• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENDAH RESNANDARI PUJI ASTUTI S811008016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ENDAH RESNANDARI PUJI ASTUTI S811008016"

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

IMPLEMENTASI KURIKULUM KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR

BIASA (SLB) AUTIS ALAMANDA SURAKARTA

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Teknologi Pendidikan

Oleh

Endah Resnandari Puji Astuti

S 811008016

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

ii

IMPLEMENTASI KURIKULUM KHUSUS AUTIS DI SEKOLAH LUAR

BIASA (SLB) AUTIS ALAMANDA SURAKARTA

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister

Program Studi Teknologi Pendidikan

Oleh

Endah Resnandari Puji Astuti

S 811008016

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(3)

commit to user

ix

Endah Resnandari Puji Astuti. 2012. Implementasi Kurikulum Khusus Autis di

Sekolah Luar Biasa (SLB) Autis Alamanda Surakarta. TESIS. Pembimbing I :

Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, II: Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Program Studi Teknologi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

SLB Autis Alamanda merupakan salah satu sekolah luar biasa di Surakarta yang memberikan pelayanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, khususnya autisme.

Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, (2) mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda, (3) mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Strategi penelitian yang digunakan adalah tunggal terpancang. Sumber data penelitian berasal dari informan, tempat dan peristiwa, serta dokumen atau arsip. Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara/interview, dan analisis dokumen. Untuk pengujian validitas data, digunakan triangulasi data dan metode. Teknik analisis yang digunakan melalui cara: (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, yaitu merupakan proses pengolahan, pemusatan perhatian dan penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan, (3) penyajian data, yaitu dengan menyajikan berbagai informasi yang diseleksi dalam rangka penarikan kesimpulan, dan (4) verifikasi data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa SLB Autis Alamanda menggunakan kurikulum khusus autism dari Catherine Maurice yang mana kurikulum tersebut berorientasi pada penanganan perilaku anak. Metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode ABA (Applied Bahaviour Analysis) dan Sensori Integrasi (SI) dari okupasi terapi. Pemberian pelayanan pendidikan dilakukan secara one-on-one untuk intervensi dini pada penanganan perilaku autism. Disediakan pula kelas klasikal sebagai kelas transisi untuk mempersiapkan anak menuju sekolah regular. Kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum khusus terjadi pada perekrutan guru dengan kualifikasi yang sesuai, peningkatan pengalaman guru, penyusunan dan evaluasi program pengajaran individual (PPI), pelaksanaan pembelajaran, pelaksanaan metode pembelajaran serta pengadaan sarana dan media pembelajaran.

(4)

commit to user

x

Endah Resnandari Puji Astuti. 2012. The Implementation of An Autism Specific

Curriculum in Alamanda Surakarta Autism Special School. Thesis. Consultant I

: Prof. Dr. Samsi Haryanto, M.Pd, Consultant II : Dr. Nunuk Suryani, M.Pd. Educational Technology Program, Graduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.

ABSTRACT

Alamanda Autism Special School is one of special school in Surakarta that provides educational services for children with special needs, especially autism.

The objectives of this research are : (1) obtaining the implementation of an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School, (2) identifying the result that in achived from the implementation of an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School, (3) identifying the obstacle in implementing an autism specific curriculum in Alamanda Autism Special School.

The method that is used in this research is descriptive qualitatitive method. The research strategy is single – rooted. The sources of the research data are from informant, place and event, and document or record. This research uses purposive sampling technique. The techniques of collecting data are observation, interview, and document analysis. For testing the data validity, the researcher uses triangulation of data and methods. The analysis techniques are : (1) data collection, (2) data reduction, those are processing, focusing the attention and simplification, and transformation of raw data obtained in the field, (3) data presentation, is presenting the selected informations is drawing the conclusion, and (4) data verivication.

The result of the research shows that Alamanda Autism Special School uses an autism special curriculum from Chaterine Maurice which is oriented on handling of the children’s behavior. The learning methods are ABA (Aplied Behavior Analysis) method and Sensory Integration (SI) of occupational therapy. The provision of educational services is done by one on one for early intervention in the autism behavioral treatment. Beside that, it is provided the classical class as a transition class for preparing the children to the regular school. The problems that are encountered in the implementation of the special curriculum occured in the recruitment of the suitably qualified teachers, improving the teachers’ experience, Individualized Educational Program (IEP) preparation and evaluation, learning implementation, teaching method implementation and procurement of the equipment and instructional media.

(5)

commit to user

xi DAFTAR ISI

Halaman

COVER ………...………...…………...

HALAMAN JUDUL ……..……….………..

PENGESAHAN PEMBIMBING ………..…...

PENGESAHAN PENGUJI ……….…….

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK PUBLIKASI ………

PERSEMBAHAN ………..…...

KATA PENGANTAR ……….……..………

ABSTRAK ………..……….…………..

DAFTAR ISI……...………..…..

DAFTAR TABEL………..………..…..

DAFTAR GAMBAR………..…..….………….

DAFTAR LAMPIRAN ………..………...

i ii iii iv v vi vii ix xi xiv xv xvi

.BAB I. PENDAHULUAN……….

A. Latar Belakang Masalah...……….……..………….

B. Identifikasi Masalah………..……..………....…..……..

C. Pembatasan Masalah………..…………...………

D. Rumusan Masalah………

E. Tujuan Penelitian………...………….…

F. Manfaat Hasil Penelitian………..…………

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………...

A. Kajian teori……....……….

1. Teori Tentang Kurikulum…………...

2. Teori Tentang Kurikulum Khusus……….……...………

3. Teori Tentang Anak Autis………...

4. Teori Tentang Kurikulum Khusus Autis………...

B. Penelitian yang Relevan………..

C. Kerangka Pikir……….…...………

(6)

commit to user

xii

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………

A. Metodologi Penelitian………

1. Lokasi Penelitian………..…….……

2. Bentuk dan Strategi Penelitian……….………

3. Sumber Data dan Teknik Sampling………..

4. Teknik Pengumpulan Data ………

5. Keabsahan Data ………

6. Analisis Data ………

B. Prosedur dan Jadwal Penelitian ………..

1. Prosedur Penelitian ………

2. Jadwal Penelitian ………..

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………

A. Deskripsi Lokasi Penelitian………..…….

1. Sejarah Berdirinya SLB Autis Alamanda……….

2. Lokasi SLB Autis Alamanda ………...

3. Visi dan Misi SLB Autis Alamanda……….

4. Sumber Daya Manusia ……….

5. Sarana Prasarana dan Media Pembelajaran di SLB Autis

Alamanda………..……….…………..

B. Temuan Penelitian………....….

1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda …………...

2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda ………..

3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda….

C. Pembahasan………

1. Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda …………...

2. Hasil Belajar Siswa SLB Autis Alamanda ………..

3. Kendala Pelaksanaan Kurikulum Khusus di SLB Autis Alamanda

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN………

A. Kesimpulan………

B. Implikasi ………..………..

(7)

commit to user

xiii

C. Saran ……….……….

DAFTAR PUSTAKA………..

164

(8)

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

Tabel 4.

Tabel 5.

Tabel 6.

Tabel 7.

Rencana Waktu Penelitian………...

Daftar Pendidik SLB Autis Alamanda………...

Daftar Tenaga Kependidikan SLB Autis Alamanda………

Keadaan Siswa SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2011…

Sarana SLB Autis Alamanda………

Prasarana SLB Autis Alamanda………..

Pelatihan Guru SLB Autis Alamanda Tahun Ajaran 2010/2001... 79

83

85

87

88

89

(9)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 3.

Gambar 4.

Arahan Pengembangan Pencapaian Tujuan Pendidikan………

Alur Layanan PLB ………....………

Kerangka Pikir Penelitian ……….

Proses Analisis Interaktif ……….…….

.

29

51

66

(10)

commit to user xvi DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8. Lampiran 9. Lampiran 10. Lampiran 11. Lampiran 12. Lampiran 13. Lampiran 14. Lampiran 15. Lampiran 16.

Catatan Lapangan 1………...

Catatan Lapangan 2……….

Catatan Lapangan 3 ………..………..

Catatan Lapangan 4 ………...

Media Pembelajaran SLB Autis Alamanda…………...……..…...

Foto-foto Kegiatan Belajar SLB Autis Alamanda ………

Jadwal Kegiatan Sabtu (Play Therapy)………...

Kurikulum Autis SLB Autis Alamanda ………

Lembar Program Harian dan Pemeliharaan Siswa ………

Contoh Pengisian Lembar Program Harian dan Pemeliharaan

Siswa...

Lembar Assessment Siswa Baru SLB Autis Alamanda ………..

Contoh Laporan Assessment Awal Siswa...

Contoh Evaluasi Siswa 3 Bulan ………….………..….

Contoh Laporan Evaluasi 6 Bulan (1 Semester)….………...

Contoh Pengisian Buku Penghubung Siswa….……….

Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ……….

(11)

commit to user

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap manusia memiliki keingintahuan terhadap setiap hal yang ada dan

yang sedang terjadi di sekitarnya. Oleh sebab itu, manusia senantiasa ingin

mengembangkan pengetahuan yang dimiliki serta mengembangkan potensi yang

dimilikinya. Salah satu usaha manusia untuk memperoleh ilmu pengetahuan serta

mengembangkan potensi yang dimiliki yaitu melalui jalur pendidikan. Hal ini

dapat dilihat dari pengertian pendidikan dalam Undang-undang RI Nomor 20

Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa dalam kehidupannya,

manusia membutuhkan pendidikan sebagai upaya untuk mengenali dirinya

sendiri, mempelajari berbagai keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan

minatnya serta untuk mengenali lingkungan sekitarnya, baik dalam lingkungan

terkecil yaitu lingkungan keluarga, bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.

Melihat kenyataan bahwa pendidikan merupakan salah satu hal yang

(12)

commit to user

dan merasakan pendidikan. Seperti yang tertuang dalam UU RI nomor 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga

negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan

jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi.

Tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para penyandang cacat

disebutkan pula dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga

negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau

sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud

adalah pendidikan luar biasa, dimana setiap kebutuhan khusus tersebut akan

memperoleh pelayanan khusus yang sesuai dengan kemampuan, karakteristik ,

dan kebutuhannya.

Sekolah-sekolah khusus yang telah ada dalam memberikan pelayanan

yang sesuai dengan kondisi anak antara lain sekolah khusus tunanetra untuk anak

tunanetra (SLB A), sekolah khusus tunarungu wicara untuk anak tunarungu

wicara (SLB B), sekolah khusus tunagrahita untuk anak tunagrahita (SLB C),

sekolah khusus tunadaksa untuk anak tunadaksa (SLB D), sekolah khusus

tunalaras untuk anak tunalaras (SLB E), sekolah khusus autis untuk anak autis,

dan sekolah khusus untuk berbagai jenis kebutuhan khusus yang dapat dimasuki

oleh berbagai jenis kebutuhan khusus (SLB).

Sekolah-sekolah khusus tersebut memberikan pelayanan khusus

pendidikan luar biasa yang diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan

(13)

commit to user

mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa

berkebutuhan khusus agar dapat berperan aktif di dalam masyarakat.

Salah satu jenis kebutuhan anak yang memerlukan pelayanan khusus

yaitu anak autis.

Autisma berarti suatu kecacatan perkembangan yang dengan mantap

mempengaruhi komunikasi lisan dan non lisan dan interaksi sosial, pada

usia dibawah 3 tahun, yang berdampak pada perolehan pendidikan pada

anak. Karakteristik lain yang dikaitkan dengan anak autis adalah perulangan

aktifitas, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan rutinitas

harian dan tanggapan yang tak lazim pada perasaan. Istilah tersebut berlaku

jika perolehan pendidikan anak kurang baik karena anak mengalami

gangguan emosional. (www.unj.ac.id)

Melihat kecenderungan perilaku anak autis seperti halnya tersebut

diatas maka perlu dipikirkan pola pendidikan yang tepat bagi mereka. Pola

pendidikan formal di sekolah umum/reguler kurang cocok bagi anak autis sebab

perhatian guru terhadap perkembangan murid dirasa masih kurang. Selain itu,

pola pendidikan formal di sekolah umum yang menekankan aspek akademik dan

sosialisasi terhadap lingkungan dikhawatirkan akan menyulitkan anak autis untuk

beradaptasi dengan pola tersebut. Dalam Theo Peeters (2004:12) disebutkan

bahwa “Pendidikan Khusus” secara tradisional masih kurang khusus. Dari

pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan khusus dengan

pembelajaran secara tradisional pun masih dirasa kurang cocok untuk anak autis.

Hal ini disebabkan karena anak autis sangat berbeda dengan penderita cacat

mental lain, berbeda dengan anak-anak yang memiliki masalah kejiwaan, berbeda

(14)

commit to user

mengalami gangguan pendengaran. Oleh sebab itu, pendidikan khusus autis

merupakan salah satu alternatif pendidikan tepat bagi anak autis.

Kebutuhan anak autis yang begitu khusus menuntut adanya suatu

kurikulum dan standar pengajaran dengan pendekatan yang berbeda dengan

pendekatan-pendekatan di sekolah khusus lainnya. Seperti halnya Zelan dalam

Adriana Soekandar Ginanjar ( 2007 : 1) berpendapat bahwa individu autistik

berbeda dengan individu lainnya sehingga perlu diberi pendekatan dengan

pendekatan humanistik yang memandang mereka sebagai individu yang utuh dan

unik. Oleh sebab itu, sekolah khusus autis pada umumnya memiliki kurikulum

yang berbeda dengan sekolah-sekolah lain.

Penelitian tentang Pengembangan Model Modifikasi Kurikulum

Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Individu Peserta Didik (Abdul Salim : 2010)

merupakan salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini sebab dalam

penelitian tersebut memandang bahwa peserta didik berkebutuhan khusus (ABK)

terdapat perbedaan karakter dan kemampuan yang tampak mencolok pada hampir

semua bidang baik akademik maupun non akademik. Implikasi dari perbedaan

tersebut menyebabkan bentuk layanan pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan

masing-masing anak. Oleh sebab itu, dalam penelitian tersebut melakukan

pengembangan penyesuaian (modifikasi) kurikulum (bahan ajar), peran serta

guru, sarana prasarana, dana, dan managemen (pengelolaan kelas dalam kegiatan

belajar mengajar). Penelitian tersebut menjelaskan bahwa selain KTSP yang

dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi

(15)

commit to user

(SKL), juga mengembangkan program pengajaran individual yang mengacu pada

kurikulum khusus.

Seperti halnya penelitian di atas, penelitian ini akan membahas tentang

kurikulum khusus yang dikembangkan di SLB Autis Alamanda. Kurikulum

tersebut tentu saja berbeda dengan kurikulum yang digunakan di sekolah-sekolah

khusus lain maupun sekolah umum. Kurikulum ini dikembangkan dengan

mengacu pada karakteristik, kebutuhan, dan kemampuan yang berbeda pada anak

autis. Selain itu, SLB Autis Alamanda juga mengembangkan PPI yang mengacu

pada kurikulum khusus tersebut. Pelaksanaan kurikulum khusus ini pun

menggunakan berbagai pendekatan yang berbeda dengan pendekatan-pendekatan

pembelajaran lainnya.

Untuk dapat mengetahui lebih dalam mengenai kurikulum khusus dan

implementasi kurikulum yang digunakan di SLB Autis Alamanda, peneliti

melakukan studi mengenai implementasi kurikulum khusus di SLB Autis

Alamanda.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat teridentifikasi

adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan dan karakteristik anak autis yang sangat khusus.

2. Kurikulum dibuat dan dikembangkan oleh masing-masing sekolah dengan

berpatokan pada kebutuhan anak.

(16)

commit to user

C. Pembatasan Masalah

1. Permasalahan yang dibahas dibatasi pada implementasi kurikulum khusus

autis yang dilaksanakan di SLB Autis Alamanda.

2. Implementasi kurikulum meliputi pengadaan kurikulum, pelaksanaan

pembelajaran, hasil yang dicapai, serta kendala-kendala dalam pelaksanaan

kurikulum khusus tersebut.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah

disampaikan di atas, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB Autis Alamanda?

2. Bagaimana hasil yang dicapai?

3. Kendala apa yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum tersebut?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh gambaran pelaksanaan kurikulum khusus autis di SLB

Autis Alamanda.

2. Untuk mengidentifikasi hasil yang dicapai dari pelaksanaan kurikulum khusus

autis di SLB Autis Alamanda.

3. Untuk mengidentifikasi kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kurikulum

(17)

commit to user F. Manfaat Hasil Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Memberikan sumbangan pengetahuan bagi pendidikan, khususnya mengenai

implementasi kurikulum khusus bagi anak autis.

b. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian yang relavan.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar teoretis untuk

pengembangan penelitian lebih lanjut yang sejenis.

2. Manfaat Praktis

Memberikan gambaran tentang kelebihan dan kelemahan kurikulum

sehingga dapat menjadi suatu masukan positif untuk perbaikan dan

(18)

commit to user

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Teori tentang Kurikulum

a. Definisi Kurikulum

Menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan (2007 : 94), ada tiga

konsep tentang kurikulum, yaitu: pertama, kurikulum sebagai substansi, suatu

kurikulum dipandang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid

di sekolah atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Kedua,

kurikulum sebagai suatu sistem kurikulum yaitu merupakan bagian dari sistem

persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem

kurikulum mencakup sistem personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara

menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan

menyempurnakannya. Ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu

bidang studi kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah

mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.

Tidak jauh berbeda dari pendapat Tim Pengembang Ilmu Pendidikan,

Wina Sanjaya (2009: 4) menyebutkan bahwa apabila dilihat dari penelusuran

konsep, pada dasarnya kurikulum memiliki tiga dimensi pengertian yaitu

kurikulum sebagai mata pelajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar, dan

(19)

commit to user

Dari kedua konsep kurikulum di atas, kita dapat mendefinisikan

beberapa pengertian kurikulum yaitu kurikulum sebagai mata pelajaran (bidang

studi), kurikulum sebagai pengalaman belajar, kurikulum sebagai perencanaan

program pembelajaran (substansi), dan kurikulum sebagai suatu system

kurikulum. Kurikulum sebagai mata pelajaran ditemukan dari definisi yang

dikemukakan Robert M. Hutchin dalam Wina Sanjaya (2009:4) yang

menyatakan : “ The curriculum should include grammer, reading, thetoric and logic, and mathematic, and addition at the secondary level introduce the great

books of the western world” .(dalam kurikulum harus memuat mata pelajaran

tata bahasa, membaca, teori dan logika, dan matematika, dan memperkenalkan

tentang dunia barat ). Dari definisi tersebut dapat dilihat bahwa dalam konsep

kurikulum sebagai mata pelajaran (bidang studi) tujuan utama yaitu untuk

memperoleh ijazah. Dalam ijazah memuat berbagai mata pelajaran dan

nilai-nilai berdasarkan standar tertentu. Apabila siswa telah berhasil mencapai nilai-nilai

dengan standar tertentu, siswa akan memperoleh ijazah kelulusan yang berarti

bahwa siswa telah menguasai pelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

Jadi dapat dikatakan bahwa keberhasilan siswa bila ditinjuai dari kurikulum

sebagai mata pelajaran yaitu apabila siswa telah berhasil mencapai nilai

tertentu berdasarkan suatu standar yang telah ditentukan.

Definisi kurikulum sebagai pengalaman belajar dapat ditemukan dari

pendapat M. Skilbeck (1984) dalam

http://maydina.multiply.com/journal/item/551/Apa_itu_kurikulum

(20)

commit to user

far as they are expressed or anticipated in goals and objectivies, plans and designs for learning and implementation of these plans and design in school

environments” . (pengalaman-pengalaman siswa yang diekspresikan dan

diantisipasikan dalam cita-cita dan tujuan-tujuan, rencana-rencana dan

desain-desain untuk belajar dan implementasi dari rencana-rencana dan desain-desain-desain-desain

tersebut di lingkungan sekolah).

Pengertian kurikulum di atas mengandung arti bahwa kurikulum itu

memiliki tujuan tertentu. Setelah tujuan itu jelas, barulah mendesain metode

pembelajaran yang menunjang proses pembelajaran tesebut. Dalam pengertian

kurikulum ini penerapan dari model desain sistem pembelajaran itu hanya

terbatas pada lingkungan sekolah saja, sehingga kegiatan sekolah yang

dilakukan diluar lingkungan sekolah tidak dianggap sebagai kurikulum

walaupun menunjang proses pembelajaran.

Konsep kurikulum sebagai suatu program atau rencana pembelajaran

dapat ditemukan dalam pendapat yang dikemukakan oleh Hilda Taba (1962)

dalam Wina Sanjaya (2009:8) yang mengatakan : “ A curriculum is a plan for

learning: therefore, what is known about the learning process and the

development of the individual has bearing on the shaping of a curriculum”.

(kurikulum adalah suatu rencana pembelajaran: oleh karena itu apa yang

diketahui tentang proses pembelajaran dan perkembangan individu termuat

dalam bentuk kurikulum). Pendapat tersebut selanjutnya diikuti oleh

(21)

commit to user

kurikulum adalah perencanaan yang berisi tentang petunjuk belajar serta hasil

yang diharapkan.

Dafinisi kurikulum menurut UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 19 sejalan dengan konsep kurikulum sebagai

suatu rencana pembelajaran. Dalam undang-undang tersebut menyebutkan

bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

tertentu.

Dari beberapa definisi tentang kurikulum di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kurikulum ialah suatu patokan rencana-rencana dalam hal

penyelenggaran pembelajaran yang memiliki tujuan dan cita-cita tertentu yang

berlandaskan pada isi materi dan pengalaman-pengalaman belajar yang harus

dilakukan siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang

dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta

implementasi dari dokumen-dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata.

Kurikulum harus bersifat fleksible (dapat mengalami perbaikan) dan didesain

oleh sekolah agar murid-murid itu memiliki representasi fungsi langsung di

masyarakat. Dalam hal ini kegiatan pembelajaran yang dilakukan sekolah itu

tidak harus dilakukan di sekolah, dan tidak terbatas pada akademis semata,

Pendidikan karakter, watak, dan tingkah laku juga dapat masuk dalam

(22)

commit to user b. Landasan Kurikulum

Kurikulum memiliki peran yang sangat penting dan pengaruh yang

besar dalam system pendidikan. Oleh sebab itu, dalam mengembangkan suatu

kurikulum harus memiliki dasar-dasar tertentu yang kuat, yang didasarkan pada

hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam sehingga kurikulum

tersebut dapat dipertanggungjawabkan dikemudian hari serta tidak

menyebabkan kegagalan pendidikan. Dasar-dasar tertentu tersebut adalah

suatu landasan kurikulum yang merupakan suatu fondasi yang harus dibangun

dengan kuat.

Dalam Wina Sanjaya (2009:42) disebutkan bahwa ada tiga landasan

pengembangan kurikulum yaitu landasan filosofis, psikologis, dan landasan

sosiologis-teknologis ;

1) Landasan filosofis

Landasan filosofis menempatkan filsafat sebagai salah satu

landasan pengembangan kurikulum. Dalam filsafat, dikenalkan beberapa

aliran filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme,

progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum

pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan

mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang

dikembangkan.

Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003)

dalamhttp://www.infogue.com/viewstory/2009/02/07/landasan_kurikulum_i

(23)

ndonesia/?url=http://masterdagan.blogspot.com/2009/02/landasan-commit to user

kurikulum.html, diuraikan tentang isi dari masing-masing aliran filsafat,

kaitannya dengan pengembangan kurikulum, yaitu :

a) Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran

dan keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.

Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan

sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan pada

kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada tempat

dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.

b) Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian

pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi

anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran

lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga

untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme,

essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.

c) Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber pengetahuan

tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti

memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan : bagaimana saya

hidup di dunia ? Apa pengalaman itu ?

d) Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan

individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan

proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar

(24)

commit to user

e) Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.

Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat

ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual

seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan

tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini

akan mempertanyakan untuk apa berfikir kritis, memecahkan masalah,

dan melakukan sesuatu. Penganut aliran ini menekankan pada hasil

belajar dari pada proses.

Aliran filsafat perenialisme, essensialisme, eksistensialisme

merupakan aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model

Kurikulum Subjek-Akademis (konsep kurikulum mata pelajaran).

Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi pengembangan

model kurikulum pendidikan pribadi. Sementara, filsafat rekonstruktivisme

banyak diterapkan dalam pengembangan model kurikulum pendidikan.

Dalam Wina Sanjaya (2009:43) disebutkan bahwa sebagai suatu

landasan fundamental, filsafat memegang peran penting dalam proses

pengembangan kurikulum. Ada empat fungsi filsafat dalam proses

pengembangan kurikulum. Pertama, filsafat dapat menentukan arah dan

tujuan pendidikan. Dengan filsafat sebagai pandangan hidup, maka dapat

ditentukan tujuan dari pendidikan itu. Kedua, filsafat dapat menentukan isi

atau materi pelajaran yang harus diberikan sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai. Ketiga, filsafat dapat menentukan strategi atau cara pencapaian

(25)

commit to user

merencanakan kegiatan pembelajaran. Keempat, filsafat dapat dijadikan

sebagai penentu tolok ukur keberhasilan proses pembelajaran.

Dari beberapa pendapat tentang landasan filosofis di atas dapat

diketahui bahwa suatu kurikulum harus memiliki landasan filosofis untuk

membawa suatu kurikulum pada tujuan, proses, dan hasil yang sesuai

dengan tujuan pendidikan. Pendapat dari Wina Sanjaya bahwa filsafat

merupakan suatu landasan fundamental merupakan pendapat yang sangat

sesuai bagi penulis sebab filsafat sebagai landasan kurikulum dapat

membawa kurikulum pada arah dan tujuan yang jelas sehingga akan tampak

jelas kemana peserta didik akan dibawa oleh kurikulum tersebut.

Selanjutnya dapat diketahui pula peserta didik seperti apa yang akan

diciptakan dan diterjunkan dalam masyarakat dari pelaksanaan isi kurikulum

tersebut. Dengan filsafat dapat diketahui hakikat dari pengetahuan yang

harus dipelajari sehingga dapat dijadikan suatu pedoman dalam

merencananan kegiatan pembelajaran. Selain itu dengan filsafat dapat

dijadikan tolok ukur dalam mencapai keberhasilan proses pembelajaran dan

system nilai yang harus diwariskan pada peserta didik sebagai generasi

penerus.

2) Landasan Psikologis

Kurikulum hendaknya harus memperhatikan kondisi psikologi

perkembangan dan psikologi belajar anak. Hal ini disebabkan karena setiap

(26)

commit to user

Selain itu minat, bakat maupun potensi yang dimiliki pun berbeda-beda

sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Pemahaman tentang psikologi perkembangan dan psikologi belajar

anak sangatlah penting dalam melakukan pengembangan maupun

perancangan kurikulum. Pentingnya pemahaman tentang masa

perkembangan anak disebabkan karena setiap anak memiliki karakteristik

perkembangan tertentu. Beberapa karakteristik perkembangan anak dalam

Abdul Salim (1993:6) yaitu :

a) Bahwa perkembangan anak berlangsung menurut pola tertentu, dimulai

dari bayi yang masih sangat tergantung pada orang lain dan lingkungan

hingga dewasa yang dapat mandiri.

b) Ada perbedaan perkembangan pada setiap individu

c) Perkembangan dini merupakan dasar perkembangan selanjutnya.

d) Perkembangan kemampuan anak dimulai dari yang sederhana menuju ke

yang kompleks, dari hal-hal yang bersifar riil menuju ke hal-hal yang

bersifat abstrak.

Dari pendapat Abdul Salim di atas dapat diketahui bahwa setiap

individu akan mengalami suatu perkembangan yang berbeda-beda

berdasarkan pola tertentu. Perkembangan setiap anak dimulai dari hal-hal

yang paling sederhana menuju hal-hal yang kompleks. Oleh sebab itu, setiap

pendidik perlu mengetahui karakteristik perkembangana anak agar dapat

(27)

commit to user

pada masa perkembangan dini yang merupakan dasar perkembangan

selanjutnya bagi setiap individu.

Dalam Wina Sanjaya (2009:48) dijelaskan pula bahwa pentingnya

pemahaman tentang masa perkembangan disebabkan karena beberapa

alasan, antara lain :

a) Setiap anak didik memiliki tahapan atau masa perkembangan tertentu.

Pada setiap tahapan itu anak memiliki tugas-tugas dan karakteristik

tertentu, sehingga apabila tugas-tugas tersebut belum dapat dikuasai

maka anak akan mengalami hambatan pada tahapan perkembangan

selanjutnya.

b) Anak didik yang sedang pada masa perkembangan merupakan periode

yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup

mereka.

c) Pemahaman terhadap perkembangan anak akan memudahkan dalam

melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik dalam pemberian batuan

selama proses pembelajaram maupun mengantisipasi kejadian-kejadian

yang tidak diharapkan.

Penulis sependapat dengan Wina Sanjaya yang mengemukakan

beberapa alasan tentang pentingnya pemahaman tentang masa

perkembangan. Bagi seorang pendidik pemahaman ini sangatlah penting

untuk membantu memberikan pendidikan yang tepat dan sesuai untuk anak

didiknya. Dengan pemahaman masa perkembangan anak, pendidik dapat

(28)

commit to user

perilaku tertentu seorang anak. Dalam tahapan perkembangan terdapat

urutan yang dapat diramalkan sehingga dapat membantu pendidik mengenal

perkembangan yang khusus dan memprediksi fase perkembangan

berikutnya yang sesuai. Hal ini sangatlah penting sebab perkembangan pada

suatu tahap merupakan landasan bagi perkembangan selanjutnya.

Dari pendapat Abdul Salim mengenai karakteristik perkembangan

anak dan Wina Sanjaya mengenai pentingnya pemahaman tentang masa

perkembangan marupakan dua hal yang sangat diperlukan bagi seorang

pendidik dalam memberikan pendidikan bagi peserta didik. Melalui

pemahaman pada kedua hal tersebut pendidik dapat memperoleh gambaran

yang nyata tentang anak/peserta didik, sehingga pendidik dapat mempunyai

gambaran umum mengenai perkembangan anak. Selanjutnya, pemahaman

ini dapat membantu pendidik untuk merespon sebagaimana mestinya pada

perilaku tertentu pada seorang anak. Pemahaman ini juga akan sangat

membantu dalam mengenali berbagai penyimpangan yang mungkin terjadi

pada anak didik. Dengan demikian, pendidik dapat melakukan penanganan

sedini mungkin terhadap penyimpangan-penyimpangan atau

keterlambatan-keterlambatan yang terjadi pada peserta didik.

Selain psikologi perkembangan, pengembangan kurikulum tidak

lepas pula dari psikologi belajar. Psikologi belajar merupakan suatu studi

tentang bagaimana individu belajar. Para pengembang kurikulum perlu

memahami tentang psikologi belajar karena pada dasarnya kurikulum

(29)

commit to user

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar

yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat

didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam

merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya

teori belajar akan memberikan kemudahan bagi pendidik dalam

menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Jadi, dengan memahami psikologi perkembangan anak pendidik

dapat mengetahui secara umum kebutuhan peserta didik sesuai usia

perkembangan anak. Untuk pemahaman secara lebih khusus dan individual

diperlukan pemahaman secara lebih mendalam terhadap kebutuhan

masing-masing individu dengan perkembangan yang unik dan berbeda-beda.

Melalui pemahaman tentang psikologi belajar para perancang kurikulum

dapat benar-benar menyesuaikan rancangan kurikulum sesuai dengan

perkembangan kemampuan anak, karakteristik dalam setiap tahap

perkembangan, serta kebutuhan anak pada setiap tahapan perkembangan

tersebut.

3) Landasan Sosiologis Teknologis

Pentingnya landasan sosiologis teknologis dimaksudkan untuk

mempersiapkan siswa agar dapat berperan aktif dalam masyarakat. Hal ini

disebabkan karena manusia merupakan makhluk social yang membutuhkan

orang lain dalam hidupnya, oleh sebab itu pengembangan kurikulum

(30)

commit to user

manusia, hubungan antar individu, antar golongan, antar lembaga sosial atau

masyarakat. Di dalam kurikulum bukan hanya berisi berbagai nilai suatu

masyarakat, akan tetapi bermuatan segala sesuatu yang berkaitan dengan

kebutuhan masyarakat karena manusia berasal dari masyarakat dan akan

kembali ke masyarakat pula.

Dalam

http://rizcafitria.wordpress.com/2010/07/05/landasan-sosiologis-pengembangan-kurikulum/#comment-25 disebutkan bahwa ada

beberapa faktor yang memberikan pengaruh terhadap pengembangan

kurikulum dalam masyarakat, antara lain :

a) Kebutuhan masyarakat

Kebutuhan masyarakat tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu,

lembaga pendidikan berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang

terampil yang dapat dijadikan sebagai penggali kebutuhan masyarakat.

b) Perubahan dan perkembangan masyarakat

Masyarakat adalah suatu lembaga yang hidup, selalu berkembang dan

berubah. Perubahan dan perkembangan nilai yang ada dalam masyarakat

sering menimbulkan konflik antar generasi. Dengan diadakannya

pendidikan, diharapkan konflik yang terjadi antar generasi dapat teratasi.

c) Tri pusat pendidikan

Yang dimaksud dengan tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat

pendidikan dapat bertempat di rumah, sekolah , dan di masyarakat. Selain

itu, media massa, lembaga pendidikan agama, serta lingkungan fisik juga

(31)

commit to user

Melihat kenyataan bahwa kebutuhan hidup masyarakat sangat

banyak dan tak terbatas serta kehidupan masyarakat yang selalu megalami

perubahan dan perkembangan seperti pendapat dalam situs yang tersebut di

atas, maka sangat tepat bila kehidupan dalam masyarakat memberikan

pengaruh yang besar pada kurikulum di sekolah. Peserta didik maupun para

pendidik yang berasal dari keluarga-keluarga kecil merupakan bagian dari

masyarakat, sehingga kebutuhan, perubahan dan perkembangan yang terjadi

dalam masyarakat perlu menjadi pertimbangan dalam perencanaan maupun

perkembangan kurikulum.

Menurut Wina Sanjaya (2009:55) untuk menentukan asas

sosiologis-teknologis dalam proses menyusun dan mengembangkan suatu

kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, perlu

mengkaji berbagai hal, antara lain :

a) Kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kurikulum

Masyarakat selalu mengalami perubahan, baik terjadi pada system nilai,

pola kehidupan, struktur sosial, kebutuhan, maupun tuntutan masyarakat.

Oleh sebab itu, penyerapan informasi yang dibutuhkan masyarakat

merupakan salah satu langkah penting dalam proses penyusunan

kurikulum.

b) Kemajuan IPTEK sebagai bahan pertimbangan penyusunan kurikulum

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hasil kemampuan

berpikir manusia. Hal ini telah membawa manusia ke dalam kehidupan

(32)

commit to user

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dan

cepat, maka kurikulum yang berfungsi sebagai alat pendidikan harus

terus menerus diperbaharui mengukuti perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi tersebut baik isi maupun prosesnya. Para pengembang

kurikulum, khususnya guru harus terus mengikuti dan memahami

perubahan-perubahan perkembangan itu, sehingga kurikulum yang

digunakan sebagai alat pendidikan dapat berfungsi secara maksimal.

Berdasarkan pendapat Wina Sanjaya mengenai beberapa hal yang

perlu dikaji dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum, maka dapat

diketahui bahwa kekuatan social yang berasal dari masyarakat melalui

berbagai penyerapan informasi yang didapatkan dari masyarakat sangat

berpengaruh terhadapt perubahan dan perkembangan kehidupan dalam suatu

masyarakat. IPTEK yang merupakan suatu hasil dari pemikiran masyarakat

pun memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kebutuhan,

perubahan dan perkembangan masyarakat sehingga segala sesuatu yang

berupa informasi yang diserap dari masyarakat perlu dipertimbangkan

dalam kurikulum di sekolah. Oleh sebab itu, kurikulum hendaknya bersifat

fleksibel mengingat kebutuhan, perubahan, perkembangan, dan kemajuan

informasi sangat cepat melalui berbagai media baik media cetak maupun

elektronik.

Jadi, dalam penyusunan dan pengembangan setiap kurikulum perlu

adanya suatu landasan/dasar yang kuat baik dari segi filosofis/keilmuan,

(33)

commit to user

sosiologis. Hal ini dimaksudkan agar kurikulum dapat menjadi suatu

patokan dalam pembelajaran, tidak terombang ambing, memiliki tujuan

yang jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan.

c. Desain Kurikulum

Desain merupakan rancangan, pola, atau model. Jadi yang dimaksud

dengan mendesain kurikulum adalah merancang kurikulum agar sesuai dengan

misi dan visi sekolah. Beberapa desain kurikulum yang dirumuskan para ahli

seperti McNeil (1977) dalam Wina Sanjaya (2009:63) membagi desain

kurikulum manjadi empat model yaitu model kurikulum humanistic, kurikulum

rekontruksi social, kurikulum teknologi, dan kurikulum subjek akademik.

Sedangkan Alexander dan Lewis (1981) membagi desain kurikulum majadi

kurikulum subject matter disiplin, kompetensi yang bersifat spesifik atau

kurikulum teknologi, kurikulum sebagai proses, kurikulum sebagai fungsi

social, dan kurikulum berdasarkan minat individu. Sedangkan Evelyn.J.Sowell

(1996:57) menjelaskan mengenai beberapa desain kurikulum yaitu subject

matter designs, society-cultur based-designs, dan learner based design.

Beberapa pembagian desain kurikulum yang disampaikan beberapa ahli di atas

merupakan pembagian desain kurikulum yang tidak jauh berbeda anatara pakar

yang satu dengan pakar yang lain.

Subject matter design pada dasarnya merupakan desain kurikulum

dimana kurikulum dipusatkan pada isi atau materi yang akan diajarkan.

(34)

commit to user

kurikulum saperti ini merupakan dasain kurikulum yang banyak digunakan

terutama di Indonesia.

Society-cultur based-designs merupakan desain kurikulum yang

memfokuskan pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat

khususnya dalam masalah social dan kebudayaan masyarakat.

Learner based design merupakan kurikulum yang berpusat pada

siswa. Kurikulum ini mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai

prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Kurikulum ini

didasarkan pada asumsi bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu

peserta didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas dari kehidupan

peserta didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada

siswa sebagai sumber isi kurikulum. Pendekatan yang digunakan dalam desain

kurikulum ini yaitu pendekatan humanistic .

Dalam Nasution (1999:49) menyatakan bahwa para pendidik

humanistic yakin bahwa kesejahteraan mental dan emosional siswa harus

dipandang sentral dalam kurikulum, sehingga dalam belajar dapat memberikan

hasil yang maksimal. Pendidikan yang berpusat pada siswa memfokuskan

kurikulum pada kebutuhan siswa baik personal maupun social. Misalnya

diajarkan bagaimana cara bergaul, saling bertukar pengalaman, berkelakuan

sopan, menjaga persahabatan, dan lain sebagainya.

Dalam Nasution (1999:49) disebutkan juga mengenai asumsi-asumsi

(35)

commit to user

1) Siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan

sepenuhnya.

2) Siswa yang diturut sertakan dalam perencanaan dan pelaksanaan

pembelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.

3) Hasil belajar akan meningkat dalam suasana belajar yang diliputi oleh rasa

saling percaya , saling membantu, saling mempedulikan, dan bebas dari

ketegangan yang berlebihan.

4) Guru yang berperan sebagai fasilitator belajar memberi tanggung jawab

kepada siswa atas kegiatannya belajar dan memupuk sikap positif terhadap

“apa sebab” dan “bagaimana” mereka belajar.

5) Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peran penting dalam pengusaan

bahan pelajaran itu.

6) Evaluasi diri merupakan bagian yang penting dalam proses belajar yang

memupuk harga diri.

Alice Crow dalam Wina Sanjaya (2009:71) menyarankan beberapa

hal dalam mendesain kurikulum yang berorientasi pada siswa yaitu :

1) Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak

2) Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang

dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

3) Anak hendaknya ditempatkan sebagi subjek belajar yang berusaha untuk

belajar mandiri. Artinya siswa harus didorong uttuk melakukan berbagai

(36)

commit to user

4) Diusahakan apa yang dipelajari siswa sasuai dengan minat, bakat, dan

tingkat perkembangan mereka. Maksudnya, apa yang seharusnya dipelajari

bukan ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau sudut orang lain

akan tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.

Jadi, desain kurikulum yang berpusat pada siswa memandang manusia

sebagai pribadi yang unik yang memiliki kemampuan, karakteristik,

kebutuhan, bakat serta minat yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik. Oleh karena itu, kurikulum perlu menyesuaikan

dengan peserta didik.

Dari beberapa desain kurikulum yang telah dijelaskan di atas berarti

setiap sekolah dapat memilih desain kurikulum yang paling sesuai dengan visi,

misi, dan tujuan sekolah. Selain itu, pemilihan desain kurikulum pun harus

menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan peserta didik yang ada di sekolah

tersebut.

d. Komponen-Komponen Kurikulum

Dalam komponen kurikulum beberapa hal yang perlu diperhatikan dan

dipertimbangkan, yaitu: a) tujuan yang ingin dicapai, b) materi yang perlu

disiapkan untuk mencapai tujuan, c) susunan materi/pengalaman belajar, dan

d) evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai (Nana Syaodih

(37)

commit to user

Komponen-komponen kurikulum antara lain:

1) Tujuan Kurikulum

Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap

program pendidikan yang akan diberikan pada anak didik Dalam perspektif

pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Oleh sebab itu kurikulum sebagai salah satu rencana pembelajaran

harus memiliki tujuan yang jelas. Dalam Undang –undang No 20 tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasiolal disebutkan bahwa kurikulum

merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan dan isi

atau bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman

penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010:103), tujuan kurikulum

dirumuskan berdasarkan dua hal yaitu : perkembangan tuntutan kebutuhan

dan kondisi masyarakat serta didasari oleh pemikiran-pemikiran dan terarah

pada pencapaian nilai-nilai filosofis, terutama falsafah Negara. Sedangkan

(38)

commit to user

perlunya tujuan dirumuskan dalam kurikulum yaitu : a) tujuan erat

kaitannya dengan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap upaya

pendidikan; b) melalui tujuan yang jelas maka dapat membantu para

pengembang kurikulum dalam mendesain model kurikulum yang dapat

digunakan bahkan akan membantu guru dalam mendesain system

pembelajaran; c) tujuan kurikulum yang jelas dapat digunakan sebagai

kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran.

Dalam Nana Syaodih (2010:103) tujuan-tujuan mengajar dibedakan

atas beberapa kategori sesuai dengan perilaku yang menjadi sasarannya.

Gege dan Briggs mengemukakan lima kategori tujuan yaitu intellectual

skill, cognitive strategies, verbal information, motor skills dan attitudes.

Bloom menggolongkan tiga klasifikasi tujuan atau tugas domain yaitu

domain kognitif, afektif dan psikomotor. Sedangkan dalam Wina Sanjaya

(2009:106) dijelaskan bahwa menurut hirarkisnya tujuan pendidikan terdiri

atas tujuan yang sangat umum sampai tujuan khusus yang bersifat spesifik

dan dapat diukur. Tujuan pendidikan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi

empat, yaitu :

a) Tujuan Pendidikan Nasional (TPN), adalah tujuan umum yang sarat

dengan muatan filosofis suatu bangsa. TPN merupakan sasaran akhir

yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya

setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk

(39)

commit to user

b) Tujuan Institusional (TI), adalah tujuan yang harus dicapai setiap

lembaga pendidikan. Tujuan ini merupakan kualifikasi yang harus

dimiliki siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan

program di suatu lembaga tertentu.

c) Tujuan Kurikuler (TK), adalah tujuan yang harus dicapai setiap bidang

studi atau mata pelajaran. Tujuan kurikuler merupakan kualifikasi yang

harus dimiliki setiap siswa setelah mereka menyelesaikan suatu bidang

studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.

d) Tujuan Instruksional atau Tujuan Pembelajaran (TP), adalah kemampuan

(kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh

siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu.

Hubungan setiap klasifikasi tujuan dari tujuan umum sampai tujuan

[image:39.595.127.540.247.675.2]

khusus dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Arah Pengembangan dan Pencapaian Tujuan Pendidikan Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan Institusional

Tujuan Kurikuler

Tujuan Pembelajaran

Arah penjabaran tujuan Arah

(40)

commit to user

Pada gambar di atas menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional

merupakan sasaran pencapaian akhir dari proses pendidikan. Tujuan

Pendidikan Nasional tersebut melahirkan tujuan institusional yang

merupakan tujuan dari suatu lembaga pendidikan dimana tujuan lembaga

tersebut selanjutnya memiliki tujuan kurikuler untuk setiap mata pelajaran.

Penjabaran dari tujuan kurikuler itu sendiri merupakan tujuan pembelajaran

yang haus dicapai untuk satu kali pertemuan.

Lebih jauh lagi, dengan mengutip dari beberapa ahli, Nana Syaodih

Sukmadinata (2010:105) memberikan gambaran spesifikasi dari tujuan yang

ingin dicapai pada tujuan pembelajaran, yakni :

1. Menggambarkan apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik,

dengan : (a) menggunakan kata-kata kerja yang menunjukkan perilaku

yang dapat diamati; (b) menunjukkan stimulus yang membangkitkan

perilaku peserta didik; dan (c) memberikan pengkhususan tentang

sumber-sumber yang dapat digunakan peserta didik dan orang-orang

yang dapat diajak bekerja sama.

2. Menunjukkan perilaku yang diharapkan dilakukan oleh peserta didik,

dalam bentuk: (a) ketepatan atau ketelitian respons; (b) kecepatan,

panjangnya dan frekuensi respons.

3. Menggambarkan kondisi-kondisi atau lingkungan yang menunjang

perilaku peserta didik berupa : (a) kondisi atau lingkungan fisik; dan (b)

(41)

commit to user

Jadi tujuan yang dirumuskan oleh seorang guru ketika melakukan

pembelajaran baik didalam maupun diluar kelas untuk setiap kali pertemuan

adalah tujuan pembelajaran. Walaupun tujuan yang dirumuskan tersebut

merupakan tujuan pembelajaran, tetapi seorang guru tidak boleh lupa bahwa

tujuan akhir dari proses tersebut harus tetap mengarah pada tujuan

pendidikan nasional.

2) Komponen Isi/Materi

Materi atau isi kurikulum adalah segala sesuatu isi atau materi

kurikulum yang harus dipahami siswa dalam upaya mencapai tujuan

kurikulum. Selain itu, isi atau materi kurikulum diberikan kepada anak

didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan.

Dalam

http://whyfaqoth.blogspot.com/2011/04/komponen-dan-pengembangan-kurikulum.html menyebutkan kriteria yang dapat membantu

pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi kurikulum yaitu:

a) Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi perkembangan

siswa.

b) Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.

c) Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang tahan uji

d) Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas

(42)

commit to user

Selain itu, disebutkan pula bahwa materi kurikulum pada

hakekatnya adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan

prinsip-prinsip sebagai berikut :

a) Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau

topik-topik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses

pembelajaran

b) Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran

c) Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Dalam Wina Sanjaya (2009:114) dijelaskan bahwa isi atau materi

kurikulum harus bersumber pada tiga hal berikut :

a) Masyarakat sebagai sumber kurikulum

Pendidikan merupakan bekal bagi peserta didik agar dapat hidup

di masyarakat. Oleh sebab itu, isi atau materi kurikulum harus

memperhatikan dan menyesuaikan pula dengan kebutuhan serta

karakteristik masyarakat di lingkungan sekitar. Siswa sebagai peserta

didik perlu diperkenalkan dengan lingkungan sekitarnya, sebab

lingkungan sekitar serta masyarakat di setiap daerah memiliki

karakteristik dan keunikan yang berbeda-beda.

b) Siswa sebagai sumber isi/materi kurikulum

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam perumusan isi

kurikulum berkaitan dengan siswa yaitu :

(43)

commit to user

(2) Isi kurikulum sebaiknya mencakup keterampilan, pengetahuan, dan

sikap yang dapat digunakan siswa dalam pengalamannya sekarang

dan juga berguna untuk menghadapi kebutuhannya pada masa yang

akan datang.

(3) Siswa hendaknya didorong untuk belajar berkat kegiatannya sendiri

dan tidak sekedar menerima secara pasif apa yang diberikan guru.

(4) Apa yang dipelajari siswa hendaknya sesuai dengan minat dan

keinginan siswa.

Jadi untuk merumuskan materi kurikulum tidak hanya

bersumber dari masyarakat, melainkan perlu memperhatika kebutuhan,

karakteristik, minat serta tahapan perkembangan dari siswa.

c) Ilmu pengetahuan sebagai sumber materi kurikulum

Ilmu merupakan pengetahuan yang terorganisir secara sistematis

dan logis. Dengan demikian tidak semua pengetahuan dapat dikatakan

ilmu. Ilmu hanya merujuk pada pengetahuan yang memilki objek dan

metode tertentu.

3) Strategi pelaksanaan kurikulum

Strategi merujuk pada pendekatan dan metode serta peralatan

mengajar yang digunakan dalam pengajaran. Tetapi pada hakikatnya strategi

pengajaran tidak hanya terbatas pada hal itu saja. Strategi dan sumber

mengajar merupakan salah satu bagian yang penting dalam kurikulum agar

(44)

commit to user

adanya perencanaan yang cermat mengenai strategi dan sumber belajar lebih

dapat menjamin bahwa kurikulum dapat diwujudkan dan apa yang diajarkan

dapat dikuasai siswa.

Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana

kurikulum itu dilaksanakan di sekolah. Kurikulum merupakan rencana, ide,

harapan, yang harus diwujudkan secara nyata di sekolah, sehingga mampu

mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan. Dalam Nasution

(1999:79) mengemukakan beberapa alasan tentang perlunya perencanaan

strategi mengajar, yaitu:

a) Menjamin agar kurikulum yang direncanakan dapat dilaksanakan

sehingga tujuan tercapai.

b) Agar pelajaran yang sama yang diberikan oleh beberapa tenaga pengajar

dilakukan secara konsisten sehingga tidak merugikan kelas tertentu.

c) Mengusahakan agar dalam proses belajar mengajar diterapkan berbagai

strategi mengajar yang serasi dan tidak hanya terbelenggu oleh metode

ceramah.

d) Membantu guru memberi pelajaran yang efektif serta menarik dengan

menyediakan sumber belajar

e) yang memadai.

Saat ini sangat banyak strategi mengajar yang telah kita kenal

seperti demonstrasi, praktek latihan, analisis, problem solving, inquiri, kerja

lapangan dan sebagainya. Dalam memilih strategi yang tepat untuk suatu

(45)

commit to user

ingin dicapai baik tujuan umum maupun tujuan khusus, keadaan peserta

didik, fasilitas yang ada, serta alokasi waktu yang tersedia. Untuk satu

pelajaran dapat digunakan lebih dari satu strategi mengajar agar tujuan dapat

lebih mudah tercapai dan mencegah terjadinya kebosanan pada siswa.

Sumber mengajar pun perlu dipersiapkan dalam pengembangan

kurikulum. Tenaga pengajar hendaknya dikerahkan untuk bersama-sama

menyiapkan segala sumber belajar yang diperlukan dalam rangka

pencapaian tujuan pembelajaran. Untuk mengembangkan sumber mengajar,

tenaga pengajar dapat dibagi dalam sejumlah kelompok menurut bidang dan

keterampilannya masing-masing.

Sumber belajar dapat berupa bahan cetakan, buku pelajaran atau

buku referensi, majalah, transparansi, proyektor, diagram, permainan

simulasi, tape (peta rekaman) audio dan video, peta, gambar, dan segala alat

serta bahan lain yang dapat menunjang proses belajar mengajar.

4) Evaluasi kurikulum

Dalam Nasution (1999:88) disebutkan beberapa tujuan

dilaksanakannya evaluasi kurikulum, yaitu :

a) Mengetahui sejauh manakah siswa mencapai kemajuan sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan.

b) Menilai efektivitas kurikulum

(46)

commit to user

Berdasarkan hasil evaluasi dapat dibuat keputusan mengenai

kurikulum itu sendiri, pembelajaran, kesulitan dan upaya bimbingan yang

diperlukan.

Jenis-jenis penilaian meliputi :

a) Penilaian awal pembelajaran (Input program)

b) Penilaian proses pembelajaran (Program)

c) Penilaian akhir pembelajaran.(output program)

Dari berbagai uraian mengenai komponen-komponen yang harus

ada dalam kurikulum, dapat disimpulkan bahwa setiap kurikulum harus

memiliki : a) tujuan kurikulum, sehingga suatu kurikulum memiliki arah

yang jelas dalam menuntun peserta didiknya; b) isi kurikulum, isi/materi

kurikulum harus sinkron dengan tujuan yang telah ditetapkan, sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi siswa, serta dapat mempersiapkan siswa menuju

kehidupan bermasyarakat; c) strategi pelaksanaan kurikulum, merupakan

suatu cara yang dilakukan untuk dapat mencapai tujuan kurikulum yang

telah dirumuskan. Strategi pelaksanaan kurikulum dapat mencakup metode,

media maupun berbagai pendekatan yang dilakukan dalam menyampaikan

isi/materi kurikulum kepada peserta didik; d) evaluasi kurikulum,

merupakan penilaian mengenai pelaksanaan kurikulum baik mengenai

keberhasilan maupun kegagalan, kekurangan ataupun mengenai hal-hal

yang perlu dikembangkan lagi maupun efektifitas pelaksanaan kurikulum

(47)

commit to user

2. Teori Tentang Kurikulum Khusus

Kurikulum yang dikembangkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus

berbeda dengan struktur kurikulum umum. Peserta didik berkelainan dapat

dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu peserta didik berkelainan tanpa disertai

dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata dan peserta didik berkelainan

disertai dengan kemampuan intelektual dibawah rata-rata.

Dalam Martinis Yamin (2008:82) menyebutkan bahwa kurikulum

pendidikan khusus terdiri dari 8 sampai 10 mata pelajaran, muatan local, program

khusus, dan pengembangan diri. Muatan local merupakan kegiatan kurikuler

untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas daerah,

potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah,

yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.

Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya,

yaitu program orientasi dan mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina

komunikasi persepsi bunyi dan irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri

untuk peserta didik tunagrahita, bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, serta

bina pribadi dan social untuk peserta didik tunalaras. Sedangkan pengembangan

diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan

diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat dan

minat setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah.

Dalam Martinis Yamin (2008:83) disebutkan pula bahwa peserta didik

(48)

commit to user

tertentu masih dimungkinkan untuk mengikuti kurikulum standar meskipun harus

dengan penyesuaian-penyesuaian. Peserta didik berkelainan yang disertai dengan

kemampuan intelektual dibawah rata-rata, diperlukan kurikulum yang sangat

spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk mendorong kemandirian dalam

hidup sehari-hari.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, struktur kurikulum

satuan pendidikan khusus dikembangkan dengan memperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

1. Kurikulum untuk peserta didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan

intelektual di bawah rata-rata menggunakan sabuah kurikulum SDLB A, B, E

; SMPLB A, B, D; dan SMALB A, B, D, E (A=tunanatra, B = tunarungu, D =

tunadaksa, E = tunalaras).

2. Kurikulum untuk peserta didik berkelainan yang disertai dengan kemampuan

intelektual di bawah rata-rata, menggunakan sebuah kurikulum SDLB C, C1,

D1, G, dan SMALB C, C1, D1, G (C = tunagrahita ringan, C1 = tunagrahita

sedang, D1 = tunadaksa sedang, G = tunaganda).

3. Kurikulum satuan pendidikan SDLB A, B, D, E relative sama dengan

kurikulum SD umum. Pada satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E, dan

SMALB A, B, D, E, dirancang untuk peserta didik yang tidak memungkinkan

dan/atau tidak berkeinginan untuk melanjutkan pendidikan sampai pada

jenjang pendidikan tinggi.

4. Proporsi muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMPLB A, B, D, E terdiri

(49)

commit to user

vokasional. Muatan isi kurikulum satuan pendidikan SMALB A, B, D , E

terdiri atas 40% - 50% aspek akademik dan 60% - 50% aspek keterampilan

vokasional.

5. Kurikulum satuan pendidikan SDLB, SMPLB, SMALB C, C1, D, G,

dirancang sangat sederhana sesuai dengan batas-batas kemampuan peserta

didik dan sifatnya lebih individual.

6. Pembelajaran untuk satuan pendidikan khusus SDLB, SMPLB, dan SMALB

C, C1, D1, G menggunakan pendekatan tematik.

7. Standar kompetensi (SK) dan Kompetansi Dasar (KD) mata pelajaran umum

SDLB, SMPLB, SMALB A, B, D, E mengacu pada SK dan KD sekolah

umum yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan khusus peserta

didik, dikembangkan oleh BSNP, sedang SK dan KD untuk mata pelajaran

program khusus dan keterampilan dikembangkan oleh satuan pendidikan

khusus dengan memperhatikan jenjang dan jenis satuan pendidikan.

8. Pengembangan SK dan KD untuk semua mata pelajaran pada SDLB dan

SMPLB dan SMALB C, C1, D1, G diserahkan kepada satuan pendidikan

khusus yang bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan

pendidikan.

9. Struktur kurikulum pada satuan pendidikan khusus SDLB dan SMPLB

mengacu pada struktur kurikulum SD dan SMP dengan penambahan program

khusus sesuai jenis kelainan, dengan alokasi waktu 2 jam/minggu. Untuk

(50)

commit to user

dan kebutuhan peserta didik tertentu, dan tidak dihitung sebagai beban

belajar.

10. Program khusus berisi kegiatan yang bervariasi sesuai dengan jenis

ketunaannya, yaitu :

a. program orientasi dan mobilitas untuk pe

Gambar

Tabel 1. Rencana Waktu Penelitian…………………………………...........
Gambar 1. Arahan Pengembangan Pencapaian Tujuan Pendidikan………
Gambar 1. Arah Pengembangan dan Pencapaian Tujuan Pendidikan
Gambar 2. Alur Layanan PLB (Sunardi 2005:67)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui apa saja kendala yang dirasakan oleh guru SD Muhammadiyah 24 Gajahan Surakarta dalam pelaksanaan pembelajaran pada Kurikulum 2013 dan Kurikulum

Kendala yang ditemui guru dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 3 Surakarta hampir sama, yakni seputar penyusunan RPP yang

Secara khusus telah terjadi enam pergeseran dalam pengelolaan APBD, yakni dalam akuntabilitas (dari akuntabilitas vertikal menjadi horizontal), penyusunan anggaran

(2) Hambatan yang ditemui guru dalam pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling BDR yakni banyak ditemukan anak yang tidak memiliki gadget, tidak memiliki kuota,

Hasil penelitian menunjukkan (1) adanya peningkatan aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran, (2) terjadi peningkatan keterampilan guru dalam mengelola pembelajaran

Saat tindakan pada siklus I juga masih ditemui beberapa kekurangan da- lam pelaksanaan sebagai berikut: (1) guru cenderung kurang menguasai model pembe- lajaran

Kesulitan-kesulitan atau kendala-kendala yang dihadapi guru SMK Negeri 1 Ngawi dan SMK Negeri 2 Ngawi terhadap pelaksanaan Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Bahasa

Berdasarkan observasi awal tim pelaksana kegiatan melalui diskusi dengan kepala madrasah dan beberapa orang guru ditemui kendala seperti tidak adanya wadah yang secara khusus diberikan