PELEPAH
GALVAN YUDISTIRA
A24070040
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (
Metroxylon
Sago
Rottb.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG,
RIAU DENGAN ASPEK KHUSUS PENGAMBILAN SAMPEL
PELEPAH
GALVAN YUDISTIRA
A24070040
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
GALVAN YUDISTIRA. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon Sago
Rottb.) Di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau Dengan Aspek
Khusus Pengambilan Sampel Pelepah (dibawah bimbingan Dr. Ir.
ISKAN-DAR LUBIS, MS dan Prof. Dr. Ir. H.M.H. BINTORO DJOEFRIE, M.Agr.)
Kegiatan magang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan serta kemampuan aspek teknis dan manajerial budidaya sagu
(Metroxylon sago Rottb.) khususnya pengambilan sampel tanaman sagu. Metode magang yang digunakan adalah metode langsung untuk mendapatkan data primer
dan metode tidak langsung untuk mendapatkan data sekunder. Data sekunder
didapatkan dengan melakukan studi pustaka, diskusi, dan wawancara dengan
karyawan perusahaan. Data primer diperoleh dari kegiatan aspek teknis yang
dilakukan di lapangan seperti penyiapan lahan, pembibitan, penanaman,
penyu-laman, pemeliharaan, dan pemanenan.
Kegiatan khusus yang dilakukan yaitu melakukan pengambilan sampel
tanah dan daun serta analisis hara dan daun guna mengetahui rekomendasi
pengambilan sampel daun tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) pada fase pembentukan batang (trunk formation). Kegiatan magang dilakukan pada bulan Februari hingga bulan Juni 2011 di PT. National Sago Prima, Selat Panjang Riau.
Jumlah tanaman contoh yang diamati setiap blok sebanyak 20 tanaman
dengan 3 kali ulangan. Ulangan 1 di blok H29 Divisi 1, Ulangan 2 di blok N25
Divisi 2, sedangkan Ulangan 3 di blok H31 Divisi 3. Ditiap ulangan ada dua
para-meter yaitu fase dan faktor kualitas tanaman yang diukur berdasarkan jumlah
pelepah per tanaman utama pada rumpun sagu. Fase tanaman sagu yang diamati
adalah fase pembentukan batang yang dibedakan menjadi dua yaitu : fase sebelum
pembentukan batang (SP) dan fase setelah pembentukan batang (BP). Sagu yang
mempunyai pelepah ≥ 7 diberi tanda 1 dan pelepah yang ≤ 7 diberi tanda 0.
Pada tahun 2011, fokus kerja yang dilakukan oleh PT. National Sago
dilakukan pada Divisi 5 dan 7, peyulaman tanaman dilakukan pada Divisi 1, 2, 3,
dan 4, serta pembibitan menghasilkan bibit yang digunakan untuk penyulaman
pada empat divisi serta penanaman baru pada Divisi 5.
Secara umum untuk tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) fase pembentukan batang di tanah organosol saprik di tiga blok observasi yaitu blok
H29, N25 dan H31 PT. National Sago Prima, berdasarkan nilai koefesien
determinasi R2 (R-Sq) antara panjang pelepah dengan masing-masing kadar unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg) dan hara mikro (Fe, Zn, B dan Cu), diperoleh hasil
akhir bahwa pada saat pengambilan sampel bulan Maret sampai Juni untuk
tanaman sagu fase setelah pembentukan batang (SP) disarankan untuk mengambil
pelepah ke-9. Untuk tanaman sagu fase sebelum pembentukan batang (BP)
Management of sago palm (Metroxylon sago Rottb.) in PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau with case study collecting leaf sample
of sago palm
Galvan Yudistira1, Iskandar Lubis2, M.H Bintoro3
1
Student at Departement of Agronomy and Horticulture, Bogor Agriculture University
2
Lecturer at Departement of Agronomy and Horticulture, Bogor Agriculture University
3
Professor at Departement of Agronomy and Horticulture, Bogor Agriculture University
Abstract
The objective of this study was investigated representative leaf sampling for
predicting the sago nutritional status. Investigation used regression method that
comparing three frond that have bigest regresion. The regresion is relationship between
leaflet length and nutrient level of each leaflet. The soil nutrient analyisis was conducted
to support best desicion for sampling recomendation. This experiment held in PT.
National Sago Prima, Selat Panjang, Riau from February to June 2011. The primary
data, was collected from sago palm leaflet, and nutrient assesment in laboratory. The
socondary data were found by interview and discussion with the company staffs and
literature study in order to get more informations. Observation was replicated three times
(Blok H29, N25 and H31). Each replication containing 20 sago palm tree. In each
replication measured two parameters : phase and plant quality. The plant quality
measure by number of frond in each main sago plant. The phase divide in two
categories: after trunk formation (SP) and before trunk formtion (BP). Sago palm that
have frond more than or equal seven , marking as 1 and sago plam that have frond less
equal than seven mark as 0. The result showed that frond 9 to be sampled at after trunk
formation phase and frond 3 suggest to be sampled at before trunk formation phase.
Keyword : Metroxylon sagu Rottb., sago, internship, PT. National Sago Prima, nutrient, frond, leaflet, nutrient analysis, soil, sago palm, trunk formation, sample analysis, soil
PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (
Metroxylon
Sago
Rottb.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG,
RIAU DENGAN ASPEK KHUSUS PENGAMBILAN SAMPEL
PELEPAH
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
GALVAN YUDISTIRA
A24070040
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul :
PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon Sago Rottb.) DI PT. NATIONAL SAGO PRIMA, SELAT PANJANG, RIAU DENGAN ASPEK KHUSUSPENGAMBILAN SAMPEL PELEPAH
Nama : Galvan Yudistira
NIM : A24070040
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP 19611101 198703 1 003 Dosen Pembimbing 1
Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS
NIP. 19610528 198503 1 002
Dosen Pembimbing 2
Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr
NIP. 19480108 197403 1 001 Menyetujui,
Dosen Pembimbing
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 09 Februari 1989 di Kecamatan
Kaweda-nan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama
dari dua bersaudara dari pasangan ayah Suwito dan ibu Budi Warniati.
Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri Kawedanan 1 Kabupaten
Magetan, dan lulus pada tahun 2001, kemudian pada tahun 2004 penulis
menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Kawedanan, Kabupaten Magetan. Setelah
itu, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Magetan pada tahun 2007. Pada tahun 2007,
penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas Pertanian Departemen
Agronomi dan Hortikultura melalui jalur USMI.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi mahasiswa.
Tahun 2007 menjadi anggota Unit Konserfasi Fauna (UKF) divisi serangga.
Ta-hun yang sama penulis juga aktif menjadi anggota Forum Organisation For Sci-entific Student (FORCES). Selanjutnya pada tahun 2008 penulis menjadi ketua Organisasi Mahasiswa Daerah Ikatan Mahasiswa Pelajar Dan Alumni Magetan Di
Bogor (IMPATA). Tahun 2009 penulis aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Pertanian (BEM-A) Institut Pertanian Bogor pada divisi Komunikasi dan
Informasi (KomInfo). Selama penyelesaian skripsi sampai sekarang penulis
bekerja magang di Green TV IPB sebagai penanggung jawab siaran dan
administrator situs Green TV IPB.
Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) pada tahun
2010 di Desa Jembayat, Kecamatan Margasari, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon Sago Rottb.) Di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau Dengan Aspek Khusus
Pengambil-an Sampel Pelepah”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terimakasih atas bimbingan yang diberikan selama
persiapan, pelaksanaan, dan setelah kegiatan magang kepada Dr. Ir. Iskandar
Lubis, MS dan Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr selaku dosen pembimbing
pertama dan kedua. Terima kasih juga tidak lupa penulis ucapkan kepada Dr. Ir.
Agus Purwito MSc, Agr selaku dosen pembimbing akdemik yang telah
memberi-kan nasihat dan arahan kepada penulis untuk menyelesaimemberi-kan studi.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Ibu, Bapak, Adek Hagi, Mas Eko yang telah memberiku semangat dan
du-kungan sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Ir. Erwin selaku General Manager di PT. Nasional Sago Prima, atas ijin
lokasi magang dan support fasilitas dan dana selama penulis
melaksana-kan magang.
3. Albertus Fajar Irawan Ph.D selaku Senior Researcher dan Manager
Research and Development yang telah mendampingi dan membimbing jalannya penelitian serta fasilitas dan support yang telah diberikan.
4. Ir. Nasirudin, Pak Panduman Siregar, Pak Budi Setiawan, Pak Kornelis,
Pak Effendi selaku assisten divisi yang telah memberikan arahan teknis
dan masukan dalam hal kegiatan di masing-masing divisi.
5. Keluarga Wisma Tuni: Pak Citra Mulyadi B., Pak Setyo Budi, Pak Albert,
Pak Juan Maragia, Pak Willy, Pak Fian, Mbak Eggy Fitria, Mas Syahrial
Hasyim, Atik, Mbak Ale, Pak Warno, Pak Agung, Pak Hermes, Mas
Wawan, Mas Dicky, Pak Jamhur, Pak Yanuar, Pak Henri yang pernah
memberikan bantuan dan nasehat selama penulis melaksanakan magang
6. Keluarga Camp Molat : Pak Harsono, Kak Abo (Adit), Mas Eko, Kang
Asep, Pak Budi Primakelola, Geng Napi, Fizzi, yang pernah memberikan
bantuan dan tumpangan selama penulis melaksanakan magang.
7. Keluarga Research and Development dan PT. Nasional Sago Prima yang belum tersebut Pak Akui (Henry), Pak Tiar yang sering membantu
penelitian penulis, Pak Herman sebagai operator speed, Pak Masi, Pak Idrus, Pak Warno, Pak Yadi.
8. “Geng Sago ” Gandhi, Yanti, Afdol, Destieka atas bantuan, kerjasama,
kekompakan, ketulusan dan kenangan selama di tanah gambut.
9. Semua rekan-rekan AGH 44, Syaharizan, Adim, Alfia, Zaenudin, Riska,
Andez, Riza, Shoni, Tatied, Sophie, Dini, Hesti, Mastika, Rizkiana, terima
kasih atas persahabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama penulis
ku-liah.
10.Teman-teman Green TV IPB yang selalu memberiku semangat dalam
penyelesaian skripsi. Terutama rekan setim saya di Green TV: Adit,
Aghra, dan Bang Hendra.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membutuhkannya.
Bogor, November 2012
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Tanaman Sagu ... 3
Morfologi Sagu ... 3
Fase Pertumbuhan ... 5
Gambut ... 7
Analisis Tanaman ... 8
Analisis Tanah ... 10
BAHAN DAN METODE ... 12
Waktu dan Tempat ... 12
Metode ... 12
Magang ... 12
Penelitian... 13
Analisis Data ... 16
KONDISI UMUM PERUSAHAAN ... 17
Sejarah Kebun ... 17
Letak Geografis dan Administrasi ... 18
Keadaan Tanah... 19
Topografi dan Iklim ... 21
Areal Konsesi ... 23
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG ... 25
Pembukaan Lahan (LandClearing) ... 25
Bloking area ... 25
Pemancangan blok dan pemancangan ajir ... 26
Pembibitan ... 26
Persiapan bahan tanam ... 26
Persemaian bibit sagu ... 28
Penyulaman (Replanting) ... 29
Persiapan bahan tanam sebelum penyulaman ... 30
Persiapan blok lahan tanam ... 31
Penanaman anakan sagu ... 33
Pemeliharaan ... 34
Pengendalian gulma ... 34
Penjarangan anakan ... 35
Sensus Tanaman ... 36
Sensus hidup-mati ... 37
Sensus produksi ... 37
Panen ... 38
Aspek Manajerial ... 40
Karyawan Bulanan Tetap ... 40
Tenaga Kerja Kontrak Borongan ... 42
Karyawan Harian Tetap ... 42
Karyawan Harian Lepas ... 43
PEMBAHASAN ... 44
Pengelolaan Budidaya Tanaman Sagu ... 44
Analisis Regesi Unsur Hara (N,P,K,Ca,Mg,Cu, Zn, B) Tanaman Sagu (Metroxylon Sago Rottb.) Pada Fase Pembentukan Batang untuk Mengetahui Rekomendasi Pengambilan Sampel Pelepah ... 48
Analisis Hara Daun Dan Tanah ... 48
Unsur hara N ... 49
Unsur hara P ... 51
Unsur hara K ... 52
Hasil Analisis Tanah ... 54
Kemasaman tanah (pH) ... 55
Kadar keasaman pH 1:1 H2O ... 55
Kadar keasaman pH 1:1 KCl ... 58
Kadar C organik (C-Org) ... 62
Kadar C/N tanah ... 64
Kadar KTK tanah ... 68
Pengamatan Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Sagu ... 73
Panjang Rakis ... 73
Regresi Kadar Hara ... 77
Regresi Kadar Hara Fase Setelah Pembentukan Batang (SP) ... 77
Regresi Kadar Hara Fase Sebelum Pembentukan Batang (BP) ... 79
KESIMPULAN DAN SARAN ... 83
Kesimpulan ... 83
Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 85
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Perkiraan Tahapan Fenologi dari Sagu ... 6
2. Curah hujan dan hari hujan di Stasiun Pengamatan Selat Panjang (2007 ... 21
3. Rata-rata Suhu Udara pada Stasiun Japura - Rengat ... 22
4. Rata-rata Kecepatan Angin Pada Stasiun Japura - Rengat ... 23
5. Kadar N (%) masing-masing pelepah Tanaman Sagu (Metroxylon sago Rottb.) pada fase pembentukan batang ... 50
6. Kadar P (%) masing masing pelepah Tanaman Sagu (Metroxylon sago Rottb.) pada fase pembentukan batang ... 52
7. Kadar K (%) masing masing pelepah Tanaman Sagu (Metroxylon sago Rottb.) pada fase pembentukan batang ... 53
8. Hasil analisis tanah di tiga blok observasi (H29, N25 dan H31) ... 60
9. Nilai R2 (R-Sq) yang menunjukkan keeratan hubungan antara kadar unsur hara dengan panjang pelepah pada tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) pada fase setelah pembentukan batang (SP) di tiga blok observasi (H29, N25 dan H31). ... 78
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Morfologi Sagu (Metroxylon sago Rottb) (Ellen, 2006) ... 3
2. Model Fenologi pohon sagu (Metroxylon sago Rottb.) ... 6
3. Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau ... 19
4. Bloking Area dengan menggunakan Kompas ... 25
5. Gambar Bibit Berbetuk L ... 27
6. Persemaian bibit sagu dalam rakit ... 29
7. Bibit sagu untuk sulam ... 30
8. Contoh lubang tanam yang berukuran 30 cm x 30 cm x 40 cm ... 32
9. Bibit yang baru ditanam ... 33
10. Keadaan tanaman sagu setelah penjarangan anakan (Thining Out) ... 36
11. Kegiatan Sensus Tanaman ... 36
12. Pemotongan Batang Sagu dengan menggunakan chainshaw ... 39
13. Rataan pH 1:1 H2O, fase SP dan BP tanah pada kedalaman 30 cm dan ... 56
14. Rataan pH 1:1 H2O, 30 cm dan 60 cm tanah pada fase pembentukan batang di 3 blok observasi ... 57
15. Rataan pH 1:1 KCl, fase SP dan BP tanah pada kedalaman 30 cm dan 60 cm di 3 blok observasi ... 58
16. Rataan pH 1:1 KCl, 30 cm dan 60 cm tanah pada fase pembentukan batang di 3 blok observasi ... 59
17. Perbandingan rataan C-Org, fase SP dan BP tanah pada kedalaman 30 dan 60 cm di 3 blok... 62
18. Perbandingan rataan C-org, 30 cm dan 60 cm tanah pada fase pembentukan batang di 3 blok... 63
20. Grafik Perbandingan rataan P HCl 25%, 30 cm dan 60 cm tanah pada fase
pembentukan batang di tiga blok ... 66
21. Perbandingan rataan KTK N NH4OAc pH 7, fase Setelah Pembentukan Batang (SP) dan fase sebelum pembentukan batang ... 69
22. Perbandingan rataan KTK N NH4OAc pH 7, kedalaman 30 cm dan 60 cm tanah
pada fase pembentukan batang batang di 3 blok ... 70
23. Rata-rata Panjang Rakis Fase Pembentukan Batang di Dua Kondisi Tanaman Blok H29 ... 73
24. Rata-rata Panjang Rakis Fase Pembentukan Batang di Dua Kondisi Tanaman Blok N25 ... 74
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Struktur Organisasi National Sago Prima ... 93
2. Peta pengambilan sampel daun ulangan 1 Blok H29 ... 94
3. Peta pengambilan sampel daun ulangan 2 Blok N25 ... 95
4. Peta pengambilan sampel daun ulangan 2 Blok H31 ... 96
5. Suhu Harian Wisma Tuni Desa Kepau Baru (7 s/d 23 Maret 2011) ... 97
6. Ketinggian Air Kanal dan Curah Hujan di Wisma Tuni (7 s/d 23 Maret 2011) Desa Kepau Baru ... 98
7. Ketinggian Air Kanal dan Pizo di Wisma Tuni Desa Kepau Baru 24 Maret – 10 Juni 2011 ... 99
8. Grafik Suhu Harian Wisma Tuni Desa Kepau Baru 24 Maret – 10 Juni 2011 ... 100
9. Hasil Pengamatan Vegetatif Tanaman Sagu (Metroxylon sago Rottb.) di Blok H29 ... 101
10. Hasil Pengamatan Vegetatif Tanaman Sagu (Metroxylon sago Rottb.) di Blok N25 ... 102
11. Hasil Pengamatan Vegetatif Tanaman Sagu (Metroxylon sago Rottb.) di Blok H31 ... 103
12. Hasil dan Peta Pengambilan Sampel Tanah di Blok H29 ... 104
13. Hasil dan Peta Pengambilan Sampel Tanah di Blok N25 ... 105
14. Hasil dan Peta Pengambilan Sampel Tanah di Blok H31 ... 106
15. Rentang dan rataan kadar hara per pelepah tanaman sagu pada fase pembentukan batang, SP dan BP ... 107
16. Hasil analisis daun pelepah 2 sampai 4 tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) pada fase pembentukan batang, SP dan BP ... 108
18. Hasil analisis daun pelepah 8 sampai 9 tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) pada fase pembentukan batang, SP dan BP ... 110
19. Hasil analisis tanah Blok H29 (pH, Kadar Abu, N-total, C/N, P, Ca, Mg, K ) ... 111
20. Hasil analisis tanah Blok H29 (Na, KTK, KB, Al-dd, Fe, Cu, Zn, Kadar Air, B) .... 112
21. Hasil analisis tanah Blok N25 (pH, Kadar Abu, N-total, C/N, P, Ca, Mg, K) ... 113
22. Hasil analisis tanah Blok N25 (Na, KTK, KB, Al-dd, Fe, Cu, Zn, Kadar Air, B) .... 114
23. Hasil analisis tanah Blok H31 (pH, Kadar Abu, N-total, C/N, P, Ca, Mg, K) ... 115
24. Hasil analisis tanah Blok H31 (pH, Kadar Abu, N-total, C/N, P, Ca, Mg, K) ... 116
25. Sejarah pemupukan sagu di tiga blok observasi (H29, N25 dan H31) PT National Sago Prima ... 117
26. Ilustrasi dari pelepah sagu (Metroxylon sago Rottb.). Panjang petiol meliputi
Sagu (Metroxylon sago Rottb.) termasuk tumbuhan monokotil dari famili Palmae, marga Metroxylon dan ordo Spadiciflorae (Ruddie et al. dalam Haryanto dan Pangloli, 1992). Metroxylon berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua suku kata, yaitu Metra berarti isi batang atau empulur dan xylon yang berarti
xylem. Tanaman sagu merupakan tanaman tahunan sehingga tidak memerlukan penanaman ulang dan panen dapat dilakukan secara terus menerus dengan
mengelola jumlah anakan (sucker atau tiller) (Rostiwati et al. dalam Sumaryono
et al., 2007).
Indonesia memiliki areal sagu terluas di dunia (1.13 juta hektar atau
seki-tar 51.3% dari luas aral sagu dunia – 2.20 juta ha) (Santoso dan Rostiwati, 2007).
Menurut Flach dalam Sumaryono et al. (2007), dibandingkan dengan tanaman penghasil karbohidrat lain sagu mempunyai beberapa kelebihan antara lain
pro-duktivitasnya yang lebih tinggi yakni dapat menghasilkan 15-25 ton pati
ke-ring/ha/tahun. Bahkan Bintoro et. al (2010) menyebutkan bahwa produktivitas ta-naman Sagu dapat mencapai 20-40 ton/ha/tahun.
Penelitian tentang analisis dan pengambilan sampel tanaman sagu ( Metro-xylon spp.) masih sedikit. Penelitian Leaf Nutrient Variation in Sago Palm pernah dilakukan Shiong dan Ahmed, 1991. Hasil penelitian yang ditampilkan dalam
Prosiding Simposium Internasional Sagu ke-4 di Kuching, Sarawak Malaysia ini
merekomendasikan bahwa pelepah ke 3, 4 dan 5 pada anak daun bagian tengah
dapat digunakan sebagai sampel untuk penilaian status hara mayor maupun minor.
Analisis daun dapat menerminkan kondisi status hara tanaman serta
mem-berikan gambaran ketersediaan hara dalam tanah. Analisis daun mencerminkan
apa yang dapat diserap tanaman dari dalam tanah dari awal pertumbuhan tanaman
hingga saat pengambilan contoh daun (Setyorini, 2003).
Metode diagnosis yang berkaitan dengan analisis jaringan tanaman
mem-punyai peran kunci dalam tepatnya penentuan dan intrepretasi kondisi hara
dibandingkan dengan masing masing unsur hara sendiri, dan juga hubungannya
dengan umur jaringan tanaman (Beaufils 1973 dalam Silva 2004).
Komposisi hara tanaman tertentu tidak tetap selamanya, komposisi ini
berubah dari bulan ke bulan, bahkan dari jam ke jam dalam satu hari, dari tanah
satu ke tanah lainnya, begitu pula bervariasi pada bagian-bagian tanaman itu
sen-diri (Jones, 1991 dalam Leiwakabessy 1998). Dengan demikian pengambilan
contoh untuk analisis tanaman bagian yang spesifik dan dari lokasi tanaman
tertentu serta fase pertumbuhan atau umur yang definitif harus dipilih pada saat
sampling. Pengambilan contoh tanaman didasarkan kepada umur fisiologis
tana-man. Secara umum jaringan tanaman yang muda, secara fisiologis, komposisi
ha-ranya cepat berubah dan disarankan tidak diambil.
Pada tahap akhir pengambilan contoh tanah dan daun yang dilakukan
dalam kegiatan magang kali ini digunakan untuk mengetahui pelepah
rekomenda-si pengambilan sampel tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) pada fase pem-bentukan batang.
Tujuan
Tujuan umum dari kegiatan magang adalah :
1. Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan mahasiswa dalam kegiatan
budi-daya serta pengelolaan manajemen perkebunan sagu (Metroxylon sago Rottb.). 2. Mempelajari aspek teknis dan menejerial budidaya sagu (Metroxylon sago
Rottb.) di PT. National Sago Prima, Selat Panjang, Riau.
Tujuan khusus dari penelitian yang dilakukan adalah :
1. Menemukan pelepah yang bisa digunakan untuk sampel pada saat
pengambilan contoh daun pada fase sebelum dan setelah pembentukan batang.
2. Mengetahui regresi kadar hara dan keberbedanyataan masing-masing pelepah
Morfologi Sagu
Sagu tumbuh dalam bentuk rumpun. Setiap rumpun terdiri atas 1-8 batang
sagu, pada setiap pangkal tumbuh 5-7 batang anakan. Pada kondisi liar rumpun
sagu akan melebar dengan jumlah anakan yang banyak dalam berbagai tingkat
pertumbuhan (Harsanto, 1985). Lebih lanjut Flach (1983) menyatakan bahwa
sagu tumbuh berkelompok membentuk rumpun mulai dari anakan sampai tingkat
pohon. Tajuk pohon terbentuk dari pelepah yang berdaun sirip dengan tinggi
pohon dewasa berkisar antara 8-17 meter tergantung dari jenis dan tempat
tumbuhnya.
a. Batang
Batang sagu merupakan bagian terpenting karena merupakan gudang
penyim-panan pati atau karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri sangat
luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol dan bermacam-macam industri
lain-nya (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Batang sagu berbentuk silinder yang tingginya dari permukaaan tanah sampai
pangkal bunga berkisar 10-15 meter, dengan diameter batang pada bagian bawah
dapat mencapai 35 samapi 50 cm (Harsanto,1985), bahkan dapat mencapai 80 - 90
cm (Haryanto dan Pangloli, 1992). Umumnya diameter batang bagian bawah agak
lebih besar daripada bagian atas, dan batang bagian bawah umumnya mengandung
pati lebih tinggi daripada bagian atas (Manuputty, 1954 dalam Haryanto dan Pangloli, 1992).
Pada waktu panen bobot batang sagu dapat mencapai lebih dari 1 ton,
kan-dungan patinya berkisar antara 15 sampai 30 persen, sehingga satu pohon sagu
mampu menghasilkan 150 sampai 300 kg pati segar (Harsanto, 1985; Haryanto
dan Pangloli,1992).
b. Daun
Daun sagu berbentuk memanjang (lanceolatus), agak lebar dan berinduk tulang daun di tengah. Tangkai daun sagu mempunyai ruas yang mudah
di-patahkan. Ruas tersebut terdapat diantara tangkai daun dengan lebar daun
(Har-santo, 1985). Daun sagu mirip dengan daun kelapa, mempunyai pelepah yang
menyerupai daun pinang. Pada waktu muda, pelepah daun tersusun secara
berla-pis tetapi setelah dewasa terlepas dan melekat sendiri-sendiri pada ruas batang
(Harsanto, 1985; Haryanto dan Pangloli, 1992).
Menurut Flach (1983) dalamHaryanto dan Pangloli (1992) sagu yang tumbuh
pada tanah liat dengan penyinaran yang baik, pada umur dewasa memiliki 18
tangkai yang panjangnya antara 60 cm sampai 180 cm dan lebarnya sekitar 5 cm.
Pada kondisi pohon sagu tersebut, setiap tangkai terdapat sekitar 50 pasang daun.
Pada waktu muda daun sagu berwarna hijau muda yang berangsur-angsur
kemerah-me-rahan apabila sudah tua dan matang. Tangkai daun yang sudah tua akan lepas dari
batang (Harsanto, 1986).
Fase Pertumbuhan
Sagu tergolong tanaman yang umumnya dikembangbiakan dengan anakan
meskipun dapat diperbanyak dengan dengan biji. Anakan sagu mulai membentuk
batang sekitar 3 tahun, kemudian pada sekitar batang bagian bawah tumbuh
tunas-tunas yang berkembang menjadi anakan (sucker). Pola pertumbuhan anakan tersebut terus berlangsung sehingga kemudian membentuk rumpun. Pada kondisi
yang baik dalam 3 – 4 tahun, dua anakan akan berkembang menjadi pohon (Flach
1983 dalam Bintoro 2008).
Flach et. al. (1986) dalam Bintoro (2008) mengemukakan lima fase per-tumbuhan sagu 1) fase awal yaitu dari perkecambahan sampai dua daun pertama;
2) fase roset yang dimulai dari dua daun pertama sampai daun dewasa pertama
(3.5 – 4.0 tahun); 3) fase pertumbuhan batang; 4) fase pembentukan buah; dan 5)
fase pemasakan buah. Pitries (1966) dan Louhenapessy (1993) dalam Bintoro
(2008) membagi enam fase pertumbuhan yaitu fase semai/anakan; fase sapihan;
fase tiang; fase pohon dan fase masak tebang dan fase lewat masak tebang,
se-dangkan fase masak tebang terdiri atas fase putus duri; fase daun pendek; fase
jantung dan fase sirih buah.
Sagu mempunyai pelepah paling banyak pada fase bolting stage. Bolting stage merupakan tahap awal dari fase generatif. Ditandai dengan kemunculan bunga, munculnya pelepah baru yang mempunyai ukuran yang lebih kecil
daripa-da pendaripa-dahulunya, petiol daripa-dan rakis menjadi lebih pendek, anak daripa-daun menjadi lebih
pendek dan kecil, internode (jarak antar ruas pada batang) menjadi lebih panjang
dan menjauh (Gusmayanti, et. al., 2008).
Rata-rata panjang pelepah dan jumlah anak daun mempunyai nilai yang
tinggi pada tahap akhir pembentukan batang. Jumlah pelepah hidup bervariasi
Tabel 1. Perkiraan Tahapan Fenologi dari Sagu
5.0 Mulai batang terbentuk 0.214
6.0 Permulaan pertumbuhan
meningkat selama pembentukan batang. Pembentukan batang terjadi setelah masa
Rossete (s=0) berakhir yaitu setelah berumur 45 bulan dan kemudian tumbuh membesar dan memanjang dalam waktu 54 bulan (Flach dalam Barahima, 2006).
Rossete Trunk Formation Flowering Fruit-Ripening
s=0 s=1
Sumber : (Gusmayanti, et. al., 2008)
Gambar 2. Model Fenologi pohon sagu (Metroxylon sago Rottb.)
Ketika mencapai fase reproduktif alokasi bahan kering untuk
pembentuk-an pelepah berhenti dpembentuk-an jumlah pelepah berkurpembentuk-ang secara kuadratik ( non-linearly). Pelepah lebih muda relatif lebih pendek pada sagu berumur 10.5 tahun atau lebih (tahapan fenologi (s) =0.498). Perbedaan antara panjang pelepah muda
dan tua relatif kecil pada sagu berumur 3 sampai 10 tahun (s =0.212 sampai
s=0.475) (Gusmayanti, et. al., 2008).
Gambut
Tanah gambut dalam Takonomi Tanah menurut Arhidani (2000)
didefini-sikan antara lain sebagai tanah yang mengandung C-organik lebih dari 12%
(bahan organik lebih dari 20%) bila tanah tidak mengandung liat, atau C-organik
lebih dari 18% (bahan organik lebih dari 30%) bila tanah mengandung liat 60%
atau lebih dan tebalnya lebih dari 40 cm. Menurut definisi yang disepakati
Kong-res Internasional Ilmu Tanah di Rusia dalam Gunawan (2007), lahan gambut
dide-finisikan sebagai tanah organik yang meliputi sekurang-kurangnya 1 ha dengan
kedalaman 0.5 m atau lebih dan kandungan mineral tidak lebih dari 35%.
Gambutdicirikan dengan timbunan bahan tanaman yang telah membusuk
dalam jumlah besar, rendahnya pH, tingginya air kanal, kejenuhan basa dan unsur
mikro rendah, nisbah C/N dan senyawa humat tinggi dan rendahnya unsur hara
(Johan, 2003).
Sagu (Metroxylon sago Rottb.) yang ada di tanah gambut tumbuh lebih lambat dan memiliki produksi lebih rendah dibandingkan dengan sagu yang
tumbuh pada tanah mineral. Perbedaan tersebut berkaitan dengan pembatas kimia
dan fisika pada tanah gambut, yang meliputi : rendahnya bulk density, tingginya
kadar keasaman, dan rendahnya unsur N, P, K, Ca, Zn, dan Cu. Meskipun
demiki-an, konsentrasi dari K, Na, dan Ca pada bagian anak daun yang sudah dewasa
me-ningkat secara signifikan dengan meme-ningkatnya konsentrasi unsur tersebut pada
larutan tanah. Hal ini mengindikasikan bahwa konsentrasi kation pada anak daun
sagu sangat tergantung pada konsentrasi kation pada larutan tanah (Yoshida, 1981
dari mineral tanah lapisan kedua (subsoil) untuk menjamin pertumbuhan yang ba-gus pada sagu (Jong, et. al., 2006).
Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu gambut fibrik, hemik dan saprik. Gambut fibrik adalah bahan tanah gambut
yang masih tergolong mentah yang dicirikan dengan tingginya kandungan
bahan-bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih dapat dilihat keadaan
aslinya dengan ukuran beragam dengan diameter antara 0.15 mm hingga 2.00 cm.
Gambut hemik adalah tanah gambut yang sudah mengalami perombakan dan
ber-sifat separuh matang. Gambut saprik adalah bahan tanah gambut yang sudah
mengalami perombakan lanjut dan bersifat matang hingga sangat matang (Noor
dalam Agrianita, 2011).
Analisis Tanaman
Aldrich dalam Leiwakabessy dan Sutandi (1998) mengemukakan hal yang
perlu diperhatikan dalam analisis tanaman adalah : (a) Teknik sampling dan
persi-apan analisis, jumlah contoh, bagian tanaman yang diambil, pembersihan contoh
dari bahan pengotor serta persiapannya perlu adanya pengaturan dan prosedur
baku. (b) Ketersediaan standar untuk mengintrepretasi hasil analisis tanaman,
per-lu standar untuk jenis/varietas tanaman yang spesifik, pada umur tanaman
terten-tu, dan bagian tanaman yang diambil. (c) Kadang-kadang analisis tanaman tidak
bisa mengidentifikasi permasalahan yang muncul. Pada kasus tertentu, analisis
ta-naman tidak tegas membedakan komposisi hara dibanding analisis tanah,
misalnya, tanaman tumbuh normal pada pH 6.0, dan tidak normal pada pH 8.6
na-mun komposisi hara keduanya tidak tegas berbeda. (d) Analisis tanaman
seringkali terlambat untuk mengoreksi masalah nutrisi tanaman pada tanaman
se-tahun, pada musim tanam tersebut, namun dapat bermanfaat untuk musim tanam
berikutnya. (e) Intrepertasi akan terus menjadi masalah pada beberapa kasus
sam-pai standar referensi lebih lengkap, yang dikembangkan untuk jenis tanaman,
meru-pakan hasil interaksi berbagai faktor, sehingga penguasaan faktor-faktor tersebut
sangat berperan dalam intrepertasi.
Penggunaan analisis tanaman pada tanaman setahun sering terlambat
dalam menangani masalah nutrisi yang terjadi, karena hasil analisis tak bisa
dite-rapkan langsung terhadap tanaman yang bersangkutan. Oleh karena itu
Leiwaka-bessy dan Sutandi (1998) lebih menyarankan penelitian pembinaan analisis
ta-naman diutamakan untuk tata-naman tahunan, sedangkan penelitian pembinaan uji
tanah diutamakan untuk tanaman setahun. Namun disarankan pula perlu
pembina-an pembina-antara kedua metode tersebut baik untuk tpembina-anampembina-an setahun dpembina-an tahunpembina-an
meng-ingat uji tanah dan analisis tanaman saling menunjang satu sama lainnya
(Leiwa-kabessy dan Sutandi, 1998). Analisis tanaman biasanya dilakukan pada sampel
yang telah disiapkan di laboraturium pada keadaan terkontrol (Jones and Case
dalam Munson, 1998).
Keabsahan dan manfaat dari penentuan unsur dasar dari pengumpulan
sampel jaringan tanaman bertumpu pada pendekatan cerdas dan realistis pada
masalah bagaimana mendapatkan sampel yang terpercaya. Jika sampel yang
diambil tidak mencerminkan populasi umum, semua kehati-hatian pekerjaan yang
banyak membutuhkan biaya dalam analisis yang berlanjut akan sia-sia karena
hasilnya tidak valid. Untuk mendapatkan sampel yang representatif dari spesies
tanaman tertentu merupakan masalah yang kompleks, dan pengetahuan ahli
diperlukan sebelum ini dapat dikerjakan.
Ketika mempertimbangkan variasi pada unsur hara dari satu tanaman ke
tanaman lain, keadaannya dapat sepenuhnya berbeda. Jika terdapat variasi yang
cukup besar, pengambilan sampel secara mendalam diperlukan untuk
mendapat-kan jaringan tanaman yang cukup guna mewakili unsur hara dari pengambil
sampel tanaman.
Jaringan tanaman yang seharusnya tidak diambil pada saat pengambilan
sampel adalah jaringan tanaman yang tertutup oleh tanah, debu atau residu bahan
kimia, tanaman yang dirusak oleh serangga, terluka secara fisik atau penyakit,
tanaman yang dengan jelas dipengaruhi oleh stres hara, bagian ruas atau pangkal
ruas tanaman, tanaman yang dikelilingi gulma, seluruh tanaman kecuali benih.
Analisis Tanah
Secara umum, analisis tanah menggunakan tanah padat untuk melakukan
pengujian. Karena sampel tanah biasanya terkumpul pada kondisi fisik yang
bera-gam, maka syarat umum pada persiapan bahan diperlukan untuk mengurangi
ma-salah tersebut dan mempercepat proses pengujian (Geldermand dan Mallarino,
1998).
Idealnya, sampel tanah di analisis tanpa mencampur atau mengubah secara
kimia atau mekanik pada saat proses penyiapan sampel. Tetapi hal ini akan
me-nyebabkan dibutuhkannya metode analisis ditempat yang secara teknis tidak layak
digunakan sekarang. Untuk kemudahan penanganan dan menghasilkan sampel
yang homogen dan tercampur dengan baik, sampel tanah biasanya dikeringkan
atau dilumatkan. Sampel tanah yang telah dikeringkan dan dilumatkan lalu
ditim-bang selanjutnya dihitung volumenya. Diusahakan tidak menggunakan alat yang
bisa mengotori unsur hara yang ada dalam tanah (Geldermand dan Mallarino,
1998).
Penanganan sampel sebelum analisis dapat mempengaruhi hasil tes tanah.
Pengeringan dapat meningkatkan hilangnya kalium yang tertukar pada tanah dan
fiksasi pada pihak lain. Fiksasi dapat terjadi pada tanah yang baru dipupuk pada
tingkat tes yang paling akhir. Peningkatan suhu dapat juga meningkatkan level
ka-lium yang dapat tertukar (Geldermand dan Mallarino, 1998).
Pengeringan dengan menggunakan metode pengeringan tertentu dapat
mempengaruhi hasil dari uji meneralisasi nitrogen, fosforus, sulfur, dan mungkin
unsur hara mikro lain, akan tetapi hubungan antara hasil tes dan pengambilan hara
oleh tanaman tidak secara signifikan dipengaruhi oleh pengeringan (Geldermand
dan Mallarino, 1998).
Karena sulitnya menganalisis sampel basah dan karena banyak penelitian
tanah basah tidak digunakan secara luas untuk metode pengujian (Geldermand
dan Mallarino, 1998).
Sebagian besar metode yang telah dikembangkan untuk penentuan unsur
total pada tanah organik meliputi dua tahap prosedur, diantaranya : a.
penghancur-an secara penuh dari fraksi orgpenghancur-anik dpenghancur-an penghancur-anorgpenghancur-anik pada pada matrik tpenghancur-anah dengpenghancur-an
cara oksidasi untuk membebaskan semua unsur pada larutan dan b. penentuan
un-sur hara terlarut dengan beberapa cara. Prosedur kimia meliputi penghancuran
ba-han organik (gambut, tanaman, endapan, tanah) dibagi secara umum menjadi dua
Kegiatan magang dilaksanakan di kebun PT. National Sago Prima,
Kabu-paten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau selama empat bulan, yaitu mulai bulan
Februari sampai Juni 2011.
Metode
Magang
Selama magang mahasiswa bekerja langsung di lapangan untuk mengikuti
kegiatan di lapangan sesuai dengan topik yang telah ditentukan oleh pihak bagian
Research and Development PT. Sampoerna Agro dibawah PT. National Sago Prima.
Metode yang dilakukan meliputi metode langsung dan tidak langsung.
Metode langsung yaitu kegiatan yang dilakukan berupa kegiatan teknis di lapang.
Pelaksanaan kegiatan teknis budidaya yaitu dengan mengikuti seluruh kegiatan
dan mengamati teknis di lapang seperti pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan
pemanenan. Kegiatan teknis lapang dilakukan dengan terlebih dahulu
mendapat-kan instruksi dan arahan dari asisten divisi dan mandor. Seluruh teknis kegiatan
magang yang dilakukan berdasarkan prosedur kerja yang diterapkan oleh
per-usahaan. Pelaksanaan metode langsung dengan mengikuti kegiatan teknis
budi-daya dan memperoleh data primer. Data primer berupa prestasi kerja dan
hamba-tan yang terjadi selama kegiahamba-tan. Data primer dibandingkan dengan shamba-tandar kerja
yang berlaku di perusahaan.
Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan melakukan studi pustaka
yang ada di perusahaan, diskusi dan wawancara kepada karyawan yang ada di
perusahaan. Kegiatan tersebut dilakukan baik saat jam kerja maupun di luar jam
kerja para karyawan. Data yang didapat dari kegiatan tersebut berupa data
sekun-der yakni informasi tentang perusahaan. Informasi tersebut antara lain sejarah
Penelitian
Aspek khusus yang dilakukan selama kegiatan magang yakni pengambilan
sampel daun dan tanah untuk mengetahui rekomendasi pengambilan sampel
pele-pah pada tanaman sagu (Metroxylon sago Rottb.) di lahan PT. National Sago Pri-ma.
Penelitian observasi dibagi menjadi empat tahapan yaitu: a. Survei Lapang
yaitu untuk menentukan parameter pelepah dan lokasi tepat tanaman sagu pada
baris di blok lahan yang digunakan sebagai contoh pengambilan sampel b.
Pe-nandaan sampel yaitu memberikan tanda berupa plang dari pelepah sagu tua yang
telah diberi penanda. Pemberian tanda berguna untuk acuan pengambilan sampel
pada tahapan selanjutnya c. Pengambilan sampel daun dan tanah d. Pemrosesan
sampel sampai siap untuk dianalisis.
Percobaan dilakukan dengan menggunakan teknik observasi dengan 3
ulangan dengan masing masing ulangan terdapat 20 tanaman. Ulangan 1 terdapat
di blok H29 Divisi 1, Ulangan 2 terdapat di blok N25 Divisi 2, sedangkan
Ulang-an 3 terdapat di blok H31 Divisi 3. Ditiap ulUlang-angUlang-an ada dua parameter yaitu fase
dan faktor kualitas tanaman yang diukur berdasarkan jumlah pelepah per tanaman
utama pada rumpun sagu. Fase tanaman sagu yang diamati adalah fase
pembentu-kan batang yang dibedapembentu-kan menjadi dua yaitu : fase sebelum pembentupembentu-kan batang
(SP) dan fase setelah pembentukan batang (BP). Kualitas tanaman sagu diukur
berdasarkan jumlah pelepah yang dimiliki tanaman utama pada rumpun sagu.
Sa-gu yang mempunyai pelepah ≥ 7 diberi tanda 1 dan pelepah yang ≤ 7 diberi tanda
0. Batas pelepah diperoleh berdasarkan rata-rata jumlah pelepah hasil survei
la-pang sebelum pengambilan sampel dilakukan.
Survei lapang bertujuan untuk mencari rumpun yang potensial untuk
dija-dikan tanaman contoh berdasarkan parameter jumlah pelepah dan fase dari
rum-pun tersebut. Survei dilakukan pada tanggal 24 sampai 28 Februari 2011. Bagian
penting dari survei lapang adalah pencatatan lokasi relatif terhadap rumpun lain
pada masing masing blok lahan pengambilan sampel dan penentuan rata rata total
jumlah pelepah, sehingga bisa ditentukan parameter selanjutnya bagi
baik dan tidak baik relatif rumpun tanaman sagu dilihat dari jumlah pelepah yang
dimiliki.
Penandaan sampel dan pemberian plang dilakukan sebelum pengambilan
sampel di 3 petak pada tanggal 21-23 Maret 2011 (N25, H29, H31). Penandaan
tersebut dilakukan pada 52 rumpun dari total 60 rumpun pada 3 blok tersebut. Sisa
rumpun yang be-lum ditandai dilakukan setelah petak N25 selesai dilakukan
sampling dan peng-amatan yaitu pada tanggal 7 Mei 2011. Peta pengambilan
sampel di Blok H29, N25 dan H31 berturut-turut terdapat pada Lampiran 2, 3 dan
4.
Sampling dan pengambilan sampel dilakukan di 3 petak (N25, H29, dan
H31) yang telah dilakukan penandaan sampel sebelumnya. Sampling dan
peng-ambilan sampel pertama pada petak H29 dilakukan pada tanggal 24 sampai 29
Maret 2011. Selanjutnya pengambilan sampel pada petak N25 tahap 1 dilakukan
pada tanggal 29 sampai 30 Maret 2011 dan tahap 2 dilakukan pada tanggal 16
sampai 30 April 2011. Pengambilan sampel terakhir pada petak H31 dilakukan
pada tanggal 3 sampai 10 Mei 2011. Pengamatan dilakukan antara lain pada
pe-ubah-peubah berikut : a).Tinggi batang (dalam meter) pada fase Setelah
bentukan Batang (SP) b). Diameter batang (dalam mm) pada fase Setelah
Pem-bentukan Batang (SP) yang diukur satu meter dari permukaan tanah c). Jumlah
pelepah total per rumpun sampel (SP dan BP) d). Panjang pelepah (dalam satuan
milimeter) ke 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 (khusus untuk BP 0 dan SP 0 panjang
pelepah yang diamati hanya pelepah ke 2-7) e). Jumlah anakan yang berada
da-lam rumpun pengamatan. Anakan yang diamati adalah yang mempunyai bobot
bi-bit 5-10 kg dan diatas 10 kg. Pada penelitian kali ini tidak dilakukan pengamatan
menyeluruh karena waktu dan kondisi yang tidak memungkinkan. Pengamatan
hanya dilakukan pada saat pengambilan sampel tanah yaitu pada pertambahan
pelepah sebanyak 35 tanaman.
Masing-masing rumpun sampel tersebut diambil anak daun pada pelepah
yang telah ditentukan sebelumnya. Pengambilan anak daun tersebut dilakukan
pada bagian tengah radiks dengan jumlah anak daun bervariasi antara 6 s/d 12
tersebut pada kanan dan kiri pelepah. Anak daun yang telah diambil dimasukkan
ke dalam amplop yang kemudian dibersihkan dari duri pinggir, tulang daun, debu
di permukaan daun dan daun yang kering dihilangkan dengan alat pemotong.
Setelah itu, kemudian anak daun dikelompokkan menjadi 4 perlakuan.
Pertama, SP0 adalah fase setelah pembentukan batang berjumlah pelepah 2
sampai 7. Kedua, SP1 adalah fase setelah pembentukan batang berjumlah pelepah
2 sampai 9. Ketiga, BP0 adalah fase sebelum pembentukan batang berjumlah
pelepah 2 sampai 7. Keempat, BP1 adalah fase sebelum pembentukan batang
berjumlah pelepah 2 sampai 9. Masing-masing perlakuan mempu-nyai 5 sampel
sehingga untuk tiap petak ada 20 sampel. Anak daun yang sudah di-potong
tersebut kemudian ditempatkan dalam oven bersuhu 80°C selama ± 48 jam
kemudian dimasukkan plastik kedap udara setelah dilakukan komposit pada 5
sampel per perlakuan tersebut. Komposit dari semua sampel dari 3 blok yaitu blok
H29, N25 dan H31 dikumpulkan pada trash-bag terpisah dan disimpan dalam suhu ruangan.
Selain sampling dan pengamatan pada tanaman sagu juga dilakukan
sam-pling dan pengamatan pada tanah gambut. Pengambilan sampel tanah dilakukan
pada tanggal 15 sampai 18 Juni 2011. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada
2 kedalaman yaitu pada kedalaman 0-30 cm dan 30-60 cm. Masing masing
keda-laman akan diambil 3 titik dengan berat per kedakeda-laman 1 kg. Kedakeda-laman 0-30 cm
dan 30-60 cm tersebut tercakup dalam dua kondisi yaitu kondisi bagus (1) dan
kondisi jelek (0) dan dua kondisi tersebut tercakup lagi dalam dua fase
pertum-buhan sagu yaitu fase sebelum punggung gajah (BP) dan setelah punggung gajah
(SP). Jadi total sampel ada 8 dengan berat masing masing sampel 1 kg. Peta
pengambilan sampel tanah di tiga blok observasi dapat dilihat pada Lampiran 12,
13 serta 14.
Sampel tanah yang diambil tersebut total ada 35 titik dari total 3 blok
pengamatan. Diblok terakhir yang seharusnya terdapat 12 titik pengamatan,
karena kendala teknis pencarian sampel yang sulit maka diputuskan untuk BP0U3
hanya diambil 2 ulangan. Setelah semua sampel tanah terkumpul masing masing
sama dijadikan satu ke dalam satu karung goni. Dari karung goni tersebut, setelah
selesai pengambilan sampel tanah satu blok maka tanah tersebut dikeluarkan lalu
dijemur dibawah udara luar tanpa terkena sinar matahari langsung. Penjemuran
tersebut dilakukan dengan menggunakan alas kardus bertatakan bekas rakit afkir
yang dikelompokkan sesuai dengan analisis yang dilakukan. Setelah dipastikan
cukup kering sampel tanah yang sebelumnya digemburkan dengan cara diremas
tersebut lalu dimasukan kedalam kantong plastik yang telah ditandai dengan
parameter analisis sebelumnya. Untuk mengurangi berubahnya unsur hara
teruta-ma unsur hara yang mudah menguap seperti nitrogen dan beberapa unsur mikro
maka pengambilan tanah sengaja dilakukan satu minggu sebelum kepulangan dari
Kampung Baru.
Analisis Data
Data yang didapat selama kegiatan magang baik data primer maupun data
sekunder selanjutnya dianalisis dengan metode analisis deskriptif, yaitu
pemapar-an data hasil kegiatpemapar-an magpemapar-ang ypemapar-ang menggambarkpemapar-an seluruh kegiatpemapar-an ypemapar-ang
dila-kukan. Data tersebut kemudian dibandingkan dengan standar kerja yang dimiliki
oleh perusahaan.
Data hasil observasi dianalisis dengan analisis regresi kemudian diuji
dengan t-student. Regresi dibagi menjadi dua yaitu untuk fase SP (setelah
pem-bentukan batang) dan BP (sebelum pempem-bentukan batang). Dari analisis regresi
di-harapkan muncul keluaran berupa pelepah yang berkorelasi positif dengan
perpan-jangan pelepah. Regresi diukur dengan R-Sq. Masing masing unsur hara
mempu-nyai poin tersendiri dalam R-Sq. Uji t-student digunakan untuk menentukan
PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari
kelom-pok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest
Pro-duct yang didirikan pada tanggal 4 September 1970 dengan akta notaris nomor 2
yang dibuat dihadapan Moehammad Ali Asjoedjir, wakil notaris yang bertempat
di Pekan Baru dan mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dengan
kepu-tusan nomor J.A.S/4/1971 pada tanggal 7 Januari 1971. Pada tanggal 24
Desem-ber 1970 nama PT. National TimDesem-ber diubah menjadi PT. National TimDesem-ber and
Fo-rest Product dengan akta notaris nomor 153 yang dibuat dihadapan Muhamad
Said Tadjoedin, notaris di Jakarta. PT. National Timber and Forest Product
meru-pakan salah satu pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) berdasarkan surat
ke-putusan Menteri Pertanian nomor 135/KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret 1974
di Propinsi Riau dengan luas areal konsesi 100 000 ha yang telah beroperasi
sela-ma lebih dari 21 tahun.
Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan nomor
913-/IVPPH/1994 tanggal 18 april 1994 dan surat Menteri Kehutanan nomor
1083-/MENHUT-IV/1995 tanggal 24 juli 1995 pada PT. National Timber and Forest
Product telah diberikan persetujuan prinsip Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Bukan Kayu (IUPHHBK) pada Hutan Tanaman Industri (HTI) dalam hutan
ta-naman (sagu) atas areal hutan produksi seluas ± 19 900 ha di Provinsi Riau.
Sete-lah berakhirnya masa konsesi HPH 20 tahun, selanjutnya pada tahun 1995 PT.
National Timber and Forest Product mengajukan Izin Penebangan Kayu (IPK)
dengan surat keputusan nomor 17/Kpts/HUT/1996.
Izin Penebangan kayu tersebut disetujui dengan syarat apabila setelah
pe-nebangan dilakukan, PT. National Timber and Forest Product harus menanami
kembali areal tersebut dengan Hutan Tanaman Industri yaitu sagu (Metroxylon
Tahunan (RKT) sekali dalam satu tahunnya. Perizinan RKT sebelum otonomi
da-erah dikeluarkan oleh Kanwil Kehutanan dengan rekomendasi Dinas Kehutanan
Propinsi Riau, setelah berlakunya otonomi daerah pemberian izin dikeluarkan
oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Bengkalis.
Pada tahun 2008 dikeluarkan izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman (sagu) kepada PT.
Nati-onal Timber and Forest Product atas areal hutan produksi seluas ± 21 620 ha di
Propinsi Riau dengan surat keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.353/
MEN-HUT-II/2008. Surat Keputusan tersebut dikeluarkan untuk merevisi SK Menteri
Kehutanan nomor 1083/MenhutIV/ 1995 tanggal 24 juli 1995 karena penambahan
luas areal hutan produksi.
Pada tahun 2009 dikeluarkan surat keputusan Menteri Kehutanan no
SK.-380/MENHUT-II/2009 tanggal 25 Juni 2009 tentang perubahan atas keputusan
Menteri Kehutanan nomor SK.353/MENHUT-II/2008 tanggal 24 September 2008
tentang pemberian izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu pada hutan
ta-naman industri dalam hutan tata-naman (sagu) kepada PT. National Timber and
Fo-rest Product atas areal hutan produksi seluas ± 21 620 (dua puluh satu ribu enam
ratus dua piluh) hektar di Provinsi Riau. Keputusan tersebut menetapkan bahwa
nama PT. National Timber and Forest Product berubah menjadi PT. National
Sa-go Prima, namun SK.353/MENHUT-II/2008 tanggal 24 September 2008 beserta
lampiran dan peta areal kerjanya masih tetap berlaku.
PT. National Sago Prima merupakan bagian dari Sampoerna Biofuel yang
merupakan perusahaan yang akan mengembangkan biofuel dari berbagai
komodi-tas. PT. Sampoerna Agro membeli seluruh saham perkebunan sagu tersebut.
Letak Geografis dan Administrasi
Lokasi Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago Prima
se-cara administratif terletak di Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Kepulauan
Meranti, Propinsi Riau yang menempati beberapa desa yaitu Desa Sungai Tohor,
Desa Teluk Buntal, Desa Tanjung Gadai, Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara,
Secara geografis PT. National Sago Prima terletak pada koordinat 0031‟ LU-1008‟ LU dan 101043‟ BT – 103008‟. Berdasarkan Peta Topografi Provinsi Ri-au skala 1 : 250 000, areal kerja PT. National Sago Prima sebagian besar
bertopo-grafi datar dengan ketinggian tempat antara 0 – 5 meter di atas permukaan laut
(dpl) (Gambar 3).
Skala : 1 : 4.500.000
Batas wilayah Kebun PT. National Sago Prima sebelah barat berbatasan
dengan PT. Unisraya, selatan berbatasan dengan Desa Kepau Baru dan Desa
Te-luk Buntal, timur berbatasan dengan Desa Tanjung Sari dan Desa Tanjung Gadai,
dan sebelah utara berbatasan dengan Desa Sungai Tohor.
Keadaan Tanah
Berdasarkan hasil pengukuran planimetris pada peta geologi 1:100 000
su-sunan batuan di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago
Pri-ma terdiri atas jenis batuan endapan aluvial muda berumur holosem dengan
lito-logi lempung, lanau, kerikil kecil, dan sisa pertumbuhan di rawa gambut. Macam
dan jenis tanah yang terdapat di seluruh areal Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu
PT. National Sago Prima adalah jenis tanah organosol dan aluvial. Tanah
organo-sol terdapat di seluruh kelompok hutan Teluk Kepau dengan luas 19.820 hektar
(99.60%) dan jenis tanah alluvial dengan luas 80 hektar (0.40%).
nosol glei humus dengan bahan batuan aluvial pada fisiografi datar. Berdasarkan
tingkat kematangannya tanah gambut tersebut termasuk tanah dengan tingkat
ke-matangan hemik. Berdasarkan uji laboraturium tanah gambut pada areal PT. NSP
termasuk jenis gambut topogenous yang bersifat mesotrofik, artinya gambut air
ta-war dengan tingkat kesuburan sedang (Mofu, 2011).
Kurangnya ketersediaan unsur-unsur hara bagi tanaman menjadi salah satu
faktor penyebab hanya jenis vegetasi tertentu saja yang dapat hidup dan tumbuh
pada tanah gambut, sehingga jenis vegetasi yang dijumpai pada hutan rawa
gam-but relatif sedikit (Mofu, 2011).
Karakteristik lahan pada lokasi perkebunan adalah lahan gambut dalam
(3-5 m) dengan tingkat kematangan sedang (gambut hemik). Gambut di wilayah
PT. National Sago Prima termasuk dalam gambut oligotropik yaitu gambut yang
sedikit mengandung bahan mineral. Sekitar 99 % lahan perkebunan merupakan
ta-nah organosol dan sisanya tata-nah aluvial. Tata-nah aluvial banyak terdapat
dise-panjang sungai yang terletak di dalam perkebunan. Sungai yang ada di lokasi
per-kebunan antara lain Sungai Mukun, Sungai Pulau, Sungai Buntal dan Sungai Suir
Kiri. Lokasi kebun PT. National Sago Prima terletak di ketinggian antara 0-5
me-ter diatas permukaan laut. Tingkat kemiringan lahan antara 0 – 5 %.
Karakteristik dan kriteria tanah organosol memiliki solum dalam (>100
cm) dengan kandungan bahan organik lebih dari 20%. Tekstur lapisan bawah
ha-lus (liat) sedangkan lapisan atas merupakan hemik dengan tingkat pelapukan
sam-pai tingkat menengah. Konsistensi tanah lekat, porositas tanah sedang, reaksi
ta-nah tergolong sangat masam dengan pH 3.1-4.0. Kepekaan terhadap erosi relatif
tinggi, namun mengingat topografi wilayah tersebut datar maka kemungkinan
ter-jadi erosi rendah.
Tanah organosol atau lebih dikenal dengan tanah gambut yaitu tanah yang
terbentuk oleh lingkungan yang khas yaitu rawa atau suasana genangan yang
ter-jadi hampir sepanjang tahun. Secara Nasional, luas lahan gambut lebih dari 20
ju-ta ha, sebesar 6.29 juju-ta ha terdapat di Sumatera, semenju-tara 4 044 juju-ta ha dianju-tara-
diantara-nya terdapat di Provinsi Riau. Menurut data KLH diperkirakan gambut di Riau
akan menimbulkan efek rumah kaca. Sekitar 54.71% Daratan Riau merupakan
la-han gambut yang sebagian besar merupakan gambut dalam yang kedalamannya
lebih dari 3 m .
Topografi dan Iklim
Menurut sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson areal Hutan Tanaman
Indus-tri (HTI) PT. National Sago Prima termasuk tipe iklim B dengan Q= 33.3%.
Ber-dasarkan pengukuran curah hujan yang tercatat oleh BMG pada tahun 1971-2000,
curah hujan rata-rata tahunan sebanyak 2 191 mm dengan jumlah hari hujan 280
hari/tahun, curah hujan tertinggi pada bulan November dan curah hujan terendah
pada bulan Agustus. Curah hujan dan hari hujan yang tercatat di Stasiun
Pengamatan Selat Panjang untuk tahun 2008 dan perbandingannya dengan tahun
2007 (Tabel 2). Untuk curah hujan dari tanggal 7 Maret sampai 10 Juni 2011 pada
pengamatan di Wisma Tuni (Divisi 2 Blok I28) bisa dilihat pada Lampiran 6 dan
7.
Tabel 2. Curah hujan dan hari hujan di Stasiun Pengamatan Selat Panjang (2007 s/d 2008)
Suhu udara areal Hutan Tanaman Industri (HTI) Sagu PT. National Sago
Prima berdasarkan data yang diambil dari laporan Poyry yaitu antara 24.20C sampai 26.40C dengan kelembaban udara 85%-90% dan kecepatan angin 2-4 m. Rata-rata suhu udara yang tercatat di Stasiun Pengamatan Selat Panjang untuk
tahun 2008 dan perbandingannya dengan tahun 2007 (Tabel 3). Suhu harian dari
tanggal 7 Maret sampai 10 Juni 2011 pada pengamatan di Wisma Tuni (Divisi 2
Blok I28) bisa dilihat pada Lampiran 5 dan 8.
Tabel 3. Rata-rata Suhu Udara pada Stasiun Japura - Rengat
No Bulan Suhu Udara (°C) Rata-rata
Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Wilayah Japura-Rengat tahun 2008
Berdasarkan Tabel 3 diatas suhu udara rata-rata pada tahun 2008, 26.1°C
sedangkan pada tahun 2007, 26.6°C. Suhu maksimum pada tahun 2008, 31.4°C
sedangkan suhu minimumnya, 22.3°C. Pada tahun 2007 suhu maksimumnya
32.6°C sedangkan suhu minimumnya 22.1°C.
Rata-rata kecepatan angin yang tercatat di Stasiun Pengamatan Selat
Tabel 4. Rata-rata Kecepatan Angin Pada Stasiun Japura - Rengat
No Bulan Angin
Kecepatan Angin (Knot) Kecepatan Terbesar (Knot)
1. Januari 005 8
Sumber : Stasiun Meteorologi dan Geofisika Wilayah Japura-Rengat tahun 2008
Areal Konsesi
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) adalah izin pengusahaan hutan produksi
yang kegiatannya mulai dari penanaman, pemeliharaan, pemungutan hasil, dan
pemasaran. PT. National Timber and Forest Product yang sekarang PT. National
Sago Prima adalah salah satu pemegang HPH di Propinsi Riau berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian nomor 135/ KPTS/ UM/3/ 1974 tanggal 14 Maret
1974 dengan masa konsesi 20 tahun.
Pada tahun 1995, setelah masa konsesi HPH berakhir PT. National Timber
and Forest Product memperoleh Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri
deng-an Surat Menteri Kehutdeng-andeng-an nomor 1083/Menhut-IV/1995 tdeng-anggal 24 juli 1995.
Pada tahun 1996 PT. National Timber and Forest Product selanjutnya mengajukan
izin penebangan kayu (IPK) dengan surat keputusan nomor 17/Kpts/HUT/1996.
Izin Penebangan Kayu (IPK) diberikan dengan ketentuan bahwa setelah
dilakukan penebangan maka areal tersebut harus ditanam kembali dengan
Natio-nal Timber and Forest Product juga harus melakukan penanaman tanaman
unggul-an setempat yaitu geronggunggul-ang (Cratoxylon spp.), tanaman kehidupan (Cocos nucifera Linn.) dan mempertahankan hutan konservasi seluas 10%. PT. National Sago Prima memiliki luas areal konsesi 21.620 ha sesuai surat keputusan Menteri
Kehutanan nomor SK.353/MENHUT-II /2008 tanggal 24 September 2008.
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Pembukaan Lahan (LandClearing)
Kondisi areal yang akan dibuka perlu diketahui terlebih dahulu untuk
me-nentukan sistem yang akan digunakan dalam pembukaan areal tersebut.
Selanjut-nya dilakukan pengukuran dan penataan blok yang dimulai dengan penentuan
ba-tasan areal. Adapun tahapan dari pembukaan lahan yaitu bloking area,
peman-cangan, dan pembutaan lubang tanam.
Bloking area
Penentuan batasan areal (bloking area) merupakan kegiatan pengambilan koordinat untuk menentukan arah dan luasan suatu blok. Bloking area dilakukan
menggunakan teodolit, kompas dan GPS (Gambar 4). Satu blok mempunyai
luas-an 50 ha dengluas-an ukurluas-an 1 000 m x 500 m.
Gambar 4. Bloking Area dengan menggunakan Kompas
Pembagian blok dilakukan dengan membatasi blok tersebut dengan kanal,
baik kanal utama, kanal sekunder, atau kanal tersier yang bertujuan untuk
Kegiatan land clearing di PT. National Sagi Prima sedang dilaksanakan di Divisi 5 dan 7 dengan luas areal 2 200 ha. Sistem kerja yang dilakukan yaitu
sis-tem kontraktor atau borongan. Hal ini menunjukkan harus adanya target pertenaga
kerja dalam melakukan land clearing, target pekerja yaitu 1 orang / ha.
Kegiatan penyiapan lahan dilakukan dengan kombinasi sistem mekanis
menggunakan alat berat eksavator dan sistem manual dengan tebang habis tanpa
pembakaran. Prestasi kerja eksavator yaitu 2 lorong atau 4 jalur tanaman dengan
jam kerja mesin 10 – 18 jam perhari. Kegiatan tersebut berlangsung satu bulan
da-lam mempersiapkan satu blok. Satu alat eksavator dikendalikan oleh empat orang
anggota yaitu satu orang operator dan tiga orang sebagai helper.
Pemancangan blok dan pemancangan ajir
Pemancangan blok yaitu kegiatan pembuatan petak kerja seluas 50 ha/blok
dan menentukan jarak antar lorong tanaman. Pemancangan blok dapat
mengguna-kan kompas maupun theodolit. Pemancangan blok diawali dengan membuat
pan-cang bantu/panpan-cang as yang dicat merah dengan jarak 5 m dari tepi kanal.
Kegi-atan pemancangan blok dilakukan dengan arah timur-barat sepanjang 1 000 m
dengan jarak antar pancang 15 m, dan arah utara-selatan sepanjang 500 m dengan
jarak 100 m.
Pemancangan ajir merupakan kegiatan penandaan titik tempat untuk
me-nentukan lokasi tanaman sebelum pembuatan lubang tanam. Penentuan arah
pe-mancangan dilakukan dari arah utara ke selatan dengan jarak tanam 8 m x 8 m.
Batang pancang atau ajir yang digunakan untuk pemancangan diambil dari
pele-pah sagu atau kayu dengan panjang 2.5 – 3.0 m.
Pembibitan
Persiapan bahan tanam
Anakan adalah bagian dari tanaman induk yang mempunyai struktur
dalam kebun (inhouse) ataupun dari kebun masyarakat (outsource). Anakan sagu yang dijadikan bibit harus memiliki beberapa kriteria. Bibit yang digunakan
seba-iknya diambil dari pohon induk yang memiliki potensi produksi tinggi dan
tum-buh dengan baik, bibit masih segar dengan pelepah yang masih hijau, bibit tua
dengan ciri banir (bonggol) yang keras, pelepah dan pucuk yang masih hidup,
bo-bot 3 – 4 kg per bibit (abut), perakaran yang cukup, panjang pelepah minimal 30
cm, dan tidak terserang hama serta banir berbentuk L (Bintoro, 2008). Anakan
sa-gu yang disa-gunakan sebagai bibit diambil dari anakan yang berada di bawah
per-mukaan tanah (Abut Basal) karena bekas luka pada pohon induk dapat tertutup
tanah dan yang tumbuh agak jauh dari tanaman induk.
Anakan sagu yang diperoleh terkadang memiliki bentuk banir yang
ber-beda. Ada 3 macam bentuk banir yaitu huruf L, tapal kuda, dan keladi. Dari ketiga
bentuk tersebut, bibit sagu (abut) yang memiliki banir yang berbentuk huruf L
me-miliki kualitas yang paling bagus karena bibit akan meme-miliki jumlah cadangan
makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan bibit dengan bentuk banir yang
lainnya. Bibit berbentuk huruf L ditunjukkan seperti Gambar 5 dibawah ini.
Bibit sagu yang akan diambil dari dalam kebun umumnya berasal dari
sar belum pernah dipanen. Adapun rumpun yang telah dipanen umumnya baru
sa-tu kali panen. Berbeda dengan rumpun sagu milik masyarakat yang telah beberapa
kali panen.
Pengambilan abut dilakukan oleh tenaga borongan yang dikontrak oleh
pe-rusahaan. Prestasi kerja para pekerja borongan sebesar 0.75 menit/bibit dan dapat
mengambil 70-80 abut per hari. Mahasiswa dapat mengambil abut dalam waktu
5-10 menit/bibit. Cepat lambatnya pengambilan anakan ditentukan oleh beberapa
faktor seperti posisi banir dalam tanah, kondisi piringan dan ketersediaan anakan
dalam satu rumpun.
Bibit sagu yang berasal dari masyarakat dibeli oleh PT. National Sago
Pri-ma dengan harga Rp.1 900 - 2 500 per abut. Bibit sagu tersebut dibeli dari Pri-
masya-rakat sekitar kebun seperti Teluk Kepau, Kampung Baru, Teluk Buntal, Kepau
Baru dan Sungai Pulau. Kriteria bibit yang dibeli umumnya sama dengan kriteria
bibit dari dalam kebun.
Persemaian bibit sagu
Persemaian bibit sagu yang digunakan oleh PT. National Sago Prima
ada-lah persemaian sistem kanal. Fungsi dari persemaian pada bibit sagu untuk
me-nyeleksi antara bibit baik dan buruk. Bibit yang baik biasanya akan memiliki 2 - 3
daun, perakaran yang kuat, memiliki akar nafas dan tidak kerdil setelah disemai
selama 3 bulan.
Bibit sebelum disemai terlebih dahulu di rendam dalam larutan fungisida
dan insektisida. Bibit direndam selama 1 - 2 menit dalam larutan fungisida dengan
konsentrasi 2 g/l air kemudian dikeringkan selama ± 15 menit. Bibit yang telah
di-rendam dipotong bagian daunnya hingga tinggi bibit dari banir 30-40 cm.
Pe-mangkasan dilakukan untuk mengurangi transpirasi bibit selama di persemaian
dan mempercepat terbentuknya tunas baru.
Bibit yang telah siap semai disusun dalam rakit berukuran 2.5 m x 1 m
dengan ketinggian rakit 30-40 cm. Rakit terbuat dari pelepah daun yang telah
mengering atau tua. Bibit disusun rapat dalam rakit agar tidak tumbang. Satu rakit
rizom yang disemai harus terendam air saat di rakit persemaian. Pucuk daun atau
titik tumbuh daun tidak boleh terendam karena akan menyebabkan kematian bibit.
Gambar 6. Persemaian bibit sagu dalam rakit
Untuk perawatan setelah dua bulan atau setelah tumbuh 1-2 daun
dilaku-kan dengan menyemprot pupuk daun. Setelah itu bibit yang ada di dilaku-kanal diseleksi
apakah ada yang sudah memiliki 2 - 3 daun dan 1 pucuk dengan sistem perakaran
yang baik. Setelah terkumpul semua bibit yang telah diseleksi, bibit yang baik
ter-sebut bisa digabungkan dan bila perlu bisa mengganti rakit yang sudah rusak.
Se-telah 2 - 3 kali tahapan seleksi pembibitan, akan terlihat anakan yang cepat
per-tumbuhannya dan yang tidak. Anakan yang berumur 6 bulan dan sudah tumbuh
dengan baik dapat diambil dan bisa digunakan untuk penanaman. Akan tetapi
se-belum ditanam sebaiknya terlebih dahulu memangkas 2/3 bagian pelepah untuk
mengurangi evaporasi.
Penyulaman (Replanting)
PT. National Sago Prima saat ini sedang mengadakan kegiatan
penyulam-an atau penyisippenyulam-an tpenyulam-anampenyulam-an. Penyulampenyulam-an tpenyulam-anampenyulam-an dilakukpenyulam-an karena pada tiap
blok tanaman terdapat rumpun sagu yang mati dan terserang penyakit. Kegiatan
penyulaman dilakukan pada musim hujan agar air mencukupi untuk pertumbuhan