Penanganan Pascapanen Tanaman Nilam Tahun
BIMBINGAN TEKNIS PETANI NILAM
C. Pelaksanaan Kegiatan lainnya
Pelaksanaan kegiatan pendukung
seperti sosialiasi atau pertemuan teknis petani dilaksanakan mulai januari hingga Juni 2013
D.Kriteria Umum dan Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran yaitu :
1. Kelompok yang bersangkutan sudah
ada/telah eksis dan aktif,
berpengalaman, bukan bentukan baru,
dapat dipercaya serta mampu
mengembangkan usaha/kegiatan melalui kerjasama kelompok, dengan jumlah anggota minimal 25 orang
2. Kelompok yang bersangkutan tidak
mendapat penguatan modal atau fasilitasi lain untuk kegiatan yang sama/sejenis pada saat yang bersamaan atau mendapat modal pada tahun-tahun sebelumnya (kecuali kegiatan yang diprogramkan secara bertahap dan saling mendukung)
3. Kelompok yang bersangkutan tidak
bermasalah dengan perbankan, kredit atau sumber permodalan lainnya
4. Kelompok yang megalami kesulitan untuk mengakses sumber permodalan, sehingga sulit untuk menerapkan rekomendasi
24 teknologi anjuran secara penuh dan memanfaatkan peluang pasar.
Kriteria calon kelompok sasaran lebih rinci diatur dalam Pedoman yang diterbitkan oleh eselon I maupun Petunjuk Pelaksanaan yang diterbitkan provinsi dan Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh Kabupaten/Kota seseuai kondisi petani dan sosial budaya setempat. Disamping kriteria umum calon kelompok
sasaran, diharapkan masing-masing
kabupaten/kota menyusun Kriteria Teknis Calon Kelompok Sasaran.
25
V. PEMBINAAN, PENGENDALIAN, PENGAWALAN,
DAN PENDAMPINGAN
1. Pembinaan kelompok dilakukan secara
berkelanjutan sehingga kelompok mampu mengembangkan usahanya secara mandiri. Untuk itu diperlukan dukungan dana pembinaan lanjutan yang bersumber dari APBD.
2. Tanggung jawab teknis pelaksanaan berada
pada Dinas yang membidangi Perkebunan di tingkat Kabupaten. Tanggung jawab tingkat koordinasi pembinaan program ada pada Dinas Perkebunan atau Dinas yang
membidangi Perkebunan di tingkat
Provinsi. Tanggung jawab atas program dan kegiatan adalah Direktorat Jenderal Perkebunan.
3. Pengendalian melalui jalur struktural
dilakukan oleh Tim Teknis Kabupaten, Tim Pembina Provinsi dan Pusat, sedangkan pengendalian kegiatan dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Proses
pengendalian di setiap wilayah
direncanakan dan diatur oleh masing- masing Instansi.
26
4. Pengawasan dilaksanakan sesuai ketentuan
yang berlaku agar penyelenggaraan
kegiatan dapat menerapkan prinsip-prinsip partisipatif, transparansi dan akuntabel. Pengawasan dilakukan oleh Pemerintah
melalui aparat pengawas fungsional
(Inspektorat Jenderal, Badan Pengawas
Daerah maupun Lembaga Pengawas
lainnya) dan oleh masyarakat.
5. Pendampingan kegiatan Penanganan
Pascapanen Tanaman Tahunan dan
inventarisasi alat pascapanen, diwujudkan dalam bentuk perjalanan dinas ke provinsi
dan kabupaten yang melaksanakan
27
VI. MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Sistem Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri
Pertanian Nomor 31/Permentan/OT.140/-
3/2010 tanggal 19 Maret 2010 tentang Sistem Monev dan Pelaporan.
A.Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan Evaluasi (Monev)
dilaksanakan oleh Tim Monitoring dan Evaluasi tingkat Pusat dan Provinsi serta Tim Teknis Kabupaten/ Kota secara berkala dan berjenjang sesuai dengan tingkatan mulai
dari Pusat hingga ke desa supaya
pemanfaatan bantuan sarana alat
pascapanen tepat sasaran, efektif dan efisien melalui 2 (dua) cara yaitu : (1). memonitor dan mengevaluasi berdasarkan laporan dan (2). mengadakan kunjungan lapangan.
B.Pelaporan
Tim Teknis Kabupaten / Kota dan Tim Pembina Provinsi wajib membuat laporan tentang pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari :
1) Laporan Perkembangan, berisi realisasi
28 permasalahan yang dihadapi serta usulan pemecahannya dengan periode triwulanan. 2) Laporan Akhir, berisi realisasi kegiatan yang
berhasil dilaksanakan hingga akhir tahun anggaran, permasalahan yang dihadapi dan usulan tindak lanjut yang perlu dilakukan, yang dibuat setelah program berakhir.
Laporan pelaksanaan kegiatan Dana Tugas
Pembantuan per bulan sebagaimana diatur
dalam Sistem SIMONEV tersebut di atas agar
dikirim setiap tanggal 10 bulan pelaporan
kepada Direktur Jenderal Perkebunan c.q. Sekretaris Ditjen Perkebunan.
VII. PEMBIAYAAN
Kegiatan Penanganan Pascapanen
Tanaman Karet Tahun 2013 ini dibiayai dari dana APBN melalui DIPA Ditjen Perkebunan Tugas Pembantuan (TP) Provinsi/Kabupaten.
29
VIII. PENUTUP
Penyusunan Pedoman Teknis Kegiatan Peningkatan Penanganan Pascapanen Tanaman Karet Tahun 2013 dimaksudkan sebagai acuan bagi semua pihak yang terkait dalam kegiatan
Pengembangan Penanganan Pascapanen
Tanaman Karet.
Pedoman Teknis ini akan ditindaklanjuti dengan Petunjuk Pelaksanaan di tingkat Provinsi dan Petunjuk Teknis di tingkat
Kabupaten. Diharapkan dengan adanya
Pedoman Teknis ini kegiatan Penanganan Pascapanen Tanaman Karet Tahun Anggaran 2013 dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
DUKUNGAN PASCAPANEN
DAN PEMBINAAN USAHA
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
DESEMBER 2012
PEDOMAN TEKNIS
TAHUN 2013
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jambu mete (Anacardium occidentale L) adalah salah satu komoditas perkebunan yang potensial dikembangkan di Indonesia karena memiliki arti ekonomis yang baik sebagai bahan baku agroindustri, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar ekspor.
Produk utama tanaman mete adalah kacang mete dengan produk sampingnya berupa buah semu dan cairan kulit biji mete yang dikenal dengan CNSL (Cashew Nut Shell
Liquid). Sampai saat ini peluang pasar
kacang mete baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor masih sangat terbuka. Sebagai komoditas ekspor kacang mete memiliki prospek yang baik karena kacang mete sangat digemari terutama sebagai makanan kecil (snack) dan sebagai penyedap rasa berbagai jenis makanan seperti es krim, coklat batangan dan kue-kue.
Sentra tanaman mete tersebar di Kawasan Timur Indonesia dan sebagian besar pertanamannya (± 98%) diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat. Penghasil utama mete di Indonesia yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
2 Tabel 1 Perkembangan Ekspor dan Impor
Gelondong Kacang Mete tahun 2006 – 2010
Sumber : Data Statistik Perkebunan,
Indonesia 2010 – 2012 komoditi Jambu Mete
Permasalahan yang banyak ditemukan pada komoditas mete pada umumnya adalah gelondong mete yang dihasilkan masih banyak bercampur antara buah mete tua, muda, cacat dan bercampur dengan kotoran. Disamping itu kacang mete yang dihasilkan banyak yang pecah. Hal ini menunjukkan
bahwa penanganan pascapanen belum
dilaksanakan dengan baik dan benar. Oleh karena itu diperlukan pedoman teknis penanganan pascapanen mete untuk menjadi acuan seluruh stakeholders yang terkait dengan penanganan pascapanen buah mete.
Tahun Ekspor Impor
Volume (Ton) Nilai (000 US$) Volume (Ton) Nilai (000 US$) 2006 63,406 56,584 19 65 2007 83,646 82,833 1,237 1,718 2008 66,990 77,755 1,090 1,743 2009 68,767 82,650 2,724 3,997 2010 45,593 71,581 2,008 3,171
3
B.Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari
penyusunan Pedoman teknis Penanganan Pascapanen Mete ini adalah :
1.Menurunkan kehilangan hasil panen mete dan menekan kehilangan hasil dan meningkatkan efisiensi usaha pascapanen 2.Meningkatkan mutu hasil olahan mete
sehingga sesuai Standar Nasional
Indonesia (SNI).
3.Meningkatkan nilai tambah hasil mete.