• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian Kota Yogyakarta

4.1.4. Pelaksanaan Intervensi di Kota Yogyakarta

Sesuai dengan kesepakatan bersama, pertemuan koordinasi selama periode pelaksanaan penelitian, dilakukan sebanyak 3 kali dengan agenda yang berbeda-beda. Pertemuan koordinasi ini melibatkan para pemangku kepentingan LKB, yang meliputi tim HIV dan AIDS dari 1 rumah sakit rujukan di Kota Yogyakarta dan 5 puskesmas, LSM, Dinkes Kota Yogyakarta, KPA Kota Yogyakarta dan KDS. Rapat koordinasi yang pertama, dilaksanakan pada tanggal 7 Agustus 2014 bertempat di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Rapat koordinasi ini diorganisir oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, mulai dari pembuatan undangan sekaligus penyebarannya serta pendanaannya. Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta mengambil alokasi dari anggaran diseminasi informasi. Peserta yang hadir dalam rapat koordinasi pertama adalah kepala puskesmas, tim LKB puskesmas dan wakil dari KDS dan LSM. Jumlah total peserta yang hadir sebanyak 35 orang. Agenda pertemuan ini yaitu disain

mekanisme rujukan, SOP sharing data dan MOU layanan di rumah sakit. Mekanisme rujukan ini didiskusikan bersama karena terkait sistem rayonisasi dalam layanan. Gagasan rayonisasi ini sebagai salah satu bentuk terobosan untuk pemerataan layanan, meskipun dalam prakteknya kembali kepada pilihan orang masing-masing yang akan menentukan. Pada era JKN ini, mekanisme rayonisasi ke depan diharapkan tetap memastikan layanan rujukan yang ditunjuk dapat diakses dengan mempergunakan JKN. Ternyata, selama ini mekanisme rujukan yang berjenjang tidak berlaku dengan mempergunakan Jamkesos. Pembagian rayonisasi di Kota Yogyakarta adalah:

• Rumah Sakit Panti Rapih : Puskesmas Tegalrejo, Puskesmas Jetis, Puskesmas

Gondokusuman I dan II.

• Rumah Sakit Bethesda : Puskesmas Mergangsan, Puskesmas Gedong Tengen,

Puskesmas Pakualaman, Puskesmas Danurejan I dan II.

• PKU : Puskesmas Umbulharjo, Puskesmas Ngampilan, Puskesmas Kraton, dan

Puskesmas Gondokusuman.

• RSUD Kota Yogyakarta : Puskesmas Mantrijeron, Puskesmas Umbulharjo I,

Puskesmas Umbulharjo II, Puskesmas Kotagede I dan II.

Agenda kedua dalam pertemuan koordinasi pertama ini adalah perlunya surat perjanjian kerjasama yang salah satu isinya mengatur mengenai jam operasional layanan. Untuk semua rumah sakit rujukan, diharapkan dalam satu minggu memberikan layanan dari hari Senin– Sabtu dengan jam layanan dari 07.30 – 13.00 WIB. Sayangnya dalam pertemuan koordinasi ini tidak dihadiri oleh direktur rumah sakit, namun perwakilan dari masing-masing rumah sakit tersebut bersedia untuk menyampaikan hasil kesepakatan tersebut. Dalam pengembangan dan penyusunan surat perjanjian kerjasaman ini, tim peneliti hanya sebagai inisiator awal dan selanjutnya menjadi tanggung jawab Dinkes Kota untuk memastikan terealisasisnya perjanjian kerjasama tersebut.

Rapat koordinasi yang kedua disepakati untuk dilakukan pada bulan September 2014. Akan tetapi ternyata terdapat beberapa kendala dalam pengaturannya, karena kesibukan dari pihak dinas dan puskesmas. Baru pada tanggal 23 Oktober 2014 pertemuan koordinasi yang kedua dapat dilaksanakan di Gedung Perizinan Pemerintah Kota Yogyakarta. Pembiayaan

pertemuan koordinasi ini ditanggung oleh KPA Kota Yogyakarta dan PKMK FK UGM. Agenda pertemuan koordinasi kedua ini adalah memastikan hasil kesepakatan dalam bentuk

perjanjian kerjasama untuk kemudian menjadi acuan bagi optimalisasi pelaksanaan LKB di Kota Yogyakarta. Selain itu, melihat perkembangan cakupan dari masing-masing fasyankes primer dan sekunder setelah proses intervensi berjalan khususnya untuk memonitor dan

mencermati data baseline dari masing-masing layanan setiap bulannya. Ada temuan

mengenai lemahnya pelaporan dan pencatatan data cakupan, meskipun sudah ada SIHA. Seringkali masih terjadi salah persepsi dalam mengisi formulir SIHA, sehingga cakupan layanan banyak yang tidak tercatat. Kondisi ini membuktikan bahwa diperlukan peningkatan kapasitas tenaga RR untuk memastikan mereka memahami informasi-informasi yang penting untuk dimasukkan dalam format SIHA dan peningkatan kapasitas dalam hal pengelolaan data.

Pada pertemuan koordinasi ketiga, salah satu agenda prioritas yang didiskusikan adalah setiap puskesmas, dinas kesehatan dan rumah sakit rujukan diminta untuk menyajikan hasil

cakupan layanan pada bulan Oktober 2014 dan diperbandingkan dengan data baseline,

untuk melihat capaian cakupan. Pertemuan koordinasi ketiga ini dilakukan pada tanggal 19 November 2014 dan dihadiri oleh 21 Peserta. Agenda lain yang dibahas dalam pertemuan

koordinasi ini adalah update perkembangan penyusunan dan penandatanganan perjanjian

kerjasama dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Para peserta mensepakati bahwa perjanjian kerjasama yang disusun perlu ditingkatkan menjadi bentuk kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan rumah sakit terkait dengan mekanisme rujukan,

sharing data dan informasi serta jam layanan. Dalam proses finalisasi surat perjanjian tersebut, meskipun secara substansi sudah sepakat, penyesuaian dari aspek kebahasaan perlu dilakukan terlebih dahulu. Melalui biro hukum yang ada di Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan rumah sakit, surat perjanjian kerjasama tersebut direvisi sesuai dengan yang diinginkan. Untuk mempercepat proses finalisasi, pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan jemput bola dengan mendatangi rumah sakit yang belum memberikan tanggapannya atas surat perjanjian kerjasama tersebut. Dalam proses ini, perwakilan rumah sakit yang menghadiri pertemuan koordinasi sebelumnya telah memberikan informasi awal perihal kesepakatan ini. Dengan demikian pihak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dapat

secara langsung berdiskusi dengan direktur rumah sakit terkait dengan isi surat perjanjian kerjasama tersebut dan juga implikasinya pada layanan di rumah sakit.

Pada sesi presentasi mengenai perkembangan cakupan layanan VCT, PITC dan IMS masing- masing puskesmas, rumah sakit rujukan dan Dinas Kesehatan Kota, periode sebelum dan sesudah intervensi (Mei–Oktober 2014), menunjukkan pola kemiripan sebagai berikut:

• Kecenderungan cakupan terlihat fluktuatif sebelum dan sesudah intervensi.

Menurunnya cakupan ini terjadi karena pada saat itu rumah sakit dalam keadaan pasif. Adanya layanan LKB di satu sisi menyebabkan layanan menjadi menyebar, tidak terkonsentrasi ke layanan yang sudah lama memberikan layanan HIV dan AIDS, seperti Puskesmas Gedong Tengen dan Puskesmas Umbul Harjo I.

• Kecenderungan kenaikan cakupan layanan di beberapa puskesmas, salah satunya

dipengaruhi oleh keaktifan dan kerjasama dari LSM dan mobile klinik.

• Kasus loss of follow up cukup tinggi seperti yang disampaikan oleh Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Disebutkan bahwa dari 112 kunjungan pasien yang memeriksakan diri, 100 diantaranya memenuhi syarat untuk ART, 53 orang loss of follow up (sekitar 50 %), sementara yang taat (adherent) sebanyak 25-26 orang per bulan.

Dalam diskusi mengenai perkembangan cakupan layanan, ada beberapa isu yang juga muncul dan menjadi perbincangan, yaitu :

• Terdapat perbedaan angka antara yang dicatat secara manual dengan format SIHA.

Seperti yang dialami oleh Puskesmas Tegalrejo dan sebagian puskesmas yang lain.

• Ketersediaan logistik untuk reagen tes HIV dan obat secara umum mencukupi kecuali

di RS Panti Rapih. Rumah Sakit Panti Rapih masih kekurangan untuk obat ARV dan reagen tes HIV 2 dan reagen tes HIV 3. Sementara di RSUD Kota Yogyakarta justru mengalami kelebihan obat dan ditawarkan kepada yang mengalami kekurangan.

• Di Puskesmas Mantrijeron untuk pemberian kondom ke anak usia remaja tidak

diberikan dengan alasan khawatir disalahgunakan. Padahal dalam pencegahan penyakit menular seksual hingga ke penularan HIV, pemberian kondom justru penting untuk dilakukan.

Pertemuan koordinasi ini juga membahas mengenai kegiatan evaluasi pasca pelaksanaan intervensi. Evaluasi ini dilakukan untuk melihat perubahan yang terjadi sejak sebelum dan sesudah intervensi. Perubahan yang dilihat meliputi tingkat perubahan cakupan layanan, perubahan kualitas layanan dan tingkat kepuasan pasien. Agenda terakhir dari pertemuan koordinasi ini adalah penyelesaian dan rencana sosialisasi perjanjian kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota Yogyakatta dan rumah sakit rujukan. Poin-poin kesepakatan dalam diskusi ini adalah :

1. Dinas Kesehatan Kota yang bertanggung jawab dalam penyelesaian Surat Perjanjian

Kerjasama ini hingga ke penandatanganannya dan rencana sosialisasinya.

2. Rumah sakit bertanggungjawab menyelesaikan proses penandatanganan surat

Perjanjian Kerjasama ini dan mensosisalisasikan ke unit layanan yang ada di rumah sakit.

3. KPA Kota Yogyakarta bertanggung jawab untuk mensosialisasikan Perjanjian

Kerjasama ini ke Anggota KPA Kota Yogyakarta.

4. LSM dan KDS bertanggung jawab untuk mensosialisasikan Perjanjian Kerjasama ini

pada dampingan dan jaringan mereka.

5. Puskesmas bertanggungjawab mensosialisaskan kepada kader puskesmas dan

masyarakat di wilayahnya.

Setelah melalui beberapa proses komunikasi dan diskusi antar berbagai pihak, akhirnya Surat Perjanjian Kerjasama antara Dinkes Kota Yogyakarta dengan 4 rumah sakit rujukan (RS PKU Muhammadiyah, RS Panti Rapih, RS Bethesda dan RSUD Kota Yogyakarta) pada bulan Desember 2014 berhasil ditandatangani sebagai bentuk dari komitmen bersama dalam peningkatan layanan LKB. Perjanjian kerjasama ini berlaku untuk 5 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan.

4.1.4.2.Peningkatan kapasitas SDM pada penyedia layanan

Kegiatan peningkatan kapasitas tenaga medis dan non medis pelaksana LKB di Kota Yogyakarta dilakukan selama 2 hari (14-15 Agustus 2014). Pelatihan diikuti oleh tenaga medis maupun non medis dari 4 rumah sakit dan 5 puskesmas serta 3 LSM dan KDS. Tenaga medis yang mengikuti pelatihan terdiri dari dokter, perawat dan bidan, sementara untuk

tenaga non medis terdiri dari petugas RR, laborat/analis, tenaga penjangkau dari LSM, pendamping ODHA dan kader kesehatan. Jumlah peserta yang mengikuti pelatihan ini sebanyak 43 orang (24 orang merupakan tenaga medis dan 19 orang merupakan tenaga medis).

Materi pelatihan ini meliputi konsep LKB, materi HIV, materi IO, obat ARV dan efek samping ART, manifestasi HIV pada kulit, rujukan, epidemi HIV serta gizi bagi ODHA. Narasumber pelatihan ini merupakan tenaga ahli LKB yang berasal dinas kesehatan, puskesmas, rumah sakit, KPA Kota Yogyakarta dan PKMK FK UGM. Selama 2 hari pelaksanaan pelatihan ini, para peserta cukup antusias dan konsisten mengikutinya, meskipun pada hari kedua ada peserta yang berganti. Hal ini nampak dari tingkat partisipasi dalam dialog dan tanya jawab selama pelatihan. Untuk mengukur efektifitas pelatihan ini, tim peneliti melakukan pre dan post test

kepada para peserta serta evaluasi tertulis terkait dengan kegunaan materi dan metode pelatihan yang digunakan.

Hasil pre dan post test menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan secara personal

setelah mengikuti pelatihan. Grafik di bawah ini menunjukkan peningkatan pengetahuan tersebut :

Grafik 22: Hasil pre dan post test untuk tenaga medis

Nilai rata-rata dari pre test adalah 5,4, sementara nilai rata-rata post test adalah 7,1. Terjadi peningkatan nilai sebesar 31%. Ada 2 orang peserta yang tidak mengikuti post test dan ada 3

1,5 6,5 6 7,5 5,8 5,6 5,6 4,6 7,5 5,5 7 7,1 8,2 7 6 8,2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

orang yang mengikuti post test, namun tidak mengikuti pre test. Tingkat pendidikan pasien yang bervariasi membutuhkan tingkat pengetahuan dan perilaku pemberi layanan yang responsif dan memiliki empati kepada korban. Dalam kenyataannya masih terjadi kasus diskriminasi kepada pasien ODHA yang dilakukan oleh tenaga pemberi layanan. Mungkin hal ini disebabkan karena faktor keterbatasan pengetahuan para tenaga kesehatan yang ada.

Grafik 23: Hasil pre dan post test untuk tenaga non medis di Kota Yogyakarta

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan sebesar 23% dari nilai rerata pre test, awalnya sebesar 6,9 menjadi 8,5. Dari 19 orang peserta pelatihan, ada 6 orang yang tidak mengikuti post test. Dari hasil evaluasi tertulis, materi baru yang menarik perhatian para peserta adalah gizi untuk ODHA. Peserta yang mengikuti pelatihan secara utuh selama 2 hari, berhak mendapatkan sertifikat resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta dan PKMK FK UGM dan materi pelatihan peningkatan kapasitas tim LKB.

Dokumen terkait