• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGATURAN PENALANGAN BANK YANG

D. Pelaksanaan Penalangan Bank

Munculnya bank gagal sangatlah tidak diinginkan oleh semua pihak, baik masyarakat dan seluruh lembaga pengemban Jaring Pengamanan Sektor Keuangan. Namun, jika telanjur ada bank gagal maka harus ditangani dengan cara penalangan sesuai mekanisme dan ketentuan peraturan yang ada agar dampaknya tidak merugikan nasabah bank, dan para pemangku kepentingan (stakeholders) serta tidak sampai mengguncang industri perbankan.

Dalam sistem penjaminan simpanan, pada dasarnya bank peserta mengalihkan risiko kegagalan dalam memenuhi kewajiban kepada LPS, agar LPS

dapat mengelola risiko yang dihadapi secara efektif dan efisien,guna pelaksanaan penalangan bank maka LPS perlu menilai kondisi kesehatan bank peserta penjaminan secara periodik. Alat yang dipakai LPS untuk menilai kondisi kesehatan suatu bank adalah Analisis Kesehatan Bank Peserta Penjaminan

Setelah LPS mengambil keputusan untuk menyelamatkan bank gagal yang tidak berdampak sistemik, maka LPS segera melaksanakan penalangan terhadap bank gagal dimaksud setelah diketahui Perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan ternyata lebih rendah dari perkiraan biaya kalau tidak melakukan penyelamatan bank dimaksud dan setelah diselamatkan, bank masih akan menunjukan prospek usaha yang baik, LPS mendapat menyerahkan hak dan wewenang RUPS serta kepengurusan bank LPS mendapat … atas penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia, data keuangan nasabah debitur, struktur permodalan dan susunan pemegang saham tahun terakhir dan Informasi lainnya yang terkait dengan asset, kewajiban termasuk permodalan bank, yang dibutuhkan oleh LPS.39

Selanjutnya, LPS dapat melakukan tindakan seperti menguasai, mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atas asset milik atau yang menjadi hak-hak bank dan/atau kewajiban bank, melakukan persyaratan modal sementara, menjual atau mengalihkan asetbank tanpa persetujuan nasabah debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan nasabah kreditur, mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain, melakukan pengalihan kepemilikan bank, dan meninjau ulang,

       39

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah kontrak bank yang mengikuti bank dengan pihak ketiga, yang menurut LPS merugikan bank.

Semua biaya penyelamatan bank yang dikeluarkan LPS menjadi penyertaan modal sementara LPS pada bank. Seluruh penyertaan saham LPS pada bank yang diselamatkan wajib dijual secara transparan dan terbuka dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak RUPS menyerahkan hak dan wewenangnya kepada LPS. Penjualan harus tetap mempertimbangkan tingkat pengembalian yang optimal bagi LPS.Jika tingkat pengembalian yang optimal tidak dapat tercapai dalam jangka waktu dua tahun tersebut, penyertaan modal tersebut dapat diperpanjang maksimal dua kali lamanya perpanjangan masing-masing satu tahun.40

Pasca penanganan bank gagal berdampak sistemik.Memperlihatkan pada kita bahwa adanya banyak hal yang masih harus diperbaiki dalam sistem perbankan di Indonesia, guna menciptakan lembaga perbankan yang sehat dan kuat.Jika berbicara mengenai sistem perbankan di Indonesia, maka kita dapat mengacu pada Arsitektur Perbankan Indonesia (selanjutnya disebut API).API merupakan policyrecomendation bagi industri perbankan nasional dalam menghadapi segala perubahan yang terjadi dimasa mendatang.Selain itu API merupakan policy direction mengenai arah yang harus ditempuh oleh perbankan dalam kurun waktu cukup panjang.41

       40

Pasal 30 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2009 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

41

Tim Asistensi Sosialisasi Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan Depkeu RI, Upaya Pemerintah Dalam Pencegahan dan Penanganan Krisis, Depkeu RI, Jakarta, 2010, hlm. 40.

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa API dapat berfungsi sebagai alat untuk melakukan perubahan-perubahan dalam industri perbankan kedepan (as

a tool of banking engineering), yang berarti API akan menjadi bench mark,

platform, maupun sasaran yang hendak dituju oleh sistem perbankan nasional.

Dengan dilaksanakannya arsitektur perbankan secara konsisten dan komprehensif, oleh stake holder dalam kurun waktu kedepan baik dari segi regulasi, pengawasan, dan struktur kelembagaan, dapat menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Secara kontekstual setidaknya terdapat tiga alasan penting keberadaan Arsitektur Perbankan Indonesia, yaitu:

1. Bank masih merupakan Institusi penting bahkan terpenting dalam menyediakan sumber dana untuk dunia usaha.

2. Industri perbankan memiliki potensi resiko yang dapat memicu instabilitas perekonomian suatu negara bahkan perkekonomian global.

3. Arsitektur Perbankan Indonesia juga menggambarkan upaya Bank Indonesia sebagai otoritasperbankan untuk lebih transparan dalam kebijakan perbankannya dan merupakan salah satu bentuk dari adanya peningkatan

good governance dipihak Bank Indonesia.42

Untuk mempercepat akselerasi API guna menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien setidaknya ada 6 pilar utama sebagai sasaran yang harus dicapai, yaitu:

       42

1. Menciptakan struktur domestik yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

2. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.

3. menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko.

4. menciptakangood corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.

5. mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.

6. mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan. Kebijakan pengembangan industri perbankan di masa depan, seperti yang diungkapkan dalam API, dilandasi oleh visi :

1. menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien 2. menciptakan kestabilan sistem keuangan

3. mendorong pertumbuhan ekonomi nasional

Pemenuhan kewajiban tersebut diatas wajib dilakukan bank umum, bagi bank yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Bank Indonesia membuka opsi terjadinya merger ataupun akuisisi terhadap bank umum. Hal yang patut dicermati dalam proses merger ataupun akusisi adalah pertama ; bagaimana proses merger ataupun akuisisi dapat dijalankan sesuai syarat dan ketentuan dengan peraturan yang berlaku.

Kemudian Bank Indonesia pun wajib mengikuti best practices ketentuan perbankan yang bersifat internasional. Saat ini 25 Basel Core Principles for

Effective Banking Supervision serta the New Basel Accord (Basel II) haruslah

secara bertahap diimplementasikan. Hal lain yang haruslah diperhatikan adalah bagaimana pemerintah sebagai eksekutif serta DPR sebagai lembaga legislatif dapat membuat suatu aturan hukum tegas dan transparan, yang memberi pijakan bagi Bank Indonesia, LPS, Kementrian Keuangan ataupun lembaga terkait lainnya dalam sistem perbankan dalam menghadapi suatu masalah pada industri perbankan. Tahun 2008, Bangsa Indonesia mendapatkan imbas krisis akibat permasalahan ekonomi dunia.

Jika dalam proses penanganan bank tersebut, setelah pemegang saham lama melakukan penyetoran modal sementara, ekuitas bank bernilai positif, LPS dan pemegang saham lama bank membuat perjanjian yang mengatur penggunaan hasil penjualan saham bank. Namun apabila ekuitas bank bernilai nol atau negative, pemegang saham lama tidak memiliki hak atas hasil penjualan saham bank. Selanjutnya, dalam perjanjian tersebut diatur mengenai penggunaan hasil penjualan saham bank dengan urutan sebagai berikut:

1. Pengembalian seluruh biaya penanganan yang telah dikeluarkan oleh LPS; 2. Pengembalian kepada pemegang saham lama sebesar ekuitas pada posisi

sesaat setelah pemegang saham lama melakukan penyetoran modal sebesar 20% dari perkiraan biaya penanganan.

Dengan dilakukan proses pelaksanaan penanganan dan penyelesaian bank gagal oleh LPS diharapkan semua kepentingan pihak bank dan nasabah dapat

diselesaikan. Pada akhirnya akan membuat bank sehat sehingga kepercayaan masyarakat pada bank dapat meningkat yang dapat membawa dampak kemajuan pada perekonomian di Indonesia.

                                           

BAB IV

DAMPAK HUKUM PENALANGAN BANK YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

A. Dampak Hukum Terhadap Sistem Perbankan Nasional

Lembaga penjamin simpanan (LPS) yang dibentuk berdasarkan UU No. 24 Tahun 2004 merupakan kelanjutan dari upaya pemerintah untuk terus memberikan rasa aman kepada masyarakat atas dananya yang disimpan di lembaga perbankan. Sehingga kepercayaan masyarakat terhadap bank meningkat atau LPS tersebut akan menggantikan fungsi pemerintah dalam melakukan penjaminan. Secara garis besar UU LPS memuat berbagai fungsi hal yang terkait dengan program penjaminan simpanan nasabah bank, misalnya fungsi, pendanaan, penggunaan dana, dan koordinasi dengan lain (Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia dan Departemen Keuangan). Lembaga ini telah beroperasi penuh sejak tahun 2005.

Bila suatu bank tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya kepada deposan maupun kreditur, maka bank tersebut dapat dikatakan sebagai bank gagal (failure bank). Bank gagal akan mempunyai dampak pada sistem perbankan nasional, beberapa kasus bank gagal di Indonesia dikarenakan salah kelola management bank itu sendiri. Diantaranya adanya kolosi diantara pengusaha besar dan industri perbankan yang dalam operasinya tidak meminjamkan uangnya berdasarkan kekayaan nasabah atau perusahaan, melainkan lebih berdasarkan pada siapa yang meminjam dan jaminan apa yang disediakan. Oleh sebab itu tidaklah

mengherankan adanya hubungan yang sangat erat antara bank, pemerintah dan perusahaan-perusahaan besar sehingga bank dan perusahaan besar sering terjadi berada pada satu tangan.

Kenyataan ini seringkali tidak di informasikan pada laporan keuangan, karena kebanyakan menggunakan dalih sebagai pemilik dan kelompok dari perusahaan keluarga.Namun demikian, masalah terpuruknya perbankan selain menyangkut masalah pemilik, pengelola dan pengawas bank, juga menyangkut penegakan hukum dan seluruh perangkat kelembagaannya, serta ketentuan perundang-undangan.

Krisis kepercayaan terhadap perbankan akan mengancam kelangsungan hidup sistem perbankan, untuk memulihkan dan memelihara kepercayaan masyarakat secara kesinambungan tidak cukup dengan penanganan yang sifatnya sementara tetapi dibutuhkan sistem hukum yang relative stabil tidak terlalu sering berubah dan berganti, sehingga tidak dapat kepastian yang pada gilirannya menyulitkan masyarakat dalam menetapkan rencana (planning) baik jangka pendek maupun panjang, sehingga keberadaan LPS sangat penting dan diperlukan untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat khususnya nasabah bank.

B. Dampak Hukum Terhadap LPS sebagai Pemegang Saham Mayoritas

Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian demi menjaga keseimbangan, kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.Berkaitan dengan itu, stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan di Indonesia pada akhir tahun

1990-an. Kepercayan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang.Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank.Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai lembaga intermediasi dan penyedia jasa-jasa perbankan.Apabila bank kehilangan kepercayaan masyarakat, kelangsungan usaha bank tidak dapat dilanjutkan.Akibatnya, bank tersebut menjadi bank gagal yang dapat dicabut izin usahanya. Atas dasar pertimbangan tersebut, baik pemilik dan pengelola bank maupun berbagai otoritas yang terlibat dalam pengaturan dan pengawasan bank, harus bekerja sama mewujudkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan.

Di dalam undang-undang ini ditetapkan penjamin simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimalkan risiko yang membebani anggaran Negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard.Penjamin simpanan nasabah bank tersebut berdasarkan Undang-undang diselenggarakan oleh LPS.

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan LPS bersifat terbatas tetapi dapat mencakup sebanyak-banyaknya nasabah.Setiap bank yang menjalankan usahanya di Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta dan membayar premi penjaminan. Dalam hal bank tidak dapat melanjutkan usahanya dan harus dicabut izin usahanya, LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu. Adapun simpanan yang tidak dijamin

akandiselesaikan melalui proses likuidasi bank. Likuidasi ini merupakan tindak lanjut penyelesaian bank atas uang yang disimpan nasabah yang jumlahnya diatas batas yang dijamin LPS.LPSmelakukan tindakan penyelesaian atau penanganan bank yang mengalami kesulitan keuangan dalam kerangka mekanisme kerja yang terpadu, efisien dan efektif untuk menciptakan ketahanan sektor keuangan Indonesia atau disebut financial safety net (IFSN).LPS menjadi anggota komite koordinasi sampai dengan terbentuknya LPP atau OJK sesuai dengan Undang-Undang No. 3 Tahun2004.43

Bank-bank yang menjadi peserta skema penjaminan diwajibkan membayar premi penjaminan untuk setiap periode tertentu sebesar 0,1% (Satu basis point) dari rata-rata saldo bulanan total simpanan dalam setiap periode. Perhitungan jumlah premi dilakukan sendiri oleh bank.Namun dapat diverifikasi oleh LPS melalui pemeriksaan dokumen, pemanggilan pejabat bank yang bersangkutan dan atau pemeriksaan langsung pada bank.Pemeriksaan langsung tersebut dilakukan oleh otoritas lembaga Pengawas Perbankan (LPP) atas permintaan LPS. Selanjutnya, tingkat premi yang telah ditetapkan tersebut dapat diubah, setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat, apabila dipenuhi sekurang-kurangnya satu kriteria berikut:

1. Terjadi perubahan nilai simpanan yang dijamin (Rp. 100 juta) untuk setiap nasabah pada satu bank.

2. Akumulasi cadangan penjamin telah melampaui tingkat sasaran sebesar 2,5% dari total simpanan setiap bank.

       43

3. Terjadi perubahan tingkat risiko kegagalan (exposure) pada industry perbankan.

Penetapan tingkat premi sebesar 0,1% seperti dijelaskan di atas pada dasarnya dapat diubah dan disesuaikan berdasarkan risiko kegagalan bank, sehingga besaran premi berbeda antara bank satu dengan bank lainnya. Namun dalam hal tingkat premi ditetapkan berbeda antara satu bank dan bank lain, maka perbedaan tingkat premi yang terendah dan yang tertinggi tidak melebihi 0,5% atau lima basis point. Misalnya, tingkat premi untuk kelompok bank dengan skala risiko kegagalan terendah adalah 0,1% maka tingkat premi untuk kelompok bank dengan skala risiko kegagalan tinggi tidak dapat melebihi 0,6%. Premi penjaminan dibayarkan sebanyak dua kali setahun yaitu masing-masing periode pembayaran periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni dan 1 Juli sampai dengan 31 Desember.Pembayaran premi untuk tiap periode tersebut dilakukan selambat-lambatnya masing-masing tanggal 31 Januari dan 31 Juli.

LPS menurut undang-undang wajib membayar klaim penjaminan kepada nasabah penyimpan dari bank yang dicabut izin usahanya selambat-lambatnya 5 hari kerja terhitung sejak verifikasi dimulai.Jumlah simpanan yang layak dibayar tersebut ditentukan setelah dilakukan rekomendasi dan verifikasi selambat-lambatnya 90 hari kerja terhitung sejak izin usaha dicabut. Pengumuman tanggal dimulainya pembayaran klaim penjaminan oleh LPS pada sekurang-kurangnya dua surat kabar harian. Jangka waktu pengajuan klaim penjaminan oleh nasabah penyimpanan kepada LPS adalah 5 tahun sejak izin usaha bank dicabut.

Pembayaran klaim penjaminan dapat dilakukan secara tunai dan/atau dengan alat pembayaran lain dalam mata uang rupiah. Selanjutnya dalam hal nasabah penyimpanan pada saat yang bersamaan penyimpan kepada bank terlebih dahulu diperhitungkan.Misalnya, nasabah penyimpanan memiliki simpanan Rp. 300 juta dan kewajiban kepada bank Rp. 75 juta.Simpanan nasabah yang dijamin adalah Rp. 100 juta.Namun karena nasabah penyimpan memiliki kewajiban pada bank sebesar Rp. 75 juta klaim penjaminan yang dibayar adalah Rp. 25 juta.

Klaim penjaminan dinyatakan tidak layak dibayar apabila berdasarkan hasil rekonsiliasi atau verifikasi:

1. Data simpanan nasabah tidak tercatat pada bank

2. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang diuntungkan secara tidak wajar dan/atau;

3. Nasabah penyimpan merupakan pihak yang menyebabkan keadaan bank menjadi tidak sehat.

Penjaminan tersebut dapat dilakukan dengan sistem penjaminan tidak langsung dan sistem penjaminan langsung. Jaminan tidak langsung dilakukan dalam bentuk pengaturan dan pengawasan terhadap aktivitas perbankan, seperti ketentuan kecukupan modal, fit dan proper test bagi pemegang saham pengendali dan pengurus bank serta pengawasan yang diterapkan pada bank. Sistem jaminan tidak langsung seringkali mengakibatkan berkurangnya kepercayaan masyarakat karena tidak tegasnya pengaturan mengenai status simpanan mereka apabila suatu bank terpaksa dicabut ijin usahanya oleh pemerintah atau bank pailit dan likuidasi.Sistem ini seringkali diartikan oleh masyarakat sebagai pemberian

perlindungan secara terselubung, sebab jaminan baru muncul ketika terjadi kebangkrutan pada bank.

C. Dampak Hukum Terhadap Nasabah Bank Gagal

Perlindungan bagi para nasabah penyimpan dana memang merupakan suatu hal yang bersifat mutlak bagi para pelaku bisnis perbankan. Selama ini, kurang terlindunginya para nasabah penyimpan saat ini memang dapat dirasakan sejak pertama kali nasabah penyimpan menyerahkan dana mereka pada bank yang dipercayai tersebut.

Secara yuridis, hubungan antara bank dengan nasabah penyimpan adalah berkaitan satu sama lain, disatu pihak nasabah menginginkan dana yang dimilikinya aman dengan dititipkan pada bank, disisi yang lain bank mengharapkan masyarakat menitipkan dananya pada bank yang bersangkutan dengan harapan dana yang terkumpul nantinya dapat disalurkan melalui kredit dan bank memperoleh imbalan bunga dari pihak debitur.

Dalam rangka pembukaan rekening simpanan, para nasabah tidak cukup mendapat informasi yang memadai mengenai keamanan atas dana yang mereka akan titipkan pda bank, tetapi bank hanya memberikan informasi tentang tingkat suku bunga, biaya administrasi, jangka waktu simpanan (khusus deposito) dan cara penarikan dana kembali serta saldo minimal yang boleh tersisa.

Ketidakberimbangan posisi hukum antara nasabah penyimpan dana dengan bank merupakan faktor utama dimunculkannya mengenai perlindungan dana nasabah penyimpan melalui LPS. Dengan demikian, diharapkan nantinya

setiap nasabah mendapatkan informasi secara langsung dari pihak bank bahwa dana mereka aman karena telah dijamin melalui lembaga penjamin simpanan, sehingga dapat menepis kekhawatiran pihak nasabah penyimpan dana pada bank.

Lembaga tersebut nantinya diharapkan dapat menjadi lembaga yang memberikan jaminan terhadap dana nasabah penyimpan dan diharapkan dapat lebih baik dari yang selama ini pernah ada dalam hal menjamin dana pihak ketiga, baik dari segi kepastian hukum tentang dana simpanan nasabah pada suatu bank, maupun sisi pelayanan, dan secara hukum, lembaga tersebut dipayungi oleh peraturan perundang-undangan yang memadai, sehingga kelahiran dan keberadaannya dapat benar–benar dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat secara umum dan nasabah penyimpan secara khusus.

Dengan adanya lembaga penjamin simpanan yang berperan sebagai penjamin dana nasabah bank, maka apabila terdapat bank yang mengalami kesulitan usaha, kemudian dicabut izin usahanya dan dilikuidasi, kedudukan nasabah bank adalah mengikuti Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 1999 tentang Pencabutan Izin Usaha, Pembubaran dan Likuidasi Bank. Dalam hal ini, nasabah bank didahulukan pembayarannya dibandingkan kreditor konkuren lainnya. Pada umumnya, pengembalian dana nasabah harus menunggu hasil pencarian harta dan atau penagihan piutang kepada debitur setelah terlebih dahulu dikurangi dengan biaya pembayaran gaji pegawai terutang, biaya perkara dipengadilan, biaya lelang yang terutang, pajak yang terutang, dan biaya kantor. Simpanan dan bunga dapat secara utuh dan dengan waktu yang relatif cepat dapat terbayarkan.Hanya saja belum adanya pengalaman industri perbankan Indonesia dalam hal sistem

penjaminan simpanan (deposit protectionsystem) yang dilakukan secara sistematis dan menyeluruh.44

Pada dasarnya, ada nasabah penyimpan dana yang memperhitungkan keberadaan bank tersebut menjadi anggota LPS atau tidak, tetapi mungkin rata-rata dari mereka tidak terlalu mengerti tentang kinerja LPS jika terjadi masalah tentang adanya bank gagal seperti kasus Bank Century. Tahun 2008, Bank Century mengalami kesulitan likuiditas karena beberapa nasabah besar Bank Century menarik dananya seperti Budi Sampoerna yang menarik uangnya yang mencapai Rp 2 triliun, sedangkan dana yang ada di bank tidak ada sehingga tidak mampu mengembalikan uang nasabah dan tanggal 30 Oktober dan 3 November sebanyak US$ 56 juta surat-surat berharga valuta asing jatuh tempo dan gagal bayar.

Pada umumnya, nasabah menyimpan dana untuk jumlah yang cukup besar dilakukan penyimpanan pada bank Umum Devisa yang memiliki jaringan wilayah yang luas dan berskala nasional dan selama nasabah mengadakan penarikan yang cukup besar tidak ada kendala likuiditas pada bank tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nasabah penyimpan dana yang cukup besar, hanya mengandalkan kepercayaan pada bank yang menjadi tempat menyimpannya. Hanya sedikit dari mereka yang memperhitungkan tentang keberadaan bank tersebut menjadi anggota LPS.Perlindungan (protection) terhadap nasabah penyimpan sangat terasa ketika terjadi krisis ekonomi dan pemerintah melikuidasi       

44

http://putrijulaiha.wordpress.com/2012/03/24/aspek-hukum-dalam-perlindungan-dana-nasabah-perbankan-dan-asuransi/

terhadap sejumlah bank pada pertengahan tahun 1997. Krisis tersebut mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat pada perbankan nasional menurun yang ditandai dengan penarikan dana masyarakat dalam jumlah yang sangat signifikan dari sistem perbankan (bank run).

Untuk meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat, pemerintah pernah mengeluarkan kebijakan pada tahun 1998 sebagai upaya untuk memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank yang dikenal sebagai

blanketguarantee.Namun, luasnya ruang lingkup blanket guarantee ternyata telah

membebani anggaran negara dan dapat menyebabkan timbulnya moral hazard baik pada pihak pengelola maupun masyarakat, pemberian jaminan kepada nasabah penyimpan dalam hal ini berbeda dengan bentuk penjaminan melalui asuransi kredit yang selama ini ada.

Perbedaan terletak pada lingkup penjaminan, yaitu pada penjaminan simpanan yang dijamin adalah simpanan nasabah penyimpan pada bank yang dimaksudkan adalah apabila pada suatu bank bersangkutan ternyata dilikuidasi maka kewajiban pembayaran atas simpanan dilakukan oleh lembaga penjamin sedangkan pada asuransi kredit penjaminan dilakukan terhadap debitur yang kreditnya dinyatakan macet tersebut dari lembaga asuransi kredit. Pada asuransi

Dokumen terkait