnya adalah yang memperoleh
kepercayaan”.15
Kata kredit dalam perkembangannya telah berubah makna menjadi
pinjaman. Memang diakui bahwa pinjaman yang diberikan oleh pihak kreditur
kepada debitur dilandasi kepercayaan, bahwa pada suatu waktu tertentu
pinjaman tersebut dikembalikan ditambah imbalan jasa tertentu.
Hakekatnya pemberian kredit didasarkan atas kepercayaan, yang
berarti bahwa kredit adalah pemberian kepercayaan oleh bank sebagai
pemberi kredit, dimana prestasi yang diberikan benar-benar sudah diyakini
akan dapat dibayar kembali oleh si penerima kredit sesuai dengan
syarat-syarat yang telah disetujui bersama.
Kredit menurut Pasal 1 huruf K Undang-undang No.10 Tahun 1998
tentang Perbankan adalah : Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian
bunga.
15
Berdasarkan pengertian kredit seperti yang tersebut di atas maka
Thomas Suryapto dalam buku M.Djumhana menyatakan “ada unsur-unsur
dari kredit”, yaitu :
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa
prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.
b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan antara
pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.
c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai
akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima kemudian hari. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat resikonya. Dengan adanya resiko inilah maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit.
d. Prestasi, yaitu yang diberikan adalah suatu prestasi yang dapat
berupa barang, jasa, atau uang.16
2. Konsepsi
Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep
diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu
yang konkrit, yang disebut definisi operasional (operational definition).17
Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus.18
16
M.Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Cet. III (Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hlm.370-371.
17
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm.
10
18
Dalam hal ini untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan
pemahaman tentang penelitian ini, maka perlu didefinisikan beberapa konsep
dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini :
Perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan suatu akibat hukum.
Perjanjian kredit bank adalah perjanjian yang isinya telah disusun oleh bank
secara sepihak dalam bentuk baku mengenai kredit yang memuat hubungan
hukum antara bank dengan nasabah debitur.19
Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang berpiutang
dalam suatu hubungan hutang piutang tertentu.
Debitur adalah orang atau badan usaha yang berhutang kepada kreditur dalam
suatu hubungan hutang piutang tertentu.
Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam
bentuk mata uang atau lainnya sebagai akibat perjanjian kredit dengan
jaminan hak tanggungan.
Piutang adalah hak untuk menerima pembayaran.20
Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur yang berupaya
guna untuk menimbulkan keyakinan kepada kreditur bahwa
19
Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia : Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, (Bandung : PT. Alumni, 2006), hlm.19-20.
20
debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang
timbul dari suatu perikatan.21
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda
lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
terhadap kreditur-kreditur lain.22
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.23
Kredit bermasalah adalah kredit dengan kolektibilitas macet ditambah dengan
kredit-kredit yang memiliki kolektibilitas diragukan yang mempunyai potensi
menjadi macet.24
Kredit macet adalah kemampuan membayar terhadap tunggakan yang telah
melampaui 270 hari yang disebabkan sesuatu hal atau akibat kelalaian.
21
Haertono Hadi Soeprapto, Pokok-pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, (Yogyakarta : Liberty, 1984), hlm.50.
22
Pasal 1 ayat 1 UUHT No.4 Tahun 1996, tentang Hak Tanggungan
23
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
24
Wanprestasi adalah si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah
atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi
perikatannya sendiri. Ialah jika ia menetapkan, bahwa si berutang akan harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.25
G. Metode Penelitian 1.
Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, maksudnya bahwa penelitian ini
merupakan penelitian yang memaparkan secara cermat karakteristik dari
fakta-fakta atau individu, kelompok atau keadaan dan untuk menentukan
frekuensi sesuatu yang terjadi, untuk mengetahui secara mendalam dan
menganalisa pelaksanaan perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan
sebagai upaya penyelesaian sengketa dalam hal debitur wanprestasi pada
Bank SUMUT.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis
empiris/yuridis sosiologis. Penelitian didasarkan pada data primer dan data
sekunder yang diperoleh dari penelitian lapangan, dengan didukung oleh
penelitian kepustakaan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan
diteliti.26
25
Pasal 1328 KUH Perdata
26
2. Lokasi Penelitian
Sesuai dengan judul tesis, maka penelitian ini dilakukan pada Bank
SUMUT Cabang Utama Medan. Adapun alasan penulis memilih lokasi
penelitian tersebut karena Bank SUMUT merupakan Bank Daerah di
Sumatera Utara yang merupakan Bank yang cukup sehat, dimana khususnya
masyarakat Sumatera Utara yang pada umumnya mempunyai usaha
memperoleh dana yang bersumber melalui kredit bank, yang sebagian besar
menggunakan hak tanggungan.
3. Sumber Data Penelitian
a. Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan dengan melakukan
wawancara terhadap narasumber. Wawancara dilakukan dengan maksud
untuk mengetahui lebih mendalam tentang proses pemberian kredit
dengan jaminan hak tanggungan, khususnya pada Bank SUMUT.
b. Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan. Pengumpulan data
sekunder meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan
bahan hukum tertier.
4. Alat Pengumpulan Data
Untuk memperoleh hasil yang objektif, maka data dalam penelitian ini
Terhadap data primer, dilakukan pengumpulan data dengan melakukan
wawancara kepada pihak-pihak yang ada kaitannya terhadap permasalahan
yang diteliti, dengan menggunakan pedoman wawancara sebagai alat
pengumpulan data.
Terhadap data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan cara
studi dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan
yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku/literatur, dan karya
ilmiah seperti makalah, majalah-majalah, dan segala tulisan yang berkaitan
dengan penelitian ini.
5. Analisis Data
Analisis data merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian untuk memerikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti.
Seluruh data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian
lapangan dan pustaka diklasifikasikan dan disusun secara sistematis, sehingga
dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis.
Dari data primer dan data sekunder yang telah diperoleh sebagai
sumber dalam penyusunan tesis ini kemudian dianalisis secara kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
kualitatif, yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi
kebenarannya yang kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh
dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan.
Sedangkan metode deskriptif yaitu metode analisis dengan memilih data yang
BAB II
PROSES PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN
JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA BANK SUMUT
A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah suatu hal yang sangat penting karena menyangkut
kepentingan para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu hendaknya setiap
perjanjian dibuat secara tertulis agar diperoleh suatu kekuatan hukum,
sehingga tujuan kepastian hukum dapat terwujud. Sehubungan dengan
perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata memberikan defenisi sebagai berikut :
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Menurut R.Setiawan, definisi tersebut kurang lengkap, karena hanya
menyebutkan persetujuan sepihak saja dan juga sangat luas karena dengan
dipergunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela
dan perbuatan melawan hukum. Beliau memberikan definisi tersebut sebagai
berikut perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum yaitu perbuatan
yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, menambahkan perkataan
“atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUH Perdata.27
27
R.Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1994, hlm. 49.
Sehingga menurut beliau perumusannya menjadi perjanjian adalah suatu
perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih. Menurut Rutten, rumusan perjanjian menurut Pasal
1313 KUH Perdata tersebut terlalu luas dan mengandung beberapa
kelemahan.28
R. Subekti yang menyatakan bahwa suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang
itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, dari peristiwa ini timbul
suatu hubungan perikatan.29
Perjanjian adalah merupakan bagian dari perikatan, jadi perjanjian
adalah merupakan sumber dari perikatan dan perikatan itu mempunyai
cakupan yang lebih luas daripada perjanjian. Mengenai perikatan itu sendiri
diatur dalam buku III KUH Perdata, sebagaimana diketahui bahwa suatu
perikatan bersumber dari perjanjian dari undang-undang. Oleh karena itu
bahwa perjanjian itu adalah sama artinya dengan kontrak.
Selanjutnya definisi berdasarkan Pasal 1313 KUH Perdata tersebut
sebenarnya tidak lengkap, karena hanya mengatur perjanjian sepihak dan juga
sangat luas karena istilah perbuatan yang dipakai akan mencakup juga
perbuatan melawan hukum.30
28
Purwahid Patrik. Dasar-dasar Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian
dan dari Undang-undang), Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 46
29
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1987, hlm. 1
30
Pendapat yang senada juga diungkapkan oleh para sarjana hukum
perdata, pada umumnya menganggap definisi perjanjian menurut Pasal 1313
KUH Perdata itu tidak lengkap dan terlalu luas.
Menurut R.Wirjono Prodjodikoro mengartikan perjanjian sebagai
suatu hubungan hukum mengenai harta benda antara kedua belah pihak,
dalam mana satu pihak berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.31
Sedang menurut Abdul Kadir Muhammad merumuskan kembali
definisi Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut, bahwa yang disebut
perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling
mengikat diri untuk melaksanakan sesuatu hal dalam lapangan harta
kekayaan.32
2. Unsur-unsur Perjanjian
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian perjanjian seperti tersebut
di atas, jika disimpulkan maka untuk perjanjian terdiri dari :
a. Ada pihak-pihak
Sedikitnya dua orang pihak ini disebut subyek perjanjian dapat manusia
maupun badan hukum dan mempunyai wewenang melakukan perbuatan
hukum seperti yang ditetapkan undang-undang.
31
R.Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, hlm.9
32
b. Ada persetujuan antara pihak-pihak
Persetujuan antara pihak-pihak tersebut sifatnya tetap bukan merupakan
suatu perundingan. Dalam perundingan umumnya dibicarakan mengenai
syarat-syarat dan obyek perjanjian maka timbullah persetujuan.
c. Ada tujuan yang akan dicapai
Mengenai tujuan para pihak hendaknya tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan tidak dilarang oleh undang-undang.
d. Ada prestasi yang dilaksanakan
Prestasi merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pihak sesuai
dengan syarat-syarat perjanjian, misalnya pembelian berkewajiban untuk
membeli harga barang dan penjual berkewajiban menyerahkan barang.
e. Ada bentuk tertentu lisan atau tulisan
Perlunya bentuk tertentu karena ada ketentuan undang-undang yang
menyebutkan bahwa dengan bentuk tertentu suatu perjanjian mempunyai
kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.
f. Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian
Dari syarat-syarat tertentu dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Syarat-syarat ini terdiri syarat pokok yang menimbulkan hak dan
3. Asas-asas Perjanjian
Asas-asas perjanjian dalam perjanjian antara lain :
a. Asas kebebasan berkontrak
Maksudnya adalah setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian
berupa apa saja, baik bentuknya, isinya dan pada siapa perjanjian itu
ditujukan.
Asas ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
yang berbunyi : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Tujuan dari pasal di atas bahwa pada umumnya suatu perjanjian itu
dapat dibuat secara bebas untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,
bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapapun, bebas untuk
menentukan bentuknya maupun syarat-syarat, dan bebas untuk
menentukan bentuknya, yaitu tertulis atau tidak tertulis dan seterusnya.
Jadi dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa masyarakat
diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja
(tentang apa saja) dan perjanjian itu mengikat mereka yang membuatnya
seperti suatu undang-undang. Kebebasan berkontrak dari para pihak untuk
membuat perjanjian itu meliputi :
1) Perjanjian yang telah diatur oleh undang-undang
2) Perjanjian-perjanjian baru atau campuran yang belum diatur dalam
b. Asas konsensualisme
Adalah suatu perjanjian cukup ada kata sepakat dari mereka yang
membuat perjanjian itu tanpa diikuti dengan perbuatan hukum lain kecuali
perjanjian yang bersifat formal.33
c. Asas itikad baik
Bahwa orang yang akan membuat perjanjian harus dilakukan dengan
itikad baik. Itikad baik dalam pengertian yang subyektif dapat diartikan
sebagai kejujuran seseorang yaitu apa yang terletak pada seorang pada
waktu diadakan perbuatan hukum. Sedangkan itikad baik dalam
pengertian obyektif adalah bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hukum
harus didasarkan pada norma kepatuhan atau apa-apa yang dirasa sesuai
dengan yang patut dalam masyarakat.
d. Asas Pacta Sun Servanda
Merupakan asas dalam perjanjian yang berhubungan dengan
mengikatnya suatu perjanjian. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para
pihak mengikat mereka yang membuatnya. Dan perjanjian tersebut
berlaku seperti undang-undang. Dengan demikian para pihak tidak dapat
mendapat kerugian karena perbuatan mereka dan juga tidak mendapat
keuntungan darinya, kecuali kalau perjanjian tersebut dimaksudkan untuk
pihak ketiga. Maksud dari asas ini dalam suatu perjanjian tidak lain untuk
33
mendapatkan kepastian hukum bagi para pihak yang telah membuat
perjanjian itu.
e. Asas berlakunya suatu perjanjian
Pada dasarnya semua perjanjian itu berlaku bagi mereka yang
membuatnya tak ada pengaruhnya bagi pihak ketiga kecuali yang telah
diatur dalam undang-undang, misalnya perjanjian untuk pihak ketiga.34
Asas berlakunya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1315 KUH Perdata
yang berbunyi “Pada umumnya tidak seorangpun dapat mengikatkan diri
atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian suatu janji
daripada untuk dirinya sendiri”.
4. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian
Agar perjanjian itu sah dan mempunyai kekuatan hukum, maka
terlebih dahulu harus memenuhi syarat sahnya perjanjian yaitu perjanjian
yang ditentukan undang-undang. Perlu diperhatikan bahwa perjanjian yang
memenuhi undang-undang diakui oleh hukum, sebaliknya perjanjian yang
tidak memenuhi syarat tak diakui oleh hukum walaupun diakui oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. Karena itu selagi pihak-pihak-pihak-pihak mengakui dan
mematuhi perjanjian yang mereka buat walaupun tidak memenuhi syarat
perjanjian itu berlaku di antara mereka.
34
Apabila suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya lagi, maka
hakim akan membatalkan atau perjanjian itu batal. Berdasarkan Pasal 1320
KUH Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian para pihak harus memenuhi
syarat-syarat tersebut di bawah ini :
a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
b. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian
c. Suatu hal tertentu
d. Suatu sebab yang halal
Ad.a. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
Kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat
mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu. Apa yang
dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain.
Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal balik. Kedua belah
pihak dalam suatu perjanjian, harus mempunyai kemauan yang bebas untuk
mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat
dilakukan dengan tegas atau secara diam-diam. Kemauan yang bebas sebagai
syarat pertama untuk suatu perjanjian yang sah, dianggap tidak ada jika
perjanjian itu telah menjadi karena :
1) Paksaan (dwang)
2) Kekhilafan (dwaling)
Ad.b. Kecakapan para pihak dalam membuat suatu perjanjian
Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum. Artinya
yang membuat perjanjian dan akan terikat oleh perjanjian itu, harus
mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyafi benar-benar akan tanggung
jawab yang dipikul atas perbuatannya. Sedangkan dari sudut ketertiban
hukum, karena seorang yang membuat perjanjian itu berarti mempertaruhkan
kekayaannya, maka orang tersebut haruslah seorang yang sungguh-sungguh
berhak berbuat dengan harta kekayaannya.
Ad.c. Suatu hal tertentu
Bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu hal tertentu, artinya apa
yang diperjanjikan adalah mengenai suatu obyek tertentu yang telah
disepakati.
Ad.d. Suatu sebab yang halal
Suatu perjanjian adalah sah bila sebab itu tidak dilarang oleh
undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum. Karena perikatan menganut sistem
terbuka, maka dalam pembuatan perjanjian dikenal asas kebebasan
berkontrak. Hal ini dapat dijumpai dalam Pasal 1338 KUH Perdata. Asas ini
membebaskan orang untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, dengan
bentuk tertentu atau tidak dan bebas memilih undang-undang yang akan
dipakainya untuk perjanjian itu.35
35
B. Tinjauan Umum tentang Kredit 1. Pengertian Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa Romawi, yaitu “Credere” yang
berarti kepercayaan. Oleh karena itu dasar kredit ialah kepercayaan. Dengan
demikian seseorang yang telah memperoleh kredit pada dasarnya telah
memperoleh kepercayaan.
Dalam praktek sehari-hari pengertian kredit berkembang lebih luas,
antara lain kredit adalah kemampuan melaksanakan suatu pembelian atau
mengadakan suatu pinjaman dengan suatu janji pembayaran yang akan
dilakukan dan ditangguhka pada suatu jangka waktu yang telah disepakati.36
Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 1
angka (11), pengertian kredit adalah :
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dari ketentuan di atas diketahui bahwa istilah kredit memiliki arti
yang khusus, yaitu meminjamkan “uang”. Undang-undang Perbankan
menunjuk “perjanjian pinjam meminjam” sebagai acuan dari perjanjian kredit.
Perjanjian pinjam meminjam itu diatur dalam KUH Perdata Pasal 1754. Pasal
1754 KUH Perdata mengatakan bahwa :
36
Perjanjian pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.
Perjanjian pinjam meminjam menurut KUH Perdata juga mengandung
makna yang luas, yaitu objeknya adalah benda yang menghabis jika dipakai
(verbruiklening), termasuk di dalamnya uang. Berdasarkan perjanjian pinjam
meminjam ini pihak yang menerima pinjaman menjadi pemilik uang yang
dipinjam dan di kemudian hari dikembalikan dengan jenis yang sama kepada
pihak yang meminjamkan.37
2. Perjanjian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa Romawi “Credere” yang artinya
percaya. Kepercayaan ini merupakan dasar dari setiap perikatan, yaitu
seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain. Elemen dari kredit adalah
adanya dua pihak, kesepakatan pinjam meminjam, kepercayaan, prestasi,
imbalan dan jangka waktu tertentu. Pengertian di atas menunjukkan bahwa
kredit mempunyai arti yang luas, yang mempunyai objek benda.38
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipal) yang bersifat riel.
Sebagai perjanjian prinsipal, maka perjanjian jaminan adalah asesornya. Ada
dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti
37
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Alumni, Bandung, 1991, hlm.138.
38
riel ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh “penyerahan”
uang oleh bank kepada nasabah.39
3. Unsur-unsur Kredit
Dalam suatu kredit yang diberikan atas dasar kepercayaan itu terdapat
unsur-unsur kredit, yaitu :
a. Kepercayaan
Adalah suatu keyakinan pemberi kredit bahwa prestasi (uang, jasa atau
barang) yang diberikannya akan benar-benar diterimanya kembali di masa
tertentu yang akan datang.
b. Waktu
Adalah bahwa antara pemberian prestasi dan pengembaliannya dibatasi
oleh suatu masa atau waktu tertentu. Dalam unsur waktu terkandung
pengertian tentang nilai uang, bahwa uang sekarang lebih bernilai dari
uang di masa yang akan datang.
c. Degree of risk
Adalah pemberian kredit dengan memberikan suatu tingkatan risiko,
dimasa-masa tenggang adalah masa yang abstrak. Risiko timbul bagi
pemberi karena uang atau jasa atau barang yang berupa prestasi telah lepas
kepada orang lain.
39
d. Prestasi
Adalah yang diberikan, yaitu suatu prestasi yang dapat berupa barang, jasa
atau uang. Dalam perkembangan perkreditan di alam modern ini maka
yang dimaksud dengan prestasi dalam pemberian kredit adalah uang.40
Semua ketentuan di atas seperti terdapat di dalam penjelasan
Undang-undang No.10 Tahun 1998 Pasal 8 ayat (1), bahwa untuk memperoleh
keyakinan terhadap seorang debitur, sebelum memberikan kredit, bank harus
melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan dan prospek usaha dari debitur.
4. Bentuk Perjanjian Kredit
Sesuai dengan penjelasan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
Pasal 8 ayat (2), bahwa pemberian kredit dibuat dalam bentuk perjanjian
tertulis, kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai
prosedur dan persyaratan kredit, tetapi pada prakteknya bentuk perjanjian
kredit dibuat secara baku. Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan
pada umumnya mempergunakan bentuk perjanjian baku (standard contract).
Perjanjian baku adalah perjanjian yang materinya ditentukan terlebih dahulu
secara sepihak oleh kreditur (bank) dengan syarat-syarat yang dibakukan dan
ditawarkan kepada masyarakat untuk digunakan secara masal atau individual.
40