• Tidak ada hasil yang ditemukan

PARTAI POLITIK SEBAGAI KEKUATAN POLITIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PARTAI POLITIK SEBAGAI KEKUATAN POLITIK"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PARTAI POLITIK SEBAGAI KEKUATAN

POLITIK DI INDONESIA PADA MASA

PEMERINTAHAN ORDE REFORMASI

Diajukan untuk memenuhi Syarat Tugas Formatif I (FI)

Mata Kuliah Kapita Selekta Politik

OLEH : KELOMPOK II

JURUSAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur tim penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat-Nyalah tim penulis dapat menyusun makalah sederhana ini, yang membahas tentang Partai Politik sebagai kekuatan politik di Indonesia pada masa pemerintahan era reformasi. Adapun laporan hasil penelitian ini di buat untuk memenuhi tugas Formatif I dari Bapak Drs.Halking,M.Si & Budi Ali Mukmin,S.IP.,M.A. pada mata kuliah Kapita Selekta Politik. Dengan adanya makalah ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui bagaimana peran Partai Politik sebagai kekuatan politik di Indonesia pada masa pemerintahan era reformasi.

Adapun sistematika makalah ini yaitu terdiri atas empat bab. Bab satu yaitu, pendahuluan yang memuat tentang tiga hal, yakni Latar belakang masalah, rumusan masalah serta tujuan penulisan. Bab dua adalah landasan teoritis. Bab tiga menyangkut pembahasan dan, Bab empat berisi kesimpulan dan saran tim penulis.

Dengan terselesainya makalah ini, tak lupa tim penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pengampu dan juga semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan, ajaran, dan motivasi dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini. Upaya semaksimal mungkin telah tim penulis lakukan dalam menyusun makalah ini, namun tak gading yang tak retak. Tim penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk melengkapi makalah ini.

Medan, Maret 2015 Tim Penulis

(3)

KATA PENGANTAR...1

BAB I PENDAHULUAN...5

A. Latar Belakang Masalah...5

B. Rumusan Masalah...9

C. Tujuan Penulisan...9

BAB II LANDASAN TEORITIS...11

1. KEKUATAN POLITIK...11

1.1 Pengertian Kekuatan Politik...11

1.2 Sumber kekuatan politik...13

1.3 Fungsi Kekuatan Politik...13

1.4 Penggolongan Kekuatan Politik...14

2. PARTAI POLITIK...14

2.1 Pengertian Partai Politik...14

2.2 Teori Asal Usul Partai Politik...16

2.3 Fungsi Partai politik...18

2.4 Sistem Kepartaian...19

2.5 Tipologi Partai Politik...19

2.6 Peran Kepemimpinan dalam Partai Politik...22

BAB III PEMBAHASAN...25

A. Kekuatan Politik...25

B. Partai politik pada masa Reformasi...28

C. Pelaksanaan Fungsi Partai Politik Pada Masa Reformasi...31

D. Peta Permasalahan Peran Partai Politik di Era Reformasi dan Penguatan Peran Partai Politik dalam Peningkatan Partisipasi Politik Masyarakat...38

(4)

F. Pembenahan Partai Politik...46

BAB IV PENUTUP...48

A. Kesimpulan...48

B. Saran...48

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berjalannya suatu negara tidak terlepas dari sistem politik1. Hal tersebut dikarenakan sistem politik merupakan tolak ukur kemajuan dalam suatu negara. Sistem politik yang tertata baik akan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kemajuan suatu negara. Seiring dengan berjalannya waktu, dimana indonesia telah melewati banyak rintangan mulai dari pasca proklamasi kemerdekaan hingga era reformasi saat ini. Hal tersebut tidak terlepas dari kekuatan-kekuatan politik di dalamnya. Salah satu kekuatan politik tersebut adalah partai politik. Dalam sistem demokrasi, eksistensi suatu partai politik merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan banyaknya fungsi-fungsi partai politik yang menyangkut pada kebutuhan masyarakat. Fungsi partai politik yang lebih cenderung menunjukkan diri sebagai kekuatan politik adalah artikulasi kepentingan, pemandu kepentingan, komunikasi politik, kontrol politik serta pembuatan kebijakan.

Namun, fenomena yang terjadi pada masa reformasi saat ini, banyak partai politik yang meninggalkan peranan sebagai “penyambung lidah masyarakat” dan hanya mengejar keuntungan untuk partainya saja. Hal ini dapat dilihat pada partai-partai politik yang lebih mengutamakan politik koalisi dengan partai-partai politik pemegang kekuasaan dan tidak memiliki peran oposisi. Fenomena pemilu 2009 contohnya, dimana sebagian besar dari sembilan partai politik mempunyai kursi di DPR, sekalipun berbeda ideologi dengan partai demokrat, berkoalisi dengan motif perolehan kekuasaan di kabinet (jabatan menteri). Mereka yang berkoalisi dengan Partai Demokrat ialah, Partai Golkar, PPP, PAN, PKB,PKS. Padahal sesungguhnya kelima partai tersebut berbeda ideologi dengan partai demokrat yang memiliki ideologi sekuler. Golkar pada awalnya tidak mendukung pasangan

(6)

SBY-Boediono dalam pilpres 2009. Golkar mendukung pasangan Jusuf Kalla-Wiranto, saat Jusuf Kalla ketua umum Golkar dan Wiranto serbagai ketua umum Partai Hanura. Namun kekalahan Jusuf Kalla dan Wiranto karena sosok figur SBY-Boediono lebih tinggi dibanding dengan partai politik2 tidak menyebabkan Golkar kehilangan kekuasaan di eksekutif. Golkar yang awalnya tidak mendukung pasangan SBY-Boediono berubah sikap menjadi pendukungnya sehingga mendapat beberapa jabatan menteri dalam kabinet hasil pilpres 2009. Salah satunya bahkan jabatan strategis, yakni Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) dipegang oleh kader senior GolkarAgung Laksono. Maksudnya, meskipun mengalami kekalahan dan lawan politik meraih kemenangan, namun Golkar tetap saja berupaya memperoleh kekuasaan melalui keanggotaannya koalisi pendiukung SBY-Boediono. Posisi Golkar tidak menjadi kekuatan oposisional, melainkan kekuatan koalisi.

Selain hal tersebut, karakteristik politik kartel dimana elite Parpol mengutamakan koalisi, bukan oposisi, sekalipun tergolong kalah dalam pertarungan perolehan suara dalam Pemilu legislatif, dapat dicontohkan pengalaman PAN saat penentuan dukungan terhadap calon Presiden RI dalam Pilpres 2009. Amien Rais adalah seorang aktor yang sangat menentukan keputusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN terutama politik kekuasaan seperti penentuan rekruitmen politik anggota PAN di eksekutif dan juga legislatif. Jabatan formal Amin Rais di PAN saat itu adalah Ketua MPP (Majelis Penasehat Partai) DPP PAN, bukan sebagai Ketua Umum DPP PAN. Menjelang Pemilu 2009, Amien Rais mengarang buku berjudul, Agenda Mendesak Bangsa: Selamatkan Indonesia!3. Di dalam buku ini, Amien menilai bahwa Indonesia dewasa ini telah semakin dalam menjadi subordinat dari jaringan korporatokrasi internasional, jelas-jelas menguras habis-habisan kekayaan Indonesia. Korporatokrasi adalah sebuah jaringan ekonomi, keuangan, politik, militer, intelektual dan media massa

(7)

dibangun oleh kekuatan-kekuatan kapitalis dan demokrasi liberal Barat.4 Kedaulatan nasional kita justru tergadaikan ke berbagai korporasi asing. Selain itu Amien juga berpendapat Pemerintah Indonesia telah menjadi pelayan kepentingan asing, diberi payung hukum dengan perundang-undangan dan berbagai keputusan politik. State capture corruption (korupsi sandera negara), paling berbahaya semakin menjulang. Sejauh ini Pemerintah SBY tidak menunjukkan kemauan dan komitmen politik untuk memberantas korupsi sungguh-sungguh serta Pemerintah SBY pada dasarnya telah menjadi “broken government”, pemerintahan kucar kacir, pecah koordinasi dan kepentingan rakyat banyak tidak dilayani, misalnya antrian minyak tanah, makan nasi aking dan raskin, listrik mati di Jawa dan luar Jawa, kenaikan harga BBM sampai lebih dari 100%, kondisi infrastruktur jalan parah penuh berlubang besar. Berdasarkan beberapa penilaian di atas antara lain, Amien lalu mengajak pembaca untuk tidak lagi memberi kesempatan kepada SBY memimpin Indonesia. Dikatakannya, bila kepemimpinan SBY, atau model kepemimpinan SBY diberi kesempatan memimpin Indonesia 5 tahun lagi sesudah 2009, penjajahan ekonomi asing semakin luas dan mendalam sehingga negeri ini agaknya tidak punya harapan untuk bangkit kembali dan kondisi multi-dimensional semakin terpuruk. Jenis “korupsi sandera negara” menjadi semakin sistematik, melembaga, mengakar makin mendalam dan desktruktif.

(8)

Intinya, dukungan terhadap SBY bukanlah bermula dari prakarsa atau gagasan DPP PAN, melainkan Amien Rais peribadi dikesankan sebagai hasil keputusan MPP DPP PAN. Alasan disampaikan Amien kepada publik mendukung SBY yakni Partai Demokrat telah menjadi Parpol pemenang Pemilu dan SBY masih berpeluang besar untuk menang. Itu setidaknya menjamin pemerintahan ke depan akan lebih kuat dan stabil. “Berkoalisi dengan the losing side, bukan the winning side, itu sebuah kemubaziran,” kilah Amin. Padahal sebelumnya, Amien dikenal publik sebagai pengkritik tajam model kepemimpinan SBY pro korporasi asing. Berdasarkan kedua fenomena partai politik sebagai kekuatan politik yang sangat menonjol pada masa reformasi tersebut, maka pada bab berikut akan di bahas bagaimana fungsi partai politik sebagai kekuatan politik di Indonesia masa Pemerintahan Orde Reformasi.

(9)

peran itu diambil alih oleh pemerintah khususnya eksekutif yang didukung oleh legislatif dan yudikatif.5

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah: a. Apa yang dimaksud dengan kekuatan politik?

b. Apa saja sumber-sumber kekuatan politik itu? c. Apakah fungsi kekuatan politik itu?

d. Apa saja penggolongan kekuatan politik itu? e. Apa yang dimaksud dengan partai politik? f. Apa saja tipologi partai politik itu?

g. Apa saja fungsi partai politik?

h. Apa yang dimaksud sistem kepartaian?

i. Bagaimana peran kepemimpinan dalam partai politik?

j. Kekuatan politik apa saja yang mempengaruhi kebijakan era reformasi? k. Bagaimana Partai politik pada masa Reformasi khususnya Partai Golkar

dan PAN dalam peranannya sebagai Kekuatan Politik?

l. Bagaimana permasalahan yang terjadi pada partai politik di era reformasi?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah :

a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan kekuatan politik. b. Untuk mengetahui sumber-sumber kekuatan politik.

c. Untuk mengetahui fungsi kekuatan politik.

d. Untuk mengetahui penggolongan kekuatan politik. e. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Partai Politik. f. Untuk mengetahui tipologi partai politik.

g. Untuk mengetahui fungsi partai politik.

h. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan sistem kepartaian. i. Untuk mengetahui peran kepemimpinan dalam partai politik.

j. Untuk mengetahui kekuatan politik yang mempengaruhi kebijakan era reformasi

k. Untuk mengetahui kekuatan Partai politik pada masa Reformasi khususnya Partai Golkar dan PAN dalam peranannya sebagai Kekuatan Politik.

l. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi pada partai politik di era reformasi.

(10)

BAB II

LANDASAN TEORITIS

1. KEKUATAN POLITIK

1.1 Pengertian Kekuatan Politik

(11)

pengertian kelembagaan6. Dalam pengertian yang bersifat individual, kekuatan-kekuatan politik tidak lain adalah aktor-aktor politik atau orang-orang yang memainkan peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini terdiri dari pribadi-pribadi yang hendak mempengaruhi proses pengambilam keputusan politik. Dan secara kelembagaan di sini kekuatan politik sebagai lembaga atau organisasi ataupun bentuk lain yang melembaga dan bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam sistem politik.

Dalam masyarakat terdapat berbagai kelompok sosial yang masing-masing memiliki aspirasi dan kepentingan sendiri salah satunya adalah partai politik. Oleh karena kepentingan tersebut bersangkut paut dengan sistem politik yang artinya mereka yang memiliki kepentingan terhadap suatu keputusan atau kebijakan publik yang di keluarkan oleh sistem politik maka kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan tersebut berusaha mempengaruhi sistem politik agar membuat dan melaksanakan keputusan/ kebijakan yang menguntungkan kelompok sosial tersebut. Keputusan atau kebijakan tersebut tak lain adalah pembagian dan penjatahan sesuatu yang di inginkan, yang dicita-citakan yang menyangkut dengan kebutuhan masyarakat baik yang bersifat spiritual maupun material. Suatu sistem politik akan dapat berjalan dengan stabil kala pemerintah itu terdiri atas koalisi besar. Jadi, kelompok-kelompok sosial yang memiliki kekuasaan tersebutlah yang disebut dengan kekuatan politik. Jadi, Partai politik merupakan kekuatan politik.7

Peranan kekuatan politik dalam suatu sistem politik adalah terutama mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan/kebijakan publik yang mengikat masyarakat sehingga keputusan atau kebijakan tersebut menguntungkan kelompok masyarakat yang memiliki power tersebut. Mempengaruhi ini bisa berarti mempengaruhi isi keputusan/ kebijakan yang akan diambil dan akan dilaksanakan, dan bisa juga mempengaruhi pembuatan keputusan yaitu berusaha menentang aktor-aktor pembuat keputusan dengan

6 Miriam Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik. (Jakarta: PT. Gramedia, 2003) Hlm. 52

(12)

mengusulkan aktor-aktor politik sebagai decision maker8 baru yang sesuai dengan

kehendak kelompok atau kekuatan politik tadi.9

Selain pendapat tersebut, kekuatan politik adalah aktor-aktor politik atau orang-orang yang memainkan peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini terdiri atas pribadi-pribadi yang hendak mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik.

Dan secara kelembagaan disini, kekuatan-kekuatan politik bisa berupa lembaga ataupun organisasi-organisasi ataupun bentuk lain yang melembaga dan bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan politik dalam sistem politik. Pada dasarnya, menurut Bachtiar Effendy,10 sifat dari kekuatan politik itu ada yang bersifat formal ada yang bersifat nonformal. kekuatan politik yang formal mengambil bentuk kedalam partai-partai politik. Sementara yang diartikan dengan kekuatan-kekuatan politik yang bersifat nonformal adalah merupakan bagian dari bangunan civil society. Dalam hal ini yang dapat dimasukkan yakni :

 Dunia usaha

 Kelompok Profesional dan kelas menengah

 Pemimpin agama

 Kalangan cedik/pandai (intelektual)

 Lembaga-lembaga

 Media massa, dan lain-lain

1.2 Sumber kekuatan politik

Adapun sumber kekuatan politik di era reformasi yang bisa dilihat terdiri dari11 : a. Sarana paksaan fisik seperti senjata, teknologi dan lain-lain.

b. Kekayaan seperti uang, tanah, bankir, pengusaha.

8Decision Maker adalahpihak/aktor-aktor politik yang berwenang untuk membagi dan menjatah sesuatu yang di inginkan, yang dicita-citakan yang menyangkut dengan kebutuhan masyarakat baik yang bersifat spiritual maupun material

9 Ibid. Hlm. 173.

10 P. Antonius Sitepu. TRANSFORMASI KEKUATAN-KEKUATAN POLITIK : Suatu Studi Teori Kelompok Dalam Konfigurasi Politik Sistem Politik Indonesia. Dalam Jurnal Pemberdayaan Komunitas. Medan, USU Press. No. 3 Vol. 3, 2004. hlm. 164.

(13)

c. Normatif seperti pemimpin agama, kepala suku atau pemerintah yang diakui.

d. Popularitas pribadi, seperti bintang film, pemain sepakbola. e. Jabatan keahlian seperti pengetahuan, teknologi, keterampilan. f. Massa yang terorganisir seperti organisasi buruh, petani, guru.

g. Informasi seperti pers yang punya kemampuan membentuk opini publik.

1.3 Fungsi Kekuatan Politik

Kekuatan Politik adalah Segala sumber daya politik yang digunakan seseorang untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Fungsi Kekuatan Politik yaitu:12

 Mempengaruhi kebijakan mulai dari proses pembuatan sampai jalannya

kebijakan tersebut

 Keseimbangan kekuatan

 Agregator dan artikulator kepentingan Pendekatan Analisa Kekuatan

Politik

 Struktural Pendekatan yang melihat peran dan fungsi sesorang atau

masyarakat dalam sebuah struktur/sistem.

1.4 Penggolongan Kekuatan Politik

Golongan yang digunakan di dalam mencari penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sistem politik tidak lagi didasarkan pada golongan Infrastruktur politik dan sufrastruktur politik, partai dan bukan partai. Akan tetapi, kekuatan politik dikategorikan ke dalam golongan ‘radikal’, ‘konservatif’, dan ‘moderat’:

a) Golongan Radikal

Golongan Radikal dalam menegakkan suatu kestabilan, hendaklah dilakukan oleh mereka yang bersih dari pengaruh Orde Baru. Pemuka dalam

(14)

golongan radikal ini datang dari kalangan yang lebih condong untuk berpaling ke Barat dalam mengambil contoh untuk mengatur kehidupan politik dan ekonomi di Indonesia.

b) Golongan Konservatif

Golongan Konservatif lebih diwarnai oleh politik sipil juga menghendaki pembersihan terhadap sisa-sisa rezim Orde Baru, namun menghendaki peranan yang besar dalam politik Indonesia. Golongan ini menghendaki pembangunan yang benar-benar didasarkan kepada kekuatan modal dari dalam negeri. Golongan Konservatif melihat bahwa pengaturan masyarakat lebih baik menggunakan unsur yang terdapat di dalam masyarakat sendiri, serta pengambilan keputusan melalui musyawarah dan mufakat.

c) Golongan Moderat

Golongan Moderat lebih memilih suatu pengambilan keputusan melalui tradisi yang khas Indonesia.

2. PARTAI POLITIK

2.1 Pengertian Partai Politik

Ada beberapa defenisi parpol yang diberikan oleh para sarjana ilmu politik, diantaranya:

 Carl Fredrich : “Sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil

dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan kekuasaan itu akan memberikan kegunaan material dan ideal kepada anggota-anggotanya”.13

 Soultau : “Sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir,

yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan kebijaksanaan umum yang mereka buat”.14

13 Miriam Budiarjo, Op. Cit, hlm. 161.

(15)

 Inu Kencana Syafi’I : “Sekelompok orang-orang memiliki ideologi yang

sama, berniat merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan tujuan untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu level Negara”.15

Partai politik sebagai bagian yang terpenting dari infra struktur politik, perlu didalami lebih lanjut mengenai hakikatnya sebagai organisasi sosial politik yang utama, fungsi dan perannya, bagaimana seharusnya kemampuan organisasionalnya, sehingga kinerjanya sesuai posisi, fungsi dan perannya tersebut.16

Partai politik merupakan alat yang pernah di desain oleh manusia dan yang paling ampuh untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya. Partai politik sebagai institusi mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masyarakat dalam mengendalikan kekuasaan. Hubungan ini banyak dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat yang melahirkannya. Kalau kelahiran partai politik sebagai pengejawantahan dari kedaulatan rakyat dalam politik formal maka semangat kebebasan selalu dikaitkan orang dalam membicarakan partai politik sebagai pengendali kekuasaan. Partai politik selalu dianggap sebagai salah satu atribut Negara demokrasi modern, dan tidak seorang ahlipun dapat membantahnya, karena partai politik sangat diperlukan kehadirannya bagi Negara-negara yang berdaulat.17

Dengan demikian, partai politik merupakan sekelompok anggota yang terorganisir secara rapi dan stabil yang disatukan dan didorong oleh suatu ideologi tertentu, yang berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan lewat pemilihan umum guna melaksanakan kebijaksanaan umum yang mereka susun. Kebijaksanaan umum partai tersebut merupakan hasil pemaduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat, sedangkan cara mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan guna melaksanakan kebijaksanaan umum itu adalah lewat pemilihan umum.

15Dewi Kurniasih dan Tatik Rohmawati. Pelaksanaan Fungsi Komunikasi Politik Partai Demokrat (Studi Pemilihan Walikota Bandung 2013). Dalam. Vol.11 No. 2. Jakarta : Majalah Ilmiah UNIKOM. hlm 237.

(16)

2.2 Teori Asal Usul Partai Politik

Merujuk pada tulisan Ramlan Surbakti, maka ada tiga teori tentang asal usul munculnya partai politik, yakni:18

a) Teori Kelembagaan

Teori kelembagaan yang melihat adanya saling hubungan antara parlemen awal dengan timbulnya partai politik. Dalam teori ini dikemukakan bahwa partai politik timbul karena adanya kebutuhan para anggota parlemen untuk mengadakan kontak dan membina dukungan dari anggota masyarakat. Artinya, dengan membentuk organisasi politik setempat, maka para anggota parlemen itu akan dapat dengan mudah mengadakan kontak dan sekaligus memudahkan pembinaan dukungan kepadanya. Jadi, partai politik pertama kali dibentuk oleh kalangan lembaga legislatif dan eksekutif.

Setelah itu, baru muncul partai politik lain yang dibentuk oleh kalangan luar kedua badan tersebut sebagai usaha menandingi partai yang dibentuk oleh kalangan badan legislatif dan eksekutif. Partai yang lahir dari kalangan luar kedua badan tersebut, biasanya dibentuk atas kesadaran politik sekelompok kecil orang yang memiliki aspirasi dan cita-cita politik yang sama, yang penuh kesadaran pula ingin menggunakan partai yang akan dibentuk itu sebagai sarana mencapai tujuan politiknya. Partai seperti ini dapat ditemui dalam wilayah atau bangsa yang tengah mengalami penjajahan yang menggunakan partai itu untuk mencapai kemerdekaannya. Akan tetapi, ini juga dapat ditemui dalam masyarakat negara maju dimana terdapat sekelompok masyarakat yang kepentingannya kurang terwakili dalam sistem kepartaian yang ada, seperti Partai Buruh di Inggris dan Australia.

b) Teori Situasi Historis

Teori situasi historis yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya suatu sistem politik menghadapi krisis situasi sejarah dan tugas-tugas. Teori pembangunan yang melihat munculnya partai politik sebagai akibat dari modernisasi dan pembangunan dalam bidang sosial, budaya, dan ekonomi. Krisis

(17)

situasi historis terjadi manakala suatu sistem politik mengalami perkembangan dari bentuk tradisional ke bentuk modern. Pada masa seperti ini terjadi berbagai perubahan, seperti inflasi. Depresi, gerakan-gerakan populis, pertambahan penduduk, mobilitas okupasi, perubahan pola pertanian dan industri, kemajuan komunikasi dan media massa, mobilitas penduduk peningkatan aspirasi. Krisis situasi-historis ini menimbulkkan tiga masalah politik besar, yaitu: (1) legitimasi; (2) integrasi; dan (3) partisipasi. Artinya, perubahan-perubahan tadi menimbulkan masalah keabsahan rezim yang berkuasa atas dukungan dari khalayak kepada rezim yang ada menimbulkan masalah penciptaan identitas bersama sebagai suatu bangsa dan menimbulkan masalah tuntutan anggota masyarakat untuk ikut serta dalam proses politik. Untuk menjawab ketiga masalah politik inilah, partai politik dibentuk. Partai politik yang mempunyai akar dalam masyarakat diharapkan akan mengendalikan pemerintahan sehingga terbentuklah pola hubungan kewenangan antara pemerintah dan rakyat.

c) Teori Modernisasi

Teori ini dikemukakan bahwa modernisasi di segala bidang kehidupan, seperti sekularisasi pendidikan, urbanisasi, industralisasi, kemajuan transportasi, kemunikasi dan media massa, meluasnya kekuasaan negara, meningkatnya kemampuan individu untuk mempengaruhi lingkungan, dan munculnya organisasi-organisasi profesi dan kepentingan, akan menibulkan keinginan dan tuntutan individu dan kelompok masyarakat untuk membentuk organisasi politik untuk memperjuangkan aspirasi mereka.

2.3 Fungsi Partai politik

Menurut Budiardjo, ada empat fungsi partai politik, yaitu komunikasi politik, sosialisasi politik, rekruitmen politik dan pengelolaan konflik.19 Penjabaran dari keempat fungsi tersebut, adalah sebagai berikut:

a) Komunikasi Politik

(18)

Partai politik bertugas menyalurkan beragam aspirasi masyarakat dan menekan kesimpangsiuran pendapat di masyarakat. Keberadaan partai politik menjadi wadah penggabungan aspirasi anggota masyarakat yang senada (interest aggregation) agar dapat di rumuskan secara lebih terstruktur atau teratur (interest articulation). Selanjutnya, partai politik merumuskan aspirasi tersebut menjadi suatu usulan kebijak(sana)an, untuk diajukan kepada pemerintah agar menjadi suatu kebijakan publik. Di sisi lain, partai politik bertugas membantu sosialisasi kebijakan pemerintah, sehingga terjadi suatu arus informasi berkesinambungan antara pemerintah dan masyarakat.

b) Sosialisasi Politik

Dalam usahanya untuk memperoleh dukungan luas masyarakat, partai politik akan berusaha menunjukkan diri sebagai pejuang kepentingan umum. Oleh karena itu partai politik harus mendidik dan membangun orientasi pemikiran anggotanya (dan masyarakat luas) untuk sadar akan tanggungjawabnya sebagai warga negara. Proses tersebut dinamakan sosialisasi politik, yang wujud nyatanya dapat berbentuk ceramah penerangan, kursus kader, seminar dan lain-lain. Lebih lanjut, sosialisasi politik dapat pula diartikan sebagai usaha untuk memasyarakatkan (Asshiddiqie, 2006) ide, visi dan kebijakan strategis partai politik kepada konstituen agar mendapatkan feedback berupa dukungan masyarakat luas.

c) Rekruitmen Politik

Partai politik memiliki fungsi untuk mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktif berpolitik sebagai anggota partai politik tersebut (political recruitment). Hal ini merupakan suatu usaha untuk memperluas partisipasi politik. Selain itu, rekruitmen politik yang di arahkan pada generasi muda potensial menjadi sarana untuk mempersiapkan regenerasi kepemimpinan di dalam struktur partai politik.

(19)

Partai politik bertugas mengelola konflik yang muncul di masyarakat sebagai suatu akibat adanya dinamika demokrasi, yang memunculkan persaingan dan perbedaan pendapat.

2.4 Sistem Kepartaian

Menurut Sartori mengklasifikasikan sistem kepartaian menjadi tiga, yaitu:20

 Pluralisme Sederhana

Sistem Pluralisme sederhana ini mempunyai dua kutub (bipolar) dengan jarak polaritas tidak ada dan arah politik mengarah pada sentripental.

 Pluralisme Moderat

Sistem Pluralisme moderat ini memiliki dua kutub (bipolar) dengan polaritas kecil dan arah politik partai sentripental.

 Pluralisme Ekstrem

Sistem Pluralisme ekstrem yang memiliki banyak kutub (multipolar) dengan polaritas besar dan arah perilaku politik sentrifugal.

2.5 Tipologi Partai Politik

Partai politik diklasifikasikan ke dalam tiga tipe. Adapun tipologi partai politik sebagai berikut: 21

a) Berdasarkan asas dan orientasinya

 Partai politik pragmatis: Suatu partai yang mempunyai program dan

kegiatan yang tak terkait kaku pada suatu doktrin dan ideologi tertentu. Artinya, perubahan waktu, situasi dan kepemimpinan akan mengubah program,kegiatan, dan penampilan partai politik tersebut.

 Partai politik doktriner. Suatu partai politik yang memiliki sejumlah

program dan kegiatan konkret sebagai penjabaran ideologi. Artinya, ideologi disini adalah sebagai perangkat nilai politik yang dirumuskan

20 Sahid Gatara. 2008. Ilmu Politik : Memahami dan Menerapkan. Bandung : Pustaka Setia hlm 201

(20)

secara konkret dan sistematis dalam bentuk program-program kegiatan yang pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai.

 Partai politik kepentingan. Suatu partai politik yang dibentuk dan

dikelola atas dasar kepentingan tertentu seperti petani, buruh, etnis, agama atau lingkungan hidup secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.

b) Komposisi dan Fungsi Anggota

Secara umum, klasifikasi dari sistem kepartaian dapat dibagi dua jenis, yaitu partai massa dan partai kader. Partai massa mengutamakan kekuatan berdasarkan jumlah anggota, yang terdiri atas berbagai aliran politik dan kelompok. Sementara partai kader lebih menekankan pada kekuatan organisasi

dan disiplin para anggotanya.22

Berdasarkan ideologi kepentingan, partai terbagi atas sebagai berikut:

1. Partai kader, yang sangat ditentukan oleh masyarakat kelas mennegah yang memiliki hak pilih. Pada partai ini, karakteristik serta para pemberi dana organisasi masih sedikit, dan aktivitas yang dilakukan jarang berdasarkan pada program dan organisasi yang kuat. Selain itu, keanggotaan berasal dari kelas menengah ke atas, ideologi konservatisme ekstrem atau maksimal reformisme moderat, organisasi kecil, cenderung berbentuk kelompok moderat.

2. Partai massa, muncul saat terjadi perluasan hak pilih rakyat. Partai ini berada diluar lingkungan parlemen (ekstrem parlemen). Ciri khas partai massa adalah berorientasi pada basis pendukung yang luas, seperti buruh, petani, kelompok agama, dan sebagainya. Tujuan utama tidak hanya memperoleh suara dalam pemilu, tetapi memberikan pendidikan politik bagi para anggotanya dalam rangka membentuk elite yang direkrut dari massa.

(21)

3. Partai diktatorial merupakan sublipe dari partai massa, dengan ciri-ciri ideologi yang lebih kaku dan radikal. Pemimpin tertinggi partai memiliki kontrol yang sangat ketat terhadap pengurus bawahan ataupun anggota parta; rekrutmen anggota dilakukan secara lebih selektif dari partai massa; calon anggota harus teruji kesetiannya terhadap ideologi partai; menuntut pengabdian secara total dari setiap anggotanya.

Partai cath-all merupakan gabungan partai kader dan partai massa, yang tujuan utamanya adalah menerangkan pemilu dengan cara menawarkan program dan keuntungan bagi anggotanya sebagai ganti ideologi yang kaku.

Seorang ilmuan politik, Prancis, Maurice Duverger membedakan antara partai kader dengan massa partai sebagai berikut:23

1. Partai-partai kader

Partai kader adalah kelompok terkemuka untuk persiapan pemilu, memimpin kampanye dan mempertahankan kontak dengan para kandidatnya. Partai kader adalah para elite politik yang memiliki tujuan untuk mengamankan pemilu bagi kandidatnya.

2. Partai-partai massa

Tidak seperti partai kader, partai massa benar-benar mencoba untuk merekrut anggota dan mendapatkannya sebanyak mungkin. Para anggota menjadi sumber penghasilan bagi partai. Mereka adalah kolam para buruh yang dapat digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas kampanye. Dalam kasus partai dengan ideologi yang sudah pasti, mereka adalah basis untuk menyebarkan ideologi tersebut. Sebagai imbalan untuk kontribusi mereka sebagai anggota setiap individu diharapkan memiliki kuasa (pada teorinya) atas tujuan dan aktivitas partai.

c) Basis Sosial

(22)

Menurut basis sosial, partai politik dibagi menjadi empat tipe, yaitu:

 Partai yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat

seperti kelas atas, menengah dan bawah.

 Partai yang beranggotakan berasal dari kalangan kelompok

kepentingan tertentu seperti petani, buruh dan pengusaha.

 Partai yang anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu seperti

Islam, Kristen, Hindu dan Budha.

 Partai yang anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu seperti

suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu.

d) Berdasarkan tujuan

Berdasarkan tujuannya, partai politik dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:

 Partai perwakilan kelompok. Artinya, partai politik yang menghimpun

berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi dalam parlemen.

 Partai pembinaan bangsa. Artinya, partai yang bertujuan menciptakan

kesatuan nasional, dan biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit.

 Partai mobilisasi. Artinya, partai yang berupaya memobilisasi

masyarakat kearah pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin partai, sedangkan partisipasi dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan.

2.6 Peran Kepemimpinan dalam Partai Politik

Pemimpin partai politik pada awal-awal kemerdekaan memainkan peranan penting dalam perkembangan partai tersebut. Keberadaan para kaum intelektual dalam partai politik saat itu memberikan kekuatan untuk bangkit melawan penjajahan konial Belanda.24 Pada tahun 1967-1998, kebebasan partai politik

(23)

untuk memilih ketua umum secara demokrasi sangatlah sulit. Rezim otoriter Suharto, mengambil alih siapa yang berhak menjadi ketua umum partai politik di Indonesia. Dengan alasan untuk menjaga stabilitas politik, ekonomi dan keamanan maka partai politik yang ada hanya pasrah menerima keputusan tersebut. Jika tidak menuruti peraturan pemerintah, maka pemerintahan Suharto akan membubarkan partai politik tersebut dan yang lebih mengerikan adalah melakukan penculikan dan pembantaian terhadap para pemberontak pemerintah.25

Keadaan ini tak berubah sampai adanya reformasi pada tahun 1998. Turunnya Suharto dari kursi Presiden Republik Indonesia membuka kembali demokrasi kebebasan berpartai politik, maka tak heran jika pemilu tahun 1999 diikuti oleh 48 partai politik. Kemunculan partai yang begitu banyak juga dipengaruhi oleh setiap orang menginginkan menjadi pemimpin bangsa ini. Dengan latar belakang pemimpin partai yang bermacam-macam, namun yang menjadi pemenang adalah partai-partai politik yang memiliki pemimpin yang berpengaruh dalam masyarakat. Dominasi kepemimpinan partai politik di Indonesia saat reformasi pun masih didominasi oleh kaum intelektual terpelajar.26

Banyak ahli politik Indonesia yang menyetujui penguanaan istilah “Bapakisme” untuk menyebutkan sifat kepemimpinan di dalam masyarakat Indonesia. Menurut Herbet Feith bahwa di dalam kepemimpinan, “Bapak atau pemimpin memperoleh penghormatan secara mendalam, kasih sayang, kesetiaan serta dukungan dari anak buah, pengikut ataupun murid.” Begitu pula terhadap tindakan-tindakan yang hendak dilakukannya.27

Dalam pakem ilmu politik, partai politik mengemban fungsi kaderisasi politik sebagai fungsi yang strategis untuk merekrut, mendidik dan melatih anggota partai politik yang berbakat menjadi kader politik yang dipersiapkan menduduki jabatan publik atau untuk mengisi regenerasi kepemimpinan partai politik.28 Pemimpin mempunyai konotasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ketua. Karena itu dalam politik tidak dikenal istilah “ketua politik” melainkan 25 Ibid, hlm 3

26 Ibid

(24)

“pemimpin politik”. Karenanya menjadi pemimpin politik tidaklah mudah. Kepemimpinan politik di Indonesia saat ini berkaitan erat dengan pengusaha. Trend ini seakan kembali berulang. Namun yang membedakan saat ini adalah maraknya pengusaha media yang terjun ke bidang politik melalui partai politik dengan menjadi ketua, anggota atau ketua dewan Pembina atau Pakar. Hary Tanoesoedibyo menjadi bukti konkretnya.29

Kepemimpinan merupakan hal wajib yang harus dimiliki oleh partai politik. Hal itu disebabkan partai politik merupakan sebuah organisasi yang bergerak dibidang politik. Kepemimpinan partai politik di Indonesia sangatlah beragam. Hal ini ditunjukan dengan berbagai profesi seperti intelektual, pedagang, buruh, guru, dsb yang terjadi dalam kepemimpinan partai politik saat masa kolonial dan masa kemerdekaan. Perkembangan kepemimpinan partai di Indonesia yang saat marak saat ini adalah banyaknya pengusaha yang menjadi pemimpin partai politik.30

BAB III

PEMBAHASAN

A. Kekuatan Politik

Menganalisa kekuatan politik indonesia tidak terlepas dari budaya politik yang dimiliki oleh indonesia yang berupa, ketidakjelasan hierarki atau adanya sumber homogen, kecendrungan patronage/klientilistic masa orba,

Neo-29 Setyawati , Endang. Pengusaha Media dan Kepemimpinan Partai Politik (Studi Kasus : Hary Tanoesoedibjo sebagai Ketua Dewan Pakar Partai NASDEM). Dalam Jurnal Politik Muda (Vol. 1, No. 1, Oktober-Desember 2012), hlm.8

(25)

patrimonialistik sehingga minimnya civil society. Kekuatan politik indonesia sedikit banyak telah menampakan diri melalui angkatan bersenjata, partai politik, golongan intelektual dan mahasiswa, kelompok pedagang, pengusaha dan profesional, serta kelompok penekan yang baru muncul semenjak dekade XX. Konsep-konsep yang berkaitan dengan kekuatan politik, yakni :31

 Influence atau pengaruh, yaitu bagimana seseorang mampu mempengaruhi

agar orang lain berubah secara sukarela.

 Persuasi yaitu cara meyakinkan orang dengan memberikan argumentasi.

 Manipulasi adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain namun

yang dipengaruhi tidak menyadari.

 Coersion adalah ancaman atau paksaan agar orang lain sesuai dengan

kehendak yang punya kekuasaan.Force yaitu tekanan fisik, seperti membatasi kebebasan. Ini biasanya dilengkapi dengan sejata, sehingga orang lain mengalami ketakutan.

Dalam studi politik klasik ataupun modern, kekuatan-kekuatan politik dapat mengorganisasikan diri dalam berbagai kekuatan politik yang lebih memungkinkan suatu kekuatan politik untuk berkontestasi dengan kekuatan politik yang lain, baik dalam perebutan sumber ekonomi maupun kekuasaan politik. Pengorganisasian tersebut dapat mewujud dalam civil society, seperti LSM, kelompok studi, dan organisasi kemahasiswaan; political society, seperti parpol, birokrasi, militer, buruh; serta economical society, seperti pemilik modal dan organisasi bisnis, yang semuanya bergantung padakaraktersistik dan modal sosial yang mendukungnya.32

Menganalisis bagaimana kekuatan yang dimiliki partai Golkar Pasca reformasi, memang menjadi salah satu kekuatan politik yang menarik untuk diamati. Demikian pula menjelaskan posisinya menjelang Pilpres Juli 2009. Penjelasan ini, sebetulnya sama menariknya untuk mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan kemerosotan suara dari partai berlambang pohon beringin ini. Bahkan dalam beberapa hal, alasan-alasan tersebut saling melengkapi

31 Ummi Illiyana. Perkembangan koalisi parpol di DPRD era reformasi. Dalam Tesis Pascasarjana. Jakarta: Universitas Indonesia, 2012.

(26)

(komplementatif) dengan pilihan-pilihan berkoalisinya. Beberapa hal yang perlu diungkapkan tentang magnitude-nya Partai Golkar. Pertama, dari sisi sejarah perpolitikan di Indonesia. Partai Golkar adalah pewaris utama dari Golongan Karya, sebuah kekuatan politik dominan, yang menjadi mesin politik setia bagi kekuasaan politik Orde Baru, yang memerintah lebih dari 32 tahun. Jika kita gunakan istilah Donnald K. Emerson, Golkar adalah penunjang utama sistem One Party Dominant System yang dijalankan penguasa Orde Baru. Jelas, posisi ini amat menguntungkan, karena elekbilitasnya menjadi tinggi.

Kedua, kemapanan jaringan dan struktur politik kepartaian. Terkait dengan panjangnya perjalanan sejarah politik partai ini, maka, ia menjadi salah satu partai yang memiliki jaringan politik yang begitu kuat. Ketiga, kapasitas elit yang merata. Hampir dapat dipastikan, tidak ada satu tokoh sentral yang terkesan

dikultuskan. Memang ia memiliki tokoh seperti JK, Wakil Presiden RI, namun ketokohannya tidak sepopuler dan sekuat Megawati Sukarnoputeri di PDI-P maupun SBY di Partai Demokrat. Dari sisi ketokohan, elit partai yang merata, sejatinya partai ini dapat menjanjikan sebagai partai moderen. Keempat, kemampuan adaptasi.

Pemilu Legislatif 2009, suara partai ini melorot. Ironisnya, hal itu terjadi di saat Sang Ketua Umum, Jusuf Kalla sedang menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia. Dapat dikatakan, ada dua alasan mendasar yang menyebabkan melorotnya suara partai ini. Kedua faktor itu adalah faktor internal dan faktor eksternal.33 Secara sederhana, untuk menggambarkan faktor internal, dapat digunakan dua asumsi. Pertama dari aspek figur Jusuf Kalla (JK) dan kepemimpinannya. Kedua, dapat dikaji dengan menggunakan konsep fungsi-fungsi partai politik. Ramlan Surbakti menjelaskan tujuh konsep fungsi-fungsi partai politik, yaitu sosialisasi politik, rekrutmen politik, partisipasi politik, pemadu kepentingan, komunikasi politik, pengendalian konflik dan kontrol politik. Faktor Internal, Langkah Awal Dari Keterpurukan antara lain:

a) Aspek Kefiguran Jusuf Kalla (JK)

(27)

Figur seperti Jusuf Kalla (JK), sebenarnya menjadi dilemma bagi Golkar. Di satu sisi, sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar, JK terpilih pada Musyawarah Nasional Partai Golkar pada 2004, dengan meninggalkan catatan penting. Pertama, Munas terselenggara di saat ia sudah menjadi Wakil Presiden, sehingga jabatan ini akan memengaruhi keberhasilannya sebagai Ketua Umum terpilih. Kedua, ia menyingkirkan Akbar Tandjung, Ketua Umum DPP Partai Golkar periode 1999 – 2004, yang langkah politiknya di Koalisi Kebangsaan berhenti saat Megawati Sukarnoputri gagal menjadi orang nomor satu di republik ini. Jadi, ada aspek eksternal yang begitu kuat dalam produk Munas Golkar di Bali tersebut.

Selain itu, sosok JK dianggap sebagai tokoh yang berlari cepat

meninggalkan sang presiden dan cenderung melebihi kewenangan yang dimilikinya. Respon masyarakat menunjukkan, prilaku JK ini belum pas bagi kultur masyarakat kita, yang sangat menanti tokoh-tokoh yang elegan, berwibawa serta mampu memahami perasaan masyarakat. Jadi tidak sekadar asal cepat saja.

b) Aspek Kepemimpinan

Dapat dikatakan, elit-elit Golkar pada periode ini belum menunjukkan model kepemimpinan yang ideal. Alih-alih ideal, di saat bangsa sedang menderita, banyak tokoh Golkar di tingkat nasional terkesan tidak empati terhadap nasib dan penderitaan rakyat. Ini dapat dilihat saat Aburizal Bakrie, anggota Dewan Penasihat Partai Golkar, menjadi Menko Perekonomian.

Lain halnya kekuatan partai Golkar yang semakin merosot dan hanya menjadi pendamping penjalan kekuasaan di era Pemerintahan, justru Partai Partai Amanat Nasional (PAN) tidak mencamtumkan Agak berbeda dengan apa yang termuat dalam Anggaran Dasar dan Anggaraan Rumah Tangganya (AD/ART), Partai Amanat Nasional (PAN), justru tidak mencantumkan idiologi apa yang dianut oleh partai ini. Pada pasal 4, AD/ART-nya PAN hanya menyebutkan bahwa

PAN berdasarkan Pancasila dan berasaskan akhlak politik dengan berlandaskan agama yang membawa rahmat bagi sekalian alam. Pebedaan sedikit terlihat dari isi tujuan pokok partai PAN, yaitu mewujudkan Indonesia Baru yang menjunjung

(28)

Indonesia baru”34 menunjukan bahwa partai ini mengandaikan adanya format lama dari sistem bernegara selama ini yang harus ditinggalkan, dan digantikan dengan format yang sama sekali baru. Namun kemudian, format baru yang dibayangkan kembali sama yaitu terciptanya kedaulatan rakyat, keadilan sosial, kemakmuran dan kesejahteraan dalam wadah Negara Republik Indonesia.

Yang menarik dari keorganisasian PAN adalah keberadaan Mahkamah Penyelesaian Sengketa (MPS), yang berada pada Dewan Pimpinan Pusat dan berwenang menyelesaikan sengketa yang terjadi dalam tubuh partai. Lebih dari itu, dalam kelembagaan partai juga dikenal pendekatan pemberian penghargaan bagi kader, anggota, dan disimpan sebagai yang berjasa terhadap partai, Sanksi bagi anggota maupun pengurus partai yang melakukan pidana kejahatan dan/atau melakukan pelanggaran terhadap undang-undang, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan peraturan-peraturan partai, dan rehabilitasi yaitu pemulihan nama baik, harkat, martabat, dan hak anggota dan atau pengurus.

B. Partai politik pada masa Reformasi

Parpol adalah salah satu kelengkapan utama dari negara demokrasi. Negara tanpa Parpol tidaklah layak disebut negara demokrasi. Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling populer di seluruh dunia. Karena, demokrasi diyakini mampu mewujudkan tujuan bernegara yakni, kesejahteraan dan keadilan sosial bagi segenap warga negara35. Bahkan pendapat yang lebih ekstrim mengatakan bahwa tidak ada demokrasi ketika tidak ada partai politik didalamnya, karena partai politiklah yang memainkan peranan penting dalam sistem demokrasi36.

Oleh karena itu, Era reformasi muncul sebagai gerakan korektif dan pelopor perubahan-perubahan mendasar di berbagai aspek kehidupan. Reformasi yang ditandai oleh lengsernya Soeharto dan naiknya B.J Habibie sebagai presiden,

34 Teguh Imansyah. Regulasi Partai Politik dalam Mewujudkan Penguatan Peran dan Fungsi Kelembagaan Partai Politik.Dalam Jurnal Rechts Vinding. Vol 1. No. 3 Desember 2012. hlm 382

(29)

yang didahului dengan gerakan perlawanan dari berbagai elemen masyarakat, terutama mahasiswa dan kaum intelektual perkotaan, hanya merupakan titik awal yang menandaii berakhirnya rezim otoritarian di Indonesia. Setelah menjabat, Habibie mencoba melakukan liberalisasi dan keterbukaan politik, unutk berkomunikasi secara bebas melalui pers serta pembentukan organisasi sosiall dan politik. Secara khusus, liberalisasi dilakukan dengan membuka ruang publik seluas-luasnya dengan kebebasan pers, izin mendirikan partai politik, dan organisasi buruh.37 Hal ini mengapa hanya focus pada peran partai Golkar saja, hal ini dikarenakan partai Golkarlah yang pernah menjabat dalam era pemerintahan Reformasi sebagai pemegang kekuasaan disaat Jusuf Kalla menjabat wakil Presiden masa pemerintahan SBY jilid 1 dan Partai Amanat Naional (PAN) hanya sebagai penguat kekuasaan perpolitikan saja yang tidak pernah menjadi partai penguasa di era reformasi.

Yang pada pelaksanaanya, gerakan reformasi melahirkan UU No. 2 Tahun 1999, UU No. 3 Tahun 1999, dan UU No.4 Tahun 1999 tentang partai politik yang memungkinkan dilaksanakannya pemilu secara bebas, jujur, dan adil. Harapan peran partai sebagai wadah penyalur aspirasi politik akan semakin baik, meskipun hingga saat ini belum menunjukkan kenyataan. Hal ini terlihat dari kampanye Pemilu yang masih diwarnai banyaknya partai politik yang tidak mengaktualisasikan aspirasi rakyat dalam wujud program partai yang akan diperjuangkan. Mirip dengan fenomena lama dimana yang ada hanya janji dan slogan-slogan kepentingan politik sesaat. Meskipun rezim otoriter telah berakhir dan keran demokrasi telah dibuka secara luas sejalan dengan bergulirnya proses reformasi38.

Berbagai kebijakan tersebut, pada akhirnya membuka jalan bagi munculnya partai-partai politik baru, menghilangkan monopoli kekuasaaan oleh Golkar dan militer, memungkinkan dilakukannya pengawasan oleh pers terhadap penyelenggaraan negara, serta membuka jalan menuju transisi demokrasi yang lebih baik. Partai-partai baru memaksa Golkar sebagaimpartai pro status quo

37 Muslim Mufthi, Op., Cit, hlm. 17.

(30)

untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan mereka yang memperoleh dukungan di parlemen. Kekuatan politik lain pun semakin aktif mempengaruhi arah perubahan politik sebagai tuntutan reformasi, salah satunya adalah ditariknya militer dari barak, semakin memperoleh dukungan MP. Terbukti setelah dikeluarkannya UU No. 2 tahun 1999 tentang partai politik, partai politik yang mendaftarkan diri ke Departemen Kehakiman pun mencapai hingga 141 partai politik. Meskipun jumlah partai yang lolos dengan memenuhi syarat untuk menjadi pesera pemilihan umum hanya 48 partai politik. Bersamaan dengan itu, jumlah media masa saat itu juga ikut meningkat dengan 1.389 media cetak baru, 830,60 televisi, 2.000 radio berizin dan 10 ribu radio gelap.

Dalam pemilu 1999, sebagai pemilu pertama pasca reformasi, rakyat Indonesia memberikan mandat lebih pada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang digawangi oleh Megawati Soekarno Putri. Megawati menjelma sebagai perwujudan dari wong cilik yang hakhaknya terserabut dari Orde Baru. Dengan memposisikan diri sebagai orang yang tertindas. Megawati mampu mengangkat PDI-P sebagai partai yang mampu mendapat mandat rakyat. Sedangkan pada 2004, Partai Golkar dengan paradigma barunya kembali memenangkan pemilu, pasca menjadi partai politik di era reformasi. Analis mengenai kemenangan Partai Golkar menunjukan bahwa selain faktor ketua Umum Partai, ada beberapa faktor yang menyebabkan posisi partai Golkar signifikan dalam konstalasi politik Indonesia; Pertama, infrastruktur politik Partai Golkar. kedua, “merek politik” Golkar sudah terlanjur “ mengakar”, sehingga sulit bagi yang lain, yakni mereka yang semula kader Golkar mendirikan partai politik sendiri, untuk melakukan klaim politik sebagai “ Golkar Sesungguhnya”. Ketiga,

Partai Golkar diuntungkan oleh kondisi di lapangan, di mana masyarakat banyak yang mengeluh soal merosotnya tingkat sosial-ekonomi mereka. Sebagian masyarakat merindukan “masa lalu” di zaman Golkar, dimana ketika Golkar berkuasa kondisi sosial-ekonomi tidak seburuk sekarang.

(31)

kesempatan secara terbuka kepada siapa saja, tokoh-tokoh nasional yang terpanggil untuk menjadi calon presiden. Kesempatan tersebut bisa diikuti siapa saja, baik dari lingkungan Partai Golkar maupun luar partai. Menurutnya, konvensi bukan etalase demokrasi, melainkan sungguh-sungguh merupakan cerminan dari keinginan partai Golkar untuk memberikan kontribusi terbaik bagi bangsa dan Negara. Ide konvensi ini menyedot dan membetot perhatian kalangan masyarakat dan para akademisi sebagaiterobosan demokrasi di Indonesia. Dengan strategi politik yang dilakukan Partai Golkar diatas nmampu membawa angin segar partai dalam memenangkan kontestasi politik di pemilu 2004. Pada pemilu 2004, Partai Demokrat sudah mengikuti kontestasi dengan hasilnya yang mengagumkan dengan 8.455.225 suara atau 7,45 persen,14 maka Partai Demokrat menempati posisi lima besar dan menghantar Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden Republik Indonesia yang pertama berdasarkan pilihan rakyat.

C. Pelaksanaan Fungsi Partai Politik Pada Masa Reformasi

Banyaknya fungsi yang di emban oleh partai politik mengartikan bahwa partai-partai politik yang saat ini telah berdiri memiliki kewajiban untuk dapat membangun kapasitas dirinya, sehingga memiliki kapabilitas yang cukup untuk memenuhi apa yang telah di amanatkan oleh undang-undang. Namun, realitas yang terkandung dalam kekhasan masyarakat Indonesia yang majemuk baik secara norma adat, kesukuan, agama, sehingga tingkat pendidikan dan kemapanan sosialnya menjadi tantangan lain yang harus di akomodasi oleh partai politik yang ada39. Selain hal tersebut, pelaksanaan fungsi partai politik pada masa reformasi yakni :

a) Sosialisasi politik

Sosialisasi politik ialah proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat, melalui proses sosialisasi politik inilah masyarakat mengetahuinya arti pentingnya politik beserta instumen-instumennya. Sosialisasi

(32)

politik kemudian menghasilkan budaya politik politik dalam bentuk perilaku politik yang tidak destruktif, mengutamakan konsensus dibanding menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan konflik, mempunyai pertimbangan yang rasional dalam menentukan pilihan atau membuat keputusan yang kemudian perilaku seperti akan menjadi modal untuk pelaksanaan demokrasi (kedewasaan demokrasi)40.

Sosialisasi politik diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan orientasi politik kepada para kader partai. Fungsi internal ini tidak dijalankan secara sungguh-sungguh oleh para elit partai. Dapat dikatakan, dibutuhkan seorang tokoh dengan energi yang kuat dan tahan lama untuk membentuk konsolidasi partai. Sehingga, kader partai akan terus bergerak dinamis dan solid mengikuti arahan para elit. Di masa lalu, sosok seperi Harmoko dan Akbar Tandjung, dikenal tidak pernah lelah untuk turun menjumpai kader partainya, bahkan hingga ke pelosok desa di segenap penjuru tanah air. Tidak adanya elit Golkar yang memiliki stamina seperti Harmoko ataupun Akbar Tandjung, maka, sentuhan psikologis terhadap para kader di bawah sangat kurang dan melemahkan mereka di dalam menjalankan amanah organisasi. Sehingga berimplikasi pada rendahnya semangat kader di dalam memperjuangkan kepentingan partai di masyarakat akibatnya, masyarakat pun jadi makin tidak mampu merespon partai ini.41

b) Rekrutmen politik

Rekrutmen politik yang adil, transparan, dan demokratis pada dasarnya adalah untuk memilih orang-orang yang berkualitas dan mampu memperjuangkan nasib rakyat banyak untuk mensejahterakan dan menjamin kenyamanan dan keamanan hidup bagi setiap warga negara.

Rekrutmen politik diartikan sebagai seleksi dan pemilihan bagi seseorang di dalam menjalankan fungsi-fungsi perpolitikan di tubuh partai. Proses ini sangat

40 Imam Yudhi Prasetya. Pergeseran Peran Ideologi Dalam Partai Politik. Dalam Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan. Vol. 1, No. 1, 2011. hlm. 33.

(33)

penting untuk meningkatkan motivasi berpolitik dari para kader partai. Meski Golkar melakukan upaya rekrutmen politik terutama pada masa pendaftaran calon anggota legislatif (caleg), namun, unsur kolusi dan nepotisme kekeluargaan begitu kental. Banyak keluarga dari tokoh teras dan berpengaruh di DPP Partai Golkar periode 2004 – 2009, ditempatkan pada nomor urut atas pada daftar calon sementara (DCS) Pemilu 2009. Ini jelas merugikan kader lain yang tidak memiliki hubungan spesial dengan tokoh-tokoh DPP, meski selama ini mereka telah menunjukkan prestasi yang baik. Meskipun mekanisme pemilihan diserahkan kepada rakyat melalui suara terbanyak yang didasarkan pada keputusan Mahkamah Konstitusi tentang cara penentuan anggota parlemen terpilih, tetapi nomor urut tetap tidak berubah. Cara ini jelas membuat para kader partai yang telah berpengalaman dan mengakar di basis konstituennya terkesan terabaikan. Inilah yang menyebabkan tokoh sepopuler Yudhy Chrisnandi mengundurkan diri dari proses pencalegan di Golkar. Bagi masyarakat, prilaku elit partai yang tega membuang kader potensialnya, dianggap sebagai bagian dari egoisme yang begitu tinggi di kalangan pengurus partai.

c) Partisipasi Politik

Partisipasi politik adalah kegiatan para kader Golkar dalam upaya memengaruhi proses kebijakan politik di partai. Seharusnya, partai memberikan keleluasaan kepada para kadernya untuk mendorong dan mengajak masyarakat lain untuk menggunakan partai sebagai sarana menyalurkan kepentingan politiknya. Tapi, ini tidak berjalan dengan efektif. Misalnya dalam pelaksanaan Pilkada, para kader yang dicalonkan Golkar tidak bisa memiliki keleluasaan untuk menggerakkan konstituennya karena dibatasi oleh para elit. Jadi, mesin politik partai cenderung tidak berjalan secara optimal.

d) Pemandu Kepentingan

(34)

penerapan teknologi yang canggih, tetapi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, dan kehendak untuk mendapat dan mempertahankan pekerjaan; antara kehendak untuk mendapatkan dan mempertahankan pendidikan tinggi yang bermutu tinggi, tetapi dengan Kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Itulah yang dimaksud dengan fungsi pemandu kepentingan42.

Sebagai partai politik, tentunya Golkar menjadi rumah dari berbagai macam kader dengan segenap kepentingan politiknya. Persoalannya, fungsi sekretariat jenderal tidak berjalan optimal. Hal ini ditandai oleh kakunya pihak sekretariat jenderal di dalam mengakomodasi kebutuhan perubahan yang ada di masyarakat. Kesekretariatan partai sebesar Golkar, seharusnya tidak lagi diurus oleh orang-orang yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip birokratis.

e) Komunikasi Politik

Komunikasi politik adalah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintahan kepada masyarakat dan dari masyarakat ke pemerintah. Informasi merupakan hal yang sangat penting ketika kita berbicara organisasi modern, karena organisasi (Pemerintah) tersebut akan dapat mempertahan kekuasaan ketika mengerti apa saja yang menjadi kebutuhan dari masyarakatnya. Banyak rezim di dunia ini yang tidak dapat mempertahankan kekekuasaannya yang dikarenakan mereka tidak mengerti apa yang menjadi kebutuhan masyarakat sehingga dari situ muncul ketidak puasan masyarakat kepada penguasanya yang kemudian berujung pada proses penggantian penguasa baik itu dengan cara yang diatur secara konstitusi ataupun dengan kudeta. Disisi lain informasi juga dibutuhkan oleh masyarakat untuk mengetahui sejauh mana pemerintah dalam menjalankan fungsinya, dengan cara seperti apa dan bagaimana capaian yang dikehendaki. Partai politik ini berada diantara pemerintah dan masyarakat, sehingga sangat strategis posisinya dalam hubungan ini. Dalam hubunga ini

(35)

tentunya akan sangat tergantung di pihak mana partai politik berada, apakah di pihak pemerintah ataukah oposisi, tentunya hal ini akan mempengaruhi isi dari pemberian informasi yang diberikan kepada masyarakat terkait dengan sudut pandang atau nilai-nilai yang diperjuangkan43.

Kemampuan kader Golkar dalam memainkan peran komunikasi politik terkesan tidak maksimal. Padahal, banyak aspek kemajuan yang dijalankan oleh pemerintahan SBY-JK yang merupakan kontribusi dari kader partai. Namun, karena hal ini tidak mampu dijelaskan kepada masyarakat, maka, masyarakat menilai kinerja pemerintah yang bagus adalah sebagai kinerja SBY. Jelas, ini amat memukul Golkar, karena apapun kebaikannya di dalam pemerintah tidak dilirik oleh masyarakat sebab tertutup dengan kinerja seorang presiden. Elit dan kader Golkar juga terkesan panik dalam menyikapi hal ini, sehingga dalam beberapa kampanye politiknya, Lebih Cepat Lebih Baik, tidak lagi laku di pasaran.

f) Pengendalian Konflik

Berbicara konflik ini kemudian akan berkaitan dengan kepentingan, konflik ini muncul karena ada kepentingan-kepentingan yang berbeda saling bertemu. Kepentingan disini adalah kepentingan dari orang, kelompok, atau golongan-golongan yang ada dalam masyarakat. Mengingat di dalam masyarakat Indonesia khususnya, dimana dengan berbagai macam keberagaman yang ada baik itu golongan, agama, etnis ataupun yang bersifat sektoral. Tentunya akan banyak sekali kepentingan yang akan saling berbenturan, hal ini tentunya akan membawa dampak yang luar biasa ketika dibiarkan begitu saja. Memang konflik dalam masyarakat itu tidak bisa dihilangkan tetapi yang harus dilakukan adalah bagaimana memanajemen konflik tersebut supaya konflik tersebut sifatnya tidak merusak hubunga antar golongan tadi dengan cara-cara kekerasan. Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflik melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan berbagai aspirasi dan kepentingan pihak-pihak yang berkonflik dan

(36)

membawa permasalahan kedalam musyarawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik44.

Dalam negara demokrasi, konflik merupakan hal yang biasa dan terjadi karena adanya perbedaan pandangan di masyarakat. Persoalannya, bagi Golkar, kesan beberapa perbedaan pandangan yang terjadi antara JK dengan SBY, misalnya dalam pro-kontra pembentukan Unit Kerja Presiden untuk Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP-PPR), pada November 2006, sangat merugikan Golkar. Padahal, Golkar bisa menjadikan momentum ini untuk menimbulkan simpati rakyat.

g) Kontrol Politik

Kontrol politik ialah kegiatan untuk menunjukkan kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isi suatu kebijakan atau dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintahan. Produk dari pemerintahan ada suatu kebijakan, kebijakan-kebijakan ini yang kemudian akan menyangkut kepentingan masyarakat secara umum. Baik buruknya kebijakan tentunya sangat bisa diperdebatkan mengingat kebijakan pemerintah tidak akan pernah mungkin bisa memberikan kepuasan kepada semua orang. Permasalahan yang muncul adalah kepada siapa kebijakan itu akan memberi keuntungan. Pada titik inilah kemudian kontrol partai politik memainkan fungsinya untuk menyikapi suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terkait kelemahan yang ada dan kemana alokasi nilai-nilai dari kebijakan itu akan diberikan. Ketika suatu kebijakan telah dibuat dan dimplementasikanpun perang partai politik masih diperlukan untuk mengawal kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan awal yaitu untuk apa kebijakan itu dibuat. Ketika kebijakan itu sudah menjadi keputusan tidak serta merta dapat menyelesaikan permasalahan seperti yang telah direncanakan. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya kebijakan tersebut dalam menyelesaikan masalah. Faktor pelaksana kebijakan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh, karena dibanyak kasus banyak kebijakan itu gagal atau

(37)

kurang berhasil yang diakibatkan oleh pelaku atau oknum yang mengejar kepentingan pribadinya45.

Persoalannya, kader Golkar tidak bisa leluasa melakukan kontrol politik kepada pemerintah, karena ia akan mengontrol dirinya sendiri. Inilah yang membedakannya dengan PDI-P, yang sejak awal beroposisi dengan Golkar. Dalam kasus luapan lumpur di Sidiarjo, misalnya, elit Golkar terkesan mendua karena Aburizal Bakrie berada dalam jajaran elit partai ini.

Selain itu, berbagai problema akut tengah menghimpit politik kepartaian Indonesia. Partai politik Era Reformasi yang seharusnya menjadi salah satu pilar bagi tegaknya demokrasi ternyata lebih berkutat pada cita-cita primitifnya, yaitu sekadar meraih dan mempertahankan kekuasaan. Partai politik mengerahkan segala daya upaya demi mewujudkan pragmatisme politik ini. Dalam praktiknya, pragmatisme politik ini beriringan dengan pragmatisme ekonomi. Politik kepartaian menjadi transaksional dan sibuk memburu rente (rent-seekers). Para elite dan fungsionaris partai politik, terutama partai politik yang memiliki perwakilan di DPR dan DPRD serta menduduki posisi eksekutif nasional dan daerah, berlomba-lomba meraup akumulasi finansial baik untuk keperluan pembiayaan politik yang memang mahal maupun untuk memperkaya diri sendiri. Akibatnya, banyak dari mereka terjerat dan terseret kasus korupsi politik46.

Dari kenyataan yang di temui pada masa reformasi ini yang seharusnya partai politik ini terbentuk karena teori situasi historis dimana pada awal tahun 1998 partai-partai politik politik yang mempunyai akar dalam masyarakat diharapkan akan mengendalikan pemerintahan sehingga terbentuklah pola hubungan kewenangan antara pemerintah dan rakyat. Akan tetapi, hal tersebut berbalik dengan kenyataan. Partai-partai saat ini lebih condong kepada teorikelembagaan dimana teori ini menyatakan pembentukan partai dimana partai politik dibentuk karena adanya kebutuhan para anggota parlemen untuk mengadakan kontak dan membina dukungan dari anggota masyarakat. Hal

45 Ibid. Hlm. 35.

46Munafrizal Manan. Partai Politik dan Demokrasi Indonesia Menyongsong Pemilihan umum 2014

(38)

tersebut membuat para partai politik pada masa reformasi ini hanya terfokus kepada tujuan partai politik tanpa ada kontrol terhadap pemerintah.

D. Peta Permasalahan Peran Partai Politik di Era Reformasi dan Penguatan Peran Partai Politik dalam Peningkatan Partisipasi Politik Masyarakat a) Peta Permasalahan Peran Partai Politik

 Peran Sebagai Wadah Penyalur Aspirasi Politik

(39)

kecenderungan yang mengarah anarkis walaupun polanya tidak melembaga dan lebih banyak bersifat kontekstual.47

 Peran sebagai Sarana Rekrutmen Politik

Pada era reformasi seperti sekarang, sesungguhnya peran partai politik masih sangat terbatas pada penempatan kader-kader politik pada jabatan-jabatan politik tertentu. Itupun, masih belum mencerminkan kesungguhannya dalam merekrut kader politik yang berkualitas, berdedikasi, dan memiliki loyalitas serta komitmen yang tinggi bagi perjuangan menegakkan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Banyak terjadi fenomena yang cukup ganjil, dimana anggota DPRD di beberapa daerah tidak menjagokan kadernya, tetapi justru memilih kader lain yang belum dikenal dan belum tahu kualitas profesionalismenya, kualitas pribadinya, serta komitmennya terhadap nasib rakyat yang diwakilinya. Proses untuk memenangkan seorang calon pejabat politik tidak berdasarkan pada kepentingan rakyat banyak dan bahkan juga tidak berdasarkan kepentingan partai, tetapi masih lebih diwarnai dengan motivasi untuk kepentingan yang lebih bersifat pribadi atau kelompok. Meskipun tidak semua daerah mengalami hal semacam ini, namun fenomena buruk yang terjadi di era reformasi sangat memprihatinkan, Dalam kondisi seperti itu, tentu saja pembinaan, penyiapan, dan seleksi kader-kader politik sangat boleh jadi tidak berjalan secara memadai.48

Partai politik era reformasi lebih fokus pada upaya memperoleh kekuasaan semata, kurang dalam pendidikan politik serta pemenuhah kepentingan rakyat. Me-nurut jajak pendapat (Kompas 23 Maret 2010), mayoritas responden menyatakan tidak puas atas kinerja parpol, terutama sembilan parpol yang ada di DPR (Partai Demokrat, Partai Golkar, PDI-P, PKS, PAN, PPP, PKB, Partai

(40)

Hanura dan Partai Gerindra). Citra negatif terhadap parpol ditengarai terjadinya lantaran ada kesenja-ngan yang telalu besar antara politisi dan pejabat, baik legislatif maupun eksekutif dengan masyarakat. Sekalipun anggota par-pol yang menjadi anggota legislatif telah terjun ke masyarakat dalam rangka men-jaring aspirasi dan memberikan bantuan fi-nansial dalam kegiatan masyarakat, namun parpol kalah bersaing dengan agen-agen demokrasi dalam menyalurkan aspirasi rak-yat melalui organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi dan sebagainya.49

b) Penguatan Peran Partai Politik dalam Peningkatan Partisipasi Politik Masyarakat

Dari analisis bahasan peta permasalahan partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat, dihadapkan kepada tuntutan kebutuhan yang tercermin pada prospek peran partai politik dalam peningkatan partisipasi politik masyarakat, menunjukkan bahwa masih terdapat hal yang perlu disempurnakan, direvisi, dan bahkan diperbaharui. Hal ini sejalan dengan sebagian tujuan reformasi dalam mewujudkan kedaulatan rakyat pada seluruh sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, melalui perluasan dan peningkatan partisipasi politik rakyat. Partisipasi politik yang otonom pada hakekatnya merupakan suatu pengejawantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang syahih oleh adanya peningkatan partisipasi politik rakyat. Adapun Program-program Aksi Reformasi antara lain:50

Restrukturisasi Partai Politik, dalam pengertian melakukan perubahan dan/ atau penyesuaian struktur politik yang berkaitan erat dengan peran partai politik, antara lain adalah:

a. Partai politik merupakan sarana yang sangat efektif dan bersifat legal dalam mewujudkan kemerdekaan berserikat, berkumpul dan

49 Syahrial Syarbaini. Partai Politik dalam Proses Demokratisasi : Peranan Partai dalam Era Reformasi. Dalam Jurnal Forum Ilmiah. Fakultas Hukum Ubiversitas Esa Unggul, Jakarta. Volume 9 Nomer 1, Januari 2001. hlm.47

(41)

mengeluarkan pikiran dalam mengembangkan kehidupan demokrasi yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.

b. UU No. 3 Tahun 1999, mengatur tentang pelaksanaan pemilu, yang merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat.

c. Dalam pelaksanaan pemilu di masa mendatang perlu lebih disempurnakan, sehingga dapat dikurangi tingkat kecurangan-kecurangan sehingga dapat terwujud pemilu yang benar-benar bersifat luber dan jurdil.

d. Jumlah partai politik yang optimal adalah bila mampu mewakili semua aspirasi rakyat namun tidak menimbulkan konflik kepentingan yang makin divergen.

Refungsionalisasi yaitu memfungsikan kembali lembaga negara dan lembaga - lembaga politik, serta kemasyarakatan sesuai fungsi dasarnya, termasuk profesionalisme TNI sebagai kekuatan militer yang tangguh dalam melindungi NKRI sebagai satu kesatuan wilayah darat, laut, dan udara; dimana program aksinya meliputi :

a. Peningkatan peran partai politik dilaksanakan dengan cara melakukan refungsionalisasi partai politik agar mampu menyalurkan aspirasi rakyat.

b. Partai politik selama ini mudah di intervensi oleh kekuasaan untuk kepentingan pemerintah dan/ atau politik tertentu.

c. Dalam kaitan ini, barangkali akan sangat mendukung perkembangan partai politik ke arah yang lebih otonom, manakala untuk kepentingan operasionalnya didukung dengan alokasi anggaran melalui APBN, agar kegiatan partai politik dapat berjalan secara fokus dan efektif dan dihindari bantuan dari pihak pemerintah atau golongan tertentu untuk kepentingan partai politik tertentu.

Referensi

Dokumen terkait

1. Pendinginan produk perikanan baik segar maupun olahan dimaksudkan untuk memperlambat proses kemunduran mutu selama distribusi, pemasaran atau penyimpanan

Sistem Buatan Manusia: Sistem Buatan Manusia: sistem yang dirancang sistem yang dirancang olah manusia dengan melibatkan interaksi.. olah manusia dengan

group investigation berbantuan proyek yang lebih baik daripada hasil rerata gain ternormalisasi siswa pada kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional pada

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan dan wawasan kepada penulis berkaitan dengan masalah yang di teliti dan

Puji Syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat, rahmat, kesehatan, akal budi serta bimbingan-Nya sehingga Landasan Teori dan Program (LTP) Projek Akhir

Tak terkecuali dengan guru PPKn, dalam penelitian Fitriany Indri Sapitri (2015) disebutkan bahwa guru mengalami hambatan dalam implementasi kurikulum 2013 pada

Kesehatan lingkungan (PHBS) dan kesehatan lingkungan.. 1) Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan : Yang dimaksud tenaga kesehatan disini seperti dokter, bidan dan tenaga