• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOALISI PARTAI POLITIK DALAM PEMENANGAN PILKADA (Study Kasus Koalisi DPD Partai Golkar Kabupaten Malang Tahun 2010)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KOALISI PARTAI POLITIK DALAM PEMENANGAN PILKADA (Study Kasus Koalisi DPD Partai Golkar Kabupaten Malang Tahun 2010)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

KOALISI PARTAI POLITIK

DALAM PEMENANGAN PILKADA

(Study Kasus Koalisi DPD Partai Golkar Kabupaten Malang Tahun 2010)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Disusun Oleh:

Andry Marakusuma 06230008

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Telah Dipertahankan Dihadapan

Sidang Dewan Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

Pada :

Hari : Senin

Tanggal : 14 November 2011

Jam : 08.00

Tempat : Kajur IP

Dewan Penguji

1. Drs. Jaenuri, M.Si ( )

2. Dr. Tri Sulistyaninggsih, M.Si ( ) 3. Prof. Dr. H. M. Mas’ud, Said, MM ( )

4. Drs. Asep Nurjaman, M.Si ( )

Mengesahkan

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya yang telah berjuang demi tegaknya agama Islam. Sehingga dengan ini penulis

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Koalisi Partai Politik Dalam

Pemenangan Pilkada (Study Koalisi DPD Partai Golkar Kabupaten Malang Tahun 2010)

Partai politik merupakan pelembagaan politik yang dibutuhkan untuk membangun tatanan demokrasi yang berkualitas. Tujuan ini akan sulit tercapai jika kondisi partai politik masih belum melembaga dengan baik. Dimana dalam pelaksanaan pilkada langsung peran partai politik masih cukup strategis dan dominan. Namun demikian, dalam berbagai aktivitasnya peran dan fungsi partai politik dalam pilkada langsung belum dilakukan secara maksimal. Kecenderungan sifat oligarkis menjadi perilaku yang dijalankan oleh partai politik dalam pilkada langsung. Hal tersebut ditunjukkan dengan belum berpengaruhnya ideologi terhadap perilaku partai politik, dominasi elit dan pengurus partai politik dalam pengambilan keputusan, orientasi dan motivasi partai politik masih bersifat pragmatis dan materialis, program partai politik yang belum berorientasi fungsi, dan strategi partai politik dalam koalisi, pemilihan kandidat, serta kampanye yang belum mencerdaskan masyarakat secara politik.

Akhirnya sebagai manusia biasa yang tak luput dari khilaf dan kekeliruan, tentu dalam mengerjakan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Melalui kata pengantar ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas sumbangsih, dukungan, bantuan, serta kerjasamanya yang telah diberikan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain:

1. Segenap Pimpinan UMM: DR. Muhadjir Effendy, M.AP., Prof. DR. Ir.

Sujono, M.Kes., Drs. Mursidi, MM., Drs. Joko Widodo, M.Si.

2. Segenap Pimpinan FISIP: Dr. Wahyu, M.Si., Drs. Sulismadi, M.Si., Drs.

Asep Nurjaman, M.Si., Drs. Abdullah Masmuh, M.Si.

3. Segenap Pimpinan Jurusan Ilmu Pemerintahan: Dr. Tri Sulistyaninggsih,

M.Si,. Drs. Jaenuri, M.Si.

4. Dosen pembimbing: Prof. Dr. H. Mas’ud Said, MM sebagai dosen

(4)

terima kasih atas dukungan dan arahan keduanya sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Segenap Bapak/Ibu dosen FISIP, khususnya dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan, terima kasih atas transformasi ilmunya selama di bangku kuliah.

5. Bapak Drs. H. Rendra Kresna, BcKU, SH, MM, MPM, Ketua DPD Partai

Golkar Kabupaten Malang, Bapak Achmad Andi, SH, Mhum, Selaku Sekretaris DPD Partai Golkar Kabupaten Malang. Terima kasih atas bantuannya kepada peneliti selama proses penelitian di lapangan.

Seluruh pihak-pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan, hanya ucapan terima kasih yang dapat penulis sampaikan. Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan amal ibadah mereka. Amien.

Billahi Fii Sabililhaq, Fastabiqul Khairat

Malang, 04 November 2011

Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Surat Pernyataan ... iii

Berita Acara Bimbingan Skripsi ... iv

Persembahan ... v

3. Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung ...17

(6)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Partai Politik ...25

B. Tipologi Partai ...31

1. Kaukus Atau Partai Kader ...31

2. Partai Cabang Atau Partai Massa ...32

3. Fungsi Partai Politik ...33

C. Prilaku Partai Politik ...40

D. Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung ...43

E. Koalisi ... 48

BAB III DESKRIPSI WILAYAH A. Kondisi Umum Kabupaten Malang ...57

1. Kondisi Geografis ...58

2. Kondisi Topografi ...69

3. Kondisi Fisiografi ...60

4. Kondisi Hidrologi ...60

5. Dinamika Sosial Politik Kabupaten Malang ...61

B. Profil Partai Peserta Koalisi Dan Perolehan Suara Dalam Pemilu Legislatif 2009 Kabupaten Malang ... 64

2. Perolehan Suara Peserta Koalisi Dalam Pemilihan Legislatif Tahun 2009 ... 76

(7)

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

A. Proses Pembentukan Koalisi Partai Golkar Dalam Pilkada Langsung

Kabupaten Malang 2010 ... 84

1. Proses Penjajakan Calon Mitra Koalisi ... 84

2. Calon Peserta Koalisi Potensial ... 87

B. Mekanisme Pembentukan Koalisi ... 89

1. Alasan Pemilihan Koalisi ... 89

2. Kontrak Dan Kesepakatan Koalisi ... 91

1. Ideologi ... 91

2. Suara Hasil Pemilu Legislatif ... 93

C. Koalisi Dan Hasil Pilkada ... 95

1. Kekuatan Riil Koalisi Pendukung ... 95

1.Kekuatan Koalisi Yang Dibangun Oleh Partai Golkar ... 100

2.Kelemahan Koalisi Pendukung Rendra Kresna- Ahmad Subhan ... 103

3.Kesempatan Untuk Memenangkan Pilkada 2010 Di Kabupaten Malang ... 104

4. Ancaman Yang Dapat Menghambat Kemenangan Pasangan Calon Rendra Kresna-Ahmad Subhan ... 105

2. Perolehan Suara Dalam Pilkada Langsung Di Kabupaten Malang 2010 ... 106

BAB V PENUTUP Kesimpulan...110

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Asfar, Muhammad. 2006. Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004. Surabaya:

Pustaka Eureka dan PusDeHAM

Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan dan militerisme, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,

2000

Budiardjo, Miriam. 1978. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Drs. M. Suparmoko, M.A, Phd, 1999. Metode Penelitian Praktis, BPFE,

Yogyakarta

Dr. Rainer Adam, “Masa Depan Ada Di Tengah” Toolbox Manajemen Koalisi,

Mitra Alembana Grafika pt. Jakarta Desember 2007

Faturrohman, Deden dan Wawan Sobari. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Malang:

UMM Press.

Firmanzah, Ph.D. 2008. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia

Hadari, Nawawi dan M. Martini Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang

Sosial. Yogyakarta: UGM Press.

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif, Aplikasi Praktis Pembuatan

Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.

Marijan, Kacung. 2006. Demokratisasi di Daerah (Pelajaran dari Pilkada secara

Langsung). Surabaya: Pustaka Eureka.

Mas’oed, Mohtar dan Colin MacAndrews. 2001. Perbandingan Sistem Politik.

(9)

Muh. Nazir Ph.D, 1988. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia.

Rush, Michael dan Phillip Althoff. 2005. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada

Singarimbun, Masri. 1982. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.

Gaffar, Afan. 1999. Politik Indonesia, Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Amal, Ichlasul (Ed.). 1996. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: PT.

Tiara Wacana Yogya.

Maruto MD dan Anwari WMK (Eds.). 2002. Reformasi Politik dan Kekuatan

Masyarakat, Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi. Jakarta: LP3ES.

Karim, Abdul Gaffar (Ed.). 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di

Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Website Oline

http://danisugiri. wordpress. com/2009/06/26/aspek-koalisi-dalam-pemilu/

http://tuhan. multiply. com/ journal/ Koalisi_Politik. Diakses Tanggal 07 juli 2011

http://theindonesianistitute.com/index.php/

Koalisi-untuk-Pemerintahan-yang-kuat.html, Diakses Tanggal 11 september 2010

http://www.malangkab.go.id/

http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Malang

http://simpuldemokrasi.blogspot.com/dinamika-sosial-politik-kabupaten.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Golongan_Karya

http://pacitan.demokrat.or.id/sejarah

http://madinahku.blogspot.com/mengenal-sejarah-pks.html. Diakses Tanggal 05

Mei 2011

(10)

http://software-pilkada.com/component/content/

article/57-pilkada/172-formatkoalisi-pilkada-2010.

http://www.tempointeraktif.com/politik/2010/04/11/brk,20100411-239517,id.html

http://edwardmushalli.wordpress.com/2011/03/24/dinamika-politik-pilkada

http://www.surabayapost.co.id/

http://64.203.71.11/kompas-cetak/0502/07/opini/1543567.html.

Koran

Radar Malang , Kamis 5 agustus 2010. Halaman 29

(11)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Partai politik memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan yang

demokratis. Dalam kehidupan politik moderen yang demokratis keberadaan partai

politik menjadi suatu keharusan, sebab fungsi utama partai politik adalah bersaing

untuk memenangkan pemilu mengagregrasikan kepentingan, menyediakan

alternatif kebijakan dan mempersiapkan calon pemimpin yang akan duduk dalam

pemerintahan. Secara umum dapat di rumuskan bahwa partai politik adalah suatu

kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,

nilai-nilai dan cita-cita yang sama.

Istilah partai bila ditelusuri dari asal katanya berarti bagian atau pihak

didalam masyarakat dimanapun secara alamiah terdapat pengelompokan

masyarakat berdasarkan atas persamaan paham dalam bentuk doktrin politik yang

oleh Benyamin Constan disebut partai politik. Sedangkan menurut Carl J

Freederick partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara

stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap

pemerintah bagi pemimpin partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan

kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun material.1

Senada dengan Frederich, RH Soultau, menyatakan bahwa partai politik adalah

sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak

sebagai suatu kesatuan politik dengan memanfaatkan satu kesatuannya untuk

1

(12)

2

memilih bertujuan mengendalikan atau menguasai pemerintahan serta

melaksanakan pemerintahan serta melaksanakan kebijakan mereka (partainya).

Lebih jauh Budiardjo mendefinisikan tentang partai politik adalah suatu kelompok

yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan

cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperebutkan dan

memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik—(biasanya)

dengan cara konstitusional—untuk melakukan kebijakan-kebijakan mereka”.2

Keberadaan partai politik adalah salah satu konsekuensi diterapkannya

sistem demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Dimana, dianggap bahwa

kepentingan dan aspirasi masyarakat yang beragam akan sia-sia jika tidak

diakomodir bersama aspirasi senada dalam satu wadah yang dapat menampung

kemudian menyalurkannya. Maka, eksistensi partai politik ditempatkan sebagai

entitas perantara antara kepentingan masyarakat dengan pembuat kebijakan

(policy maker). Dengan demikian, peran partai politik adalah salah satu pilar

terbentuknya konstruksi demokrasi.

Kehadiran partai politik dalam sistim demokrasi tidak dapat dilepaskan dari

peran dan fungsinya, tidak hanya kepada konstituen yang dikelola tetapi juga

kepada bangsa dan negara. Karena, organisasi partai politik yang dapat

menempatkan orang-orangnya dalam jabatan-jabatan politis berarti akan

menentukan kebijakan publik berdampak luas, tidak hanya kepada konstituen

mereka. Sehingga kehadiran partai politik juga perlu diletakkan dalam kerangka

yang lebih luas dan tidak terbatas pada kelompok ideologis mereka saja.

2

(13)

3

Secara garis besar peran dan fungsi partai politik dapat di bedakan menjadi

dua: Pertama, peran dan tugas internal organisasi. Dalam hal ini organisasi partai

politik memainkan peran penting dalam pembinaan, edukasi pembekalan,

kaderisasi dan memperkuat ideologi politik yang menjadi latar belakang pendirian

partai politik. Kedua, partai politik juga mengemban tugas yang lebh bersifat

external organisasi. Di sini peran dan fungsi organisasi partai politik terkait

dengan masyarakt luas, bangsa dan negara.

Menurut Leon D. Epstein, partai politik adalah setiap

kelompok-kelompok, meskipun terorganisasi secara sederhana, yang bertujuan untuk

mendapatkan jabatan di pemerintahan, dengan identitas tertentu. Sedangkan

menurut sarjana politik lainnya, Jean Blondel mendefenisikan bahwa partai politik

adalah sebagai kelompok-kelompok dengan sistem keanggotaan yang terbuka dan

memfokuskan kegiatannya pada seluruh spektrum dari sisi-sisi negara.3

Selain dari defenisi partai politik yang dijelaskan di atas, cara berbeda

digunakan oleh Austin Ranney dalam memberikan defenisi dan batasan tentang

partai politik. Dalam hal ini, Ranney tidak mendefenisikan partai politik dalam

suatu termininologi yang tunggal, tetapi membaginya dalam beberapa

karakteristik-karakteristik fundamental yang setidaknya harus dimiliki oleh

organisasi yang bernama partai politik. Adapun beberapa

karakteristik-karakteristik fundamental yang harus dimiliki oleh partai politik meliputi:

1. Berwujud kelompok-kelompok masyarakat yang beridentitas.

2. Terdiri dari beberapa orang yang terorganisasi, dan dengan sengaja bertindak bersama-sama untuk mencapai tujuan-tujuan partai.

3

(14)

4

3. Masyarakat mengakui partai politik memiliki legitimasi berupa hak-hak untuk mengorganisasikan dan mengembangkan diri mereka.

4. Beberapa tujuannya diantaranya, mengembangkan aktivitas-aktivitas, partai bekerja melalui mekanisme “pemerintahan yang mencerminkan pilihan rakyat”.

5. Aktivitas inti partai politik adalah menyeleksi kandidat untuk jabatan publik.4

Sementara itu berkaitan dengan koalisi antarpartai, regulasi pilkada

sebenarnya tidak mengatur aturan mainnya secara jelas. Baik UU maupun PP

tentang pilkada bahkan tidak menggunakan istilah “koalisi” partai meskipun

hakikat pencalonan oleh “gabungan partai” adalah koalisi. Seperti dikemukakan

sebelumnya, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah diajukan oleh

partai atau gabungan partai. Dalam kaitan ini, PP No. 49 tahun 2008 yang

mengatur pencalonan oleh partai atau gabungan partai, antara lain hanya

menyebut dua persyaratan penting, yakni pertama, kewajiban “menyerahkan surat

pencalonan yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik atau para pimpinan

partai politik yang bergabung di daerah pemilihan”, dan kedua, “kesepakatan

tertulis antar partai politik yang bergabung untuk mencalonkan pasangan calon”.

Namun demikian, apa syarat-syarat, prosedur dan mekanisme koalisi serta

bagaimana isi “kesepakatan tertulis” antarpartai, sama sekali tidak diatur dalam

UU dan PP, kecuali bahwa total perolehan kursi/suara minimal partai-partai yang

bergabung itu tidak kurang dari 15 persen.

Kerjasama dan koalisi antarpartai amat dibutuhkan untuk membangun dan

melembagakan tradisi konsensus di para pemimpin partai. Koalisi juga diperlukan

untuk meningkatkan efektivitas pemerintahan dan produktivitas demokrasi.

4

(15)

5

Dalam pemilihan kepala daerah (pilkada), koalisi ini hampir tak terhindarkan.

Sebab, Pasal 59 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Pemerintahan Daerah menyatakan, pasangan calon yang diusulkan oleh partai

politik atau gabungan partai politik dan dapat mendaftarkan pasangan calon

apabila memenuhi persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15% (lima belas

persen) dari jumlah kursi DPRD atau 15% (lima belas persen) dari akumulasi

perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang

bersangkutan.

Namun, hingga sekarang, perubahan ketentuan dalam UU No 32 Tahun

2004 menjadi UU No.12 Tahun 2008 hampir tak pernah menghasilkan koalisi

yang mampu mencapai tujuan, seperti yang diidealkan secara teoretis. Sebaliknya,

sering kali justru menimbulkan kerumitan karena dibentuk hanya berdasarkan

kepentingan sesaat, misalnya mengantarkan pasangan calon untuk ikut dan

memenangi pilkada.

Kenyataan ini dapat dilihat dari pelaksanaan pilkada yang bangunan

koalisinya tidak ada yang sama dengan bangunan koalisi di kota/kabupaten yang

lain. Seringkali dalam satu daerah mereka berpasangan untuk memenagkan satu

calon tapi ditempat lain dan mungkin juga dalam waktu yang sama mereka harus

bertarung untuk memenangkan masing-masing calonnya.

Beragamnya koalisi yang terjadi di tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota

juga menunjukkan tingginya pragmatisme parpol. Mereka bisa saling

dikombinasikan dengan bentuk apa pun, dengan warna apa pun. Parpol juga

(16)

6

hingga ke kantor KPU asal mereka dapat memenuhi sejumlah persyaratan.

Namun, setelah itu, nasib selanjutnya lebih banyak ditentukan masing-masing

pasangan calon.

Hal ini terjadi karena di sejumlah daerah, pasangan calon yang diusung

parpol atau koalisi parpol yang punya suara banyak di DPRD belum tentu

memenangi pilkada. Kemenangan lebih ditentukan figur dan popularitas

masing-masing pasangan calon.

Kenyataan ini, misalnya, terjadi dalam Pilkada Jawa Barat, pasangan

Ahmad Heryawan-Dede Yusuf, yang hanya bermodal 21 dari 100 kursi di DPRD

Jabar, ternyata memenangi persaingan dengan memperoleh 40,5 persen suara.

Pasangan yang diusung PKS dan PAN ini berhasil mengalahkan pasangan Agum

Gumelar-Numan Abdul Hakim yang bermodalkan 42 dari 100 kursi di DPRD

Jabar dan duet Danny Setiawan-Iwan Sulandjana yang bermodalkan 37 kursi di

DPRD.

Koalisi partai politik, seperti yang telah sering kita dengar dalam

perpolitikan di Indonesia ini, merupakan suatu gabungan beberapa partai politik.

Koalisi partai ini sering terjadi ketika ada pemilihan umum, baik pemilihan kepala

daerah atau pun pemilihan presiden. Koalisi partai bisa saja dilandasi oleh

beberapa hal, misalnya kesamaan ideology, kesamaan visi misi, kesamaan

historis, atau kesamaan yang lainnya. Koalisi partai adalah hal yang wajar terjadi

di Indonesia karena Indonesia menganut sistem multipartai. Jelas di dalam

multipartai untuk mendapat suatu kekuasaan yang maksimal maka harus

(17)

7

Pilakada secara langsung di Kabupaten Malang telah dilaksanakan pada

tanggal 5 Agustus 2010. Dari berbagai proses suksesi politik Pilkada langsung

yang telah dilaksanakan telah menempatkan pasangan Rendra Kresna-Ahmad

Subhan yang diusung Koalisi Partai Golkar, Demokrat, PPP dan PKS. Pasangan

Rendra Kresna-Ahmad Subhan memenangi pilkada langsung Kabupaten Malang

2010 mengungguli 2 pasangan calon lainnya yakni M. Geng Wahyudi-Abdul

Rahman yang di usung oleh koalisi Partai PDI Perjuangan dan PKB serta

pasangan calon Agus Wahyu A-Abdul Mujib S yang di usung oleh koalisi partai

Hanura, Gerindra, dan PKNU.5

Pasangan calon bupati dan wakil Bupati Malang, Rendra Kresna-Ahmad

Subhan bisa dipastikan akan menduduki kursi Bupati dan Wakil Bupati Malang

Priode 2010-2015, di mana dalam perhitungan cepat (quick count) di berbagai

lembaga survei, pasangan ini merai suara di atas 60 persen. Hasil dari hitungan

cepat Lingkaran survei Indonesia (LSI), Rendra-Subhan unggul 61,63 persen.

Sedangkan M. Geng Wahyudi-Abdul Rahman merai 30,17 persen, dan Agus

Wahyu arifin-abdul Mujib Syadzili mendapat 8,20 persen.

Menurut koordinator laboratorium Ilmu Politik dan Rekayasa Kebijakan

(Lapora) Fisip Universitas Brawijaya Wawan Sobri, mengungkapkan bahwa

modal suara dalam pemilihan legislatif kekuatan Geng-Rahman tidak bisa

dimanfaatkan secara utuh. Modal suara itu menyusut loyalitas yang terbentuk

bertahun-tahun luntur. Salah satu pemicunya karena figur yang diusung kurang

kuat dibandingkan dengan figur yang diusung oleh koalisi Golkar, Demokrat,

5

(18)

8

PKS dan PPP yakni Rendra-Subhan. Artinya, sosok Geng Wahyudi tak begitu

diminati masyarakat dibandingkan sosok Rendra. Padahal modal suara PDIP dan

PKB dalam pemilu legislatif 2009 mencapai 40,70 persen. Selisihnya tidak terlalu

banyak dibandingkan dengan modal suara koalisi Golkar, Demokrat, PKS dan

PPP yang mencapai 46,05 persen. Kalau karakter sosok yang diusung PDIP dan

PKB bisa mengimbangi sosok Rendra Kresna dan Ahmad Subhan bisa jadi modal

suara legislatif utuh.6

Dari ulasan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwasanya

kemenangan pasangan calon Rendra Kresna dan Ahmad Suhban didapat

berdasarkan dua faktor yaitu pertama, pasangan Rendra dan Subhan di usung oleh

empat partai besar yang berkoalisi, kedua pasangan Rendra Kresna dan Ahmad

Subhan memiliki figur dan popularitas yang baik di mata masyarakat kabupaten

Malang.

Kita cukup sulit memprediksi arah dan kebijakan seorang kepala daerah.

Sebab, hal-hal seperti itu akan lebih ditentukan faktor kekuasaan jangka pendek

dan konstelasi politik lokal, seperti saham parpolyang mengusung kepala daerah

itu. Kondisi ini akhirnya juga akan menyulitkan sinkronisasi kebijakan dan

konsolidasi pemerintahan di daerah serta pusat dan daerah. Sebab, peta politik

kekuasaan akan berbeda di setiap daerah.

Koalisi tentu menginginkan terciptanya suatu pemerintahan yang kuat

sehingga semua program-program yang direncanakan oleh pemerintah terlaksana

dengan lancar. Tetapi terkadang kenyataan tidak sesuai yang diharapkan semula.

6

(19)

9

Ada beberapa partai yang merupakan pendukung koalisi kabinet (pendukung

pemerintah) tetapi ternyata dia tidak mendukung pemerintah ketika berada di

parlemen. Secara logika saja, bahwa suatu partai yang merupakan penyokong

pemerintah tentu nya harus mendukung pemerintah itu sendiri ketika pemerintah

mengeluarkan suatu kebijakan. Tetapi, pada kenyataannya ada partai yang tidak

malah menjegal pemerintah itu sendiri di parlemen.

Penjegalan kebijakan di parlemen oleh partai pendukung pemerintah

tersebut disertai dengan alasan-alasan tertentu. Suatu kebijakan pemerintah

apabila dinilai oleh suatu partai itu bakal mendongkrak citranya di masyarakat dan

kebijkan tersebut merugikan rakyat, maka partai yang mendukung koalisi Kabinet

bakal menjegal pemerintah ketika di parlemen. Misalnya saja PKS yang

mendukung koalisi kabinet pemerintah SBY tetapi dalam kasus Century kemarin

malah mendukung penggunaan hak angket oleh DPR. Seharusnya PKS sebagai

partai pendukung cabinet tentu menolak penggunaan hak anget tersebut, seperti

yang dilakukan oleh Partai Demokrat dan PAN.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian permasalahan dalam latar belakang di atas, penulis

memberikan batasan permasalahan agar penelitian terarah secara sistematis dan

memperoleh gambaran yang jelas, Oleh sebab itu, dari berbagai permasalahan

(20)

10

BAGAIMANA PARTAI GOLKAR MENENTUKAN KOALISI DALAM

MEMENANGKAN PILKADA LANGSUNG DI KABUPATEN MALANG.

C. Tujuan Penelitian

Adapun beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui bagaimana pemilihan koalisi partai Golkar

b. Untuk mengetahui persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh partai-partai

politik lain untuk berkoalisi dengan partai Golkar.

c. Untuk mengetahui bagaimana proses pemenangan Koalisi partai Golkar dalam

Pilkada Langsung di Kabupaten Malang 2010.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis

Sebagai referensi bagi mahasiswa FISIP khususnya mahasiswa ilmu

pemerintahan dan memberikan gambaran tentang bagaimana kinerja partai

politik dalam menentukan koalisi.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan

sumbangan dan berguna bagi masyarakat umum, instansi, baik yang berada

di pemerintahan birokrat, mengenai Koalisi Partai Politik Dalam

(21)

11

E. Definisi Konseptual

Defenisi konseptual adalah unsur atau bagian penting dalam penelitian dan

merupakan defenisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara

abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena yang alami.7

Defenisi konseptual ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan tentang

makna arti dari kalimat yang ada dalam permasalahan yang disajikan. Sehingga,

dengan adanya penegasan arti tersebut akan mempermudah dalam memahami

maksud kalimat yang tercantum dalam penelitian.8

1. Partai Politik

Secara teoritis partai politik merupakan penyaluran bagi setiap

kepentingan rakyat. Partai politik selain sebagai organisasi yang bertujuan untuk

memperoleh dan merebut kekuasaan dalam suatu negara, partai politik juga

merupakan media atau sarana bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya

kepada pemerintah yang berkuasa. Selain itu melalui parpol itu sendiri masyarakat

dapat terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses

pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik. Hal ini sesuai dengan arti, peran

dan fungsi yang dimiliki oleh partai politik dalam suatu negara khususnya

Indonesia seperti yang dikemukakan oleh Miriam Budiardjo yang mengemukakan

bahwa:

“Partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita

7

Singarimbun, Masri. 1982. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Halaman: 17. 8

(22)

12

yang sama. Tujuan kelompok ini ialah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksaan mereka. 9

Sementara itu Koirudin menambahkan bahwa:

“Partai poltik pada umumnya didefinisikan sebagai organisasi artikulatif yang terdiri atas pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada persoalan kekuasaan pemerintah dan bersaing guna memperoleh dukungan rakyat untuk menempati kantong-kantong kekuasan politik.10

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua pendapat tokoh diatas yaitu

keberadaan partai politik dalam suatu negara tidak hanya dimaknai sebagi

organisasi yang bertujuan untuk memperoleh dan memperebutkan kekuasan

semata. Tetapi yang terpenting ialah bagaimana mereka mengelola kekuasaan

setelah mereka berhasil memenangkan pemilu, terutama yang terkait dengan

kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan oleh para tokoh partai setelah mereka

duduk dilembaga legislatif maupun eksekutif.

Disamping itu, salah satu hal yang menjadi penting bagi sebuah partai

politik adalah identitas atau karakteristik sebagai ciri dari sebuah partai, sehingga

semua orang bahkan partai politik yang lain dengan mudah menemukan dan

menentukan partai tersebut.

2. Koalisi

Secara harfiah pengertian koalisi adalah penggabungan. Koalisi

merupakan kelompok individu yang berinteraksi yang sengaja dibentuk secara

independen dari struktur organisasi formal, terdiri dari keanggotaan yang

dipersepsikan saling menguntungkan, berorientasi masalah/isu, memfokuskan

9Miriam Budardjo, 1999; 160

(23)

13

pada tujuan (pengaruh pada pihak-pihak) di luar koalisi, serta memerlukan aksi

bersama para anggota.11

Secara garis besar, berdasar jenisnya, koalisi dapat dikelompokkan

menjadi tiga macam, yaitu:

 Koalisi potensial, yaitu suatu keadaan di mana terdapat kepentingan yang

muncul, bisa menjadi koalisi jika tindakan kolektif diambil. Koalisi ini dibagi

lagi menjadi dua, yaitu Latent (belum terbentuk menjadi koalisi aktif) dan

Dormant (terbentuk sebelumnya, tapi sudah tak aktif).

 Koalisi aktif (operating), yaitu koalisi yang sedang berjalan. Koalisi ini dibagi

menjadi dua, yaitu koalisi mapan (established) dan koalisi temporer

(temporary). Koalisi mapan merupakan koalisi yang aktif, relatif stabil, dan

berlangsung dalam rentang waktu tak terbatas. Sedangkan koalisi temporer

adalah koalisi yang dientuk untuk jangka pendek, fokus pada isu tunggal.

 Koalisi berulang (recurring), yaitu koalisi temporer yang berlanjut karena isu

belum terpecahkan. 12

Suatu koalisi dapat terbentuk melalui berbagai cara, yaitu:

 Bermula dengan satu pendiri (founder)

 Dengan menambahkan satu anggota sekali waktu

 Mencapai massa kritis (critical mass)

 Mengajak yang paling lemah untuk mendukung (weak ties can be strong)

11

http://danisugiri.wordpress.com/2009/06/26/aspek-koalisi-dalam-pemilu/

(24)

14

 Membentuk diam-diam dan membubarkan secepatnya.

Dalam khazanah politik, koalisi meruapakan gabungan dua partai atau

lebih dengan tujuan untuk membentuk secara bersama satu pemerintahan. Koalisi

merupakan suatu keniscayaan, yang tak bisa dihindari di dalam proses politik

bangsa yang menganut sistem multipartai. Ada banyak alasan bagi partai politik

melakukan koalisi. Alasan koalisi lantas dikualifikasi menjadi dua bagian utama

yakni koalisi taktis dan koalisi strategis.

Koalisi taktis dibangun tidak untuk memenuhi kepentingan visi dan

ideologis dari partai politik yang bergabung. Koalisi ini dibangun tidak

berdasarkan pada asas keseimbangan sehingga sangat terlihat dominasi kekuasaan

berada dan ditentukan oleh partai politik yang lebih besar. Motivasi berkoalisi

sangat pragmatis. Menurut Syarif Makhya, pragmatisme bisa dalam bentuk politik

uang (money politics) dan juga politik “dagang sapi” (Lampung Post, 18-2-2008).

Koalisi ini terbangun lebih dikarenakan kentalnya keputusan oligarki elite

kekuasaan tertinggi partai, cenderung menyampingkan aspirasi konstituen partai

di basis massa (Bambang Eka Wijaya, Lampung Post, 19-2-2008). Jangan banyak

berharap terhadap koalisi taktis ini karena koalisi model ini sangat tidak konsisten

untuk berpikir dan bertindak dalam memenuhi harapan-harapan rakyat.

Sedangkan koalisi strategis dibangun guna pemenuhan kepentingan visi dan

ideologi partai politik.

Tujuan dari koalisi strategis biasanya ada dua yakni, pertama adalah

(25)

15

kedua adalah membagi kekuasaan yang adil dan demokratis untuk tujuan

pemenuhan harapan-harapan rakyat. Koalisi strategis terbentuk bukan karena

seorang calon Presiden belum dapat “perahu” tetapi terbentuk atas dasar

kepentingan politik partai secara secara kelembagaan. Dalam koalisi strategis soal

pembagian kekuasaan diputuskan secara bersama-sama dengan anggota koalisi.

Karena koalisi ini dibangun atas dasar nilai-nilai politik yang strategis, maka

terbentuknya pun melalui proses yang sangat hati-hati dan memakan waktu yang

panjang. Maklum saja sebab yang digantungkan oleh koalisi ini bukan soal siapa

yang menjadi Presiden dan siapa yang menjadi wakil Presiden, akan tetapi soal

pemenuhan harapan rakyat (kesejahteraan) setelah memegang tampuk kekuasaan.

Dalam sistem pemerintahan presidensial yang multipartai, koalisi adalah

suatu keharusan untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat koalisi

sendiri untuk membentuk pemerintahan yang kuat (strong), mandiri

(autonomuos), dan tahan lama (durable). Pemerintahan yang kuat bisa diartikan

pemerintah yang mampu menciptakan dan mengimplementasikan kebijakannya

tanpa khawatir mendapat penolakan atau perlawanan di parlemen.

Mengacu pada teori Arend Lijphart, setidaknya terdapat empat teori

koalisi yang bisa diterapkan di Indonesia, yaitu:

1. Minimal winning coalition, di mana prinsip dasarnya adalah maksimalisasi

kekuasaan. Dengan cara sebanyak mungkin memperoleh kursi di kabinet dan

(26)

16

2. Minimum size coalition, partai dengan suara terbanyak akan mencari partai

yang lebih kecil untuk sekadar mencapai suara mayoritas.

3. Bargaining proposition, yakni koalisi dengan jumlah partai paling sedikit

untuk memudahkan proses negosiasi.

4. Minimal range coalition, di mana dasar dari koalisi ini adalah kedekatan pada

kecenderungan ideologis untuk memudahkan partai-partai dalam berkoalisi dan

membentuk kabinet. 13

Dalam teori ekonomi politik yang dikembangkan M. Olson mengenai

“logika tindakan kolektif ” (The Logic of Collective Action), tindakan kolektif

untuk mencapai tujuan bersama lebih efektif dilakukan dalam kelompok relatif

kecil dan homogen, daripada kelompok yang besar dan beragam. Begitu pula

dalam koalisi partai politik, jarang sekali koalisi luas atau koalisi besar. Dalam

banyak kasus, partai politik lebih suka membentuk koalisi terbatas yang lebih

efektif mencapai tujuan bersama, kepentingan partai, dan individunya, dan dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Koalisi juga dapat dikelompokkan secara garis besar menjad dua

kelompok, yaitu koalisi yang tidak didasarkan atas pertimbangan kebijakan

(policy blind coalitions) dan koalisi yang didasarkan pada preferensi tujuan

kebijakan yang hendak direalisasikan (policy-based coalitions).

Bentuk koalisi kelompok pertama menekankan prinsip ukuran atau

jumlah kursi di parlemen, minimal winning coalition dan asumsi partai bertjuan

office seeking” (memaksimalkan kekuasaan). Bentuk koalisi seperti ini loyalitas

(27)

17

peserta koalisi sulit terjamin dan sulit diprediksi. Sementara koalisi kelompok

kedua menekankan kesamaan dalam preferensi kebijakan, minimal conected

coalition (terdiri dari partai-partai yang sama dalam skala kebijakan dan

meniadakan patner yang tidak penting), dan asumsi koalisi partai, bertujuan

policy seeking”, yaitu mewujudkan kebijakan sesuai kepentingan partai. Bila

koalisi seperti ini terbentuk, maka loyalitas peserta koalisi partai akan terbentuk,

karena diikat oleh kesamaan tujuan kebijakan.

3. Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung

Dalam negara yang menganut demokrasi sebagai sistem politiknya, ada

beberapa pilar penting yang harus ditegakkan, diantaranya adalah adanya

pelembagaan politik yang terwujud dalam partai politik dan adanya mekanisme

rekrutmen politik yang terwujud dalam pemilihan umum (Pemilu). Pemilu

dibutuhkan sebagai media untuk melakukan rotasi kekuasaan di pemerintahan,

media pelembagaan konflik, sarana untuk menyalurkan aspirasi rakyat, dan juga

sebagai sarana untuk menyeleksi orang-orang yang akan duduk di

lembaga-lembaga pemerintahan.14

Jika Pemilu lazimnya digunakan sebagai proses politik untuk memilih

pemimpin nasional pada tataran negara, maka pemilihan kepala daerah merupakan

upaya untuk mewujudkan demokrasi di tingkat lokal melalui pemilihan

pemimpin-pemimpin daerah secara langsung oleh masyarakat. Mekanisme

pemilihan kepala daerah secara langsung adalah sebuah media untuk melakukan

14

(28)

18

rekruitmen politik terhadap orang-orang yang dianggap mempunyai kompetensi,

konstituensi, dan integritas guna memimpin daerah. Pemilihan kepala daerah

secara langsung merupakan cerminan sistem demokrasi langsung dimana

masyarakat diberikan kesempatan untuk menyalurkan aspirasinya melalui

pemberian suara dalam menentukan pilihan terhadap orang-orang yang dipercaya

sebagai pemimpin di daerah.15

Secara normatif, berdasarkan UU. Nomor 12 tahun 2008 tentang

Pemerintah Daerah pasal 56 ayat (1) disebutkan bahwa kepala daerah dan wakil

kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara

demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Dengan demikian, dapat kita lihat bahwa kepala daerah dan wakil kepala dalam

pemilihannya dilakukan secara langsung oleh masyarakat melalui proses

pemilihan kepala daerah.

F. Defenisi Operasional

Adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan

karakteristik-karakteristik variabel tersebut.16 Dalam penelitian ini terkait dengan

judul “Koalisi Partai Politik Dalam Proses Pemenangan Pilkada” (Study Koalisi

DPD Partai Golkar Kabupaten Malang dalam Pilkada Langsung Tahun 2010)

indikasinya dapat di rumuskan sebagai berikut:

a. Bagaimana gambaran partai politik peserta koalisi pasangan calon:

- Visi-misi partai politik

15

Karim, Abdul Gaffar. (Ed.). Loc. Cit. Halaman: 234 16

(29)

19 - Perolehan suara dan kursi di DPR

- Jumlah Partai yang bergabung dalam koalisi

b. Apa pertimbangan partai Golkar dalam melakukan koalisi

- Kesamaan Ideologi

- Besarnya perolehan suara

- Basis dukungan

- Figur dan Popularitas Pasangan calon

G. Metode Penelitian

Metode penelitian dapat diartikan sebagai prosedur atau rangkaian cara

yang sistimatik dalam menggali kebenaran ilmiah17

a. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis memilih metode penelitian kualitatif

deskriptif yaitu dengan melakukan penggambaran dan menguraikan keadaan

yang sebenarnya terjadi berdasarkan fakta dan berusaha mencari jalan

pemecahnya. Penelitian deskriptif dimaksud untuk eksplorasi dan klarifikasi

mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan mendiskripsikan

sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.

17

(30)

20

Penelitian deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian status suatu

kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi pada masa sekarang tujuannya

adalah membuat deskripsi, gambaran atau lebih secara sistematis, akurat

mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang

diselidiki sehingga diperoleh gambaran, dan analisis tentang bagaimana Partai

Politik dalam memenangkan pilkada.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi adalah tempat dimana peneliti mampu menangkap fenomena

yang akan diteliti dan harus dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan

tujuan penelitian. Dengan relevansi data yang akan dibutuhkan berkenaan

dengan koalisi partai politik dalam pemenangan pilkada. Penelitian ini

dilakukan dikantor DPD Partai Golkar Kabupaten Malang.

c. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode purposive sampling

yaitu peneliti memilih informan yang dianggap mengetahui dan memahami

permasalahan yang akan diteliti secara mendalam dan dapat dipercaya menjadi

sumber data yang tepat.

Adapun subyek penelitian yang akan diambil adalah:

Kepala DPD Partai Golkar Kabupaten Malang

Kepala Seksi Humas DPD Partai Golkar Kabupaten Malang

Anggota Partai Golkar Kabupaten Malang (3 orang)

(31)

21

Dalam penelitian ini sumber data yang peneliti gunakan adalah:

a. Data Primer

Adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumber-sumber,

pihak-pihak yang menjadi obyek penelitian ini antara lain data yang didapat

langsung di lapangan yaitu kantor DPD Partai Golkar Kabupaten Malang.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari arsip-arsip atau

dokumen yang ada terutama yang berkenaan dengan arsip-arsip laporan,

buku-buku literature, majalah, internet dan data-data yang menunjang.

I. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk diperoleh

atau mengumpulkan data sebaik-baiknya dan diolah serta dianalisa sesuai

dengan kerangka metode penelitian.

a. Observasi

Adapun yang dimaksud dengan metode observasi adalah suatu teknik

pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan

terhadap objek penelitian. Oleh karena itu dalam penelitian ini observasi

digunakan untuk melakukan pengamatan mengenai koalisi partai politik.

b. Wawancara

Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan

(32)

22

melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang dapat memberikan penjelasan

yang berkaitan dengan penelitian yang akan diteliti.

c. Dokumentasi

Adalah laporan dari kejadian-kejadian yang berisi

pandangan-pandangan serta pemikiran-pemikiran manusia yang lalu, dokumen tersebut

secara sadar ditulis untuk tujuan komunikasi dan transfusi keterangan.18

Teknik ini dapat dilakukan dengan menggunakan cara mendapatkan

dokumen-dokumen atau arsip-arsip data, gambaran-gambaran tabel data, dan

lain-lain yang ada hubungannya dengan penelitian.

Dalam penelitian ini, data yang dieperoleh dari dokumen berasal dari

kantor DPD Partai Golkar Kabupaten Malang dan membaca serta mempelajari

buku-buku litelature, peraturan-peraturan perundang-undangan yang masih

berlaku yang ada kaitannya dengan masalah yang akan diteliti.

J. Teknik Analisis Data

Proses analisa data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari

berbagai sumber baik sumber primer maupun sumber sekunder. Pada dasarnya

tujuan dari analisa data di dalam suatu penelitian ialah untuk menggambarkan

fakta hasil penelitian sehingga menjadi data yang mempunyai makna serta

muda dipahami dan diinterpretasikan.

Adapun analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

“deskriptif kualitatif” yaitu analisa yang berfungsi menggambarkan

18

(33)

23

permasalahan dengan memusatkan pada pemecahan masalah secara kualitatif.

Adapun tahapan analisanya adalah:

a. Reduksi Data

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mempertegas,

memperpendek, membuat fokus, membuang hal yang tidak penting dan

mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

Reduksi data berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung.

b. Display Data

Display data adalah rakitan organisasi informal yang memungkinkan

kesimpulan dapat dilakkan dengan meliputi gambar atau skema, jaringan kerja

berkaitan dengan kegiatan kedalam tabel. Dengan demikian maksud peneliti

melakkan display data bertujuan untuk menyajikan data yang berkaitan ke

dalam tabel sesuai dengan data yang diperoleh.

K. Pengambilan Keputusan

Setelah seluruh data terkumpul, baik melalui observasi, wawancara dan

dokumentasi, selanjutnya perlu diolah dan dianalisis untuk menjawab

penelitian. Untuk menjawab rumusan masalah diatas penulis menggunakan

analisa data kualitatif deksriptif, pada penelitian ini tidak bermaksud untuk

menghubungkan variabel satu dengan variabel yang lainnya. Maksud utama

adalah untuk memberikan gambaran, mendeksripsikan keadaan obyek atau

(34)

24

pencandraaan secara sistematis paktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan

sifat-sifat populasi daerah tertentu.

Berpedoman pada tipe penelitian deskriptif, dimana setelah data

berkumpul, proses selanjutnya adalah menyederhanakan melalui beberapa

proses, baik pencatatan, pengetikan, penyutingan dan alih tulis untuk dibaca

dan dipahami dalam upaya mencari jawaban atas permasalahan yang

dirumuskan. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitiatif

artinya data yang diperoleh dilakukan pemaparan serta mendalam dengan

harapan dapat menarik kesimpulan/ verifikasi darisuatu kegiatan yang utuh

(35)

Referensi

Dokumen terkait

Published by the University of Lampung Press ISBN: 978-602-8616-33-l.. Wtbowo' Department of Plalrt Protection, Faculty of. Agriculture, University of Lanpung, Jl. Proi

Pada zaman kekuasaan Kompeni, kabuyutan berada di wilayah kacutakan (wilayah adminstratif setingkat distrik). Beralihnya kekuasaan Belanda di Nusantara, dari Kompeni

Hasil pengukuran waktu dan arus listrik tiap proses dapat menghasilkan total konsumsi energi yang dihabiskan untuk satu kali proses produksi konsumsi energi listrik yang diperlukan

KGK 524 Ketika Gereja merayakan liturgi Adven setiap tahunnya, ia menghadirkan kembali pengharapan di jaman dahulu akan kedatangan Mesias, sebab dengan mengambil

Unit Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disingkat unit LPSE adalah unit yang melayani proses pengadaan Barang/Jasa secara elektronik di lingkungan Badan

Artinya di luar program pelepasliaran orangutan yang dilakukan BOS Foundation selama ini, terdapat pelepasliaran tiga orangutan lintas provinsi pertama dari Nyaru Menteng di

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (3) dan Pasal 22 ayat (3) Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Dana Bagi Hasil Pajak Daerah dan

Pendekatan Metode Self Organizing Maps (SOM) Untuk Pengelompokkan Zona Musim Kabupaten Ngawi dan Evaluasi Ketepatan Zona Musim dengan Metode General.. Regression Neural