• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Fungsi Partai Politik Pada Masa Reformasi

Dalam dokumen PARTAI POLITIK SEBAGAI KEKUATAN POLITIK (Halaman 31-38)

BAB III PEMBAHASAN

C. Pelaksanaan Fungsi Partai Politik Pada Masa Reformasi

Banyaknya fungsi yang di emban oleh partai politik mengartikan bahwa partai-partai politik yang saat ini telah berdiri memiliki kewajiban untuk dapat membangun kapasitas dirinya, sehingga memiliki kapabilitas yang cukup untuk memenuhi apa yang telah di amanatkan oleh undang-undang. Namun, realitas yang terkandung dalam kekhasan masyarakat Indonesia yang majemuk baik secara norma adat, kesukuan, agama, sehingga tingkat pendidikan dan kemapanan sosialnya menjadi tantangan lain yang harus di akomodasi oleh partai politik yang ada39. Selain hal tersebut, pelaksanaan fungsi partai politik pada masa reformasi yakni :

a) Sosialisasi politik

Sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat, melalui proses sosialisasi politik inilah masyarakat mengetahuinya arti pentingnya politik beserta instumen-instumennya. Sosialisasi

39 Teguh Imansyah. Partai Politik dalam Mewujudkan Penguatan peran dan Fungsi Kelembagaan Partai Politik (Regulatory Political Parties to Relize Role adn Function Of Strengthening Institsional Political Parties. Dalam Jurnal Rechtsvinding. Volume 1 Nomor 3. Desember 2012, hlm. 376.

politik kemudian menghasilkan budaya politik politik dalam bentuk perilaku politik yang tidak destruktif, mengutamakan konsensus dibanding menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan konflik, mempunyai pertimbangan yang rasional dalam menentukan pilihan atau membuat keputusan yang kemudian perilaku seperti akan menjadi modal untuk pelaksanaan demokrasi (kedewasaan demokrasi)40.

Sosialisasi politik diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan orientasi politik kepada para kader partai. Fungsi internal ini tidak dijalankan secara sungguh-sungguh oleh para elit partai. Dapat dikatakan, dibutuhkan seorang tokoh dengan energi yang kuat dan tahan lama untuk membentuk konsolidasi partai. Sehingga, kader partai akan terus bergerak dinamis dan solid mengikuti arahan para elit. Di masa lalu, sosok seperi Harmoko dan Akbar Tandjung, dikenal tidak pernah lelah untuk turun menjumpai kader partainya, bahkan hingga ke pelosok desa di segenap penjuru tanah air. Tidak adanya elit Golkar yang memiliki stamina seperti Harmoko ataupun Akbar Tandjung, maka, sentuhan psikologis terhadap para kader di bawah sangat kurang dan melemahkan mereka di dalam menjalankan amanah organisasi. Sehingga berimplikasi pada rendahnya semangat kader di dalam memperjuangkan kepentingan partai di masyarakat akibatnya, masyarakat pun jadi makin tidak mampu merespon partai ini.41

b) Rekrutmen politik

Rekrutmen politik yang adil, transparan, dan demokratis pada dasarnya adalah untuk memilih orang-orang yang berkualitas dan mampu memperjuangkan nasib rakyat banyak untuk mensejahterakan dan menjamin kenyamanan dan keamanan hidup bagi setiap warga negara.

Rekrutmen politik diartikan sebagai seleksi dan pemilihan bagi seseorang di dalam menjalankan fungsi-fungsi perpolitikan di tubuh partai. Proses ini sangat 40 Imam Yudhi Prasetya. Pergeseran Peran Ideologi Dalam Partai Politik. Dalam Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan. Vol. 1, No. 1, 2011. hlm. 33.

41 Dedi Irawan. Membaca Arah Konsolidasi Politik Parta Golkar Pasca Pilpres 2009. Dalam jurnal Kajian Politik dan Masalah Pembangunan. Vol. 5. No.1. 2009. Hlm 472

penting untuk meningkatkan motivasi berpolitik dari para kader partai. Meski Golkar melakukan upaya rekrutmen politik terutama pada masa pendaftaran calon anggota legislatif (caleg), namun, unsur kolusi dan nepotisme kekeluargaan begitu kental. Banyak keluarga dari tokoh teras dan berpengaruh di DPP Partai Golkar periode 2004 – 2009, ditempatkan pada nomor urut atas pada daftar calon sementara (DCS) Pemilu 2009. Ini jelas merugikan kader lain yang tidak memiliki hubungan spesial dengan tokoh-tokoh DPP, meski selama ini mereka telah menunjukkan prestasi yang baik. Meskipun mekanisme pemilihan diserahkan kepada rakyat melalui suara terbanyak yang didasarkan pada keputusan Mahkamah Konstitusi tentang cara penentuan anggota parlemen terpilih, tetapi nomor urut tetap tidak berubah. Cara ini jelas membuat para kader partai yang telah berpengalaman dan mengakar di basis konstituennya terkesan terabaikan. Inilah yang menyebabkan tokoh sepopuler Yudhy Chrisnandi mengundurkan diri dari proses pencalegan di Golkar. Bagi masyarakat, prilaku elit partai yang tega membuang kader potensialnya, dianggap sebagai bagian dari egoisme yang begitu tinggi di kalangan pengurus partai.

c) Partisipasi Politik

Partisipasi politik adalah kegiatan para kader Golkar dalam upaya memengaruhi proses kebijakan politik di partai. Seharusnya, partai memberikan keleluasaan kepada para kadernya untuk mendorong dan mengajak masyarakat lain untuk menggunakan partai sebagai sarana menyalurkan kepentingan politiknya. Tapi, ini tidak berjalan dengan efektif. Misalnya dalam pelaksanaan Pilkada, para kader yang dicalonkan Golkar tidak bisa memiliki keleluasaan untuk menggerakkan konstituennya karena dibatasi oleh para elit. Jadi, mesin politik partai cenderung tidak berjalan secara optimal.

d) Pemandu Kepentingan

Dalam masyarakat terdapat sejumlah kepentingan yang berbeda bahkan acapkali bertentangan, seperti antara kehendak mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dan kehendak untuk mendapatkan barang dan jasa dengan harga murah tetapi bermutu; antara kehendak untuk mencapai efisiensi dan

penerapan teknologi yang canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dan kehendak untuk mendapat dan mempertahankan pekerjaan; antara kehendak untuk mendapatkan dan mempertahankan pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan Kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Itulah yang dimaksud dengan fungsi pemandu kepentingan42.

Sebagai partai politik, tentunya Golkar menjadi rumah dari berbagai macam kader dengan segenap kepentingan politiknya. Persoalannya, fungsi sekretariat jenderal tidak berjalan optimal. Hal ini ditandai oleh kakunya pihak sekretariat jenderal di dalam mengakomodasi kebutuhan perubahan yang ada di masyarakat. Kesekretariatan partai sebesar Golkar, seharusnya tidak lagi diurus oleh orang-orang yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip birokratis.

e) Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintahan kepada masyarakat dan dari masyarakat ke pemerintah. Informasi merupakan hal yang sangat penting ketika kita berbicara organisasi modern, karena organisasi (Pemerintah) tersebut akan dapat mempertahan kekuasaan ketika mengerti apa saja yang menjadi kebutuhan dari masyarakatnya. Banyak rezim di dunia ini yang tidak dapat mempertahankan kekekuasaannya yang dikarenakan mereka tidak mengerti apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sehingga dari situ muncul ketidak puasan masyarakat kepada penguasanya yang kemudian berujung pada proses penggantian penguasa baik itu dengan cara yang diatur secara konstitusi ataupun dengan kudeta. Disisi lain informasi juga dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengetahui sejauh mana pemerintah dalam menjalankan fungsinya, dengan cara seperti apa dan bagaimana capaian yang dikehendaki. Partai politik ini berada diantara pemerintah dan masyarakat, sehingga sangat strategis posisinya dalam hubungan ini. Dalam hubunga ini

tentunya akan sangat tergantung di pihak mana partai politik berada, apakah di pihak pemerintah ataukah oposisi, tentunya hal ini akan mempengaruhi isi dari pemberian informasi yang diberikan kepada masyarakat terkait dengan sudut pandang atau nilai-nilai yang diperjuangkan43.

Kemampuan kader Golkar dalam memainkan peran komunikasi politik terkesan tidak maksimal. Padahal, banyak aspek kemajuan yang dijalankan oleh pemerintahan SBY-JK yang merupakan kontribusi dari kader partai. Namun, karena hal ini tidak mampu dijelaskan kepada masyarakat, maka, masyarakat menilai kinerja pemerintah yang bagus adalah sebagai kinerja SBY. Jelas, ini amat memukul Golkar, karena apapun kebaikannya di dalam pemerintah tidak dilirik oleh masyarakat sebab tertutup dengan kinerja seorang presiden. Elit dan kader Golkar juga terkesan panik dalam menyikapi hal ini, sehingga dalam beberapa kampanye politiknya, Lebih Cepat Lebih Baik, tidak lagi laku di pasaran.

f) Pengendalian Konflik

Berbicara konflik ini kemudian akan berkaitan dengan kepentingan, konflik ini muncul karena ada kepentingan-kepentingan yang berbeda saling bertemu. Kepentingan disini adalah kepentingan dari orang, kelompok, atau golongan-golongan yang ada dalam masyarakat. Mengingat di dalam masyarakat Indonesia khususnya, dimana dengan berbagai macam keberagaman yang ada baik itu golongan, agama, etnis ataupun yang bersifat sektoral. Tentunya akan banyak sekali kepentingan yang akan saling berbenturan, hal ini tentunya akan membawa dampak yang luar biasa ketika dibiarkan begitu saja. Memang konflik dalam masyarakat itu tidak bisa dihilangkan tetapi yang harus dilakukan adalah bagaimana memanajemen konflik tersebut supaya konflik tersebut sifatnya tidak merusak hubunga antar golongan tadi dengan cara-cara kekerasan. Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan pihak-pihak yang berkonflik dan

43Imam Yudhi Prasetya. Pergeseran Peran Ideologi Dalam Partai Politik. Vol. 1, No. 1, 2011. Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan. Hlm. 34.

membawa permasalahan kedalam musyarawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik44.

Dalam negara demokrasi, konflik merupakan hal yang biasa dan terjadi karena adanya perbedaan pandangan di masyarakat. Persoalannya, bagi Golkar, kesan beberapa perbedaan pandangan yang terjadi antara JK dengan SBY, misalnya dalam pro-kontra pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP-PPR), pada November 2006, sangat merugikan Golkar. Padahal, Golkar bisa menjadikan momentum ini untuk menimbulkan simpati rakyat.

g) Kontrol Politik

Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintahan. Produk dari pemerintahan ada suatu kebijakan, kebijakan-kebijakan ini yang kemudian akan menyangkut kepentingan masyarakat secara umum. Baik buruknya kebijakan tentunya sangat bisa diperdebatkan mengingat kebijakan pemerintah tidak akan pernah mungkin bisa memberikan kepuasan kepada semua orang. Permasalahan yang muncul adalah kepada siapa kebijakan itu akan memberi keuntungan. Pada titik inilah kemudian kontrol partai politik memainkan fungsinya untuk menyikapi suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait kelemahan yang ada dan kemana alokasi nilai-nilai dari kebijakan itu akan diberikan. Ketika suatu kebijakan telah dibuat dan dimplementasikanpun perang partai politik masih diperlukan untuk mengawal kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan awal yaitu untuk apa kebijakan itu dibuat. Ketika kebijakan itu sudah menjadi keputusan tidak serta merta dapat menyelesaikan permasalahan seperti yang telah direncanakan. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya kebijakan tersebut dalam menyelesaikan masalah. Faktor pelaksana kebijakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, karena dibanyak kasus banyak kebijakan itu gagal atau

44 Imam Yudhi Prasetya. Pergeseran Peran Ideologi Dalam Partai Politik. Dalam Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan. Vol.1 No.1, 2011, hlm. 34-35.

kurang berhasil yang diakibatkan oleh pelaku atau oknum yang mengejar kepentingan pribadinya45.

Persoalannya, kader Golkar tidak bisa leluasa melakukan kontrol politik kepada pemerintah, karena ia akan mengontrol dirinya sendiri. Inilah yang membedakannya dengan PDI-P, yang sejak awal beroposisi dengan Golkar. Dalam kasus luapan lumpur di Sidiarjo, misalnya, elit Golkar terkesan mendua karena Aburizal Bakrie berada dalam jajaran elit partai ini.

Selain itu, berbagai problema akut tengah menghimpit politik kepartaian Indonesia. Partai politik Era Reformasi yang seharusnya menjadi salah satu pilar bagi tegaknya demokrasi ternyata lebih berkutat pada cita-cita primitifnya, yaitu sekadar meraih dan mempertahankan kekuasaan. Partai politik mengerahkan segala daya upaya demi mewujudkan pragmatisme politik ini. Dalam praktiknya, pragmatisme politik ini beriringan dengan pragmatisme ekonomi. Politik kepartaian menjadi transaksional dan sibuk memburu rente (rent-seekers). Para elite dan fungsionaris partai politik, terutama partai politik yang memiliki perwakilan di DPR dan DPRD serta menduduki posisi eksekutif nasional dan daerah, berlomba-lomba meraup akumulasi finansial baik untuk keperluan pembiayaan politik yang memang mahal maupun untuk memperkaya diri sendiri. Akibatnya, banyak dari mereka terjerat dan terseret kasus korupsi politik46.

Dari kenyataan yang di temui pada masa reformasi ini yang seharusnya partai politik ini terbentuk karena teori situasi historis dimana pada awal tahun 1998 partai-partai politik politik yang mempunyai akar dalam masyarakat diharapkan akan mengendalikan pemerintahan sehingga terbentuklah pola hubungan kewenangan antara pemerintah dan rakyat. Akan tetapi, hal tersebut berbalik dengan kenyataan. Partai-partai saat ini lebih condong kepada teorikelembagaan dimana teori ini menyatakan pembentukan partai dimana partai politik dibentuk karena adanya kebutuhan para anggota parlemen untuk mengadakan kontak dan membina dukungan dari anggota masyarakat. Hal 45 Ibid. Hlm. 35.

46Munafrizal Manan. Partai Politik dan Demokrasi Indonesia Menyongsong Pemilihan umum 2014

(Political Party and Indonesian Democracy Towards The 2014 General Election). Dalam Jurnal Legislasi Indonesia. Vol. 9 No. 4 - Desember 2012, hlm. 513-514.

tersebut membuat para partai politik pada masa reformasi ini hanya terfokus kepada tujuan partai politik tanpa ada kontrol terhadap pemerintah.

D. Peta Permasalahan Peran Partai Politik di Era Reformasi dan Penguatan

Dalam dokumen PARTAI POLITIK SEBAGAI KEKUATAN POLITIK (Halaman 31-38)

Dokumen terkait