• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN PEMBERIAN KREDIT OLEH BANK BRI DI SURABAYA DENGAN J AMINAN TANAH YANG BELUM

BERSERTIFIKAT

2.1Perjanjian Kredit Bank BRI di Sur abaya.

Perjanjian kredit merupakan perikatan atara dua pihak atau lebih yang menggunakan uang sebagai obyek dari perjanjian, jadi dalam perjanjian kredit ini titik beratnya adalah pemenuhan prestasi antara pihak yang menggunakan uang sebagai obyek atau sesuatu yang dipersamakan dengan uang.

Perjanjian kredit merupkan perjanjian konsensuil atara Debitur dengan Kreditur ( dalam hal ini bank ) yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur, dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak. Dalam Buku III KUH Perdata tidak terdapat ketentuan yang khususnya mengatur perihal Perjanjian Kredit. Namun dengan berdasarkan asas kebebasan berkontrak, para pihak bebas untuk menentukan isi dari perjanjian kredit sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, kesusilaan, dan kepatutan. Dengan disepakati dan ditandatanganinnya perjanjian kredit tersebut oleh para pihak, maka sejak detik itu perjanjian lahir dan mengikat para pihak yang membuatnya sebagai undang-undang. Maka dari itu Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok( prinsipil ) yang bersifat riil. Sebagaimana perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada atau berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah

bahwa perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah kreditur. Kredit yang diberikan oleh bank sebagai kreditur kepada nasabahnya sebagai kreditur selalu dilakukan dengan membuat suatu perjanjian. Mengenai bentuk perjanjian ini tidak ada bentuk yang pasti karena tidak ada peraturan yang mengatur, tetapi yang jelas perjanjian kredit selalu dibuat dalam bentuk tertulis dan mengacu pada pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat-syarat sahnya perjanjian.

Syarat-syarat sahnya perjanjian menurut pasal 1320 yaitu: a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

Kata “sepakat” tidak boleh disebabkan adanya kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan dan penipuan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok perjanjian. Adanya paksaan dimana seseorang melakukan perbuatan karena takut ancaman (Pasal 1324 BW); adanya penipuan yang tidak hanya mengenai kebohongan tetapi juga adanya tipu muslihat (Pasal 1328 BW). Terhadap perjanjian yang dibuat atas dasar “sepakat” berdasarkan alasan-alasan tersebut, dapat diajukan pembatalan.

b. Cakap untuk membuat perikatan;

Pasal 1330 BW menentukan yang tidak cakap untuk membuat perikatan :

• Orang-orang yang belum dewasa

• Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

• Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan fatwa Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran Mahkamah Agung No.3/1963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak cakap adalah batal demi hukum(Pasal 1446 BW).

c. Suatu hal tertentu;

Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek perjanjian, dan berdasarkan Pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian

hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang oleh undang-undang secara tegas.

d. Suatu sebab atau causa yang halal.

Sahnya causa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa causa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga dan keempat mengenai obyek. Terdapatnya cacat kehendak (keliru, paksaan, penipuan) atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.29

Bentuk perjanjian kredit di Bank BRI memuat dalam KUH Perdata mengenai bentuk perjanjian tidak disebutkan secara khusus sehingga suatu perjanjian bisa dibuat dalam bentuk tertulis atau lisan. Perjanjian secara lisan mempunyai banyak kelebihan dibanding secara terulis. Hal ini terjadi karena apabila timbul sengketa ( cidera janji ) di antara pihak di kemudian hari mengenai isi dalam perjanjian, maka perjanjian bentuk tertulis dapat dijadikan bukti yang mempunyai kekuatan hukum. Oleh karena itu penjelasan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang nomer 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa :

”Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis”

Dengan demikian, pemberian kredit wajib dituangkan dalam perjanjian kredit yang tertulis, baik akta dibawah tangan maupun akta notarial.30

2.2Pelaksanaan Pemberian Kredit.

29

Ibid, Hermansyah, hal 71.

30

Pemberian kredit menurut Ketentuan Undang-Undang Perbankan Indonesia Tahun 1992/1998 adalah salah satu kegiatan usaha yang sah bagi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Kedua jenis bank tersebut merupakan badan usaha penyalur dana kepada masyarakat dalam bentuk pemberian kredit disamping lembaga keuangan lainnya.31

Dalam pemberian kredit di Bank BRI mengacu pada perundang-undangan Perbankan, yang wajib memperhatikan hal-hal sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang berbunyi:

”Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan”.

2.2.1Alur Pemberian Kredit

Berdasarkan hasil penelitian pemberian kredit oleh bank BRI dengan jaminan tanah yang belum bersertifikat mempunyai alur prosedur yaitu:

31

Gambar 1: Alur Pr osedur Pember ian Kr edit Oleh Bank BRI Kepada Debitur .

Penjelasan Gambar :

a. Debitur

•Mengajukan permohonan.

•Menyiapkan kelengkapan dokumen seperti petok D atau leter C, PBB (Pajak Bumi Bangunan), dan membikin surat penyataan persaksian hak yang dibuat di kelurahan dan surat keterangan usaha yang dibuat oleh kelurahan.

b. Customer Service

•Memeriksa kelengkapan berkas.

•Meminta debitur mengisi & menandatangai MD 72/75 ( pendaftaran ).

•Mengisi MD 72A ( bukti penyerahan agunan ).

•Mencatat pada register MD 35, 35 CA & 35 DA ( mencatat pendaftaran dan agunan ).

c. Kaunit

•Memeriksa kelengkapan SKPP ( berkas pinjaman ).

•Memberikan disposisi pada MD 72/75 untuk Mantri ( menyerahkan berkas ).

d. Customer Service

•Menyiapkan MD 71-78.

•Mencatat pada MD 35 dan 35B ( buku mantri ).

•Menyerahkan berkas SKPP kepada mantri.

•Menyimpan sertifikat asli ( bila ada ). e. Mantri

Melakukan analisis & evaluasi ( surve lapangan ) f. Mantri

•Membuat usulan tipe & struktur kredit ( model kredit ).

g. Mantri* ( putusan terahkir oleh mantri untuk membuat data kredit yang sudah dianalisis )

•Membuat rekomendasi kredit. h. Customer Service

•Mencatat tanggal penerima SKPP pada MD 35 dan 35B. i. Kaunit

•Meneliti hasil pemeriksaan dan penilaian SKPP.

•Memberi putusan kredit. j. Customer service

•Mencatat dalam reg MD 35.

•Menyiapkan dokumen perjanjian dan pencairan kredit.

•Meminta debitur untuk menandatangani dokumen perjanjian di notaris & pencairan kredit.

k. Kaunit

•Memeriksa kelengkapan & dan kebenaran pengisian berkas.

•Melakukan fiat bayar. l. Customer Service

•Menerima berkas kredit dari kaunit untuk penyelesaian administrasi pencairan kredit.

m. Teller

•Meneliti keabsahan kwitansi.

Melakukan pembayaran melalui OB ( overbooking ). n. Debitur

Menerima bukti OB ( overbooking ) o. Customer Service

•Memasukan kwitansi dari teller ke dalam berkas kredit.

•Menyimpan berkas kredit setelah diverifikasi kaunit.32

Dari alur di atas dapat diperoleh keterangan bagaimana tahapan-tahapan alur tersebut, bahwa pemberian kredit dengan jaminan tanah yang belum bersertifikat dapat dilakukan sebagai jaminan karena menurut pasal 10 ayat 3 UU No. 4 tahun 1996 Hak Tanggugan yaitu :

32

“hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasinya belum selesai dilakukan” 2.2.2Persyar atan Per mohonan Kredit.

Sehubungan dengan itu Pemberian Kredit Oleh Bank BRI di Surabaya Dengan Jaminan Tanah yang Belum Bersertifikat harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :

a. Petok D atau Kutipan Leter C ( buku C ).. b. PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan ).

c. Surat Pernyataan Persaksian Hak yang dibuat Oleh Kelurahan. d. Surat Keterangan usaha yang dibuat oleh Kelurahan.

e. Foto copy KK ( Kartu Keluarga ).

f. Foto copy KTP yang bersangkutan ( Kartu Tanda Penduduk ).

2.2.3Tata Car a Pemberian Kredit Kepada Calon Debitur Oleh Bank BRI. Sebagaimana dalam Bank BRI mempunyai beberapa tahap-tahap untuk tata cara pemberian kredit, sebagai berikut :

a. Tahap pertama : pihak debitur mengajukan kredit secara tertulis yang dibantu oleh customer service untuk mengisi fomulir pendaftaran atau pengajuan permohonan kredit yang disediakan oleh Bank BRI dan ditandangani oleh pemohon. Pihak debitur menyerahkan persyaratan yang ditentukan oleh bank BRI seperti contoh diatas kepada customer service, kemudian customer service mencatat pendaftaran dan persyaratan atau agunan.

b. Tahap kedua, setelah berkas persyaratan dan pengajuan debitur diterima oleh kepala unit Bank BRI seperti SKPP, maka kepala unit Bank BRI berhak memerika kembali kelengkapan berkas pinjaman pemohon. Apabila berkas sudah lengkap maka berkas tersebut diserahkan kepada mantri untuk dilakukan analisis dan evaluasi ( surve lapangan ).

Maka mantri untuk menganalisis dan evaluasi ( surve lapangan ) berkas permohonan kredit tersebut, maka meliputi beberapa hal yaitu :

1. Menganalisis :

a. Memeriksa berkas besarnya pinjaman dari debitur.

b. Memeriksa jangka waktu pinjaman dan cara pembayaran angsuran kreditnya diterima.

a. Mencocokkan foto copy KTP atau identitas sesuai dengan aslinya.

b. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan usaha calon debitur. Misalnya : tentang modal, tentang pinjaman, kegunaan usahanya, dll. Tujuan adalah untuk menganalisis apakah debitur mampu mengembalikan pinjaman atau tidaknya atas permohonan kredit.

c. Menanyakan tentang keuntungan dari usaha debitur dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pembayaran pinjaman yang disesuaikan dalam analisis oleh mantri.

Maka sebelum pemberian putusan kredit, berkas tersebut yang sudah dianalisis dan dievaluasi (surve lapangan ) oleh mantri diserahkan kepada customer service untuk dicatat tanggal penerima berkas atau ( SKPP ), setelah berkas sudah dicatat kemudian diserahkan kepada kepala unit BRI yang wajib meneliti hasil pemeriksaan dan penilaian berkas SKPP atas dokumen-dokumen yang berkaitan masih berlaku lengkap, sah dan berkekuatan hukum.

c. Tahap ketiga, pemberian putusan kredit yang dilakukan oleh kepala unit Bank BRI kepada debitur yang akan memperoleh keputusan kredit yang berisi persetujuan akan adanya pemberian kredit usaha sesuai permohonan yang diajukannya dan mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan kredit dari debitur.

d. Tahap empat, persiapan pencairan kredit yang dilakukan apabila syarat-syarat yang ditentukan oleh perjanjian kredit Bank BRI telah dipenuhi oleh pemohon kredit. Setelah semua persyaratan telah terpenuhi dan pemberian kredit diikat oleh perjajian kredit yang dibuat oleh Bank BRI, maka debitur dapat mengambil dana pinjaman tersebut di bagian teller.

Maka sebelum persiapan pencairan kredit customer service meliputi beberapa tahap yaitu : tahap persiapan pencairan, penandatangan pencairan kredit atau perjanjian yang dilegarisir oleh notaris. Sebagaimana dapat dijelaskan langkah-langkah tahap pencairan kredit, sebagai berikut :

1. Persiapan pencairan.

Setelah Surat Keterangan Pemohon Peminjam ( SKPP ) diputus atau di acc oleh kepala unit Bank BRI, maka customer service mencatatnya pada register yang telah ada ( buku mantri ) dan mempersiapkan pencairan sebagai berikut :

a. Memberitahukan kepada debitur bahwa permohonan kredit telah mendapatkan persetujuan.

b. Menyiapkan dokumen-dokumen perjanjian atau surat pengakuan hutang.

c. Mengisi kwintasi percairan yang berdasarkan dalam SKPP. 2. Penandatanganan perjanjian percairan atau perjajian yang dilegarisir

oleh notaris.

Bahwa berkas atau kelengkapan pencairan disini adalah Surat Pengakuan Hutang, apabila sebelum penandatangan berkas pencairan kredit, Customer Service harus memastikan bahwa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan percairan kredit telah ditandatangani semua oleh debitur sebagaimana dalam bukti persetujuan debitur. Maka Customer Service meminta kepada debitur agar membaca dan menandatangani Surat Pengakuan Hutang ( SPH ), selanjutnya diserahkan kepada kepala unit Bank BRI untuk di fiat bayar.

e. Tahap kelima, kepala unit Bank BRI melakukan kelengkapan dan kebenaran pengisian berkas pemohon untuk disamakan dengan syarat-syarat yang berada dalam putusan kredit, setelah itu kepala unit Bank BRI menandatangani sebagai persetujuan fiat bayar. Kemudian kwitansi diserahkan kepada teller dan berkas-berkas tersebut diserahkan kepada customer service untuk melakukan pembayaran administrasi pencairan kredit.

f. Tahap keenam, customer servis menerima berkas-berkas kredit dari kepala unit Bank BRI untuk melakukan administrasi pencairan kredit. Biaya administrasinya pencairan kredit tergantung dalam pinjamannya seperti :

1. Hutangnya 10 juta biaya administrasinya 10.000 ribu.

2. Hutangnya 10 sampai 25 juta biaya administrasinya 25.000 ribu. 3. Hutangnya 25 sampai 50 juta biaya administrasinya 50.000 ribu. 4. Hutangnya 50 sampai 100 juta biaya administarasinya 100.000 ribu g. Tahap ketujuh, teller menerima kwitansi dari kepala unit Bank BRI

untuk dilakukan meneliti keabsahan kwitansi. Apabila teller sudah melakukan menelitian keabsahan kwitansi maka teller melakukan pencairan kredit kepada debitur melalui OB ( overbooking ) yaitu pencairan tersebut tidak boleh tunai tetapi harus mempunyai tabungan BRI.

h. Tahap kedelapan, pihak debitur menerima bukti OB ( overbooking ) dari teller.

i. Tahap kesembilan, customer service memasukan kwitansi dari teller kedalam berkas dan menyimpan kredit setelah diverifikasi oleh kepala unit Bank BRI.33

33

2.3J aminan Kredit Pada Bank BRI.

Sebagaimana Bank BRI dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai penyalur dana masyarakat secara aktif memberikan kredit kepada nasabah, dalam menyalurkan kredit didasarkan kepada prinsip kehati-hatian, dan terlibat dalam sistem penilaian yang dilakukan berdasarkan prinsip keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi kewajibannya. Untuk memperoleh keyakinan sebelum pemberian kredit maka Bank BRI melakukan menilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan usaha dari debitur. Maka dalam praktek Bank BRI menentukan kecukupan jaminan, oleh karena itu istilah ”jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya

kepada kreditor, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap kreditornya.34

Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat dibaca di dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Agunan adalah:

”Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah”

34

Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan tambahan (accessoir). Tujuan Agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank.

Unsur-unsur agunan yaitu: 1. Jaminan tambahan

2. Diserahkan oleh debitur kepada bank

3. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan

Menurut M.Bahsan bahwa jaminan adalah ”Segala sesuatu yang diterima debitor untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat”.35

2.3.1J enis-J enis J aminan

Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di Luar Negeri. Dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Perbankan ditentukan bahwa ”Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya.”

Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:

c. Jaminan Materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan

Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri ”kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan d. Jaminan Imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan

Jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan.36 2.3.2Fungsi J aminan Kredit

35 Op.cit., Salim HS, hal. 22

36

a. Jaminan Kredit Sebagai Pengamanan Pelunasan Kredit

Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi debitur yang bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun sebagaian akan merupakan kerugian bagi bank. Kerugian yang menunjukkan jumlah relatife besar akan memengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha bank.

Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit terdapat dalam pasal 1131 KUH Perdata yang berbunyi:

”Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya perseorangan” Jadi dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan upaya lain atau alternatif yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit pada waktu debitur ingkar janji kepada bank.

b. Jaminan Kredit Sebagai Pendorong Motivasi Debitur

Pengikatan jaminan kredit yang berupa harta milik debitur yang dilakukan oleh pihak bank, tentunya debitur yang bersangkutan takut akan kehilangan hartanya tersebut. Hal ini akan mendorong debitur berupaya untuk melunasi kreditnya kepada bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang karena harus dicairkan oleh bank.

c. Fungsi Yang Terkait Dengan Pelaksanaan Ketentuan Perbankan

Keterkaitan jaminan kredit dengan ketentuan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, misalnya dapat diperhatikan dari ketentuan-ketentuan persyaratan agunan untuk restrukturisasi kredit yang dilakukan dengan cara pemberian tambahan fasilitas kredit, terhadap jaminan kredit dalam rangka manajemen risiko kredit, dan sebagainya.37

Maka dari itu jaminan kredit sangat perlu dilakukan untuk sarana perlindungan bagi keamanan kreditur dimana untuk pelaksanaan akan pelunasan hutang-hutang debitur yang ada atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur kepada kreditur.

Sebagaiamana yang telah diuraikan bahwa pemberian kredit di Bank BRI dengan jaminan tanah yang belum bersertifikat dapat diberikan kepada calon debitur yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Bank BRI yaitu, Petok D atau Kutipan Leter C ( buku C ), PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan ), Surat Pernyataan Persaksian Hak yang dibuat Oleh Kelurahan, Surat Keterangan usaha yang dibuat oleh Kelurahan, Foto copy KK ( Kartu Keluarga ), Foto copy KTP yang bersangkutan ( Kartu Tanda Penduduk ). dan Perundang-undangan yang berlaku, seperti Perundang-undangan menurut Pasal 10 ayat 3 Undang-undang No.4 tahun 1996 Hak tanggungan yang berbunyi :

37

“hak kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasinya belum selesai dilakukan”

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK BRI DI SURABAYA

Dokumen terkait