SKRIPSI
EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI
PADA SISTEM IRIGASI MICRO SPRAY
DI KEBUN PERCOBAAN TAJUR - PKBT IPB, BOGOR
Oleh :
ASTI BUDI UTAMI F14102094
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Asti Budi Utami. F14102094. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Irigasi Micro Spray di Kebun Percobaan Tajur- PKBT IPB, Bogor. Dibawah bimbingan : Ir. Prastowo, M.Eng.
RINGKASAN
Pemenuhan air tanaman merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ancaman kekeringan yang sering terjadi pada musim kemarau di Bogor merupakan salah satu pertimbangan diperlukannya teknologi irigasi yang memiliki efisiensi yang tinggi. Tujuan utama irigasi adalah untuk membasahi tanah dan memberikan kelembaban pada zone perakaran tanaman. Dari beberapa macam sistem irigasi, irigasi tetes merupakan salah satu sistem irigasi yang efisien dalam penggunaan air. Menurut Keller dan Bleisner (1990), irigasi tetes dapat dibagi menjadi empat tipe diantaranya adalah spray system. Micro spray merupakan suatu metode irigasi yang memakai teknik pembuatan hujan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja jaringan irigasi
micro spray, yaitu meliputi : kesesuaian kondisi fisik tanah dengan sistem jaringan irigasi micro spray, keseragaman penyebaran air irigasi (EU) dan efisiensi irigasi (Es), waktu dan jumlah pemberian air irigasi, kondisi fisik dan fungsional jaringan irigasi microspray.
Pengoperasian sistem irigasi tetes meliputi pengaturan jumlah air dan selang pemberian air irigasi ditentukan berdasarkan nilai total air tersedia (TAW), air yang siap digunakan oleh tanaman (RAW), curah hujan efektif, dan evapotranspirasi tanaman. Berdasarkan parameter tersebut dapat diketahui jumlah air yang harus diberikan dan interval pemberian air irigasi. Penghitungan nilai koefisien penyebaran (EU) dari debit yang dikeluarkan sangat diperlukan untuk mengetahui efisiensi irigasi (Es) yang ada.
2.80 mm/hari, pada periode pembentukan buah nilainya sebesar 3.03 mm/hari, dan pada periode tumbuh pematangan nilainya sebesar 1.62 mm/hari.
Nilai koefisien variasi penetes (v) irigasi tetes di lokasi penelitian berkisar antara 0.031-0.040. Nilai rata-rata koefisien variasi penetes (v) pada lateral line-source jaringan irigasi tetes di lokasi penelitian sebesar 0.035, variasi debit spray
yang keluar berkualitas baik karena nilai v < 0.05. Nilai keseragaman penyebaran (EU) irigasi tetes pada lokasi penelitian, Blok Ciheuleut nilainya sebesar 83.67%, Blok Tajur nilainya sebesar 85.25%, Blok Pakuan nilainya sebesar 86.78%, dan Blok Ciawi nilainya sebesar 85.37%. Nilai rata-rata keseragaman penyebaran (EU) sebesar 85.26%. Menurut Nakayama dan Bucks (1986) di dalam Prastowo (2002), jika nilai keseragaman penyebaran (EU) dibawah 95 % maka desain harus diubah, misalnya dengan memperpendek pipa atau memperbesar diameter pipa. Kecilnya keseragaman penyebaran (EU) dapat disebabkan karena posisi pipa lateral yang tidak datar, banyak terjadi kerusakan pada jaringan perpipaan. Nilai untuk kebutuhan leaching sebesar nol karena tidak ada nutrisi yang diberikan bersamaan dengan air irigasi sehingga nilai efisiensi irigasi (Es) sama dengan nilai keseragaman penyebaran (EU) yaitu sebesar 85.26 %.
Tahap vegetatif sampai tahap pematangan terjadi kelebihan dalam pemberian air irigasi.Waktu aplikasi pemberian air irigasi berkisar antara 0.51 menit/hari – 1.82 menit/hari. Penentuan jadwal pemberian irigasi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi irigasi tetes.
Kerusakan yang terjadi pada jaringan pipa manifold di Blok Ciheuleut sebesar 14.3%, Blok Tajur sebesar 10.5%, Blok Pakuan sebesar 7.3%, dan Blok Ciawi sebesar 10%. Pada jaringan pipa lateral kerusakan yang terjadi di Blok Ciheuleut sebesar 9.8%, Blok Tajur sebesar 36.67%, Blok Pakuan dan Blok Ciawi jaringan pipa lateral yang ada dalam kondisi yang baik. Kerusakan yang terjadi pada emitter di Blok Ciheuleut sebesar 4.66%, Blok Tajur sebesar 17.65%, Blok Pakuan sebesar 14.95%, dan Blok Ciawi dalam kondisi yang baik. Kerusakan yang terjadi pada jaringan irigasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pemeliharaan jaringan yang tidak terlaksana dengan baik, kondisi iklim juga sangat mempengaruhi karena jaringan pipa manifold, lateral dan emitter berada diatas permukaan tanah dan tidak terlindungi oleh bangunan, jarinngan yang rusak tidak segera tertangani tetapi tetap dibiarkan sehingga memperbesar kerusakan yang terjadi. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan nilai EU kurang dari 95 %. Untuk meningkatkan keseragaman penyebaran debit (EU) dapat dilakukan melalui penempatan posisi pipa lateral yang datar, penggantiann komponen irigasi yang rusak. Untuk mengurangi kerusakan komponen irigasi dilakukan, melalui pemeliharaan dan perawatan jaringan irigasi secara intensif.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Irigasi Micro Spray di Kebun Percobaan Tajur- PKBT IPB, Bogor, diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan selama 3 bulan mulai Juni sampai Agustus 2006, di Pusat Kebun Buah-buahan Tropika (PKBT), IPB, Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Prastowo, M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Mas Arif atas doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan tanpa
henti.
3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei M.S., Ir. Yudi Cheaerudin, M.Agr selaku dosen penguji atas masukannya dalam skripsi ini.
4. Pak Ibram selaku pengawas lapangan yang telah banyak membantu penulis di lapangan.
5. Mas Anto yang telah banyak membantu penulis di lapangan, terima kasih atas masukannya.
6. Papa dan mama yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat dan kasih sayangnya pada penulis.
7. Titi, Ahyan, Ahmad, dan Sofni yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis.
8. Upi, Sumini, dan Neng atas suka duka bersama dan semangat kepada penulis, semoga kita tetap dapat istiqomah di jalan-Nya.
9. Keluarga besar TEP ’39 dan khususnya anak-anak TSP ’39 atas kekompakan dan semangatnya.
ii Demikian kiranya skripsi ini dibuat, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga hasil penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bogor, Febuari 2007
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. SISTEM IRIGASI TETES ... 3
B. SIFAT FISIK TANAH ... 7
C. KEBUTUHAN AIR TANAMAN ... 10
D. CURAH HUJAN EFEKTIF ... 11
E. KESERAGAMAN PENYEBARAN DAN EFISIENSI IRIGASI ... 12
F. JADWAL IRIGASI ... 14
G. TANAMAN MELON ... 17
III.METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 18
B. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18
C. METODE PENELITIAN ... 20
D. BAHAN DAN ALAT ... 21
IV.KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. KONDISI LAHAN ... 22
B. IKLIM ... 25
C. JARINGAN IRIGASI TETES ... 25
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH ... 28
B. CURAH HUJAN EFEKTIF ... 30
iv
E. KINERJA JARINGAN ... 33
F. JADWAL IRIGASI ... 37
G. ANALISIS JARINGAN PERPIPAAN ... 39
VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
A. KESIMPULAN ... 42
B. SARAN ... 43
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Kinerja Beberapa Macam Emitter ... 5
2. Rata-rata Laju Infiltrasi pada Berbagai Tekstur Tanah ... 9
3. Kadar Air Tersedia dari Beberapa Tekstur Tanah (Keller,1990) ... 9
4. Rekomendasi nilai keseragaman penyebaran air (EU) dalam pengggunaan sistem irigasi tetes (Keller dan Bliesner, 1990) ... 13
5. Klasifikasi Koefisien Variasi Penetes (v) Berdasarkan Jenis Emitter (Keller dan Bliesner, 1990) ... 6. Rasio Transmisi puncak (Tr) untuk berbagai tekstur tanah dan kedalaman perakaran tanaman (Keller dan Bliesner, 1990) ... 13
7. Rekapitulasi Kadar Air dan Total Air Tanah Tersedia ... 29
8. Hasil Perhitungan Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan efektif ... 30
9. Koefisien tanaman kc rata-rata untuk tanaman melon (Cucumis melo L) pada tiap periode tumbuh ... 31
10.Nilai evapotranspirasi tanaman pada tiap periode tumbuh ... 31
11.Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) tanaman melon, Curah Hujan Efektif (CHE) dan Satuan Kebutuhan Air (SKA) ... 32
12.Debit Rata-rata emitter, Nilai Koefisien Variasi Ppenetes, dan Nilai Keseragaman Penyebaran (EU)Tiap Blok ... 35
13.Rencana Jadwal Operasi Jaringan Irigasi Tetes ... 37
14.Interval dan Lama Irigasi yang Diterapkan di Lokasi Penelitian ... 38
15.Penentuan Interval Irigasi yang Disarankan ... 39
vi DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan
tata letaknya dalam jaringan (Jensen dan Malter, 1995) ... 6
2. Segitiga tekstur tanah USDA ... 7
3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 19
4. Denah Lokasi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Tajur II, Bogor 23 5. Layout Bedengan pada Tiap Blok di Lokasi Penelitian ... 24
6. Layout Aliran Air Jaringan Irigasi Tetes di Lokasi Penelitian ... 27
7. Detail Aliran Air Irigasi di Lokasi Penelitian ... 34
8. Detail Bedengan di Lokasi Penelitian ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah ... 46
2.a. Tabel Hubungan antara Faktor Pembobot (W) dengan Suhu Udara dengan Altitude ... 47
2.b. Tabel Hubungan antara Lama Penyinaran Matahari Potensial (N) pada Setiap Bulan dengan Latitude ... 48
2.c. Tabel Nilai Radiasi Ekstrateristerial (Ra) ... 49
2.d. Hubungan antara ETo dengan W.Rs ... 50
3. Tabel Hubungan antara Curah Hujan Efektif (CHE) Curah Hujan Andalan (CHA) dan Evapotranspirasi Tanaman (Etc) ... 51
4. Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 1986-1993 Stasiun Klimatologi Darmaga ... 52
5. Data Iklim Rata-rata Bulanan Tahun 1986-1993 Stasiun Klimatologi Darmaga ... 53
6. Satuan Kebutuhan Air (SKA) Tanaman Melon ... 54
7.a. Pengukuran Debit Emitter Blok Ciheuleut ... 55
7.b. Pengukuran Debit Emitter Blok Pakuan ... 56
7.c. Pengukuran Debit Emitter Blok Tajur ... 57
7.d. Pengukuran Debit Emitter Blok Ciawi ... 58
8. Perencanaan Penjadwalan Irigasi Tetes ... 59
9. Rekapitulasi Data Jaringan Irigasi ... 60
SKRIPSI
EVALUASI KINERJA JARINGAN IRIGASI
PADA SISTEM IRIGASI MICRO SPRAY
DI KEBUN PERCOBAAN TAJUR - PKBT IPB, BOGOR
Oleh :
ASTI BUDI UTAMI F14102094
2007
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
Asti Budi Utami. F14102094. Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Irigasi Micro Spray di Kebun Percobaan Tajur- PKBT IPB, Bogor. Dibawah bimbingan : Ir. Prastowo, M.Eng.
RINGKASAN
Pemenuhan air tanaman merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ancaman kekeringan yang sering terjadi pada musim kemarau di Bogor merupakan salah satu pertimbangan diperlukannya teknologi irigasi yang memiliki efisiensi yang tinggi. Tujuan utama irigasi adalah untuk membasahi tanah dan memberikan kelembaban pada zone perakaran tanaman. Dari beberapa macam sistem irigasi, irigasi tetes merupakan salah satu sistem irigasi yang efisien dalam penggunaan air. Menurut Keller dan Bleisner (1990), irigasi tetes dapat dibagi menjadi empat tipe diantaranya adalah spray system. Micro spray merupakan suatu metode irigasi yang memakai teknik pembuatan hujan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja jaringan irigasi
micro spray, yaitu meliputi : kesesuaian kondisi fisik tanah dengan sistem jaringan irigasi micro spray, keseragaman penyebaran air irigasi (EU) dan efisiensi irigasi (Es), waktu dan jumlah pemberian air irigasi, kondisi fisik dan fungsional jaringan irigasi microspray.
Pengoperasian sistem irigasi tetes meliputi pengaturan jumlah air dan selang pemberian air irigasi ditentukan berdasarkan nilai total air tersedia (TAW), air yang siap digunakan oleh tanaman (RAW), curah hujan efektif, dan evapotranspirasi tanaman. Berdasarkan parameter tersebut dapat diketahui jumlah air yang harus diberikan dan interval pemberian air irigasi. Penghitungan nilai koefisien penyebaran (EU) dari debit yang dikeluarkan sangat diperlukan untuk mengetahui efisiensi irigasi (Es) yang ada.
2.80 mm/hari, pada periode pembentukan buah nilainya sebesar 3.03 mm/hari, dan pada periode tumbuh pematangan nilainya sebesar 1.62 mm/hari.
Nilai koefisien variasi penetes (v) irigasi tetes di lokasi penelitian berkisar antara 0.031-0.040. Nilai rata-rata koefisien variasi penetes (v) pada lateral line-source jaringan irigasi tetes di lokasi penelitian sebesar 0.035, variasi debit spray
yang keluar berkualitas baik karena nilai v < 0.05. Nilai keseragaman penyebaran (EU) irigasi tetes pada lokasi penelitian, Blok Ciheuleut nilainya sebesar 83.67%, Blok Tajur nilainya sebesar 85.25%, Blok Pakuan nilainya sebesar 86.78%, dan Blok Ciawi nilainya sebesar 85.37%. Nilai rata-rata keseragaman penyebaran (EU) sebesar 85.26%. Menurut Nakayama dan Bucks (1986) di dalam Prastowo (2002), jika nilai keseragaman penyebaran (EU) dibawah 95 % maka desain harus diubah, misalnya dengan memperpendek pipa atau memperbesar diameter pipa. Kecilnya keseragaman penyebaran (EU) dapat disebabkan karena posisi pipa lateral yang tidak datar, banyak terjadi kerusakan pada jaringan perpipaan. Nilai untuk kebutuhan leaching sebesar nol karena tidak ada nutrisi yang diberikan bersamaan dengan air irigasi sehingga nilai efisiensi irigasi (Es) sama dengan nilai keseragaman penyebaran (EU) yaitu sebesar 85.26 %.
Tahap vegetatif sampai tahap pematangan terjadi kelebihan dalam pemberian air irigasi.Waktu aplikasi pemberian air irigasi berkisar antara 0.51 menit/hari – 1.82 menit/hari. Penentuan jadwal pemberian irigasi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi irigasi tetes.
Kerusakan yang terjadi pada jaringan pipa manifold di Blok Ciheuleut sebesar 14.3%, Blok Tajur sebesar 10.5%, Blok Pakuan sebesar 7.3%, dan Blok Ciawi sebesar 10%. Pada jaringan pipa lateral kerusakan yang terjadi di Blok Ciheuleut sebesar 9.8%, Blok Tajur sebesar 36.67%, Blok Pakuan dan Blok Ciawi jaringan pipa lateral yang ada dalam kondisi yang baik. Kerusakan yang terjadi pada emitter di Blok Ciheuleut sebesar 4.66%, Blok Tajur sebesar 17.65%, Blok Pakuan sebesar 14.95%, dan Blok Ciawi dalam kondisi yang baik. Kerusakan yang terjadi pada jaringan irigasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu pemeliharaan jaringan yang tidak terlaksana dengan baik, kondisi iklim juga sangat mempengaruhi karena jaringan pipa manifold, lateral dan emitter berada diatas permukaan tanah dan tidak terlindungi oleh bangunan, jarinngan yang rusak tidak segera tertangani tetapi tetap dibiarkan sehingga memperbesar kerusakan yang terjadi. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan nilai EU kurang dari 95 %. Untuk meningkatkan keseragaman penyebaran debit (EU) dapat dilakukan melalui penempatan posisi pipa lateral yang datar, penggantiann komponen irigasi yang rusak. Untuk mengurangi kerusakan komponen irigasi dilakukan, melalui pemeliharaan dan perawatan jaringan irigasi secara intensif.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Irigasi Micro Spray di Kebun Percobaan Tajur- PKBT IPB, Bogor, diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan selama 3 bulan mulai Juni sampai Agustus 2006, di Pusat Kebun Buah-buahan Tropika (PKBT), IPB, Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ir. Prastowo, M.Eng selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 2. Mas Arif atas doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan tanpa
henti.
3. Prof. Dr. Ir. Asep Sapei M.S., Ir. Yudi Cheaerudin, M.Agr selaku dosen penguji atas masukannya dalam skripsi ini.
4. Pak Ibram selaku pengawas lapangan yang telah banyak membantu penulis di lapangan.
5. Mas Anto yang telah banyak membantu penulis di lapangan, terima kasih atas masukannya.
6. Papa dan mama yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat dan kasih sayangnya pada penulis.
7. Titi, Ahyan, Ahmad, dan Sofni yang telah memberikan dukungan dan semangat pada penulis.
8. Upi, Sumini, dan Neng atas suka duka bersama dan semangat kepada penulis, semoga kita tetap dapat istiqomah di jalan-Nya.
9. Keluarga besar TEP ’39 dan khususnya anak-anak TSP ’39 atas kekompakan dan semangatnya.
ii Demikian kiranya skripsi ini dibuat, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga hasil penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Bogor, Febuari 2007
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
A. SISTEM IRIGASI TETES ... 3
B. SIFAT FISIK TANAH ... 7
C. KEBUTUHAN AIR TANAMAN ... 10
D. CURAH HUJAN EFEKTIF ... 11
E. KESERAGAMAN PENYEBARAN DAN EFISIENSI IRIGASI ... 12
F. JADWAL IRIGASI ... 14
G. TANAMAN MELON ... 17
III.METODE PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 18
B. KERANGKA PEMIKIRAN ... 18
C. METODE PENELITIAN ... 20
D. BAHAN DAN ALAT ... 21
IV.KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. KONDISI LAHAN ... 22
B. IKLIM ... 25
C. JARINGAN IRIGASI TETES ... 25
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIK TANAH ... 28
B. CURAH HUJAN EFEKTIF ... 30
iv
E. KINERJA JARINGAN ... 33
F. JADWAL IRIGASI ... 37
G. ANALISIS JARINGAN PERPIPAAN ... 39
VI.KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
A. KESIMPULAN ... 42
B. SARAN ... 43
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Kinerja Beberapa Macam Emitter ... 5
2. Rata-rata Laju Infiltrasi pada Berbagai Tekstur Tanah ... 9
3. Kadar Air Tersedia dari Beberapa Tekstur Tanah (Keller,1990) ... 9
4. Rekomendasi nilai keseragaman penyebaran air (EU) dalam pengggunaan sistem irigasi tetes (Keller dan Bliesner, 1990) ... 13
5. Klasifikasi Koefisien Variasi Penetes (v) Berdasarkan Jenis Emitter (Keller dan Bliesner, 1990) ... 6. Rasio Transmisi puncak (Tr) untuk berbagai tekstur tanah dan kedalaman perakaran tanaman (Keller dan Bliesner, 1990) ... 13
7. Rekapitulasi Kadar Air dan Total Air Tanah Tersedia ... 29
8. Hasil Perhitungan Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan efektif ... 30
9. Koefisien tanaman kc rata-rata untuk tanaman melon (Cucumis melo L) pada tiap periode tumbuh ... 31
10.Nilai evapotranspirasi tanaman pada tiap periode tumbuh ... 31
11.Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) tanaman melon, Curah Hujan Efektif (CHE) dan Satuan Kebutuhan Air (SKA) ... 32
12.Debit Rata-rata emitter, Nilai Koefisien Variasi Ppenetes, dan Nilai Keseragaman Penyebaran (EU)Tiap Blok ... 35
13.Rencana Jadwal Operasi Jaringan Irigasi Tetes ... 37
14.Interval dan Lama Irigasi yang Diterapkan di Lokasi Penelitian ... 38
15.Penentuan Interval Irigasi yang Disarankan ... 39
vi DAFTAR GAMBAR
No. Halaman 1. Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan
tata letaknya dalam jaringan (Jensen dan Malter, 1995) ... 6
2. Segitiga tekstur tanah USDA ... 7
3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 19
4. Denah Lokasi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Tajur II, Bogor 23 5. Layout Bedengan pada Tiap Blok di Lokasi Penelitian ... 24
6. Layout Aliran Air Jaringan Irigasi Tetes di Lokasi Penelitian ... 27
7. Detail Aliran Air Irigasi di Lokasi Penelitian ... 34
8. Detail Bedengan di Lokasi Penelitian ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Hasil Analisis Sifat Fisik Tanah ... 46
2.a. Tabel Hubungan antara Faktor Pembobot (W) dengan Suhu Udara dengan Altitude ... 47
2.b. Tabel Hubungan antara Lama Penyinaran Matahari Potensial (N) pada Setiap Bulan dengan Latitude ... 48
2.c. Tabel Nilai Radiasi Ekstrateristerial (Ra) ... 49
2.d. Hubungan antara ETo dengan W.Rs ... 50
3. Tabel Hubungan antara Curah Hujan Efektif (CHE) Curah Hujan Andalan (CHA) dan Evapotranspirasi Tanaman (Etc) ... 51
4. Data Curah Hujan Rata-rata Bulanan (mm) Tahun 1986-1993 Stasiun Klimatologi Darmaga ... 52
5. Data Iklim Rata-rata Bulanan Tahun 1986-1993 Stasiun Klimatologi Darmaga ... 53
6. Satuan Kebutuhan Air (SKA) Tanaman Melon ... 54
7.a. Pengukuran Debit Emitter Blok Ciheuleut ... 55
7.b. Pengukuran Debit Emitter Blok Pakuan ... 56
7.c. Pengukuran Debit Emitter Blok Tajur ... 57
7.d. Pengukuran Debit Emitter Blok Ciawi ... 58
8. Perencanaan Penjadwalan Irigasi Tetes ... 59
9. Rekapitulasi Data Jaringan Irigasi ... 60
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemenuhan air tanaman merupakan salah satu faktor yang perlu
diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ancaman kekeringan yang sering
terjadi pada musim kemarau di Bogor merupakan salah satu pertimbangan
diperlukannya teknologi irigasi yang memiliki efisiensi yang tinggi.
Pemberian air yang tepat dan optimum disertai dengan pengelolaan jaringan
irigasi yang baik akan menciptakan pertumbuhan tanaman yang optimum,
sehingga hasil produksi pertanian yang maksimal dapat tercapai.
Tujuan utama irigasi adalah untuk membasahi tanah dan memberikan
kelembaban pada zone perakaran tanaman. Selain itu dengan ketersediaan air
irigasi akan mempermudah pekerjaan pengolahan tanah, membantu proses
pemupukan, mencegah pertumbuhan tanaman pengganggu dan usaha sanitasi.
Beberapa macam irigasi yang ada di bidang pertanian antara lain : irigasi
permukaan (surface irrigation), irigasi bawah permukaan (sub surface irrigation), irigasi curah (sprinkler irrigation), dan irigasi tetes (trickle irrigation). Dari keempat macam sistem irigasi tersebut, irigasi tetes merupakan sistem irigasi yang paling efisien (Schwab et al., 1981).
Irigasi tetes pada dasarnya merupakan cara pemberian air pada tanaman
secara langsung baik pada permukaan tanah maupun di dalam tanah melalui
tetesan – tetesan secara sinambung dan perlahan. Tidak seperti irigasi curah
atau irigasi permukaan, irigasi tetes hanya memberikan air pada tanah di dekat
tumbuhan saja, tidak seluruh areal sehingga dapat mengurangi penguapan air
secara berlebihan. Menurut Keller dan Bleisner (1990), irigasi tetes dapat
dibagi menjadi empat tipe diantaranya adalah spray system. Micro spray
merupakan suatu metode irigasi yang memakai teknik pembuatan hujan untuk
memenuhi kebutuhan air tanaman.
Penentuan waktu dan jumlah pemberian air irigasi perlu dilakukan untuk
meningkatkan manfaat dari sistem irigasi yang dipergunakan. Untuk
mengoptimumkan keadaan tersebut terdapat beberapa cara dalam penentuan
1. Secara terus menerus (continuous irrigation) : pemberian air irigasi secara terus menerus dengan jumlah yang berubah sesuai kebutuhan air irigasi
dan berbeda besarnya tergantung jenis tanaman.
2. Secara rotasi (rotation irrigation) : pemberian air irigasi dengan jumlah tetap, sedangkan selang dan lama pemberian berubah sesuai dengan
kebutuhan air irigasi.
3. Sesuai kebutuhan tanaman (supply on demand irrigation) : pemberian air irigasi dengan jumlah dan selang serta lama pemberian air berubah sesuai
kebutuhan air irigasi.
Pemberian air irigasi yang tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan
atau tidak dijadwal dapat menurunkan efisiensi irigasi. Pemilihan cara dalam
penentuan waktu dan jumlah pemberian air irigasi yang tepat dapat
memberikan efisiensi yang cukup tinggi dalam pemberian air bagi tanaman
(Raes et al., 1987). Untuk mengetahui efisiensi sistem irigasi diperlukan
evaluasi kinerja jaringan irigasi yang meliputi evaluasi keseragaman
penyebaran air irigasi, evaluasi efisiensi dan evaluasi komponen-komponen
penyusun sistem irigasi.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja jaringan
irigasi micro spray, yaitu meliputi :
1. Kesesuaian kondisi fisik tanah dengan sistem jaringan irigasi microspray. 2. Keseragaman penyebaran air irigasi (EU) dan efisiensi irigasi (Es).
3. Waktu dan jumlah pemberian air irigasi.
3 II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SISTEM IRIGASI TETES
Irigasi tetes (trickleirrigation) merupakan sistem irigasi yang pemberian airnya melalui jalur pipa ekstensif biasanya dengan diameter kecil ke tanah
dekat tanaman. Pada sistem irigasi tetes, pemberian air dilakukan dengan
menggunakan beberapa nozel yang diletakkan di permukaan tanah dekat
dengan perakaran tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut emitter
(penetes) yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari penetes,
air menyebar secara horizontal dan vertikal oleh gaya kapiler tanah yang
diperbesar pada arah gerakan vertikal oleh gravitasi. Luas daerah yang
terbasahi oleh penetes tergantung pada besarnya aliran, jenis tanah,
kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertikal dan horizontal (Hansen et
al., 1986).
Secara teoritis efisiensi irigasi tetes relatif lebih tinggi dari irigasi yang
lain, karena sistem irigasi tetes hanya memberikan air pada daerah perakaran,
sehingga mengurangi kehilangan air irigasi pada bagian lahan yang tidak
efektif untuk pertumbuhan tanaman. Namun demikian dalam aplikasinya di
lapangan, nilai efisiensi irigasi tetes yang relatif tinggi ini dapat tercapai bila
memenuhi dua persyaratan (Prastowo dan Liyantono, 2002), yaitu :
1. Jaringan irigasi tetes yang dibangun dapat memberikan air secara seragam.
2. Pengoperasian jaringan irigasi dilakukan dengan jadwal yang tepat.
Sistem irigasi tetes ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
sistem irigasi lainnya antara lainnya (Keller dan Bliesner, 1990):
1. Efisiensi irigasi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sistem irigasi
lain, karena pemberian air dilakukan dengan kecepatan lambat dan hanya
dilakukan di daerah perakaran tanaman sehingga mengurangi penetrasi air
berlebihan, evaporasi dan limpasan permukaan.
2. Mencegah timbulnya penyakit leaf burn (daun terbakar) pada tanaman tertentu, karena hanya daerah perakaran yang terbasahi sedangkan bagian
3. Mengurangi terjadinya hama penyakit tanaman dan timbulnya gulma yang
disebabkan kondisi terlalu basah. Hal ini karena pada sistem irigasi tetes
hanya membasahi daerah perakaran tanaman.
4. Pemberian pupuk ataupun pestisida dapat dilakukan secara efektif dan
efisien, karena pemberian pestisida ataupun pupuk dapat dilakukan
bersamaan dengan pemberian air irigasi.
5. Menghemat kebutuhan akan tenaga kerja untuk kegiatan pemberian air
irigasi dan pemupukan, karena sistem irigasi tetes bisa dioperasikan secara
otomatis.
Selain mempunyai kelebihan, sistem irigasi tetes juga mempunyai
kekurangan dalam penerapannya, antara lain :
1. Terjadinya penyumbatan yang disebabkan oleh faktor fisik, kimia, dan
biologi yang dapat mengurangi efisiensi dan kinerja irigasi tetes.
2. Terjadinya penumpukan garam di daerah yang tidak terbasahi
3. Pemberian air yang tidak memenuhi kebutuhan air tanaman karena
kurangnya kontrol terhadap pengoperasian jaringan irigasi, menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan tanaman.
4. Membutuhkan investasi yang relatif tinggi dan membutuhkan penguasaan
teknik yang tinggi dalam desain, instalasi, dan pengoperasian.
Menurut Keller dan Bleisner (1990) terdapat empat tipe dalam sistem
irigasi tetes, yaitu :
1. Drip System : memberikan air perlahan-lahan ke permukaan tanah terus menerus melalui penetes (emitter). Penetes dapat berupa single outlet emitter, mutiple outlet emitter atau line source emitter type. Tipe dan pengaturannya tergantung pada tanaman yang diirigasi.
2. Sub Surface System : sama dengan drip system tetapi lateral dan penetes diletakkan di bawah permukaan tanah. Selama pemberian air, air mengalir
dari penetes ke daerah perakaran melalui gaya kapiler.
5 4. Spray System : memberikan air melalui curahan kecil atau kabut ke
permukaan tanah. Angin lebih mempengaruhi distribusi air daripada
tanah.
Micro spray merupakan suatu metode irigasi yang memakai teknik pembuatan hujan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Secara umum
komponen micro spray sama dengan komponen pada sistem irigasi tetes, yaitu:
1. Emitter atau penetes, merupakan komponen yang menyalurkan air dari pipa lateral ke tanah di sekitar tanaman secara sinambung dengan debit
yang rendah dan tekanan yang mendekati tekanan atmosfir. Kinerja
beberapa macam emitter disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kinerja Beberapa Macam Emitter
Jenis Kapasitas
(1/jam)
Tek.. kerja
(psi)
Button Dripper 2,4,8 10
Pot Dripper 2,4,8 10
Wood Pecker Dripper 1,2,3,4 10
Pot Line Dripper 1,2 10
Pressure Compensating Dripper 2,4,8 20 - 45
Regulating stick 0.5, 2 20
Micro Spray 69 20
Sumber: PT Daya Sentosa Rekayasa (1992), dalam Cahyadi (1997)
2. Lateral, merupakan pipa dimana emitter ditempatkan. Bahan yang diguanakan untuk lateral biasanya terbuat dari pipa PVC (Polyvinil Chlorida) atau PE (Polyetilen) dengan diameter antara 12.7 mm ( ½ inch) – 38.1 mm ( 1 ½ inch).
3. Pipa sub-utama atau manifold, merupakan pipa yang mendistribusikan air ke pipa-pipa lateral. Pipa sub utama atau manifold biasanya dari bahan pipa PVC dengan diameter 50.8 mm (2 inch) – 76.2 mm (3 inch)
4. Pipa utama, merupakan komponen yang menyalurkan air dari sumber air
ke pipa-pipa distribusi dalam jaringan. Bahan pipa utama biasanya dipilih
5. Pompa atau tenaga penggerak, berfungsi mengangkat air dari sumber,
selanjutnya dialirkan ke lahan melalui jaringan-jaringan perpipaan.
6. Komponen pendukung terdiri dari katub-katub, pengukur tekanan,
pengatur debit, tangki bahan kimia, sistem pengontrol dan lain-lain.
Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan tata letaknya
dalam jaringan disajikan pada Gambar 1.
Air yang masuk ke dalam sistem irigasi micro spray memerlukan penyaringan, yang besarnya tergantung pada jumlah dan karakteristik
campuran dalam air. Sistem irigasi micro spray cocok digunakan untuk tanaman pohon, belukar atau tanaman merambat serta dapat disesuaikan
dengan kemiringan lahan.
Gambar 1. Komponen-komponen penyusun sistem irigasi tetes dan tata letaknya
dalam jaringan (Jensen dan Malter (1995), dalam Prastowo (2002)) Keterangan :
1. Pompa 7. Pengukur tekanan 13. Manifold 2. Pressure relief valve 8. Penyaring 14. Lateral
3. Ventilasi udara 9. Meteran air 15. Penyambung manifold-lateral 4. Check valve 10.Pipa utama 16. Katup pembersih
7 B. SIFAT FISIK TANAH
1. Tekstur Tanah
Sifat fisik tanah yang paling penting adalah tekstur dan struktur.
Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dan yang dimaksud
dengan struktur tanah adalah susunan dari partikel tanah itu sendiri.
Berdasar atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, liat maka
tanah dikelompokkan ke dalam beberapa macam kelas tekstur
(Harjowigeno, 1995).
Klasifikasi tekstur tanah menurut United States Departemen of Agriculture (USDA) yang didasarkan pada pasir, debu, dan liat sebagai penyusunnya dapat dilihat pada diagram segitiga tekstur menurut USDA
pada Gambar 2.
2. Bulk Density
Bulk density merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bulk density
dapat dijadikan sebagai petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat suatu
tanah maka semakin tinggi nilai bulk density, yang berarti semakin sulit tanah tersebut meneruskan air ataupun ditembus oleh akar tanaman
(Hardjowigeno, 1995).
Bulk density dipenharuhi oleh struktur tanah (susunan partikel tanah), tekstur tanah dan kepadatan tanah. Bulk density berhubungan denagn kemampuan tanah untuk menahan air irigasi (Hansen et al., 1986).
3. Porositas
Porositas diartikan sebagai perbandingan volume ruang kosong
(udara dan air sebagai pengisi udara) terhadap volume total tanah
ditambah air dan udara (Hansen et al., 1986). Ruang pori juga
mempengaruhi kapasitas tanah menahan air.
Ruang pori mempunyai suatu penahan langsung terhadap nilai
produksi tanah disebabkan oleh pengaruhnya terhadap kapasitas menahan
air terhadap gerakan udara, air, dan akar-akaran melalui tanah (Hansen et
al., 1986).
4. Laju Infiltrasi
Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam lapisan
permukaan tanah namun berbeda dengan perkolasi yang merupakan
pergerakan air melalui profile tanah (Schwab et al., 1981). Laju infiltrasi
digunakan untuk menentukan pemberian air irigasi agar tidak melebihi laju
infiltrasi. Pemberian air irigasi yang melebihi laju infiltrasi dapat
menyebabkan limpasan permukaan.Rata-rata laju infiltrasi pada berbagai
tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 2.
Laju infiltrasi dapat dihitung dengan persamaan Kostiakov :
F = (K/(n+1)) t(n-1) ... (1)
fp = dF/dt = K.tn ... (2)
9 K,n : koefisien tanah yang dipengaruhi sifat-sifat fisik tanah setempat
t : waktu (jam)
fp : Laju infiltrasi (mm/jam)
Tabel 2. Rata-rata Laju Infiltrasi pada Berbagai Tekstur Tanah (Raes,
1987)
Tekstur tanah Laju Infiltrasi (mm/jam)
5. Air Tanah Tersedia
Air tanah tersedia dapat diartikan sebagai kemampuan tanah
memegang air (Water Holding Capacity) yaitu besarnya air yang dapat disimpan di daerah perakaran pada kondisi antara kadar air kapasitas
lapang (pF 2.54) dan kadar air pada titik layu permanen (pF 4.20). Di
antara kapasitas lapang dan titik layu permanen terdapat titik kritis.
Kandungan air antara kapasitas lapang dan titik kritis disebut dengan
Readily Available Water (RAW). Perbandingan TAW dan RAW diberikan oleh MAD (Management Allowable Deficit) atau faktor-p yang dipengaruhi oleh iklim, ETc. tekstur tanah, jenis dan tingkat pertumbuhan
tanaman (Doorenbos dan Kassam, 1979).
Tanaman akan tumbuh optimal pada kondisi antara kapasitas lapang
dan titik layu permanen, sehingga pemberian air irigasi dimaksudkan agar
kelembaban tanah berada pada kondisi ini (Doorenboss dan Pruitt, 1977).
Kemampuan tanah dalam menahan air untuk berbagai tekstur tanah dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kadar Air Tersedia dari Beberapa Tekstur Tanah (Keller,1990)
Tekstur Tanah
Kadar Air Tersedia (mm/m)
Pasir 42
Lempung berpasir 125
Jumlah total air tersedia dapat dihitung dengan persamaan
(Doorenbos dan Kassam, 1979) :
(
FC
WP
)
Rz
TAW
=
−
×
... (3)dimana :
TAW : total air tanah tersedia (mm)
FC : kadar air tanah pada kapasitas lapang (% berat)
WP : kadar air pada titik layu permanen (% berat)
Rz : kedalaman perakaran efektif tanaman (mm)
Perbandingan antara total air tanah tersedia (TAW) dengan lengas
tanah tersedia (RAW) dinyatakan dengan faktor-p yang dipengaruhi oleh
iklim, evapotranspirasi, tanah, dan tanaman. Nilai titik kritis lengas tanah
dapat ditentukan dengan persamaan (Doorenbos dan Kassam, 1979) :
(
p
TAW
)
FC
RAW
=
−
×
... (4)dimana :
RAW : Titik kritis lengas tanah (mm)
FC : kadar air tanah pada kapasitas lapang (% berat)
p : Fraksi ketersediaan air
TAW : total air tanah tersedia (mm)
C. KEBUTUHAN AIR TANAMAN
Kebutuhan air tanaman adalah jumlah air yang digunakan untuk
memenuhi evapotranspirasi tanaman (ETc) agar dapat tumbuh normal. ETc
merupakan kebutuhan air tanaman yang dinyatakan dalam kedalaman air yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yang optimal, bebas penyakit,
didukung oleh lingkungan yang baik (tumbuh tanpa stagnasi dari kadar air
tanah dan kondisi media tumbuh yang subur). ETc dipengaruhi oleh iklim,
karakteristik tanaman (jenis dan tingkat pertumbuhan), dan kondisi media
tumbuh (Doorenbos dan Pruitt, 1977; Raes et al., 1987).
11 Penman, dan Metode Panci Evaporasi. Persamaan untuk menduga ETo
dengan menggunakan metode Radiasi adalah sebagai berikut (Doorenbos
dan Pruitt, 1977):
ETo = c x (W.Rs) ... (5)
Rs = Ra x (0.25+0.50 n/N) ... (6)
dimana :
c : faktor penyesuaian yang bergantung pada kelembaban udara rata-rata
dan kondisi kecepatan angin.
W : faktor pembobot yang bergantung pada suhu dan ketinggian tempat
Rs : radiasi matahari setara dengan evaporasi (mm/jam)
N : lama penyinaran matahari maksimum (jam/hari)
n : lama penyinaran matahari aktual (jam/hari)
Ra : radiasi matahari yang diterima pada puncak atmosfeir (mm/hari).
Metode Radiasi dipergunakan bila tersedia data suhu udara, penyinaran
matahari dan awan.
2. Penentuan nilai Kc
Besarnya nilai koefisien tanaman (Kc) tergantung dari jenis tanaman
dan tingkat pertumbuhan tanaman. Besarnya evapotranspirasi tanaman
diperoleh dari persamaan :
ETc = kc x ETo ... (7)
dimana :
ETc : Evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
ETo : evapotranspirasi acuan (mm/hari)
Kc : koefisien tanaman
Menurut Cumulus (1992), nilai kebutuhan air tanaman meningkat dari
periode vegetatif diikuti periode pembungaan dan periode pembentukan buah.
Pada periode pematangan kebutuhan air menurun kembali.
D. CURAH HUJAN EFEKTIF
Curah hujan tidak semuanya dikategorikan sebagai curah hujan efektif
karena sebagian hilang sebagai aliran permukaan, perkolasi, dan evaporasi,
perakaran tanaman (Doorenbos dan Kassam,1977). Curah Hujan Efektif
adalah curah hujan yang jatuh dan efektif untuk pertumbuhan tanaman
tergantung pada intensitas hujan, topografi daerah, sistem penanaman dan
tahap pertumbuhan tanaman (Odelman dan Sjarifuddin, 1977).
Curah hujan efektif (CHE) dapat dihitung dengan metode USDA (United States Departement of Agricultur), yang menghubungkan curah hujan andalan (CHA) dengan nilai penggunaan konsumtif tanaman bulanan (Dastane, 1974,
di dalam Prastowo, 2002). Curah hujan andalan dapat dihitung menurut
distribusi Weibull, yaitu :
1
m = nomor urut data dari terbesar ke data terkecil
n = jumlah data
E. KESERAGAMAN PENYEBARAN DAN EFISIENSI IRIGASI
Efisiensi sistem irigasi tetes terutama dipengaruhi oleh keseragaman
penyebaran air (Emission Uniformity, EU), selain kehilangan minor, perkolasi yang tak terhindari dan kebutuhan untuk pencucian. Rekomendasi nilai EU
pada sistem irigasi tetes disajikan pada Tabel 4 (Keller dan Bliesner, 1990).
Nilai keseragaman penyebaran irigasi tetes dapat diketahui dengan
persamaan berikut (Keller dan Bliesner, 1990) :
⎟⎟
v : Koefisien keseragaman penetes
qn : Debit penetes minimum (l/jam)
qa : Debit penetes rata-rata (l/jam)
13 Tabel 4. Rekomendasi nilai keseragaman penyebaran air (EU) dalam
pengggunaan sistem irigasi tetes (Keller dan Bliesner, 1990)
Tipe Emitter ΣEmitter per tanaman Topografi Nilai EU (%)
Koefisien variasi penetes diperoleh untuk mengetahui variasi debit
penetes yang keluar dari masing-masing penetes. Klasifikasi koefisien variasi
penetes (v) berdasarkan jenis emitter dapat dilihat pada Tabel 5. Cara lain untuk mengetahui variasi penetes dapat diperoleh dengan persamaan (Keller
dan Bleisner,1990) :
v : Koefisien keseragaman penetes
q : Debit penetes (l/jam)
qa : Debit penetes rata-rata (l/jam)
1,2,3,…,n : Jumlah minimum penetes tiap tanaman
Tabel 5. Klasifikasi Koefisien Variasi Penetes (v) Berdasarkan Jenis Emitter
(Keller dan Bliesner, 1990)
Kebutuhan air untuk memperhitungkan perkolasi yang tak terhindarkan
dinyatakan oleh rasio Transmisi Penggunaan Puncak (Tr) seperti yang
disajikan pada Tabel 6 (Keller dan Bliesner, 1990).
Tabel 6. Rasio Transmisi puncak (Tr) untuk berbagai tekstur tanah dan
kedalaman perakaran tanaman (Keller dan Bliesner, 1990)
Kedalaman Perakaran Tanaman
Tekstur Tanah Sangat
Kasar
Kasar Sedang Halus
Dangkal (<0.8 m) 1.10 1.10 1.05 1.00
Sedang (0.8-1.5 m) 1.10 1.05 1.00 1.00
Dalam (>1.5m) 1.05 1.00 1.00 1.00
Apabila Tr ≤ 1.0/(1.0 – LRt), maka efisiensi irigasi menjadi :
Es = EU ... (11)
Apabila Tr ≥1.0/(1.0 – LRt), maka efisiensi irigasi menjadi :
)
EU : Keseragaman penyebaran air (%)
Tr : Rasio tranmisi puncak
LRt : Rasio kebutuhan air untuk pencucian (%)
Menurut Mutiaresmi (1997), nilai keseragaman penyebaran (EU) micro spray sebesar 70.87 %, menunjukkan bahwa debit penetes yang terjadi tidak seragam. Dan dengan nilai Tr ≤ 1.0/(1.0 – LRt), nilai efisiensi irigasi (Es)
sama dengan nilai keseragaman penyebaran (EU) yaitu sebesar 70.87 %.
F. JADWAL IRIGASI
Penentuan interval irigasi dan jumlah air sangat dibutuhkan untuk
mengairi seluruh lahan sehingga hasil dapat optimal. Kedalaman bersih
15
MAD= Management Allowable Deficit atau disebut juga faktor-p Pw = presentasi areal yang terbasahi (%)
Wa = Kapasitas tanah menahan air (mm/m)
Z = Kedalaman perakaran tanaman (m)
BD = Bulk density tanah (g/cm3)
Interval irigasi maksimum dapat dihitung dengan persamaan :
fx = dx/Td ... (14)
dimana :
fx = interval irigasi maksimum
Td = Transpirasi harian rata – rata pada periode penggunaan puncak
(mm/hari)
Td dihitung dengan persamaan :
Td = Ud x (0.1Pd0.5) ... (15)
dimana :
Ud = Penggunaan konsumtif harian (mm/hari)
Pd = Presentase area ternaungi kanopi pada masa penggunaan puncak (%)
Kedalaman bersih air irigasi yang diberikan pada setiap operasi irgasi
dihitung dengan persamaan :
dn = Td x fa ... (16)
dimana:
dn = kedalaman bersih air irigasi yang diberikan per irigasi untuk memenuhi
kebutuhan konsumtif tanaman (mm)
fa = interval irigasi aktual (hari)
Volume kotor air irigasi yang harus diberikan pertanaman untuk setiap
operasi irigasi dihitung dengan persamaan berikut :
dimana:
G = volume kotor air irigasi yang diberikan pertanaman per operasi
(l/hari)
d = kedalaman kotor air irigasi (mm)
Sp Sr = jarak tanaman (m x m)
Waktu yang dibutuhkan untuk pemberian air irigasi selama masa
penggunaan puncak dihitung dengan persamaan :
(
Np qa)
Ta = lama irigasi selama masa penggunaan puncak (jam/hari)
Np = jumlah emitter per tanaman qa = debit emitter rata – rata (l/jam)
Laju pemberian air irigasi dihitung dengan persamaan :
(
Ta fa)
In = laju pemberian air irigasi (mm/jam)
Syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan nilai In adalah In <= f,
dimana f adalah laju infiltrasi tanah. Kapasitas sistem yang dibutuhkan untuk
mengairi suatu lahan tertentu dihitung dengan persamaan :
(
Ns Si Se)
Qs = kapasitas sistem yang dibutuhkan (l/detik)
A = Luas lahan yang akan diirigasi (ha)
Ns = Jumlah stasiun dioperasikan
Si = Jarak antar lateral (m)
17 G. TANAMAN MELON
Tanaman melon (Cucumis melo L) merupakan tanaman yang tumbuh baik di daerah yang kering. Suhu optimum pertumbuhan tanaman melon pada
siang hari berkisar antara 28 oC – 30 oC dan malam hari berkisar antara 18 oC
– 20 oC. Tanaman akan terhambat pertumbuhannya, apabila suhu turun lebih
rendah dari 15 oC atau naik lebih tinggi dari 35 oC (Setiadi, 2001).
Setiadi (2001) selanjutnya menyatakan, tanaman melon tidak akan
tumbuh baik pada tanah tandus, dikarenakan sistem perakarannya
menghendaki persyaratan tertentu. Hampir 80 % dari sistem perakarannya,
berada di dalam tanah bagian atas, yang dalamnya kira-kira 5 - 25 cm dari
permukaan tanah. Sisanya dapat menembus tanah sampai sedalam 1 m atau
III. METODE PENELITIAN
A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika
(PKBT) IPB Tajur II, Bogor pada bulan Juni - September 2005 untuk
pengambilan data awal. Penelitian dilanjutkan dengan melakukan analisis
data pada bulan Mei - Juni 2006.
B. KERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini dilakukan berdasarkan kerangka pemikiran seperti pada
Gambar 3 dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Total air tersedia (TAW) dan Readily Available Water (RAW) berdasarkan data tanaman dan analisis sifat fisik tanah, meliputi bulk density, tekstur tanah, laju infiltrasi, kadar air pada kapasitas lapang (pF 2.54) dan kadar
air tanah titik layu permanen (pF 4.2).
2. Evapotranspirasi tanaman (ETc) dan Curah Hujan Efektif (CHE)
ditentukan berdasarkan data iklim dan tanaman.
3. Kebutuhan air tanaman bulanan dan satuan kebutuhan air (SKA)
berdasarkan data evapotranspirasi tanaman (ETc) dan curah hujan efektif
(CHE)
4. Penentuan keseragaman penyebaran pemberian air (EU) dan efisiensi
irigasi tetes (Es).
5. Rekomendasi pengoperasian jaringan irigasi tetes meliputi jumlah
pemberian air irigasi dan waktu pemberian air irigasi.
6. Rekomendasi perbaikan dan peningkatan fungsi komponen-komponen
C. METODE ANALISIS DAN PENGUMPULAN DATA 1. Metode Analisis Data
Tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Analisis sifat fisik tanah yang dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah,
Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB
yang meliputi tekstur tanah, bulk density, porositas dan kadar air tanah pada pF yang berbeda (2.54 dan 4.20)
b. Perhitungan laju infiltrasi dengan menggunakan metode Kostiakov
menggunakan persamaan (1) dan (2)
c. Perhitungan air tanah tersedia menggunakan persamaan (3) dan
persamaan (4).
d. Perhitungan nilai evapotranspirasi acuan (ETo) menggunakan metode
radiasi dengan persamaan (5) dan (6) dan perhitungan evapotranspirasi
tanaman (ETc) menggunakan persamaan (7).
e. Perhitungan curah hujan efektif (CHE) dengan terlebih dahulu dihitung
curah hujan andalan (CHA) 80% terlewati menggunakan persamaan
(8).
f. Perhitungan efisiensi irigasi diukur didasarkan keseragaman
penyebaran dari micro spray. Debit air yang keluar di tampung dalam suatu kantong plastik kemudian diukur dengan menggunakan gelas
ukur. Dalam menentukan keseragaman irigasi menggunakan
persamaan (9) sampai (12).
g. Penentuan waktu dan jumlah pemberian air irigasi dengan
menggunakan persaman (13) sampai (20)
h. Identifikasi kondisi fisik dan fungsional jaringan irigasi tetes dengan
menggunakan micro spray.
2. Metoda Pengumpulan Data
a. Data Primer
1) Contoh tanah tidak terganggu dan contoh tanah terganggu yang
21 2) Pengukuran debit micro spray dan koefisien penyebaran, dengan
cara menampung air yang keluar dari micro spray dengan kantong plastik kemudian mengukur ketinggiannya menggunakan gelas
ukur.
3) Pengamatan jaringan irigasi yang ada di lokasi penelitian meliputi
pengamatan tata letak lahan, pencatatan data dari bedengan dan
jaringan perpipaan irigasi di lapangan.
b. Data Sekunder
1) Data iklim dari tahun 1986 - 1993 yang diambil dari stasiun
Klimatologi terdekat tempat penelitian dilaksanakan.
2) Penentuan data karakteristik tanaman dari literatur yang mencakup
Koefisien tanaman (Kc), kedalaman perakaran (d) dan faktor-p.
D. BAHAN DAN ALAT
Bahan dan alat yang dipergunakan dalam penelitian masalah khusus ini
adalah sebagai berikut :
1. Contoh tanah terganggu dan tidak terganggu
2. Ring sample
3. Meteran dan stop watch
4. Double ring infiltrometer
5. Kantong plastik dan gelas ukur
6. Kalkulator, alat tulis dan komputer
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. KONDISI LAHAN
Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika
(PKBT) IPB Tajur II, Bogor pada bulan Juni – September 2005. Lokasi
penelitian terletak pada 06º37,583” LS dan 106º50,128” BT memiliki elevasi
487 m dpl. Lahan tersebut memiliki luas 4 Ha. Denah lokasi penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.
Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah Tropika IPB Tajur II dibagi
menjadi 6 Blok lahan yaitu Blok Ciheuleut, Blok Sukasari dan Tajur, Blok
Muarasari dan Pakuan, Blok Ciawi dan Blok Cimahpar. Pada penelitian ini
hanya dilakukan pada 4 blok, yaitu Blok Ciheuleut, Blok Tajur, Blok Pakuan,
dan Blok Ciawi. Lahan pertanian di lokasi ini mendapatkan air untuk irigasi
dari sumur bor yang kemudian ditampung di reservoir yang kemudian
dikeluarkan oleh outlet pipa ke tiap blok. Luas keseluruhan lahan sebesar 4 hektar, setiap blok tempat penelitian dilakukan memiliki luas yang berbeda.
Blok Ciheuleut luasnya sebesar 1904 m2, Blok Tajur luasnya sebesar 5168.9
m2, Blok Pakuan luasnya sebesar 2946.35 m2, dan Blok Ciawi luasnya sebesar
1452 m2.
Penelitian dilakukan pada awal periode tumbuh tanaman yang ditanami
melon (Cucumis melo. L). Pemilihan tanaman melon didasarkan pada pertimbangan bahwa tanaman tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi,
dapat ditanam di berbagai musim, dan permintaan yang tinggi dari
masyarakat.
Lahan yang ada pada lokasi penelitian sesuai untuk penerapan irigasi
tetes karena lahan yang ada memiliki topografi yang relatif datar sehingga
diharapkan dapat menyeragamkan debit yang keluar dan bentuk petakan yang
teratur dalam bedengan-bedengan. Bedengan pada Blok Ciheuleut terdapat 56
bedengan yang berukuran 16 m x 1.5 m, Blok Tajur terdapat 48 bedengan
yang berukuran 40.7 m x 1.5 m, Blok Pakuan terdapat 21 bedengan yang
23 Gambar 4. Denah Lokasi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) Tajur II, Bogor.
Blok Ciheuleut
Blok Tajur Blok Pakuan
25 B. IKLIM
Data iklim yang dipergunakan merupakan data iklim dari tahun 1986 -
1993 yang diambil dari stasiun klimatologi Darmaga, Bogor. Curah hujan
yang ada berkisar antara 6.75 mm - 482.13 mm. Curah hujan minimum terjadi
bulan Juli dan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Februari. Lama
penyinaran rata-rata setiap bulannya terjadi berkisar antara 3.5 jam/hari - 9.7
jam/hari, dengan lama penyinaran rata-rata bulanan tertinggi terjadi pada
bulan Agustus dan terendah terjadi pada bulan Januari. Kelembaban udara
rata-rata berkisar antara 82% - 90%, dimana kelembaban udara tertinggi
terjadi pada bulan Januari sedangkan terendah terjadi bulan Juli dan Agustus.
Kecepatan angin rata-rata di lokasi penelitian berkisar antara 0.4 m/s -
0.7 m/s, dimana kecepatan angin rata-rata tertinggi terjadi bulan Januari dan
terendah bulan Mei dan Juni. Menurut klasifikasi Oldeman, daerah penelitian
termasuk dalam zona iklim tipe A dimana mempunyai bulan basah
berturut-turut lebih dari sembilan bulan.
C. JARINGAN IRIGASI TETES
Jaringan irigasi tetes dengan menggunakan micro spray terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu pompa, pipa utama, pipa sub utama, pipa
manifold, pipa lateral dan micro spray. Layout jaringan irigasi tetes di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Jaringan komponen-komponen
penyusun irigasi pada lokasi penelitian tersebut banyak ditemui dalam kondisi
yang kurang baik. Hal ini disebabkan karena komponen–komponen penyusun
seperti pipa manifold, pipa lateral, dan micro spray berada di permukaan tanah tanpa terlindungi oleh bangunan pelindung.
Sumber air irigasi untuk lahan berasal dari sumur bor sedalam 100 m.
Air ini di pompa dengan pompa jenis submersible pada yang ditempatkan pada kedalaman 20 m. Air dari sumber tersebut disalurkan dengan pipa
galvanis 3 inch yang ditahan oleh kran utama lalu dialirkan dengan
menggunakan pipa galvanis 2 inch menuju 3 tempat, yaitu ke tempat
pada lahan lokasi penelitian ditampung terlebih dahulu di reservoir yang
berukuran 6 x 4 m2.
Air di reservoir disalurkan ke lahan dengan pompa menggunakan pompa
yang kemudian disalurkan dengan pipa PVC 2 inch ke seluruh bedengan. Dari
pipa sub utama yang berukuran 2 inch air kemudian disalurkan langsung ke
pipa manifold yang berukuran ¾ inch. Setiap 1 buah manifold akan membagi air untuk 2 lateral jenis Polyethilen yang berukuran ½ inch. Air yang disalurkan tersebut tidak bisa disalurkan dalam waktu yang bersamaan untuk
seluruh bedengan karena akan menyebabkan air tersebut tidak terbagi rata
ataupun tidak sampai tersalur pada bedengan yang terletak jauh dari pompa
karena tekanan pompa tidak cukup untuk mengalirkan air keseluruh lahan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. SIFAT FISIK TANAH
Uji sifat fisik tanah meliputi uji tekstur tanah dan struktur tanah, kadar
air tanah, laju infiltrasi, porositas, permeabilitas, dan bulk density, pada Blok Ciheuleut, Blok Tajur, Blok Pakuan dan Blok Ciawi.
Hasil analisa tekstur tanah menghasilkan perbandingan antara liat, debu,
dan pasir sebesar 38% : 49% : 13%. Dengan hasil tersebut berdasarkan
klasifikasi tektur tanah menurut USDA menunjukkan bahwa tanah di lokasi
penelitian termasuk lempung liat.
Kadar air tanah diukur pada selang 0-40 cm dengan penentuan pF antara
pF 2.54 (kapasitas lapang) dan pF 4.2 (titik layu permanen). Kadar air pada
keadaan kapasitas lapang pada Blok Ciheuleut sebesar 36.39% volume, Blok
Tajur 33.77% volume, Blok Pakuan 31.79% volume, dan Blok Ciawi
35.43% volume. Sedangkan nilai kadar air pada titik layu permanen untuk
masing-masing Blok adalah sebagai berikut Blok Ciheuleut sebesar 18.22%
volume, Blok Tajur 17.28% volume, Blok Pakuan 20.88 % volume, dan Blok
Ciawi 20.22 % volume.
Dengan kondisi kadar air tersebut maka Blok Ciheuleut mempunyai total
air tanah yang tersedia terbesar yaitu 18.17% volume. Sedangkan total air
tanah yang tersedia terkecil pada Blok Ciawi sebesar 15.26% volume.
Rata-rata nilai total air tanah yang tersedia sebesar 16.89% volume. Menurut Keller
dan Bleisner (1990), tanah tekstur lempung liat mempunyai kadar air tersedia
sekitar 16.7 % volume. Nilai air tanah tersedia di lokasi penelitian berkisar
antara 15.26 % volume – 18.17 % volume. Hal ini berarti bahwa tanah
dilokasi penelitian yang nilai air tanah tersedianya > 16.7 % volume maka
akan cepat jenuh air dan segera terjadi aliran permukaan pada kondisi
pemberian air yang berlebih. Sehingga diperlukan perhitungan yang tepat
mengenai jumlah air yang akan diberikan pada tanaman. Hasil yang lengkap
disajikan pada Tabel 7 dibawah ini, sedangkan data lengkap perhitungan total
29 Tabel 7. Rekapitulasi Kadar Air dan Total Air Tanah Tersedia
Lokasi Kadar air (%Volume) Air Tanah
Tersedia (% Volume) pF 2.54 pF 4.2
Ciheuleut 36.39 18.22 18.17
Tajur 33.77 17.28 16.48
Pakuan 32.79 20.88 17.63
Ciawi 35.43 20.22 15.26
Kemampuan tanah yang berhubungan dengan jumlah pemberian air
irigasi yang akan diberikan, karena jika air irigasi diberikan melebihi laju
infiltrasinya maka akan menyebabkan limpasan. Nilai laju infiltrasi pada
masing-masing Blok adalah sebagai berikut Blok Ciheuleut sebesar 16.78
cm/jam, Blok Tajur 29.25 cm/jam, Blok Pakuan 9.68 cm/jam, dan Blok
Ciawi 15.43 cm/jam.
Salah satu kriteria lahan yang sesuai untuk lahan penerapan irigasi tetes,
yaitu lahan tersebut mempunyai laju infiltrasi rata-rata sebesar >13 mm/jam
(Prastowo, 2003). Berdasarkan hasil yang didapat nilai laju infiltrasi di lahan
lebih besar, sehingga sesuai untuk irigasi tetes dengan sistem micro spray ini. Nilai porositas untuk masing-masing Blok adalah sebagai berikut Blok
Ciheuleut sebesar 80.40 %, Blok Tajur 81.22 %, Blok Pakuan 82.12 %, dan
Blok Ciawi 80.29 %. Nilai porositas ini dipengaruhi oleh kandungan bahan
organik, struktur tanah dan tekstur tanah. Tanah yang biasa diairi mempunyai
ruang pori antara 35% - 55% (Hansen et. al, 1986). Nilai porositas di lokasi
penelitian lebih besar dikarenakan tekstur tanah di lokasi penelitian jenisnya
lempung dan liat, hal ini menyebabkan kemampuan menahan air lebih besar
juga.
Nilai bulk density berhubungan dengan kemampuan tanah untuk menahan air. Nilai bulk density tanah dilokasi penelitian adalah sebagai berikut berikut Blok Ciheuleut sebesar 0.52 g/cm3, Blok Tajur 0.50 g/cm3,
Blok Pakuan 0.47 g/cm3, dan Blok Ciawi 0.52 g/cm3. Nilai bulk density di lokasi penelitian termasuk rendah, yang berarti tanah di lokasi tersebut baik
B. CURAH HUJAN EFEKTIF
Curah hujan andalan (CHA) dihitung berdasarkan data curah hujan
rata-rata tahun 1986-1993 dari Stasiun Klimatologi Darmaga, data curah hujan
rata-rata dari tahun 1986-1993 dapat dilihat pada Lampiran 3. Ditentukan
dengan menggunakan metode Weibull. Curah hujan efektif dihitung
berdasarkan curah hujan andalan 80 %.
Dari Tabel 8 diperoleh hasil curah hujan andalan (CHA) berkisar antara
87.4 mm/bulan-310.7 mm/ bulan. Curah hujan efektif (CHE) berkisar antara
64.4 mm/bulan-190.7 mm/bulan. Curah hujan efektif terbesar tejadi pada
bulan Mei sedangkan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Juli.
Tabel 8. Hasil Perhitungan Curah Hujan Andalan dan Curah Hujan efektif
Bulan September 231.8 147.6 107.1 Oktober 346.3 231.4 184.8 November 414.8 310.7 131.3 Desember 390.0 281.3 109.8
Pada Tabel 8 Curah Hujan Efektif (CHE) terkecil pada bulan Juli
yang merupakan permulaan masa tanam yaitu mulai dari tahap vegetatif
sampai tahap pembungaan sehingga sangat diperlukan penambahan air
melalui irigasi pada tahap ini. Pada periode tumbuh selanjutnya yaitu masa
pembuahan dan pematangan nilai curah hujan efektif yang ada pada bulan
Agustus termasuk relatif kecil sehingga agar didapatkan hasil yang
31 C. EVAPOTRANSPIRASI TANAMAN
Evapotranspirasi tanaman acuan berkisar antara 2.6 mm/hari-5.3
mm/hari dihitung dengan metode radiasi. Koefisien tanaman (Kc) untuk
tanaman melon berbeda tergantung dari tahap perkembangan tanaman.
Menurut Cumulus (1992), koefisien tanaman kc rata-rata untuk tanaman
melon (Cucumis melo L) pada tiap periode tumbuh berbeda, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Nilai evapotranspirasi tanaman acuan (ETo)
dipergunakan untuk menghitung evapotranspirasi tanaman (ETc).
Tabel 9. Koefisien tanaman kc rata-rata untuk tanaman melon (Cucumis melo
L) pada tiap periode tumbuh
Periode Umur Hari kc
Tumbuh (hari) ke- rata-rata
Vegetatif 16-40 25-Jan 0.81
Pembungaan 41-50 25-35 0.97
Pembentukan Buah 51-70 36-55 1.16
Pematangan 71-75 56-60 0.85
Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) melon besarnya tergantung dari
kondisi iklim, tingkat pertumbuhan tanaman. dan oleh nilai koefisisen
tanaman (kc). Nilai koefisien tanaman (kc) untuk tanaman melon pada
vegetatif sebesar 0.81, tahap pembungaan 0.97, pada pembentukan buah
sebesar 1.16, pada tahap pematangan 0.85. Data lengkap mengenai iklim dan
nilai evapotranspirasi tanaman acuan (ETo) dapat dilihat pada Lampiran 4.
Hasil perhitungan evapotranspirasi tanaman (ETc) dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai evapotranspirasi tanaman pada tiap periode tumbuh
Tahap Waktu kc ETc
Pertumbuhan (mm/hari)
Awal Juli-1 0.81 4.13
Pembungaan Juli-3 0.97 4.95
Pembentukan Buah Ags-1 1.16 5.92
Pematangan Ags-4 0.85 4.51
Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) tanaman melon terus meningkat
menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan air tanaman terus meningkat seiring
pertumbuhan tanaman. Nilai evapotranspirasi tanaman (ETc) pada setiap
pertumbuhan tanaman diperlukan untuk menentukan jumlah air irigasi yang
dibutuhkan tanaman agar dapat tumbuh optimal dengan hasil maksimal. Oleh
karena itu diperlukan pengkajian mengenai waktu musim tanam yang sesuai
untuk tanaman melon agar diperoleh hasil yang optimal.
D. KEBUTUHAN AIR IRIGASI
Kebutuhan air irigasi disebut sebagai satuan kebutuhan air (SKA)
merupakan selisih dari evapotranspirasi tanaman (ETc) dan curah hujan efektif
(CHE). Hasil perhitungan kebutuhan air irigasi untuk setiap periode tumbuh
tanaman dapat dilihat pada Tabel 11. Satuan kebutuhan air yang maksimum
terjadi pada periode tumbuh pembungaan. Nilai kebutuhan air yang
maksimum tersebut dapat dipergunakan untuk menghitung interval irigasi dan
kedalaman (kotor) air irigasi. Rekapitulasi perhitungan satuan kebutuhan air
(SKA) dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 11. Nilai Evapotranspirasi Tanaman (ETc) Tanaman melon, Curah
Hujan Efektif (CHE) dan Satuan Kebutuhan air (SKA)
Tahap Waktu ETc CHE SKA
Pertumbuhan (mm/hari) (mm/hari) (mm/hari)
Vegetatif Juli-1 4.13 2.15 1.98
Pembungaan Juli-3 4.95 2.15 2.80
Pembentukan
Buah Ags-1 5.92 2.89 3.03
Pematangan Ags-4 4.51 2.89 1.62
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada setiap masa periode
pertumbuhan dibutuhkan penambahan air untuk mencukupi kebutuhan air
tanaman. Berdasarkan Tabel 7, satuan kebutuhan air tanaman melon pada
periode tumbuh vegetatif nilainya sebesar 1.98 mm/hari, pada periode tumbuh
pembungaan nilainya sebesar 2.80 mm/hari, pada periode pembentukan buah
nilainya sebesar 3.03 mm/hari, dan pada periode tumbuh pematangan nilainya
33 E. KINERJA JARINGAN
Kinerja jaringan dari sistem irigasi tetes dengan microspray meliputi debit yang keluar dari micro spray, koefisien variasi penetes (v), koefisien penyebaran (EU), dan efisiensi irigasi. Pengukuran debit emitter irigasi tetes dilakukan pada saat pengoperasian jaringan irigasi tetes berlangsung.
Titik pengamatan berjumlah 24 emitter setiap bloknya dan pada 4 bedengan dimana 1 bedengan terdiri dari 2 lateral dengan tipe lateral line-source. Blok Ciheuleut, yaitu pada bedengan 1, bedengan 4, bedengan 10, dan bedengan 13. Blok Tajur yaitu pada bedengan 1, bedengan 3, bedengan 7, dan
bedengan 10. Blok Pakuan yaitu pada bedengan 1, bedengan 3, bedengan 5,
dan bedengan 8. Blok Ciawi yaitu pada bedengan 1, bedengan 4, bedengan 7,
dan bedengan 10. Pengukuran debit emitter lateral line-source seluruhnya berjumlah 96 emitter.
Air dari sumber air untuk lahan di pompa dengan pompa jenis
submersible yang ditempatkan 20 m dari sumur bor sedalam 100 m. Air dari sumber tersebut di salurkan dengan pipa galvanis 3 inch yang ditahan oleh
kran utama lalu dialirkan dengan menggunakan pipa galvanis 2 inch menuju 3
tempat, yaitu ke tempat penampungan air untuk kantor, ke lokasi penelitian
(Tajur II), dan Tajur I.
Pipa utama menggunakan pipa galvanis 2 inch. Pipa sub utama
menggunakan pipa PVC berukuran 2 inch, pipa manifold menggunakan pipa PVC yang berukuran ¾ inch. Setiap 1 buah manifold akan membagi air untuk 2 lateral jenis Polyethilen yang berukuran ½ inch.. Detail aliran air irigasi dapat dilihat pada Gambar 7.
Emitter yang dipergunakan untuk jaringan irigasi ini adalah jenis
micro spray dengan tipe orbitor kit dengan kapasitas 55 l/jam pada tekanan 1-2 atm. Dari hasil pengukuran didapatkan nilai debit minimum sebesar 1-26.64
l/jam, debit maksimum yang keluar sebesar 30.24 l/jam. Debit rata-rata
Gambar 7. Detail Aliran Air Irigasi di Lokasi Penelitian Sumur Bor 100 m Pipa Sub Utama PVC 2’’
bedengan Penampungan
Air
Pompa
Pipa Galvanis 3’’
kran
Keterangan : : Aliran air
35 Tabel 12. Debit Rata-rata emitter, Nilai Koefisien Variasi Ppenetes, dan Nilai
Keseragaman Penyebaran (EU)Tiap Blok
Blok Debit Rata-rata (l/jam)
Nilai koefisien variasi penetes (v) irigasi tetes di lokasi penelitian
berkisar antara 0.031-0.040. Data lengkap perhitungan nilai koefisien variasi
penetes (v) Blok Ciheuleut, Blok Tajur, Blok Pakuan dan Blok Ciawi
disajikan pada Lampiran 6a sampai Lampiran 6d.
Nilai rata-rata koefisien variasi penetes (v) pada lateral line-source
jaringan irigasi tetes di lokasi penelitian sebesar 0.035. Berdasarkan data
tersebut, maka jika nilai koefisien variasi penetes (v) jaringan irigasi tetes di
lokasi penelitian 0.035 berarti variasi debit spray yang keluar berkualitas baik karena nilai v < 0.05. Nilai ini berpengaruh kepada keseragaman penyebaran
(EU) dimana semakin besar nilai koefisien penetes maka nilai keseragaman
penyebaran semakin kecil. Lateral line-source berada diatas bedengan. Detail bedengan dapat dilihat pada Gambar 8. Detail lateral di lokasi penelitian
dapat dilihat pada Gambar 9.
37 Hasil perhitungan nilai keseragaman penyebaran (EU) irigasi tetes
pada lokasi penelitian, Blok Ciheuleut nilainya sebesar 83.67%, Blok Tajur
nilainya sebesar 85.25%, Blok Pakuan nilainya sebesar 86.78%, dan Blok
Ciawi nilainya sebesar 85.37%. Nilai rata-rata keseragaman penyebaran (EU)
sebesar 85.26%, hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai
keseragaman (EU) kurang dari 90%-95% untuk irigasi tetes dengan
menggunakan micro spray.
Menurut Nakayama dan Bucks (1986) di dalam Prastowo (2002), jika
nilai keseragaman penyebaran (EU) dibawah 95 % maka desain harus diubah,
misalnya dengan memperpendek pipa atau memperbesar diameter pipa.
Kecilnya keseragaman penyebaran (EU) dapat disebabkan karena posisi pipa
lateral yang tidak datar, banyak terjadi kerusakan pada jaringan perpipaan.
Nilai untuk kebutuhan leaching sebesar nol karena tidak ada nutrisi yang diberikan bersamaan dengan air irigasi sehingga nilai efisiensi irigasi (Es)
sama dengan nilai keseragaman penyebaran (EU) yaitu sebesar 85.26 %.
F. JADWAL IRIGASI
Kebutuhan air irigasi tanaman dapat diberikan dengan optimal pada
saat penentuan interval irigasi dan penentuan waktu irigasi yang dibutuhkan
untuk mengairi seluruh lahan tepat. Pemberian air irigasi yang diberikan pada
tanaman melon berubah-ubah tergantung keadaan cuaca tempat budidaya
tanaman melon. Pemberian air irigasi yang diberikan di lapangan untuk tiap
tahap pertumbuhan pada tanaman melon dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rencana Jadwal Operasi Jaringan Irigasi Tetes