• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aspek Teknis

Pembukaan Lahan (LandClearing)

Kondisi areal yang akan dibuka perlu diketahui terlebih dahulu untuk me-nentukan sistem yang akan digunakan dalam pembukaan areal tersebut. Selanjut-nya dilakukan pengukuran dan penataan blok yang dimulai dengan penentuan ba-tasan areal. Adapun tahapan dari pembukaan lahan yaitu bloking area, peman-cangan, dan pembutaan lubang tanam.

Bloking area

Penentuan batasan areal (bloking area) merupakan kegiatan pengambilan koordinat untuk menentukan arah dan luasan suatu blok. Bloking area dilakukan menggunakan teodolit, kompas dan GPS (Gambar 4). Satu blok mempunyai luas-an 50 ha dengluas-an ukurluas-an 1 000 m x 500 m.

Gambar 4. Bloking Area dengan menggunakan Kompas

Pembagian blok dilakukan dengan membatasi blok tersebut dengan kanal, baik kanal utama, kanal sekunder, atau kanal tersier yang bertujuan untuk memu-dahkan pengolaan tata air (water management). Pembagian blok yang dikelilingi kanal tersebut juga bertujuan untuk mengisolasi blok apabila terjadi kebakaran.

Kegiatan land clearing di PT. National Sagi Prima sedang dilaksanakan di Divisi 5 dan 7 dengan luas areal 2 200 ha. Sistem kerja yang dilakukan yaitu sis-tem kontraktor atau borongan. Hal ini menunjukkan harus adanya target pertenaga kerja dalam melakukan land clearing, target pekerja yaitu 1 orang / ha.

Kegiatan penyiapan lahan dilakukan dengan kombinasi sistem mekanis menggunakan alat berat eksavator dan sistem manual dengan tebang habis tanpa pembakaran. Prestasi kerja eksavator yaitu 2 lorong atau 4 jalur tanaman dengan jam kerja mesin 10 – 18 jam perhari. Kegiatan tersebut berlangsung satu bulan da-lam mempersiapkan satu blok. Satu alat eksavator dikendalikan oleh empat orang anggota yaitu satu orang operator dan tiga orang sebagai helper.

Pemancangan blok dan pemancangan ajir

Pemancangan blok yaitu kegiatan pembuatan petak kerja seluas 50 ha/blok dan menentukan jarak antar lorong tanaman. Pemancangan blok dapat mengguna-kan kompas maupun theodolit. Pemancangan blok diawali dengan membuat pan-cang bantu/panpan-cang as yang dicat merah dengan jarak 5 m dari tepi kanal. Kegi-atan pemancangan blok dilakukan dengan arah timur-barat sepanjang 1 000 m dengan jarak antar pancang 15 m, dan arah utara-selatan sepanjang 500 m dengan jarak 100 m.

Pemancangan ajir merupakan kegiatan penandaan titik tempat untuk me-nentukan lokasi tanaman sebelum pembuatan lubang tanam. Penentuan arah pe-mancangan dilakukan dari arah utara ke selatan dengan jarak tanam 8 m x 8 m. Batang pancang atau ajir yang digunakan untuk pemancangan diambil dari pele-pah sagu atau kayu dengan panjang 2.5 – 3.0 m.

Pembibitan

Persiapan bahan tanam

Anakan adalah bagian dari tanaman induk yang mempunyai struktur per-akaran mandiri. Anakan sagu merupakan bahan tanam yang dapat diperoleh dari

dalam kebun (inhouse) ataupun dari kebun masyarakat (outsource). Anakan sagu yang dijadikan bibit harus memiliki beberapa kriteria. Bibit yang digunakan seba-iknya diambil dari pohon induk yang memiliki potensi produksi tinggi dan tum-buh dengan baik, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau, bibit tua dengan ciri banir (bonggol) yang keras, pelepah dan pucuk yang masih hidup, bo-bot 3 – 4 kg per bibit (abut), perakaran yang cukup, panjang pelepah minimal 30 cm, dan tidak terserang hama serta banir berbentuk L (Bintoro, 2008). Anakan sa-gu yang disa-gunakan sebagai bibit diambil dari anakan yang berada di bawah per-mukaan tanah (Abut Basal) karena bekas luka pada pohon induk dapat tertutup tanah dan yang tumbuh agak jauh dari tanaman induk.

Anakan sagu yang diperoleh terkadang memiliki bentuk banir yang ber-beda. Ada 3 macam bentuk banir yaitu huruf L, tapal kuda, dan keladi. Dari ketiga bentuk tersebut, bibit sagu (abut) yang memiliki banir yang berbentuk huruf L me-miliki kualitas yang paling bagus karena bibit akan meme-miliki jumlah cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan bibit dengan bentuk banir yang lainnya. Bibit berbentuk huruf L ditunjukkan seperti Gambar 5 dibawah ini.

Bibit sagu yang akan diambil dari dalam kebun umumnya berasal dari in-duk yang telah dipanen. Rumpun sagu di PT. National Sago Prima sebagian

sar belum pernah dipanen. Adapun rumpun yang telah dipanen umumnya baru sa-tu kali panen. Berbeda dengan rumpun sagu milik masyarakat yang telah beberapa kali panen.

Pengambilan abut dilakukan oleh tenaga borongan yang dikontrak oleh pe-rusahaan. Prestasi kerja para pekerja borongan sebesar 0.75 menit/bibit dan dapat mengambil 70-80 abut per hari. Mahasiswa dapat mengambil abut dalam waktu 5-10 menit/bibit. Cepat lambatnya pengambilan anakan ditentukan oleh beberapa faktor seperti posisi banir dalam tanah, kondisi piringan dan ketersediaan anakan dalam satu rumpun.

Bibit sagu yang berasal dari masyarakat dibeli oleh PT. National Sago Pri-ma dengan harga Rp.1 900 - 2 500 per abut. Bibit sagu tersebut dibeli dari Pri- masya-rakat sekitar kebun seperti Teluk Kepau, Kampung Baru, Teluk Buntal, Kepau Baru dan Sungai Pulau. Kriteria bibit yang dibeli umumnya sama dengan kriteria bibit dari dalam kebun.

Persemaian bibit sagu

Persemaian bibit sagu yang digunakan oleh PT. National Sago Prima ada-lah persemaian sistem kanal. Fungsi dari persemaian pada bibit sagu untuk me-nyeleksi antara bibit baik dan buruk. Bibit yang baik biasanya akan memiliki 2 - 3 daun, perakaran yang kuat, memiliki akar nafas dan tidak kerdil setelah disemai selama 3 bulan.

Bibit sebelum disemai terlebih dahulu di rendam dalam larutan fungisida dan insektisida. Bibit direndam selama 1 - 2 menit dalam larutan fungisida dengan konsentrasi 2 g/l air kemudian dikeringkan selama ± 15 menit. Bibit yang telah di-rendam dipotong bagian daunnya hingga tinggi bibit dari banir 30-40 cm. Pe-mangkasan dilakukan untuk mengurangi transpirasi bibit selama di persemaian dan mempercepat terbentuknya tunas baru.

Bibit yang telah siap semai disusun dalam rakit berukuran 2.5 m x 1 m dengan ketinggian rakit 30-40 cm. Rakit terbuat dari pelepah daun yang telah mengering atau tua. Bibit disusun rapat dalam rakit agar tidak tumbang. Satu rakit biasanya dapat memuat 70-90 abut yang berukuran 2-3 kg. Banir bibit sagu atau

rizom yang disemai harus terendam air saat di rakit persemaian. Pucuk daun atau titik tumbuh daun tidak boleh terendam karena akan menyebabkan kematian bibit.

Gambar 6. Persemaian bibit sagu dalam rakit

Untuk perawatan setelah dua bulan atau setelah tumbuh 1-2 daun dilaku-kan dengan menyemprot pupuk daun. Setelah itu bibit yang ada di dilaku-kanal diseleksi apakah ada yang sudah memiliki 2 - 3 daun dan 1 pucuk dengan sistem perakaran yang baik. Setelah terkumpul semua bibit yang telah diseleksi, bibit yang baik ter-sebut bisa digabungkan dan bila perlu bisa mengganti rakit yang sudah rusak. Se-telah 2 - 3 kali tahapan seleksi pembibitan, akan terlihat anakan yang cepat per-tumbuhannya dan yang tidak. Anakan yang berumur 6 bulan dan sudah tumbuh dengan baik dapat diambil dan bisa digunakan untuk penanaman. Akan tetapi se-belum ditanam sebaiknya terlebih dahulu memangkas 2/3 bagian pelepah untuk mengurangi evaporasi.

Penyulaman (Replanting)

PT. National Sago Prima saat ini sedang mengadakan kegiatan penyulam-an atau penyisippenyulam-an tpenyulam-anampenyulam-an. Penyulampenyulam-an tpenyulam-anampenyulam-an dilakukpenyulam-an karena pada tiap blok tanaman terdapat rumpun sagu yang mati dan terserang penyakit. Kegiatan penyulaman dilakukan pada musim hujan agar air mencukupi untuk pertumbuhan bibit. Kegiatan penyulaman dilakukan sesuai dengan prosentase tanaman yang

mati dan perlu disisip sesuai dengan data sensus. Data ini bisa berbeda antar blok tiap divisi.

Kendala yang ditemui dalam penyulaman adalah serangan jamur pada bibit yang belum ditanam. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu sebelum-nya bibit direndam dalam larutan fungisida dengan konsentrasi 2 g/liter dan dike-ringanginkan selama ± 15 menit. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengurangi serangan jamur pada bibit.

PT. National Sago Prima bekerja sama dengan PT. Prima Kelola Agribis-nis dan Agroindustri (PKAA) melaksanakan kegiatan penyulaman. Kegiatan pe-nyulaman untuk saat ini baru terfokus pada Divisi 1, 2, 3 dan 4. Setelah keempat divisi tersebut selesai, akan dilakukan penyulaman pada divisi yang lain.

Persiapan bahan tanam sebelum penyulaman

Bibit sagu yang digunakan untuk penyulaman adalah bibit sagu yang te-lah disemai minimal 3 bulan dan menunjukkan pertumbuhan yang baik di perse-maian (Gambar 7). Pengunaan bibit yang baik dan sehat dilakukan agar pertum-buhan tanaman sagu baik dan normal serta menghasilkan anakan yang baik. Bibit yang sehat memudahkan perawatan dari serangan hama dan penyakit.

Bibit sagu yang telah disemai ± 3 bulan dipilih atau diseleksi lagi sebelum ditanam. Bibit yang normal dan sehat dipisahkan dari bibit yang abnormal dan ter-

serang penyakit. Bibit yang normal dan baik memiliki 3 - 4 pelepah daun sehat, banyak akar baru yang muncul, banyak akar nafas dan daun berwarna hijau tua. Bibit yang terpilih kemudian dipotong daunnya hingga menyisakan ½ hingga 1/4 daun. Pemangkasan daun dilakukan untuk mengurangi respirasi saat bibit ditanam dan mempercepat pertumbuhan tunas baru.

Tanaman yang digunakan untuk penyulaman dibawa dari persemaian dengan menggunakan traktor roda 4 atau menggunakan pompong. Pengangkutan dilakukan dengan hati – hati agar tidak menimbulkan kerusakan dan benturan pa-da anakan.

Persiapan blok lahan tanam

Persiapan lahan tanam harus dilakukan untuk memudahkan kegiatan pena-naman. Persiapan lahan dilakukan 1 bulan sebelum kegiatan penyulaman atau pe-nanaman berlangsung. Persiapan lahan untuk penyulaman meliputi pemancangan, pelorongan, pembuatan piringan, pengukuran muka air tanah dan pembuatan lu-bang tanam.

Blok-blok yang akan disulam harus memiliki kriteria muka air tanah ± 30 cm. Pengukuran muka air tanah dilakukan dengan cara mengali lubang pada 3 ti-tik berbeda di setiap blok. Titi-tik-titi-tik yang digali adalah sisi pinggir kiri, tengah dan pinggir kanan pada tiap blok. Lubang digali hingga menyentuh air atau air ke-luar di dalam lubang. Tinggi muka air dihitung dengan mengunakan meteran dari permukaan air hingga permukaan tanah.

Data hasil pengambilan muka air tanah kemudian diolah oleh bagian tata kelola air. Bagian tata kelola air memberikan rekomendasi blok mana yang sesuai untuk dilakukan penyulaman. Blok yang telah dipilih untuk disulam kemudian di-lakukan pembersihan lorong. Pembersihan tersebut didi-lakukan untuk memudah-kan mobilitas saat melakumemudah-kan penanaman. Pembuatan lorong biasanya dilakumemudah-kan oleh karyawan kontrak dengan penentuan harga per hektar bergantung pada ting-kat kesulitannya. Untuk blok dengan tingting-kat kesulitan sedang, pembuatan lorong dapat dilakukan sekitar 1 bulan per blok dengan jumlah pekerja 7-8 orang. Pem-buatan lorong dilakukan dengan cara manual, yaitu menebas pakis, ranting,

pele-pah dan kayu yang melintang di tengah lorongan. Tiap satu lorong dikerjakan oleh satu orang. Lorong yang dibuat harus memiliki lebar 1.5 – 2.0 m.

Pemancangan adalah kegiatan penandaan titik tempat tanaman sagu akan ditanam. Pacang terdapat dalam baris tanaman dan sejajar dengan baris tanaman sagu yang hidup. Pemancangan biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan sensus, tapi ada juga yang dilakukan secara terpisah. Batang pancang dapat berupa pelepah atau kayu yang telah diberi tanda. Jumlah pancang pada tiap baris meru-pakan jumlah tanaman sagu yang mati dan nantinya menjadi jumlah bibit yang akan disulam.

Gambar 8. Contoh lubang tanam yang berukuran 30 cm x 30 cm x 40 cm

Pembuatan lubang tanam dilakukan setelah piringan bersih dan terdapat pancang dalam piringan. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan mengunakan parang dan cangkul. Pekerjaan pembuatan lubang tanam dilakukan oleh karyawan kontrak. Setiap pekerja mampu membuat 140 -150 lubang tanam perhari. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 40 cm atau hingga menyentuh per-mukaan air tanah (Gambar 9). Pembuatan lubang tanam diawali dengan mencabut pancang dari areal tanam. Tanah dibelah dengan mengunakan parang berbentuk persegi untuk memudahkan dalam pengalian. Tanah tersebut digali dengan mengunakan cangkul. Setelah selesai lubang diberi pancang lagi.

Penanaman anakan sagu

Bibit yang telah disemai selama tiga bulan dan lolos seleksi, diangkut ke dalam lorong dengan mengunakan keranjang (ambung) dan diletakkan disamping lubang tanam. Daun serta akar (rhizome) yang berebihan pada bibit harus dipangkas untuk mengurangi transpirasi sewaktu ditanam di lapang. Ujung rhizome yang telah dipotong harus ditutup dengan tanah untuk menghindari serangan hama dan penyakit. Bagian akar juga harus terbenam ke dalam tanah.

Tiap lubang ditanami satu bibit sagu. Sebelum ditanam, lubang diberi pu-puk dasar berupa Rock Phosphate dengan dosis 500 g tiap lubang yang kemudian diaduk dengan tanah.

.

Gambar 9. Bibit yang baru ditanam

Bibit ditanam dengan posisi banir menghadap arah baris pohon. Bibit dita-nam hingga menyentuh dasar tanah yang berair. Pada bibit kemudian diberi dua batang kayu yang diletakkan secara bersilangan pada bibit. Pemasangan kayu ter-sebut dimaksudkan agar pada saat tanaman sudah dewasa, tanaman menjadi ku-kuh dan tidak mudah tumbang. Bibit ditutup dengan tanah bekas galian dengan batas tanah tidak boleh menutupi titik tumbuh. Tiap orang dapat menanam bibit 80-100 bibit perhari.

Pemeliharaan

Pemeliharaan perkebunan sagu merupakan kegiatan rutin yang harus dija-lankan agar produktivitas tanaman tetap terjaga. Pemeliharaan tanaman sagu sebe-narnya tidak terlalu intensif karena sagu merupakan tanaman hutan. Sagu dapat bersaing dengan tanaman lain disekitarnya jika telah dewasa, jadi pemeliharaan yang lebih intensif diperuntukkan untuk sagu yang baru ditanam hingga usia 2 ta-hun. Pemeliharaan dalam perkebunan sagu meliputi pengendalian gulma, hama penyakit dan penjarangan anakan.

Pengendalian gulma

Gulma merupakan tumbuhan lain yang tumbuh selain dari tanaman utama dalam suatu area perkebunan. Gulma tidak diinginkan karena : a) menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, sinar matahari, dan ruang hidup b) mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman c) menjadi inang bagi hama dan penyakit yang meyerang tanaman d) mengganggu tata guna air dan e) meningkatkan biaya usahatani karena mening-katkan biaya pemeliharaan.

PT. National Sago Prima menerapkan 2 cara dalam pengendalian gulma yaitu pengendalian secara mekanis dan kimia. Keduanya memiliki keuntungan dan kerugian baik dari segi waktu, biaya maupun pengaruhnya terhadap pertum-buhan sagu itu sendiri. Pengendalian secara mekanis atau manual dilakukan deng-an cara membabat gulma. Gulma ydeng-ang ada di sekitar piringdeng-an ddeng-an lorongdeng-an dite-bas dengan mengunakan parang. Gulma dibersihkan dari piringan hingga batas 5 cm dari permukaan tanah dan dengan radius 1,5 – 2,0 m dari rumpun sagu. Pe-ngendalian gulma dipiringan bertujuan untuk memberikan ruang untuk anakan sa-gu agar tumbuh optimal dan mempermudah dalam kegiatan pemupukan. Penebas-an lorong dilakukPenebas-an untuk mempermudah mobilisasi pupuk, penyulamPenebas-an maupun kegiatan sensus.

Pengendalian gulma secara kimia mengunakan herbisida. Herbisida yang digunakan adalah herbisida kontak dengan bahan aktif paraquat dan herbisida

sis-temik dengan bahan aktif metilsulfuron. Dosis yang digunakan yaitu 62.5 g metil-sulfuron/ ha dan 1,5 l paraquat/ ha, dengan volume semprot 400 l/ ha. Penyem-protan mengunakan alat Knapsack Sprayer dengan warna nozel semprot biru. Pe-nyemprotan dilakukan oleh tenaga karyawan harian lepas. PePe-nyemprotan dilaku-kan dengan terlebih dahulu membuat larutan dengan sesuai dosis. Penyemprotan dilakukan pada sekitar piringan dan lorong. Tinggi nozel semprot ke permukaan tanah 30 cm. Penyemprotan dilakukan dengan berjalan secara perlahan.

Pengendalian gulma secara manual memiliki keuntungan yaitu tidak meru-sak ekosistem dan tanaman sagu. Kerugian dari sistem manual waktu yang dibu-tuhkan lama dan perlu biaya besar untuk melakukannya. Pengendalian secara ki-mia memiliki keuntungan cepat, murah dan efisien. Kerugian dari pengunaan ba-han kimia dalam pengendalian gulma adalah dampak yang ditimbulkan dengan penggunaan herbisida terhadap lingkungan sagu. Residu dari bahan kimia tersebut dapat mencemari lingkungan dan dapat merusak lingkungan.

Prestasi kerja untuk kegiatan tebas lorong dan piringan tanaman 0.5 lo-rong/HK (250 m/HK) untuk karyawan kontrak. Ada beberapa kendala yang diha-dapi dalam melakukan kegiatan penebasan lorong dan piringan. Kendala yang di-hadapi disebabkan oleh kondisi lahan yang memiliki gambut yang cukup tebal, banyaknya gulma berkayu yang tumbuh di tengah lorong, dan tidak lurusnya jalur tanaman sagu.

Penjarangan anakan

Penjarangan anakan adalah kegiatan pembuangan anakan secara selektif pada tiap rumpun sagu (Gambar 10). Penjarangan anakan dilakukan untuk meng-atur letak atau posisi anakan dan pohon induk agar tidak terjadi persaingan (Bin-toro, et. al. 2010). Menurut Bintoro., et. al. (2010) anakan dibedakan menjadi 3 jenis yaitu anakan untuk bibit, anakan calon induk dan anakan dibuang. Anakan yang dibuang adalah anakan yang tidak digunakan sebagai bibit maupun sebagai anakan calon induk. Anakan tersebut dibuang untuk mengatur pertumbuhan po-hon induk.

Penjarangan anakan dilakukan dengan memotong daun pada anakan yang tidak diinginkan. Pemotongan daun hingga batas pucuk tunas. Pemotongan hen-daknya jauh dari pohon induk, hal ini untuk menjaga agar pohon induk tidak rusak dan terserang penyakit. Kegiatan penjarangan anakan harus dilakukan secara teliti, tepat dan ketat karena kegiatan tersebut menyangkut keberlangsungan hidup rum-pun sagu. Pekerja dapat melakukan penjarangan anakan 20-30 rumrum-pun per hari bergantung dari kondisi rumpun dan medan yang ada.

Gambar 10. Keadaan tanaman sagu setelah penjarangan anakan (Thining Out)

Sensus Tanaman

Sensus merupakan kegiatan pendataan tanaman yang ada di lapang (Gam-bar 11). Kegiatan sensus dimaksudkan untuk mengetahui secara pasti keadaan ta-

naman yang nantinya digunakan sebagai bahan evaluasi perusahaan. Kegiatan sensus dilakukan sekali dalam satu tahun. Pada tahun 2010, PT. National Sago Prima melakukan dua jenis sensus yaitu sensus hidup-mati dan sensus panen atau produksi.

Sensus hidup-mati

Sensus hidup-mati merupakan kegiatan sensus atau pendataan persentase tanaman hidup atau mati. Data sensus hidup-mati digunakan sebagai data acuan dalam menentukan jumlah bibit yang diperlukan untuk menyulam suatu blok. Sensus dilakukan terhadap semua blok pada tiap divisi. Data sensus hidup-mati diambil dengan cara menyensus 50 % dari total baris tanaman dalam tiap satu blok. Sensus dapat dilakukan sendiri oleh anggota tim jika blok atau lorong cukup bersih. Sensus dilakukan 2 orang jika lorong masih banyak kayu, ranting dan pele-pah yang melintang di tengah lorong. Jika terdapat 2 orang dalam 1 tim, satu orang bertugas sebagai pencatat sensus dan satu orang lagi sebagai perintis jalan.

Tiap tim masuk dalam lorong yang telah ditentukan ketua regu. Lorong yang telah disensus, kemudian diberi tanda berupa pelepah atau batang kayu pada ujung lorong. Pencatatan dalam sensus hidup-mati meliputi nama blok, arah sen-sus, nomor baris, nomor pancang serta jumlah tanaman hidup dan mati. Karyawan perusahaan dapat menyensus 4 - 8 lorong perhari tergantung pada kondisi keber-sihan blok yang disensus. Untuk mahasiswa dalam satu hari dapat menyensus 3-6 lorong (1 lorong = 2 baris tanaman).

Sensus produksi

Sensus produksi adalah sensus terhadap rumpun sagu yang meliputi tinggi dan jumlah anakan. Sensus produksi dilakukan untuk memprediksi berapa hasil yang dapat dipanen, kapan waktu panen dan inventarisasi jumlah anakan. Prediksi hasil panen dapat dilihat dari tinggi tanaman, sedangkan prediksi waktu panen di-lihat dari tinggi tanaman dan fase tanaman yang ada di lapang.

Sensus dilakukan dengan mengambil data sensus 50 % dari total baris ta-naman dalam satu blok. Sensus produksi dalam teknis pelaksanaanya sama deng-an sensus hidup-mati hdeng-anya data ydeng-ang dicatat berbeda. Data ydeng-ang dicatat meliputi tinggi tanaman dengan interval (0.00 – 2.61 m), (2.61 – 3.48 m), 3.34 – 4.35 m), (4.35 – 5.22 m) (5.22 – 6.09 m), dan (> 6.09 m). Fase pada induk sagu yang dica-tat meliputi fase nyorong dan berbunga. Anakan yang dicadica-tat adalah anakan yang memiliki bobot 3 – 5 kg, 5 – 10 kg dan > 10 kg.

Pengukuran tinggi tanaman dengan mengunakan alat ukur berupa bambu yang telah diberi ukuran. Penentuan bobot anakan dilakukan dengan mengukur le-bar pelepah daun. Pengukuran lele-bar pelepah dilakukan dengan terlebih dahulu mengukur tinggi pelepah dari permukaan tanah dan lebar pelepah yang diukur ter-letak 50 cm dari permukaan tanam. Jika lebar daun anakan 3 - 5 cm maka bobot anakan 3–5 kg, jika lebar daun anakan 5–8 cm bobot anakan 5–10 kg dan jika le-bar daun anakan > 8 cm bobot anakan > 10 kg. Dalam pelaksanaannya di lapang, penentuan tinggi tanaman dan bobot anakan dilakukan dengan perkiraan dari pen-catat sensus. Karyawan perusahaan dapat melakukan sensus 4 – 6 lorong per-hari sedangkan maha-siswa 3 – 4 lorong.

Panen

Pemanenan merupakan kegiatan pengambilan hasil tanaman sagu berupa batang atau empulur sagu yang siap dipanen mulai dari kebun sampai menjadi tu-al. Tual merupakan satuan batang sagu yang siap diangkut untuk dijual kepada pembeli. Tanaman sagu membutuhkan 10 – 12 tahun untuk panen pertama kali. Satu batang sagu akan menghasilkan 6 - 8 tual dengan panjang 42 inchi tiap tual. Tanaman sagu mampu menghasilkan pati kering sebanyak 200 sampai 400 kg per batang. Jika dalam 1 ha terdapat 156 tanaman sagu, maka dalam satu tahun akan dihasilkan 31.2 - 62.4 ton pati kering per ha.

Pencarian tanaman sagu yang masuk kriteria panen perlu dilakukan agar

Dokumen terkait