• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda

Dalam dokumen ENDAH RESNANDARI PUJI ASTUTI S811008016 (Halaman 101-129)

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Temuan Penelitian

1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda

SLB Autis Alamanda menggunakan kurikulum khusus yang disiapkan untuk memberikan pelayanan yang bersifat individual kepada anak berkebutuhan khusus autis di SLB Autis Alamanda. Berbeda dengan kurikulum SLB A, B, C, D, dan E yang telah berorientasi pada mata pelajaran, kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda berorientasi pada penanganan perilaku anak. Seperti yang disampaikan oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang ditujukan khusus untuk menangani berbagai permasalahan pada anak autis. SLB Autis Alamanda masih menggunakan kurikulum khusus dari Catherine Maurice. Kurikulum ini lebih menekankan pada penanganan perilaku. (CL1 : 176 , 15 Februari 2012). Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wilis Palupi sebagai berikut :

Sebagian besar anak-anak di Alamanda adalah anak-anak autistik, dan memang dari awal kita menggunakan kurikulumnya autis yaitu kurikulum yang dibikin oleh Catherine Maurice. Beliau merupakan pakar autisme dimana menerbitkan buku yang salah satunya berjudul “Behavioral

Intervention for Young Children with Autism”. Disitu ada kurikulum untuk

penanganan anak autistik sudah secara komprehensif dan sangat terukur. Materinya diberikan dengan metode ABA. Kemudian untuk aplikasi kurikulumnya di Alamanda kita mengambil dari buku yang telah

commit to user

diterjemahkan oleh Bapak Handojo. Beliau merupakan pendiri Agca Center. Jadi dalam bukunya itu beliau sudah mentranslate kurikulum dari buku Catherine Maurice ini dalam bentuk bahasa Indonesia yang kemudian itu kita pakai di sini. Kemudian keterpaduan dalam aplikasinya itu kita sesuaikan dengan kebutuhan anak yaitu memadukan dengan pemberian terapi yang lain misalnya SI (Sensori Integrasi) dari OT (Okupasi Terapi) dan terapi wicara. (CL 2 : 203-204, 20 April 2012)

Jadi kurikulum khusus Autis di SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang disadur dari buku Catherin Maurice dimana dalam aplikasinya dipadukan dengan terapi Okupasi dan terapi wicara sesuai dengan kebutuhan anak. Berdasarkan studi dokumen pada kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda, materi yang diberikan berupa aktivitas-aktivitas untuk memperbaiki perilaku negative dan berbagai permasalahan pada anak autis. Materi pada kurikulum khusus tersebut terdiri dari materi tingkat dasar, intermediate (menengah), dan tingkat advance (atas) yang meliputi kemampuan mengikuti pelajaran (kepatuhan dan kontak mata, kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, dan kemampuan bantu diri.

Pemberian pelayanan pendidikan di SLB Autis Alamanda bersifat sangat individual. Berbagai proses mulai dari penerimaan siswa baru dilakukan sangat individual sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Seperti yang diungkapkan oleh wakil kepala sekolah (CL2 : 210, 17 Februari 2012), bahwa penerimaan siswa baru di SLB Autis Alamanda dapat berlangsung kapan saja. Pemberian pelayanan pendidikan di SLB Autis Alamanda dimulai dari melakukan assessment terhadap siswa baru, penyususnan program individual untuk setiap siswa, pelaksanaan program

commit to user

individual/pelaksanaan pembelajaran dengan metode ABA dan ditunjang berbagai media pembelajaran yang sesuai, dan evaluasi program individual.

a. Assessment siswa

Assessment merupakan penilaian awal terhadap anak sebelum anak masuk menjadi siswa di SLB Autis Alamanda. Seperti yang diungkapkan oleh kepala SLB Autis Alamanda bahwa proses assessment dilakukan dengan mewawancarai kedua orang tua siswa untuk mengetahui latar belakang, hambatan dan kondisi sosial anak. Selain itu ada pula lembar assessment yang harus diisi oleh orang tua untuk mengetahui kondisi anak / riwayat anak sejak lahir. Selain itu, assessment juga dilakukan terhadap anak oleh tim assessment untuk mengetahui bagaimana kondisi riil dan tingkat kemampuan anak. (CL1: 181, 15 Februari 2012)

Wakil kepala SLB Autis Alamanda, Wilis Palupi juga menambahkan bahwa selain terhadap orang tua, assessment di SLB Autis Alamanda juga dilakukan langsung terhadap anak. Assessment terhadap anak dilakukan oleh tim assessment yang terdiri dari guru PLB, tenaga okupasi terapi, psikologi, dan fisio terapi. Tujuan assessment seperti yang diungkapkan oleh Wilis Palupi yaitu “assessment jelas kita gunakan untuk mengetahui seberapa jauh sih kondisi anak dengan kebutuhannya. Karena itu nanti besic kita untuk penyusunan program anak selanjutnya.” (CL2 : 213, 17 Februari 2012). Lamanya proses assessment terhadap anak dilakukan selama satu minggu. Wilis Palupi juga menyebutkan materi yang diberikan saat assessment pada anak meliputi :

commit to user 1) Kontak mata

2) Kepatuhan duduk mandiri didalam kelas 3) Kepatuhan diluar kelas

4) Kemampuan anak berdasarkan pada kurikulum khusus pada tingkat dasar, intermediate ataupun advance meliputi kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, kemampuan bantu diri dan materi tentang sensori integrasi

5) Kemampuan berkomunikasi 6) Kemampuan bersosialisasi 7) Kemampuan beradaptasi 8) Kemampuan emosional 9) Perilaku negatif 10) Reinforcement ( R+ / R- )

Selanjutnya, hasil assessment terhadap anak akan disimpulkan untuk penyusunan evaluasi awal dan program pengajaran individual ( PPI ). Hasil dari assasment, dilaporkan ke orang tua dalam bentuk tulisan dan lisan serta diskusi tentang perencanaan program pengajaran individual (PPI) bersama orang tua. (CL2 : 213-214, 17 Februari 2012).

b. Penyusunan Program Pengajaran Individual (PPI) di SLB Autis Alamanda Hasil assessment terhadap anak yang telah dilakukan selama satu minggu, akan didiskusikan dalam tim assessment untuk mengetahui berbagai

commit to user

gangguan, hambatan, perilaku menyimpang, maupun potensi serta bakat yang dimiliki anak. Hasil tersebut kemudian akan dilaporkan kepada orang tua sebagai tindak lanjut penyusunan perencanaan program individual (PPI). Penyusunan PPI untuk setiap anak di SLB Autis Alamanda menyesuaikan dengan kondisi, kemampuan, serta kebutuhan anak. Penyusunan PPI mengacu pada kurikulum khusus yang gunakan di SLB Autis Alamanda. (CL2 : 217, 17 Februari 2012).

Dari tim assessment SLB Autis Alamanda tersebut kemudian akan ditunjuk satu orang penanggung jawab yang akan memimpin penyusunan program pengajaran individual (PPI) untuk anak. Dalam penyusunan PPI, orang tua juga harus turut serta terlibat memikirkan program yang tepat untuk anak. Orang tua dapat memberikan masukan dan pertimbangan atas rencana program pendidikan untuk anak. Orang tua juga harus konsisten turut serta melaksanakan program tersebut terutama saat berada di rumah.

Komunikasi yang baik antara tim PPI, baik antar guru maupun orang tua sangat diperlukan dalam memantau setiap perkembangan dan perubahan yang ditunjukkan oleh anak. Salah satu usaha yang dilakukan di SLB Autis Alamanda untuk berkomunikasi antara tim PPI terutama dengan orang tua yaitu dengan menyediakan buku penghubung. Melalui buku penghubung, dapat dilihat setiap perkembangan yang ditunjukkan oleh anak. Selain itu, laporan harian secara langsung kepada orang tua harus intensif dilakukan untuk mengetahui setiap perkembangan dan kebutuhan baru yang mungkin

commit to user

dibutuhkan oleh anak. Hal tersebut diungkapkan oleh Wilis Palupi selaku wakil kepala SLB Autis Alamanda sebagai berikut :

Biasanya memang kita melakukan komunikasi dengan orang tua setiap hari. Itu yang memegang peranan penting untuk mengetahui perkembangan anak. Jadi pertemuan itu bisa ketika awal datang, biasanya kita menanyakan bagaimana kondisi anak atau ada beberapa orang tua yang cukup responsive ketika datang sudah bilang mengenai kondisi anaknya dan mohon untuk perhatian beberapa parilaku negative anak yang mungkin sering muncul. Jadi seperti itu, dari komunikasi secara langsung. Selain itu, dapat juga lewat tulisan melalui buku penghubung yang telah kita sediakan. (CL2 : 222-223, 17 Februari 2012)

c. Pelaksanaan Pembelajaran di SLB Autis Alamanda 1) Materi Pembelajaran dalam Kurikulum Khusus

Kurikulum khusus yang diterapkan di SLB Autis Alamanda merupakan kurikulum yang berbeda dengan kurikulum yang berorientasi pada mata pelajaran. Oleh sebab itu, pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan pun berbeda. Dalam kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda menekankan pada perbaikan perilaku anak. Materi-materi yang diberikan merupakan materi untuk menangani perilaku pada anak. Sesuai dengan studi dokumentasi terhadap kurikulum khusus di SLB Autis Alamanda, dapat dilihat bahwa materi pada kurikulum khusus tersebut terdiri dari materi tingkat dasar, intermediate (menengah), dan tingkat advance (atas) yang meliputi kemampuan mengikuti pelajaran (kepatuhan dan kontak mata), kemampuan menirukan (imitasi), kemampuan bahasa reseptif (kognitif), kemampuan bahasa ekspresif, kemampuan pre akademik – akademik, dan

commit to user

kemampuan bantu diri. Untuk tingkat advanced ada 3 tambahan kategori yaitu kemampuan sosialisasi dan kemampuan bahasa abstrak serta kesiapan masuk sekolah. Dalam penyampaian materi kepada anak, SLB Autis Alamanda menggunakan metode ABA (Applied Bahaviour Analysis). Struktur materi dalam kurikulum khusus SLB Autis Alamanda adalah sebagai berikut :

a) Kemampuan Mengikuti Pelajaran (Kepatuhan dan Kontak Mata)

Kepatuhan dan kemampuan kontak mata pada anak sangat penting karena kedua hal tersebut merupakan dasar untuk mengajarkan dan memberikan materi kepada anak. Oleh sebab itu, guru harus memiliki kasih sayang, kehangatan dan kedekatan hubungan terhadap anak. Kedekatan hubungan dan kasih sayang bukan berarti memanjakan anak. Ketegasan dalam pembelajaran tetap harus diterapkan guna keberhasilan pembelajaran.

b) Kemampuan menirukan (Imitasi)

Kemampuan menirukan merupakan kemampuan dasar manusia. Kemampuan menirukan diberikan kepada anak agar anak mampu menirukan atau mengikuti tindakan yang dilakukan orang lain. Kemampuan imitasi merupakan dasar untuk mengembangkan keterampilan dasar yang lain seperti kemampuan verbal, bermain, social, dan bantu diri. Dengan kemampuan imitasi anak akan belajar dengan melihat perilaku positif yang dilakukan orang lain.

commit to user c) Kemampuan bahasa reseptif (kognitif)

Kemampuan bahasa reseptif merupakan kemampuan untuk meningkatkan pemahaman bahasa anak, pemahaman terhadap kegiatan/aktivitas yang dilakukan, pemahaman terhadap konsep dan belajar berbagai nama obyek di sekitar anak. Pembelajaran kemampuan bahasa reseptif diberikan melalui perintah/instruksi sederhana, mengidentifikasi berbagai obyek baik nama mapun fungsi benda melalui obyek langsung, gambar, dan suara yang ada di sekitar anak.

d) Kemampuan bahasa ekspresif

Kemampuan bahasa ekspresif merupakan kemampuan untuk mengingat dan menggali hal-hal yang sudah diajarkan pada anak untuk diekspresikan. Kemampuan bahasa ekspresif merupakan dasar untuk mengembangkan komunikasi anak. Dengan mengajarkan kemampuan bahasa ekspresif pada anak, diharapkan anak akan memiliki keinginan untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Pembelajaran bahasa ekspresif dilakukan melalui pemberian materi menunjukkan sesuatu yang dinginkan/tidak diinginkan, menunjukkan sesuatu yang disukai/tidak disukai, saling menyapa, menjawab pertanyaan-pertanyaan social, melabel benda-benda melalui fungsinya, melabel kepemilikan dan melabel berbagai rasa.

e) Kemampuan Pra-Akademik

Kemampuan pra – akademik pada anak diberikan sebagai persiapan sebelum anak menuju pada kemampuan akademik. Pada

commit to user

kemampuan pra – akademik penekanan dilakukan terhadap visualisasi anak agar anak dapat menggunakan ingatannya. Oleh sebab itu, diperlukan pendukung berbagai media pembelajaran yang relevan.

Materi dalam kemampuan pra-akademik meliputi mencocok (matching), menyelesaikan aktivitas sederhana secara mandiri, identifikasi warna, identifikasi bentuk, identifikasi huruf, identifikasi angka, menghafalkan angka dan menghitung benda-benda.

f) Kemampuan bantu diri

Kemampuan bantu diri diberikan agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari secara mandiri misalnya makan, minum, buang air kecil/besar, melapas/memakai pakaian dan lain-lain. Kemampuan bantu diri diberikan mulai dari kemampuan bantu diri yang paling sederhana pada tingkat dasar seperti minum dengan gelas dan menyendok makanan sampai pada kemampuan bantu diri yang lebih kompleks pada tingkat advanced seperti menggosok gigi dan menutup reseliting. Kemampuan bantu diri sangat diperlukan dalam pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus dalam usaha menuju pada kemandirian anak berkebutuhan khusus.

g) Kemampuan Akademik

Kemampuan akademik diberikan pada tingkat advanced sebagai salah satu persiapan untuk anak sebelum masuk dalam kelas regular. Materi kemampuan akademik dalam kurikulum ini meliputi mengeja kata sederhana, menjelaskan arti suatu kata, identifikasi sinonim, identifikasi

commit to user

hubungan antara kata-kata, identifikasi angka genap dan angka ganjil, menjumlahkan dibawah sepuluh, menulis kata-kata sederhana dari ingatan dan identifikasi kata-kata sajak.

h) Kemampuan Bersosialisasi

Kemampuan bersosialisasi juga diberikan pada tingkat advanced. Kemampuan ini diberikan untuk mempersiapkan anak menghadapi teman-teman sebaya di lingkungan barunya (di sekolah regular). Materi dalam kemampuan bersosialisasi lebih banyak menekankan pada kemapuan anak untuk berinteraksi, bersosialisasi, dan memberikan respon terhadap aktifitas social yang dilakukan anak. materi dalam kemampuan bersosialisasi meliputi imitasi aksi dengan teman, mengikuti arahan, menjawab pertanyaan teman, merespon ajakan bermain dari teman, bermain permainan papan dengan teman, mengajak teman untuk bermain, menjelaskan sesuatu kepada teman, memberkan komentar kepada teman saat bermain, meminta bantuan dari teman, dan menawarkan bantuan kepada teman.

i) Kesiapan Masuk Sekolah Regular

Kemampuan kesiapan masuk sekolah regular merupakan kemampuan- kemampuan yang diberikan kepada anak dalam menghadapi situasi secara kelompok. Materi-materi yang diberikan yaitu meninggu giliran, menunjukkan respon-respon baru melalui pengamatan, mengikuti instruksi dalam kelompok, member informasi dalam kelompok, dan

commit to user

melantunkan sajak-sajak dalam kelompok. Materi-materi ini bersifat fleksibel, dapat diubah sesuai dengan kebutuhan setiap anak.

j) Sensori Integrasi

Sebagian besar anak autis mengalami perkembangan motorik yang kurang baik. Gerak kasar maupun gerak halus anak terlihat kurang luwes bila dibandingkan dengan anak-anak seumurnya. Pada anak-anak ini perlu diberi bantuan pelayanan okupasi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya. Misalnya otot jari tangan perlu dikuatkan dan dilatih supaya anak bisa menulis dan melakukan semua hal yang membutuhkan keterampilan otot jari tangan.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru okupasi terapi, menjelaskan bahwa proses sensori adalah kemampuan untuk memproses atau mengorganisasikan input sensorik yang diterima. Informasi sensorik yang diterima akan masuk ke otak dapat melalui mata, telinga, hidung, lidah, kulit, otot dan persendian dan keseimbangan. (CL3 : 246, 20 Februari 2012).

Dijelaskan pula oleh guru okupasi terapi mengenai tujuan pemberian pelayanan dengan metode Sensori Integrasi (SI) adalah sebagai berikut :

Pendekatan SI diberikan untuk memperbaiki gangguan sensori anak- anak yang banyak terlihat dengan mengadaptasikan untuk beberapa kondisi atau situasi secara berlahan, sehingga perilaku anak dapat menjadi lebih adaptif serta lebih peka dan dapat memberikan tanggapan/respon secara wajar terhadap rangsangan sensori yang datang dari luar tubuhnya. (CL3 : 246, 20 Februari 2012).

commit to user

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan terhadap kegiatan pembelajaran SI, pemberian pelayanan okupasi dengan pendekatan Sensori Integrasi (SI) di SLB Autis Alamanda dilakukan di dalam ruangan yang telah disediakan berbagai macam input yang berupa media- media bermain untuk anak. Misalnya untuk keseimbangan disediakan tangga, prosotan, papan panjat dan trampoline. Untuk taktil disediakan media pasir atau kain bertekstur.

2) Pelaksanaan Pembelajaran di SLB Autis Alamanda

Berdasarkan pengamatan lapangan penulis menemukan bahwa pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda berlangsung selama 6 hari dalam satu minggu. Selama 5 hari siswa-siswa di SLB Autis Alamanda akan memperoleh pembelajaran sesuai dengan program individual siswa masing-masing. Pada Hari Sabtu seluruh siswa akan mendapatkan pembelajaran klasikal secara bersama-sama. Pelaksanaan pembelajaran di SLB Autis Alamanda dibagi dalam dua kelompok kelas yaitu kelas individual dan kelas klasikal.

a) Kelas Individual

Mengingat kecenderungan anak autis memiliki gangguan dalam bahasa, komunikasi, perilaku sosial, dan interaksi maka pemberian pelayanan pendidikan awal di SLB Autis Alamanda di berikan secara individual. Pembelajaran harian untuk tingkat mula/ awal dan kelas satu dilakukan secara individual. Pembelajaran diberikan sesuai teknik dalam

commit to user

metode ABA yaitu pemberian pembelajaran secara One – on – one artinya dalam satu kelas, satu siswa ditangani oleh satu orang guru. Pemberian materi pembelajaran disesuaikan dengan program individual setiap anak. Waktu pembelajaran individual di SLB Autis Alamanda dibagi dalam 2 sesi yaitu dari jam 08.00 – 10.00 dan jam 10.00 – 12.00. (CL1 : 183, 15 Februari 2012).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap kepala SLB Autis Alamanda, di SLB Autis Alamanda terdapat 6 kelas individual dengan ukuran kelas yaitu 1,5 m x 2 m. Kelas individual ditata khusus tanpa ada benda-benda yang mencolok, menarik atau mengganggu perhatian anak. Dalam kelas individual ketersediaan meja dan kursi disesuaikan dengan kondisi anak. Apabila anak masih belum bisa tenang duduk di kursi, maka dapat melakukan pembelajaran di lantai. Tetapi bila telah dapat tenang dapat dilakukan dikursi yang dirancang khusus untuk pembelajaran individual yaitu kursi kecil dan meja yang diberi lubang setengah lingkaran, yang bertujuan agar anak tidak bisa keluar dengan mudah dari kursi. Namun apabila anak telah dapat tenang, dapat diberikan meja dan kursi biasa yang sesuai dengan ukuran tubuh dan usia anak. Untuk yang kelas klasikal umumnya menggunakan meja dan kursi biasa seperti di sekolah-sekolah lain. (CL1 : 178, 15 Februari 2012).

commit to user b) Kelas Klasikal

Selain memberikan pelayanan secara individual kepada setiap siswa, SLB Autis Alamanda juga memberikan pelayanan secara klasikal pada siswa-siswanya. Siswa-siswa yang dapat masuk ke kelas klasikal adalah siswa-siswa yang sudah memenuhi criteria tertentu. Seperti yang diungkapkan oleh Yatmi selaku kepala SLB Autis Alamanda, bahwa siswa yang dapat masuk ke dalam kelas klasikal yaitu siswa yang sudah bisa menerima instruksi kelompok dan kemampuan akademik dasarnya sudah ada. (CL1 : 177, 15 Februari 2012). Secara lebih terperinci dijelaskan lagi oleh Wilis Palupi sebagai berikut :

Jadi, ada beberapa persyaratan ketika anak dapat duduk di kelas klasikal. Pertama, memang pemahaman anak tentang lingkungan sudah bagus, kedua secara komunikasi anak sudah mampu dua arah atau kalau tidak anak sudah paham instruksi. Jika memang anak belum dua arah dia paham instruksi individu dan instruksi kelompok. Kemudian beberapa kepatuhan dasar yang ada di intervensi dini itu sudah dilewati, jadi dia sudah bisa duduk tenang, kemudian kembali lagi pada instruksi kelompok yang sudah bisa dipenuhi, kontak matanya sudah ada pada guru, walaupun beberapa anak kadang- kadang masih tidak maksimal, tapi focus perhatiannya sudah bisa lebih difokuskan untuk pelaksanaan pembelajaran bersama. (CL2 : 208, 17 Februari 2012)

Di SLB Autis Alamanda terdapat 2 ruang kelas klasikal dengan jumlah siswa yaitu 2-3 siswa setiap kelas. Tujuan diadakannya kelas klasikal yaitu agar siswa belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. Kelas klasikal ini juga merupakan kelas transisi yaitu sebagai

commit to user

jembatan agar siswa dapat beradaptasi dengan lingkungan sebelum anak masuk ke sekolah reguler.(CL1 : 177-178, 15 Februari 2012).

Pembelajaran harian untuk kelas klasikal di SLB Autis Alamanda merupakan pembelajaran untuk siswa kelas 2 dan kelas 3. Pembelajaran yang diberikan merupakan pembelajaran yang memadukan antara program individual setiap anak dari kurikulum khusus dengan kurikulum SLB-C yang pemberiannya dilakukan dengan tematik. Hal ini disebabkan karena kelas ini juga mempersiapkan anak untuk masuk ke sekolah regular, yang mana pembelajarannya berorientasi pada mata pelajaran. (CL2 : 209, 17 Februari 2012).

3) Kegiatan ekstrakurikuler

Berdasarkan hasil wawancara, Wilis Palupi mengungkapkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler di SLB Autis Alamanda dilaksanakan satu kali dalam satu minggu yaitu pada hari Sabtu. Kegiatan ekstrakurikuler diberikan secara klasikal oleh guru. Dalam mengikuti kegiatan ekstrakurikuler ini, siswa-siswa SLB Autis Alamanda dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok tari dan kelompok olah raga. Pembagian siswa- siswa tersebut berdasarkan pada kemampuan setiap siswa. Bagi siswa yang memiliki kemampuan dalam tari, akan diikutkan dalam kelompok tari. Tetapi, bagi siswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan tari diikutkan dalam kegiatan olah raga. (CL2 : 226, 17 Februari 2012)

commit to user

Baik kegiatan ekstrakurikuler tari maupun olah raga, SLB Autis Alamanda menghadirkan guru khusus ekstrakurikuler yang sesuai dengan bidangnya. Untuk guru tari dihadirkan guru lulusan seni tari ISI Surakarta, sedangkan untuk guru olahraga dihadirkan guru lulusan PJOK dari UNS. (CL1 : 185, 15 Februari 2012)

Berdasarkan studi dokumen mengenai terapi permainan SLB Autis Alamanda (Lampiran 7 : 268), selain kegiatan tari dan kegiatan olah raga, kegiatan pada hari Sabtu juga diisi dengan berbagai kegiatan permainan sebagai ajang komunikasi dan sosialisasi bagi siswa-siswa SLB Autis Alamanda. Permainan dilaksanakan dalam suasana klasikal atau kebersamaan. Dalam pelaksanaanya dapat dilakukan secara individual dengan menunggu giliran atau kompetisi, maupun bersama-sama dengan cara bermain bersama. Berdasarkan studi dokumen dari SLB Autis Alamanda, kegiatan-kegiatan selain olah raga dan tari yang dilakukan di hari Sabtu antara lain lomba lintasan, gerak dan lagu, bernyanyi, finger

painting, play dough, motor planning, dexterity play, estafet rintangan,

fishing competition, permainan skate board, permainan dutch, menyobek

dan menempel, mengecap, permainan bowling, printing dan scribbling, membuat jus buah, serta bercocok tanam.

Dari berbagai aktivitas ekstrakurikuler baik tari, olah raga maupun berbagai aktivitas lain di hari Sabtu, memiliki tujuan, baik secara individu maupun secara kelompok. Tujuan secara individu merupakan tujuan yang akan didapatkan oleh masing-masing anak misalnya dalam meningkatkan

commit to user

konsentrasi dan kemampuan motorik setiap anak. Untuk tujuan secara kelompok lebih menekankan pada tujuan berkomunikasi dua arah, bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain. (CL4 : 253, 9 April 2012)

Selain beberapa tujuan di atas, diungkapkan pula oleh Krisna Nofianti sebagai berikut :

Selain itu, semua aktivitas yang diberikan dirancang agar semua siswa dapat belajar dalam suasana kebersamaan, kelompok, dan menekankan pada interaksi dan sosialisasi anak. Berbagai aktivitas yang diberikan sangat kental menghadirkan suasana kompetisi dan kebersamaan baik antara individu maupun kelompok. Dalam kegiatan ini anak akan dibelajarkan untuk bekerja sama, berbagi, bersaing secara sehat, menunggu giliran, bersabar berpendapat, mengungkapkan pikiran secara santun dan yang pasti banyak mengajarkan anak bagaimana

Dalam dokumen ENDAH RESNANDARI PUJI ASTUTI S811008016 (Halaman 101-129)

Dokumen terkait