BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.2. Rekomendasi
1. Kementerian kesehatan perlu mendorong dan mengembangkan komitmen
pemerintah daerah dalam menerapkan LKB sebagai strategi untuk memperkuat prosedur promosi, pencegahan, pengobatan dan perawatan HIV dan AIDS dengan memberikan penekanan yang lebih besar pada aspek pelibatan simpul-simpul layanan dari jaringan pelayanan yang berkesinambungan dan komprehensif. Hal ini bisa dilakukan dengan mendorong kepada daerah (dinas kesehatan dan KPAD) untuk mengembangkan sistem koordinasi yang lebih kuat yang tidak hanya berfokus pada intervensi tertentu saja tetapi harus mencakup semua layanan yang ada di dalam
continuum of care agar bisa menunjukkan keterkaitan, posisi dan peran masing-masing pihak dalam penanggulangan AIDS di daerah itu.
2. Kementerian Kesehatan dan Komisi Penanggulangan AIDS perlu secara khusus
memperhatikan peran daerah dalam desentralisasi kesehatan dimana tanggung jawab pembangunan kesehatan ada di tingkat daerah. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus bersedia melepaskan wewenang administratif dalam penanggulangan AIDS (perencanaan, pembiayaan, pengelolaan SDM/logistif dan informasi strategis) untuk diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai program daerah. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan pada daerah untuk menentukan profil epidemik dan menentukan respon yang diperlukan dengan mengacu pada rencana program AIDS nasional yang telah ditentukan oleh KPAN termasuk Kemenkes.
3. Secara teknis berberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implemntasi strategi LKB
adalah sebagai berikut:
a. Pada tingkat layanan, pelaksanaan koordinasi tidak hanya dalam bentuk
pertemuan tapi lebih pada adanya komunikasi aktif antar layanan agar terjadi
sharing sumber daya, sumber data dan keterampilan di tingkat pelayanan. Komunikasi aktif ini membuka ruang agar layanan dapat menyampaikan kendala yang dihadapi, kebutuhan yang diperlukan serta memungkinkan layanan melakukan inovasi-inovasi program.
b. Dinas Kesehatan sebagai focal point LKB perlu mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan LKB dalam pertemuan koordinasi antar bidang dalam dinas kesehatan untuk sinkronisasi program.
c. Dinas kesehatan dan KPAD perlu secara terbuka melakukan sosialisasi hasil
kesepakatan koordinasi yang dituangkan dalam kesepakatan dinas kesehatan dan rumah sakit dalam upaya penangulangan HIV dan AIDS sebuah wilayah.
d. Dinas kesehatan, KPAD dan rumah sakit perlu melakukan monitoring dan evaluasi
secara rutin terhadap implementasi strategi LKB di wilayahnya untuk melihat perkembangan atau hambatan dalam melaksanakan kerja sama diantara para pemangku kepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Atun, RA, Bennett,S., Duran, A. (2008), When do vertical (stand-alone) programmes have a place in health systems?, WHO, Geneve.
Atun, R., and Bataringaya, J., (2011) Building a Durable Response to HIV/AIDS: Implications for Health Systems. J Acquir Immune Defic Syndr ! Volume 57, Supplement 2, August 1, 2011
Atun R1, Kazatchkine M. 2009. Promoting country ownership and stewardship of health
programs: The global fund experience. J Acquir Immune Defic Syndr. 2009 Nov;52
Suppl1:S67-8.doi:10.1097/QAI.0b013e3181bbcd58.in http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19858945
Coutinho, A., Roxo, U., Epino, H., Muganzi, A., Dorward, E., & Pick, B. (2012). The expanding role of civil society in the global HIV/AIDS response: what has the President’s
Emergency Program For AIDS Relief's role been? Journal of Acquired Immune
Deficiency Syndromes (1999), 60 Suppl 3, S152–7. doi:10.1097/QAI.0b013e31825d0383
Fisher, A.A. John E. Laing, John E. Stoeckel, John W. Townsend (2002). Designing HIV/AIDS intervention studies: an operations research handbook, Population Council
Global Fund (2010), Framework for Operations and Implementation Research in Health and Disease Control Programs, Geneve.
Kennedy, A,. and IJsselmuiden, C. 2008. Country ownership and vertical programmes in health, health information and health research. Bulletin of the World Health Organization Past issues Volume 86, Number 8, August 2008, 577-656 in http://www.who.int/bulletin/volumes/86/8/08-052993/en/ di akses 12-2-2015
Kemkes (2012), Pedoman Penerapan Layanan Komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan Mugavero MJ1, Davila JA, Nevin CR, Giordano TP, From access to engagement: measuring
retention in outpatient HIV clinical care. AIDS Patient Care STDS. 2010 Oct;24(10):607- 13. doi: 10.1089/apc.2010.0086
Mugavero, M. J., Norton, W. E., & Saag, M. S. (2011). Health care system and policy factors influencing engagement in HIV medical care: Piecing together the fragments of a
fractured health care delivery system. Clinical Infectious Diseases, 52.
doi:10.1093/cid/ciq048
Population Council, (2000) Strengthening Reproductive Health Services in Africa through Operations Research. Africa Operations Research and Technical Assistance Project II. Funded by the U.S. Agency for International Development (A.I.D), Office of Population Contract No. CCC-3030-C-00-3008-00
Royston, G (2011), Meeting global health challenges through operational research and management science, Bulletin of the World Health Organization, 89:683–688 , doi:10.2471/BLT.11.086066
UNAIDS/WHO, 2011, The Treatment 2.0 Framework of Action: Catalysing the next phase of Treatment, Care and Support.
SURAT PERJANJIAN
TENTANG
MEKANISME SISTEM RUJUKAN, SHARING SUMBER DAYA
DAN DATA LAYANAN KOMPREHENSIF BERKESINAMBUNGAN
(LKB) HUMAN IMMUNODEFICIENCY SYNDROM /ACQUIRED
IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS) DAN INFEKSI
MENULAR SEKSUAL (IMS) DI KOTA SEMARANG
Nomor :
Pada hari ini Senin tanggal Satu bulan Desember Tahun Dua Ribu Empat Belas, yang tertanda tangan dibawah inimasing-masing :
I. Dokter Widoyono,Magister Of Public Health,
Jabatan Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang berdasarkan Keputusan Walikota Semarang Nomor 821.2/5/2012 tanggal 21 September 2012 tentang Pemberhentian, Pengangkatan/ Penunjukkan dalam jabatan struktural eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang, berkedudukan di Semarang, Jalan Pandanaran nomor 79 Semarang, dalam hal ini bertindak dalam jabatannya sebagaimana tersebut di atas dan selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA
II. Dokter Bambang Wibowo, Spesialis Obstetri Ginekologi (Konsultan) :
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi Semarang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1343/MENKES/SK/VII/2011 tanggal 1 Juli 2011 tentang Pengangkatan, Pemindahan, Pemberhentian dalam dan dari Jabatan Struktural di Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan Dokter Sutomo Nomor 16 Semarang, dalam hal ini bertindak dalam jabatan tersebut di atas untuk dan atas nama Rumah Sakit Umum Dokter Kariadi Semarang,-- ---
Dokter Endang Agustinar Magister Kesehatan :--- Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 821.2/307/2009 tentang Pengangkatan/Penunjukkan dalam Jabatan Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, berkedudukan di Jalan Raya Tugurejo Semarang, dalam hal ini bertindak dalam jabatan tersebut di atas untuk dan atas nama RSUD Tugurejo,Semarang,
Dokter Susi Herawati Magister Kesehatan :--- Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Kota Semarang berdasarkan keputusan Walikota Semarang Nomor 821.2/5/2012 tanggal 21 September 2012 tentang Pemberhentian, Pengangkatan/Penunjukkan dalam Jabatan StrukturalEselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang, berkedudukan di Jalan Fatmawati Nomor 1 Semarang,--- ---
Dokter Susetyo, Spesialis Anak :--- Direktur Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarangberdasarkan Surat Keputusan Pengangkatan Sebagai Direktur Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Periode tahun 2012 – 2017 Nomor 1827-Ps/PU.RS.PWC/VI/2012 tanggal 30 Juni 2012, berkedudukan di Jalan Citarum Nomor 98 Semarang, dalam hal ini bertindak dalam jabatan tersebut di atas untuk dan atas nama RS Panti Wilasa Citarum Semarang,- ---
Dokter E. Nindyawan W.A, Spesialis Bedah, FINACS :--- -
Direktur Utama Rumah Sakit St. Elisabeth Semarang berdasarkan Surat Keputusan Direktur Nomor
020/Dirut.RSE/YRSE-Pers/XII/13 tentang Pengangkatan
Direktur Utama Rumah Sakit Elisabeth terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014 – 31 Desember 2016.
Dokter Masyudi A.M,Magister Kesehatan :--- -
Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf
Sultan Agung Nomor 018/SK/YBWSA/II/2014 tentang
Sultan Agung Masa Bakti Tahun 2014-2018 berkedudukan di Jalan Raya Kaligawe Kilometer 4 Semarang, dalam hal ini bertindak dalam jabatan tersebut di atas untuk dan atas nama Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang,--- ---
Dokter A.A.Sagung Sri Rika Puniawati :--- Kepala Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor
821.2/262/ 2014, tanggal 10 Maret 2014 tentang
Pengangkatan Kepala Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang, berkedudukan di Jalan KH Ahmad Dahlan Nomer 39 Semarang, dalam hal ini bertindak dalam jabatan tersebut di atas untuk dan atas nama Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah Semarang,--
Selanjutnya dalam Perjanjian Kerjasama yang disebut PIHAK KEDUA KEDUA BELAH PIHAK bersepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerjasama Mekanisme Sistem Rujukan Pasien dan sharing sumberdaya dan data terkait HIV/AIDS dan IMS ( Infeksi Menular Seksual) di Kota Semarang yang mendasarkan kepada :
1. Undang-undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456);
3. Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial;
4. Undang-undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
5. Permenkes Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor21
Tahun 2013 Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS;
6. Permenkes Nomor 340/MENKES/PER/III/2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit
7. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No 5 tahun 2009 tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS; (lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 No 5, tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah No 22)
8. Peraturan Gubernur Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 72 Tahun
2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda No 5 tahun 2009 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
9. Peraturan Daerah Kota Semarang No 4 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
PASAL 1 PENGERTIAN
1.Mekanisme Sistem Rujukan Pasien adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
2.Pelayanan vertikal adalah pelayanan rujukan berjenjang yang dimulai
dari kader/LSM (lembaga Swadaya Masyarakat) ke fasyankes (fasilitas pelayanan kesehatan) primer, dari fasyankes primer ke fasyankes sekunder, dari fasyankes sekunder ke fasyankes tersier atau sebaliknya.
3.Pelayanan horizontal adalah layananan antar fasyankes primer atau
antar fasyankes sekunder.
4.Pelayanan rujukan adalah rujukan rawat jalan dan rawat inap untuk
pasien HIV/AIDS dan atau IMS yang dilakukan berdasarkan indikasi medis disertai dengan surat rujukan.
5.Pelayanan rujukan balik adalah merujuk balik pasien dari Fasyankes
Tersier ke Fasyankes Sekunder, Fasyankes Sekunder ke Fasyankes Primer, dari FasyankesPrimer ke kader/LSM
6.Sharing sumber daya adalah saling memberikan dan atau meminta
sumber daya logistik
7.Sumber daya logistik adalah alat dan atau bahan yang diperlukan baik
untuk diagnosis maupun pengobatan HIV dan IMS, yang meliputi :
a) Anti Retroviral (ARV) adalah pengobatan untuk perawatan infeksi
oleh retrovirus, terutama HIV.
b) Reagen test HIV ( Human Immunodeficiency Syndrome )
c) Reagen diagnostik IMS ( Infeksi Menular Seksual )
8.Mekanisme sistem Rujukan Pengetahuan dan Ketrampilan adalah
kegiatan peningkatan pengetahuan dan/atau ketrampilan SDM pengelola program layanan HIV/AIDS dan IMS dengan cara magang, menyelenggarakan pelatihan atau alih ilmu/tehnologi dari fasyankes yang memiliki ilmu/ketrampilan/sarana yang lebih baik ke fasyankes lain yang masih belum mencukupi/kurang.
9.Sharing dan akses data adalah saling memberikan dan atau meminta
data terkait layanan, cakupan, dan logistic untuk informasi medis pasien terkait HIV/AIDS dan atau IMS.
10.Datalayanan komprehensifberkesinambunganadalah:
b) Jumlah PITC (Provider Initiated Testing and Counseling)
c) Jumlah ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)
d) Jumlah kasus IMS ( Infeksi Menular Seksual )
e) Jumlah pasien yang mengakses ARV(Anti Retroviral)
f) Jumlah Kasus IO (Infeksi Opportunistik)
g) Jumlah Kasus loss to follow up/ retensi
h) Jumlah pasien yang dirujuk dari layanan primer
i) Jumlah dampingan LSM yang dirujuk ke fasyankes sekunder.
j) Jumlah pasien yang dirujuk balik.
k) Jumlah penerimaan dan pemakaian ARV, Obat IO, Reagen test HIV
11. Fasilitas layanan tingkat pertama (primer adalah) adalah peraktik
perorangan dokter/dokter gigi dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan tingkat pertama, yakitu; dokter keluarga, klinik, puskesmas, dan jejaring Puskesmas meliputi Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu, Pos Kesehatan Desa Poskesdes), dan Pondok bersalin Desa (Polindes)
12. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
13. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan (perawat dan atau bidan) dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (dokter, dokter spesialis, dokter gigi atau dokter gigi spesialis).
14. Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan
pelayanan primer yang komprehensif, kontinu, mengutamakan pencegahan, koordinatif, mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dilandasi ketrampilan dan keilmuan yang mapan
15.Fasyankes sekunder adalah Rumah Sakit Umum Kelas B harus
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan 2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Rumah Sakit Umum Kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayananmedik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat)Pelayanan Spesialis Penunjang Medik.dan Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayananmedik paling sedikit 2 (dua) Pelayanan Medik Spesialis Dasar.
16.Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)adalah Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Propinsi atau Pusat yang menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya
Kesehatan Perorangan (UKP) strata kedua di bidang kesehatan paru di wilayah kerjanya BKPM sebagai UPT Dinas Kesehatan Kab/Kota
17.Fasyankes tersier adalah Rumah Sakit Umum Kelas A harus
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayananmedik paling sedikit 4 (empat) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) PelayananSpesialis Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan 13(tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis.
PASAL 2
MAKSUD DAN TUJUAN
(1)Maksud perjanjian ini adalah melaksanakan dan/atau
menyelenggarakan kerjasama antara Dinas Kesehatan Kota Semarang dan Rumah Sakit dalam rangka memberikan layanan rujukan, sharing sumber daya dan data terkait HIV/AIDS dan IMS yang ada di Kota Semarang;
(2)Tujuan Kesepakatan ini adalah untuk meningkatkan kinerja yakni;
akses, cakupan, kemerataan dan keberlanjutan Layananan Komprehensif HIV –IMS Berkesinambungan di Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Semarang
PASAL 3
RUANG LINGKUP KERJASAMA Ruang lingkup kerja sama meliputi:
1. Mekanisme Sistem Rujukan Pasien
2. Mekanisme Sistem Rujukan Pengetahuan
3. Sharing sumber daya dan data terkait HIV/AIDS dan IMS
PASAL 4
HAK DAN KEWAJIBAN
Dalam menjalankan perjanjian ini kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:
a. Melakukan verifikasi atas mekanisme layanan pasien HIV/AIDS dan/atau IMS pada PIHAK KEDUA
b. Memperoleh laporan layanan dan cakupan layanan yang
diberikan pada pasien HIV/AIDS dan/atau IMS dari PIHAK KEDUA
c. Memberikan sertifikasi dan atau piagam penghargaan pada
PIHAK KEDUA sebagai rumah sakit yang ramah layanan pasien ODHA
2. HAK PIHAK KEDUA
a. Mengikuti penyelenggaraan peningkatan kapasitas SDM yang
dilaksanakan oleh PIHAK PERTAMA
b. Memperoleh sertifikasi dan atau piagam penghargaan dari
PIHAK PERTAMA sebagai rumah sakit yang ramah layanan pasien HIV/AIDS dan IMS sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. KEWAJIBAN PIHAK PERTAMA
a. Memfasilitasi PIHAK KEDUA untuk meningkatkan layanan
kesehatan bagi pasien HIV/AIDS dan atau IMS sesuai dengan prosedur yang berlaku
b. Melakukan bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi sistem
rujukan pasien HIV/AIDS dan IMS yang diberikan oleh PIHAK KEDUA
4. KEWAJIBAN PIHAK KEDUA
a. Merencanakan dan Melaksanakan sistem rujukan, , sharing
dan akses sumber daya terkait layanan pada pasien HIV/AIDS dan/atau IMS yang berasal dari Puskesmas
b. Memberikan layanan pada pasien yang dirujuk oleh kader/LSM
dan fasyankes Primer.
c. Melakukan rujukan balik untuk pasien HIV/AIDS dan/atau
IMS ke kader/LSM atau fasyankes yang merujuk.
d. Mencatat, melaporkan dan mendokumentasikan cakupan
layanan yang diberikan pada pasien HIV/AIDS dan/atau IMS serta cakupan rujukan maupun rujukan balik.
PASAL 5
MONITORING DAN EVALUASI Monitoring dan Evaluasi dilakukan oleh:
b. Komisi penanggulangan AIDS Kota Semarang;
c. Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di dalam
penanggulangan AIDS di Kota Semarang
PASAL 6
JANGKA WAKTU BERLAKU
(1) Perjanjian Kerjasama ini berlaku untuk jangka waktu selama (4)
tahun terhitung sejak tanggal 1 Desember 2014sampai dengan 1 Desember 2018, setiap dua tahun akan dilakukan evaluasi;
(2) Perjanjian ini dapat berakhir sebelum jangka waktu yang ditetapkan;-
---
(3) Dalam hal terdapat perubahan ketentuan Perundang-undangan,
maka tidak akan mempengaruhi hak dan kewajiban kedua belah pihak kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;--- ---
PASAL 7
KEADAAN MEMAKSA (FORCE MAJEURE)
1.Yang dimaksud dengan keadaan memaksa (selanjutnya disebut “Force
Majeure”) adalah suatu keadaan yang terjadinya diluar kemampuan, kesalahan atau kekuasaan PARA PIHAK dan yang menyebabkan PIHAK yang mengalami tidak dapat melaksanakan atau terpaksa menunda
pelaksanaan kewajibannya dalam Nota Perjanjian Kerjasama ini. Force
majeure tersebut meliputi bencana alam, banjir, wabah, perang (yang dinyatakan maupun tidak dinyatakan), pemberontakan, huru-hara, pemogokan umum, kebakaran, kebijakan Pemerintah yang berpengaruh secara langsung terhadap pelaksanaan Nota Kesepakatan ini.
2.Dalam hal terjadinya Force majeure, maka PIHAK yang terhalang untuk
melaksanakan kewajibannya tidak dapat dituntut oleh PIHAK lainnya. PIHAK yang terkena Force majeure wajib memberitahukan adanya peristiwa Force Majeure tersebut kepada PIHAK yang lain secara tertulis paling lambat 7 (tujuh) hari kalender sejak saat terjadinya peristiwa Force majeure, yang dikuatkan dengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang menerangkan adanya peristiwa Force majeure tersebut. PIHAK yang terkena Force Majeure wajib mengupayakan dengan sebaik- baiknya untuk tetap melaksanakan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Nota Perjanjian Kerjasama ini segera setelah peristiwa Force majeure berakhir.
3.Apabila peristiwa Force majeure tersebut berlangsung terus sehingga melebihi atau diduga oleh PIHAK yang mengalami Force Majeure akan melebihi jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender, maka PARA PIHAK sepakat untuk meninjau kembali Jangka Waktu Nota Perjanjian Kerjasama ini
PASAL 8
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
(1)Apabila terdapat perbedaan pendapat dalam melaksanakan perjanjian
ini, maka kedua belah pihak bersepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah;--- ---
(2)Apabila penyelesaian sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak
tercapai maka diselesaikan melalui proses pengadilan.--- -
PASAL 9
KETENTUAN PENUTUP
(1)Kedua belah pihak menyatakan kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian ini dengan segala akibat hukumnya dan telah memilih domisili (tempat tinggal) yang tetap serta tidak berubah di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Semarang.--- ---
(2)Hal-hal yan belum diatur dalam perjanjian ini yang bersifat penyempurnaan akan diatur kemudian oleh kedua belah pihak yang akan dituangkan dalam Addendum yang merupakan satu kesatuan tidak terpisahkan dengan perjanjian ini dan mempunyai kekuatan hukum yang sama.--- ---
(3)Perjanjian Kerjasama ini berlaku dan mengikat kedua belah pihak sejak ditandatangani;--- ---
PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA
dr.BAMBANG WIBOWO,SpOG (K) dr.WIDOYONO, MPH
dr. ENDANG AGUSTINAR,M.Kes
dr. SUSI HERAWATI,M.Kes
dr. SUSETYO,Sp.A
dr. E. NINDYAWAN W.A,Sp.B,FINACS
dr. MASYHUDI A.M,M.Kes