PUBLIKASI ILMIAH
PENGEMBANGAN KAWASAN BATIK GIRLI DI SRAGEN SEBAGAI
DESA WISATA YANG BERKELANJUTAN
Diajukan Sebagai Pelengkap dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Teknik Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta
Disusun oleh : Rudi Gunawan
D 300 100 020
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
1 PENGEMBANGAN KAWASAN BATIK GIRLI DI SRAGEN SEBAGAI
DESA WISATA YANG BERKELANJUTAN
Rudi Gunawan
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A yani Tromol Pos 1 Pabelan Kartasura 57102 Telp 0271 717417
Emai: rudihanaff@yahoo.co.id
Abstrak
Latar belakang Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Kabupaten Sragen merupakan kawasan penghasil batik terbesar di kabupaten Sragen. kawasan penghasil batik terbesar ini lebih dikenal dengan Desa wisata batik Pilang. Akan tetapi hal tersebut tidak didukung oleh fasilitas ataupun infrasuktur yang baik dan kurang dikemas dengan konsep yang baik, sehingga menjadi desa wisata terbesar dikabupaten sragen dengan produksi utamanya adalah batik. Tujuan dari penulisan ini adalah Adapun tujuanya adalah menjadikan kawasan batik girli Sragen sebagai desa wisata yang yang berintregasi dengan alam dan menjamin masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan pemenuhan kebutuhan untuk generasi mendatang
Keluaran yang ingin dicapai dari Pegembangan Kawasan Batik Girli Di Sragen Sebagai Desa Wisata Yang Berkelanjutan ini adalah Perencanaan kawasan batik Girli Sragen sebagai Desa wisata yang fungsional dapat membawa implikasi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang A.1. Pengertian
Pengertian Pengembangan Kawasan Batik Girli Di Sragen Sebagai Desa Wisata Yang Berkelanjutan adalah Pengembangan kawasan batik girli di sragen sebagai desa wisata yang berkelanjutan yang menjamin masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan pemenuhan kebutuhan untuk generasi mendatang.
A.2. Permasalahan
Berdasar latar belakang diatas, maka menetapkan zona kawasan menata infrastruktur pada kawasan, teknologi yang sesuai dengan konsep ramah lingkungan serta penataan arsitektur kawasan agar mampu menjaga kualitas lingkungan dan bangunan.
TINJAUAN PUSTAKA
B. Pengembangan Kawasan Batik Girli Di Sragen Sebagai Desa Wisata
B.1. Kajian Pengembangan Kawasan Batik Girli Di Sragen Pengertian Batik
Kata batik berasal dari kata “ambatik” yang jika diterjemahkan mempunyai arti “pakaian dengan beberapa tutu”. Akhiran “tik” berarti
3 B.2. Sejarah Perkembangan Batik Di Indonesia
Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo dan Yogyakarta. Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masingmasing. Jadi kerajinan batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerajaan Majapahit dan terus berkembang hingga kerajaan berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah usai perang dunia kesatu atau sekitar tahun 1920
B.3. Pengertian Pariwisata
4 pada daerah tujuan wisata yang akan dikunjungi. Walaupun banyak jenis wisata ditentukan menurut motif.
Beberapa pengertian tentang pariwisata yang bisa dikemukakan antara lain, menurut Dr. Salah Wahab, pariwisata adalah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, pening katan hasil kerja, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktiitas lainnya. Selanjutnya sebagai sektor yang kompleks juga meliputi industri klasik yang sebenarnya, seperti industri kerjinan tangan dan cindera mata, penginapan, dan transportasi secara ekonomis juga dipandang sebagai industri.
Sedangkan berdasarkan UU No. 10/2009 tentang kepariwisataan, pariwisata adalah Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
B.4. Klasifikasi Permukiman Menurut Bentuk
Cara pengelompokan permukiman menurut bentuk, berdasarkan pada setruktur baik bangunan maupun sarana pelayanan yang tersedia di setiap tempat.
a) Tempat kediaman terisolir (isolated dweling)
Permukiman atau tempat kediaman seperti ini, biasanya berupa bangunan rumah pertanian pada tempat pertanian yang berdiri terpisah dari rumah pertanian lain di luar daerah perkotaan.
b) Dusun kecil (Hamlet)
Dusun kecil terdiri dari sekelompok kecil perumahan sebanyak 5 hingga 10 buah. Kadang sekelompok rumah ini dilengkapi dengan sebuah tempat ibadah, atau tempat pertemuan agama ( kapel, mushola, langgar).
c) Kampung atau desa kecil (Small Village)
5 d) Desa (Large Village)
Permukiman berbentuk desa menunjukkan adanya fariasi fungsi social dan ekonomi yang cukup besar. Tempat-tempat ibadah dari berbagai agama terdapat di permukiaman kelas ini, juga tersedianya sekelompok warung. Di negara barat permukiman-permukiman pada tingkat ini telah di lengkapi dengan spesialisasi jenis dagangan di toko-toko tetentu. Pada umumnya tersedia tempat pendidikan bukan hanya TK dan SD, dan tersedia bank, bahkan fasilitas kesehatan berupa klinik. Dengan demikian, pada permukiman dengan bentuk ini, sudah terdapat industri, walaupun pada kebutuhan penghuninya. e) Kota (Town)
Permukiman disebut kota, apabila di samping terdapat pabrik, juga terdapat persaingan yang lebih besar antara fungsi-fungsi baik sarana ekonomi, sosial dan budaya. Sarana perdagangan seperti pasar, toko, memiliki spesialisasi, baik fungsi maupun jenis barang yang dijual. Sarana pendidikan beserta lembaganya tersedia dari sekolah untuk anak-anak hingga perguruan tinggi. Yang membedakan desa dengan kota antara lain adanya setasiun kereta api ataupun terminal bus, maupun tersedianya tempat-tempat hiburan seperti gedung bioskop dan tempat pementasan seni lain dikota.
f) Kota besar (City)
Batasan kota yang lebih umum (universal) adalah sebuah permukiman dimana terdapat sejumlah keanekaragaman fungsi, yakni terdapat keanekaan tipe pekerjaan, industri dan pelayanan. Jadi kota besar berbeda dari kota atas dasar perbedaan jumlah fungsi ekonomis, dimana jumlah fungsi jauh lebih banyak. Kota besar cenderung memiliki sarana-sarana transportasi, lembagalembaga finansial, serta kantor-kantor administrative untuk tingkat regional.
g) Konurbasi
6 B.5. Ruang Publik
Ruang publik adalah ruang dalam suatu kawasan yang dipakai masyarakatpenghuninya untuk melakukan kegiatan kontak publik. (Whyte dalam Carmona dkk.2003). Ruang publik dapat berbentuk cluster maupun linier dalam ruang terbuka maupun tertutup. Beberapa contoh ruang publik antara lain : plaza, square, atrium,pedestrian. Menurut Whyte dalam Carmona (2003) ruang publik yang bisa berfungsioptimal untuk mempunyai ciri-ciri antara lain : merupakan lokasi yang strategis (sibuk), mempunyai akses yang bagus secara visual dan fisik, ruang yang merupakan bagian dari suatu jalan (jalur sirkulasi), mempunyai tempat untuk duduk – duduk antara lain berupa anak – anak tangga, dinding atau pagar rendah, kursi dan bangkutaman, ruang yang memungkinkan penggunanya dalam melakukan aktifitaskomunikasi bisa berpindah – pindah tempat / posisi sesuai dengan karakter dan suasana yang diinginkan.
C. METODE 1. Data a. Data Fisaik b. Potensi Site c. Kondisi Geografis d. Topografi
e. Tata Guna Lahan f. Data Non Fisik g Aktifitas
h Sirkulasi dan pencapaiaan i Kebutuhan ruang
2. Metode Pengumpulan Data a. Survey lapangan
Mengadakan pengamatan langsung terhadap lokasi. b. Wawancara
7 dan keadaan lokasi perencanaan dari berbagai aspek. Di dalam interaksi itu penulis berusaha mengungkapkan gejala yang sedang diteliti melalui kegiatan tanya jawab.
c. Studi literatur
Mengambil beberapa refrensi dan data – data yang penting untuk bahan perlengkapan dalam pengamatan dan sebagai landasan teori yang memuat tentang desa wisata kreatif dan arsitektur islam.
3. Metode Analisa
Dengan mengidentifikasi masalah yang ada, mengelompokan dan mengaitkan antara masalah dengan komponen – komponennya dalam tahapan – tahapan, kemudian menganalisa masalah tersebut dan mengambil suatu kesimpulan yang dapat di transformasikan dalam konsep perencanaan dan perancangan (metode deskriptif).
4. Metode Sintesa
Pemecahan masalah berdasarkan persyaratan dan standart yang berlaku untuk kemudian disimpulkan sebagai tolak ukur pembuatan konsep perencanaan dan perancangan dalam bentuk kerangka yang terarah dan terpadu berupa diskripsi konsep perencanaan dan perancangan.
D. HASIL
Hasil dari studi perancangan ini dihasilkan sebuah masa bangunan pada Pengembangan Kawsan Batik Girli Di Sragen Sebagai Desa Wisata Yang Berkelanjutan terdiri dari :
1. Gerbang pintu masuk 2. Parkir kawasan 3. Pos satpam
4. Ruang tiket dan informasi 5. Restauran
8 8. Pendopo
9. Gazebo
10. Lavatory publik 11. Mushola
12. Penambahan area wisata kuliner sebagai penunjang
E. KESIMPULAN 1. Kesimpulan
Pengembangan Kawasan Batik Girli Di Sragen Sebagai Desa Wisata Yang Berkelanjutan adalah Pengembangan kawasan batik girli di sragen sebagai desa wisata yang berkelanjutan yang menjamin masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan pemenuhan kebutuhan untuk generasi mendatang.
2. Saran
Untuk merancang sebuah kawasan desa wisata yang berkelanjutan yang menjamin masyarakat dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengurangi kesempatan pemenuhan kebutuhan untuk generasi mendatang di perlukan suatu wadah dan strategi untuk pengembangan kawasan desa wisata batik girli dan agar dapat berkembang dan maju. Strategi tersebut adalah:
1. Gerbang pintu masuk 2. Parkir kawasan 3. Pos satpam
4. Ruang tiket dan informasi 5. Restauran
6. Show Room Batik 7. Cottage dan Home Stay
8. Pendopo 9. Gazebo
10. Lavatory publik 11. Mushola
9 F. DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muhammad, 2006, Penataan Kawasan Desa Melikan Sebagai Desa Kerajinan Keramik, Tugas Akhir, Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Azizah, Ronim. Mata Kuliah Utulitas Lingkungan. Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta.
D.K. Ching, Francis, 1996, Bentuk Ruang dan Susunannya, Erlangga, Jakarta, Hidayati Falah, Agnis, 2005, Pengembangan Tepi Bengawan Solo, Tugas Akhir,
Fakultas Teknik JurusanArsitektur Universitas Sebelas Maret.
Purnomo, Didik, 2007, Pengembangan Fasilitas Wisata Batik Di Kampung Konservasi Kauman Surakarta, Tugas Akhir, Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Neufert, Peter, Data Arsitek, Erlangga, Jakarta. Shirvani, Urban Desain, 1985
Undang-undang RI No. 9 Tahun 1990 Tentang Pariwisata
http://menujusragenbaru.com/p=9,2014 http://www.Sragen.co.id,2014
www.googlemaps.com,2014 www. Qoniqtique.com,2014
http://www.wikipedia.org/wiki/Desa_wisata,2014 www. Wisata blogger.com, 2014
www.griyawisata.com,2014
www.cantingbatik.wordpress.com,2014 www. google.com,2014