• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Hukum Penalangan Bank Dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Hukum Penalangan Bank Dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)"

Copied!
180
0
0

Teks penuh

(1)

ANA

Disu

ALISIS HU

usun dan D Gel D U UKUM PEN PENJAM Diajukan Un lar Sarjana Unive MUTIAR DEPARTE FA UNIVERSI NALANGA MIN SIMP SKRIP ntuk Melen a Hukum pa ersitas Sum OLEH RA PARWI 1002003 EMEN HUK AKULTAS ITAS SUM MEDA 2014

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS HUKUM PENALANGAN BANK DALAM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

OLEH:

MUTIARA PARWITA FEBRIANI 100200333

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH.M.Hum

NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar, Nasution, SH.MH Windha, SH.,M.Hum

NIP. 195603291986011001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAK

ANALISIS HUKUM PENALANGAN BANK DALAM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MUTIARA PARWITA FEBRIANI 

BISMAR NASUTION 

WINDHA

Dasar penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulisan terhadap nasabah perbankan terutama di dalam penjaminan para nasabah bank terhadap dananya yang tersimpan di dalam bank, apabila bank tersebut mengalami kegagalan dalam melaksanakan usahanya baik yang disebabkan faktor intern maupun faktor ekstern. Dengan dibentuknya LPS yang merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 yang keberadaannya apakah sudah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kewenangannya.

Berdasarkan judul skripsi ini peneliti melakukan pengambilan data dengan metode pendekatan yuridis empiris dengan sifat penelitian deskriptif yaitu menggambarkan realitas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, untuk selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum, khususnya Analisis Hukum Penalangan Bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku.

Dari hasil penelitian bahwa LPS selama ini telah melaksanakan fungsi tugas dan kewajibannya sesuai dengan kewenangan yang telah di amantakan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 yaitu dalam menangani dan pengaturan penalangan terhadap bank gagal, dampak hukum penalangan oleh LPS sehingga dengan keberhasilan LPS dalam penanganan bank gagal maka LPS turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan/perbankan sesuai dengan kewenangannya dan meningkatkan kepercayaan masyrakat terhadap perbankan.

Kata Kunci : Lembaga Penjamin Simpanan, Penalangan bank gagal, memelihara stabilitas sistem keuangan yang meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

        Mahasiswa

Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna penyelesaian studiuntuk memperoleh gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi skripsi ini adalah “ANALISIS HUKUM PENALANGAN BANK DALAM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan kepada pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalani kehidupan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (USU), yaitu :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum. Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM. Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Dr. OK. Saidin SH, M.Hum. Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

(5)

penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak M. Husni, SH, M.Hum selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis. 8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan

memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

9. Pegawai Administrasi Fakultas Hukum USU yang telah banyak membantu dalam proses administrasi mulai dari penulis masuk kuliah hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.Teristimewa, kedua orang tua penulis Drs. H. Soeparmo, MM dan Hj. Yuli Murniatiyang telah banyak memberikan doa, dukungan, semangat, tenaga, nasehat dan bimbingan kepada penulis selama ini..

11.Adik-adik penulis Annisa Mestika Pratiwi dan Muhammad Arief Fadillahyang telah mewarnai hidup penulis dengan cinta dan kasih sayang. 12.Sahabat-sahabat seperjuangan yang telah mengisi hari-hari penulis selama

masa perkuliahan. Semoga persahabatan kita terjaga sampai kapanpun. 13.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Fakultas Universitas

Sumatera Utara.

(6)

15.Pengurus Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Hukum USU periode 2013-2014.

16.Kakak dan Abang seniorserta Adik-Adik junior yang telah banyak memberi bantuan selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum USU.

17.Teman-teman Stambuk 2010 Fakultas Hukum USU yang ikut mewarnai masa perkuliahan penulis.

18.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikan nya Skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan dalam skripsi

ini, untuk itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan hukum di negara Indonesia.

Medan, April 2014 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...4

C. Tujuan dan Maanfat Penelitian...4

D.Keaslian Penulisan...5

E. Tinjauan Pustaka...6

F. Metode Penelitian...10

G.Sistematika Penulisan...12

BAB II PENALANGAN SUATU BANK GAGAL A.Pengertian Bank Gagal...14

B. Hal-Hal yang Menyebabkan Bank Gagal...22

C. Penyelesaian Bank Gagal...26

BAB III PENGATURAN PENALANGAN BANK YANG DILAKUKAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN A. Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan...50

B. Tugas dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan...58

C. Ketentuan Penalangan Bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan...60

(8)

BAB IV DAMPAK HUKUM PENALANGAN BANK YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

A. Dampak Terhadap Sistem Perbankan Nasional ...71 B. Dampak Terhadap Lembaga Penjamin Simpanan Sebagai

Saham

Mayoritas...72

C. Dampak Terhadap Nasabah Bank

Gagal...77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...83 B. Saran...85

DAFTAR PUSTAKA

(9)

ABSTRAK

ANALISIS HUKUM PENALANGAN BANK DALAM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MUTIARA PARWITA FEBRIANI 

BISMAR NASUTION 

WINDHA

Dasar penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulisan terhadap nasabah perbankan terutama di dalam penjaminan para nasabah bank terhadap dananya yang tersimpan di dalam bank, apabila bank tersebut mengalami kegagalan dalam melaksanakan usahanya baik yang disebabkan faktor intern maupun faktor ekstern. Dengan dibentuknya LPS yang merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 yang keberadaannya apakah sudah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kewenangannya.

Berdasarkan judul skripsi ini peneliti melakukan pengambilan data dengan metode pendekatan yuridis empiris dengan sifat penelitian deskriptif yaitu menggambarkan realitas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, untuk selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum, khususnya Analisis Hukum Penalangan Bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku.

Dari hasil penelitian bahwa LPS selama ini telah melaksanakan fungsi tugas dan kewajibannya sesuai dengan kewenangan yang telah di amantakan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 yaitu dalam menangani dan pengaturan penalangan terhadap bank gagal, dampak hukum penalangan oleh LPS sehingga dengan keberhasilan LPS dalam penanganan bank gagal maka LPS turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan/perbankan sesuai dengan kewenangannya dan meningkatkan kepercayaan masyrakat terhadap perbankan.

Kata Kunci : Lembaga Penjamin Simpanan, Penalangan bank gagal, memelihara stabilitas sistem keuangan yang meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

        Mahasiswa

Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

(10)

ANA

Disu

ALISIS HU

usun dan D Gel D U UKUM PEN PENJAM Diajukan Un lar Sarjana Unive MUTIAR DEPARTE FA UNIVERSI NALANGA MIN SIMP SKRIP ntuk Melen a Hukum pa ersitas Sum OLEH RA PARWI 1002003 EMEN HUK AKULTAS ITAS SUM MEDA 2014

(11)

LEMBAR PENGESAHAN

ANALISIS HUKUM PENALANGAN BANK DALAM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

OLEH:

MUTIARA PARWITA FEBRIANI 100200333

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha, SH.M.Hum

NIP. 197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Bismar, Nasution, SH.MH Windha, SH.,M.Hum

NIP. 195603291986011001 NIP. 197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(12)

ABSTRAK

ANALISIS HUKUM PENALANGAN BANK DALAM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)

MUTIARA PARWITA FEBRIANI 

BISMAR NASUTION 

WINDHA

Dasar penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulisan terhadap nasabah perbankan terutama di dalam penjaminan para nasabah bank terhadap dananya yang tersimpan di dalam bank, apabila bank tersebut mengalami kegagalan dalam melaksanakan usahanya baik yang disebabkan faktor intern maupun faktor ekstern. Dengan dibentuknya LPS yang merupakan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 yang keberadaannya apakah sudah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan kewenangannya.

Berdasarkan judul skripsi ini peneliti melakukan pengambilan data dengan metode pendekatan yuridis empiris dengan sifat penelitian deskriptif yaitu menggambarkan realitas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, untuk selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum, khususnya Analisis Hukum Penalangan Bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku.

Dari hasil penelitian bahwa LPS selama ini telah melaksanakan fungsi tugas dan kewajibannya sesuai dengan kewenangan yang telah di amantakan oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 yaitu dalam menangani dan pengaturan penalangan terhadap bank gagal, dampak hukum penalangan oleh LPS sehingga dengan keberhasilan LPS dalam penanganan bank gagal maka LPS turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem keuangan/perbankan sesuai dengan kewenangannya dan meningkatkan kepercayaan masyrakat terhadap perbankan.

Kata Kunci : Lembaga Penjamin Simpanan, Penalangan bank gagal, memelihara stabilitas sistem keuangan yang meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan.

        Mahasiswa

Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU

(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna penyelesaian studiuntuk memperoleh gelar sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi skripsi ini adalah “ANALISIS HUKUM PENALANGAN BANK DALAM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan kepada pihak yang telah menjadi bagian penting selama penulis menjalani kehidupan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (USU), yaitu :

1. Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum. Selaku Dekan Fakultas Hukum USU Medan.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum. Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM. Selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Dr. OK. Saidin SH, M.Hum. Selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

(14)

penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., MH selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini yang penuh kesabaran membimbing penulis baik dalam studi maupun dalam penulisan skripsi ini.

7. Bapak M. Husni, SH, M.Hum selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis. 8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum USU yang telah mendidik dan

memberikan bimbingan kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum USU yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

9. Pegawai Administrasi Fakultas Hukum USU yang telah banyak membantu dalam proses administrasi mulai dari penulis masuk kuliah hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.Teristimewa, kedua orang tua penulis Drs. H. Soeparmo, MM dan Hj. Yuli Murniatiyang telah banyak memberikan doa, dukungan, semangat, tenaga, nasehat dan bimbingan kepada penulis selama ini..

11.Adik-adik penulis Annisa Mestika Pratiwi dan Muhammad Arief Fadillahyang telah mewarnai hidup penulis dengan cinta dan kasih sayang. 12.Sahabat-sahabat seperjuangan yang telah mengisi hari-hari penulis selama

masa perkuliahan. Semoga persahabatan kita terjaga sampai kapanpun. 13.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Fakultas Universitas

Sumatera Utara.

(15)

15.Pengurus Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Hukum USU periode 2013-2014.

16.Kakak dan Abang seniorserta Adik-Adik junior yang telah banyak memberi bantuan selama penulis berkuliah di Fakultas Hukum USU.

17.Teman-teman Stambuk 2010 Fakultas Hukum USU yang ikut mewarnai masa perkuliahan penulis.

18.Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikan nya Skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan dalam skripsi

ini, untuk itu diharapkan saran dan kritikan yang membangun. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan hukum di negara Indonesia.

Medan, April 2014 Penulis

(16)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...iv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...4

C. Tujuan dan Maanfat Penelitian...4

D.Keaslian Penulisan...5

E. Tinjauan Pustaka...6

F. Metode Penelitian...10

G.Sistematika Penulisan...12

BAB II PENALANGAN SUATU BANK GAGAL A.Pengertian Bank Gagal...14

B. Hal-Hal yang Menyebabkan Bank Gagal...22

C. Penyelesaian Bank Gagal...26

BAB III PENGATURAN PENALANGAN BANK YANG DILAKUKAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN A. Keberadaan Lembaga Penjamin Simpanan...50

B. Tugas dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan...58

C. Ketentuan Penalangan Bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan...60

(17)

BAB IV DAMPAK HUKUM PENALANGAN BANK YANG DILAKUKAN OLEH LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

A. Dampak Terhadap Sistem Perbankan Nasional ...71 B. Dampak Terhadap Lembaga Penjamin Simpanan Sebagai

Saham

Mayoritas...72

C. Dampak Terhadap Nasabah Bank

Gagal...77

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...83 B. Saran...85

DAFTAR PUSTAKA

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Industri perbankan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga kesimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.Stabilitas industri perbankan sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan.1

Pada tahun 1998, krisis moneter dan perbankan yang telah menghantam Indonesia, yang ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank, hal tersebut mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Untuk mendukung kebijakan ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.2

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang

       1

Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang,Merger,likuidasi,dan

Kepailitan (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008), hlm.3. 2

Iermhadafael,Sejarah Pendirian LPS, http://www.google.com , diakses pada tanggal 26

(19)

lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat.3

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut UU Perbankan) yang mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (selanjutnya disebut LPS) yaitu sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. LPS merupakan lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya, dibentuk.

Penjaminan simpanan nasabah bank yang dilakukan oleh LPS bersifat terbatas yang bertujuan untuk mengurangi beban anggaran Negara dan meminimalkan moral hazard.Namun demikian, kepentingan nasabah harus tetap dijaga secara optimal.Setiap bank yang beroperasi di Indonesia baik Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) diwajibkan untuk menjadi peserta penjaminan. Adapun jenis simpanan di bank yang dapat dijamin meliputi tabungan, giro, sertifikat deposito, dan deposito berjangka serta jenis simpanan lainnya yang dipersamakan dengan itu. Skim penjaminan LPS telah dimulai secara penuh pada sejak 22 Maret 2007.4

Apabila terdapat bank yang mengalami kesulitan keuangan dan gagal disehatkan kembali sehingga harus dicabut izin usahanya, maka wajib LPS membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu,

       3

Ibid

4

Amri Hendarman, “Prosfek Perbankan dan Keberadaan LPS”,

(20)

sebagaimana yang telah ditetapkan.Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS.

Dengan demikian jelaslah bahwa jika bank yang bersangkutan karena sesuatu hal mengalami kesulitan keuangan dan meskipun telah diusahakan dengan berbagai cara tetapi tetap gagal disehatkan kembali dan berakibat harus dicabut izin usahanya, maka LPS akan membayar simpanan setiap nasabah bank tersebut sampai jumlah tertentu, sebagaimana ditetapkan. Adapun simpanan nasabah yang tidak dijamin akan diselesaikan melalui proses likuidasi bank. Dengan adanya penjaminan simpanan tersebut, diharapkan tingkat kepercayan masyarakat terhadap industri perbankan dapat tetap terpelihara.

(21)

miliar. Selain itu rapat tersebut juga membahas apakah akan timbul dampak sistemik jika Bank Century dilikuidasi dan menyerahkan kepada LPS.5

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis memilih judul Analisis Hukum Penalangan Bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

B. Perumusan Masalah

Adapun yang merupakan permasalahan yang timbul dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penanganan suatu bank gagal?

2. Bagaimanakah pengaturan penalangan bank yang dilakukan oleh LPS? 3. Bagaimanakah dampak hukum penalangan bank yang dilakukan oleh LPS?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui cara menangani suatu bank gagal.

b. Untuk mengetahui pengaturan penalangan bank yang dilakukan oleh LPS. c. Untuk mengetahui dampak hukum penalangan bank yang dilakukan oleh

LPS.

2. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Penulisan skripsi yang akan penulis lakukan adalah: a. Secara Teoritis

       5

Nur Muhammad Wahyu Kuncoro, 69 Kasus Hukum Mengguncang Indonesia (Jakarta:

(22)

Guna mengembangkan khasanah ilmu pengetahuan hukum ekonomi, khususnya mengenai penalangan bank dalam LPS

b. Secara Praktis

1) Agar masyarakat mengertahui fungsi dan kewenangan dalam penalangan bank gagal yang dilakukan oleh LPS.

2) Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan tentang bagaimana proses dasar hukum yang diterapkan oleh LPS dalam penanganan bank gagal.

D.Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan skripsi ini merupakan hasil pemikiran dari penulis yang berasal dari bahan-bahan yang berkaitan dengan judul skripsi ini.

Bahwa skripsi dengan judul “ANALISIS HUKUM PENALANGAN BANK DALAM LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS)”telah diperiksa melalui penelusuran Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum pernah ditulis oleh siapapun di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul skripsi yang telah ada di Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atau Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara adalah

(23)

Judul : Fungsi dan Kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Penanganan Bank Gagal (Studi terhadap Bank Century)

Datayangdigunakangunamelengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi yang diperoleh dari berbagai media, baik itu media cetak ataupun pengumpulan informasi melalui internet. Maka apabila di kemudian hari terdapat judul dan objek pembahasan yang sama sebelum tulisan ini dibuat maka penulis siap untuk mempertanggung jawabkannya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Bank adalah sebuah perantara keuangan yang memiliki wewenang dan fungsi untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kembali kepada masyarakat. Sedangkan menurut UU Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka perekonomian dan meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari definisi bank di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa bank merupakan suatu lembaga dimana kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan kembali dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.

(24)

lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.6 Bank adalah salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa perbankan, dengan cara menggunakan modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga, selain itu dengan cara memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral.

Perbankan Indonesia didominasi oleh bank-bank milik pemerintah yang berasal dari struktur kolonial.Sedangkan bank-bank milik swasta hampir seluruhnya dimiliki oleh konglomerat besar yang pada umumnya usahanya bergerak di bidang usaha non-bank seperti properti dan manufaktur.Dengan kondisi perbankan yang demikian itu maka tidak mengherankan apabila banyak terjadi praktik-praktik perbankan yang tidak sehat mulai dari kegiatan yang secara jelas melanggar ketentuan perundang-undangan sampai kepada perbuatan yang melanggar etika bisnis. Buruknya kondisi perbankan tersebut diperparah dengan belum tegasnya mekanisme exit policy dan berlarut-larutnya penyelesaian bank-bank bermasalah. Kondisi ini mengakibatkan mudah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan. Hal ini terbukti pada saat dilikuidasinya 16 bank pada tanggal 1 November 1997 yang mengakibatkan sejumlah bank mengalami rush.7

Program Penjaminan pemerintah (blanket guarantee) telah berhasil mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan. Namun, kebijakan tersebut meningkatkan beban anggaran Negara dan berpotensi menimbulkan moral hazard oleh pihak pengelola bank dan nasabah bank.

       6

O.P.Simorangkir, Pengantar Lembaga Keuangan Bank& Nonbank (Bogor: Penerbit

Ghlmia Indonesia , 2004) hlm.10. 7

(25)

Dalam rangka mengurangi dampak negatif dari program penjaminan pemerintah tersebut,telah didirikan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Sesuai dengan Undang-Undang No.24 Tahun 2004 tentang LPS, dimana LPS mempunyai dua fungsi yaitu menjamin simpanan nasabah bank dan melakukan penyelesaian atau penanganan bank yang tidak berhasil disehatkan atau bank gagal.8

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004, LPS merupakan lembaga yang independen, transparan, dan akuntabel dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan. Independensi LPS mengandung arti bahwa pihak manapun termasuk pemerintah tidak boleh melakukan campur tangan dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang kecuali hal-hal yang dinyatakan secara jelas dalam Undang-Undang ini.

Mengingat bahwa kebijakan penjaminan dapat berdampak pada sektor perbankan dan fiskal, maka di dalam LPS terdapat wakil dari masing-masing otoritas yang berwenang. Keberadaan para wakil otoritas tersebut dimaksudkan untuk bersama-sama merumuskan kebijakan penjaminan yang dapat mendukung kebijakan lain pada sektor-sektor tersebut. Namun, pelaksanaan kebijakan tersebut merupakan sepenuhnya tanggung jawab dan kewenangan LPS tanpa dapat dicampurtangani oleh pihak manapun.Sebagai contoh, dalam rangka penjualan/pengalihan asset bank gagal atau yang dicabut izin usahanya, LPS tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan pihak luar termasuk Pemerintah.Bank gagal       

8

Amri Hendarman, “Prosfek Perbankan dan Keberadaan LPS”,

(26)

(failing Bank) yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan yaitu Bank Indonesia atau Lembaga Pengawasan Sektor Jasa Keuangan (LPP).9

Keberadaan LPS merupakan bagian dari kelengkapan instrument pemerintah dalam menciptakan jejaring pengaman perbankan (banking safety net) sekaligus juga pengamanan sistem keuangan (financial safety net). Sebagai

banking safety net dilakukan melalui program penjaminan dan penanganan bank

gagal, sementara sebagai financial safety net diwujudkan dalam bentuk pemanfaatan surplus dan akumulasi premi yang di investasikan di SBI dan SUN. Dengan modal dan akumulasi yang dimiliki memberikan peluang memainkan peran sebagai market maker bank di pasar primer maupun sekundair pasar surat-surat berharga tersebut di atas.10

Keberadaan LPS merupakan jawaban perlunya reformasi sistem penjaminan yang semula bersifat blanket guarantee menjadi limited guarantee. Tentunya ada alasan mengapa terjadi reformasi program penjaminan simpanan. Alasan yang paling mudah dapat diterima mengapa program penjaminan menjadi dibatasi adalah untuk menghindari adanya moral hazard (baca; tindakan tidak terpuji yang di sengaja) para oknum pemilik dana besar yang sekaligus yang mempunyai bank. Dengan model seperti itu, oknum-oknum tersebut bias saja

       9

Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan:Kebijakan Moneter dan Perbankan (

Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2005) hlm.179. 10

Jumhana Muhammad, Hukum Perbankan di Indonesia (Bandung: Penerbit Citra Aditya,

(27)

membangkrutkan banknya dengan cara memberikan pinjaman kepada grupnya, sementara simpanannya tetap terjamin.11

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan adalah suatu cara bagaimana memperlakukan pokok permasalahan dalam rangka mencari pemecahan, berupa jawaban-jawaban dari permasalahan serta tujuan penelitian. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu suatu metode pendekatan yang menekankan pada teori-teori hukum dan aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti dan kemudian dihubungkan dengan kenyataan yang ada, yaitu mengenai Analisis Hukum Penalangan Bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian dengan metode yuridis normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.12Pada penelitian hukum normatif, bahan pustaka merupakan data dasar yang dalam penelitian digolongkan sebagai sebagai data sekunder.Dengan demikian jenis data yang diperoleh adalah data sekunder.Hal ini terjadi karena

       11

Amerta Mardjono, Meninjau Kelembagaan Penjaminan Simpanan (Jakarta: Ghlmia

Indonesia,2006) hlm.17. 12

Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

(28)

sifat dari penelitian yang dilakukan adalah berupa penelitian normatif, sehingga metode kepustakaanlah yang paling sesuai dengan sifat penelitian ini.

3. Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif yaitu menggambarkan realitas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan, untuk selanjutnya dilakukan upaya analisis dengan mendasarkan pada teori-teori yang terdapat dalam disiplin ilmu hukum, khususnya Analisis Hukum Penalangan Bank dalam Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)

4. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya yang dalam hal ini diperoleh dengan wawancara, yaitu cara memperoleh Informasi dengan mempertanyakan langsung pada pihak-pihak yang berwenang, mengetahui dan terkait dengan penelitian tersebut.

b. Data sekunder

(29)

tersedia, yang kemudian dijadikan pondasi dasar dan alat utama dalam penelitian tersebut.

5. Analisis data

Analisis data adalah suatu tahapan yang sangat penting dalam suatu penelitian sehingga akan mendapatkan hasil yang akan mendekati kebenaran yang ada. Dalam penulisan tesis ini digunakan teknik analisis kualitatif, yaitu data yang terkumpul dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara induktif.

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini diuraikan dalam 5 (lima) bab, dan tiap-tiap bab berbagi atas beberapa sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memaparkan materi dari skripsi ini yang dapat digambarkan sebagi berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum yang berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II PENALANGAN TERHADAP BANK GAGAL

(30)

BAB III PENGATURAN PENALANGAN BANK YANG DILAKUKAN OLEH LPS.

Bab ini berisi tentang keberadaan LPS dalam Sistem Perbankan Nasional, Tugas dan Wewenang LPS, ketentuan penalangan bank dalam LPS, dan Pelaksanaan Penalangan Bank.

BAB IV DAMPAK HUKUM PENALANGAN BANK YANG

DILAKUKAN OLEH LPS.

Bab ini berisi tentang Dampak Hukum terhadap Sistem Perbankan Nasional, Dampak Hukum terhadap LPS sebagai Pemegang Saham Mayoritas, Dampak Hukum terhadap Nasabah Bank Gagal.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(31)

BAB II

PENALANGAN SUATU BANK GAGAL

A. Pengertian Bank Gagal

Bank berasal dari bahasa Italy “banca” yang berarti bence yaitu suatubangku tempat duduk.Sebab,pada zaman pertengahan, pihak bankir Italy dalam usahanya memberikan pinjaman kepada nasabahnya; dilakukan dengan duduk di bangku-bangku dihalamanpasar. Dalam perkembangan selanjutnya, istilah bank dimaksudkan sebagai suatu jenis pranata financial yang melaksanakan jasa-jasa keuangan yang cukup beraneka ragam, misalnya seperti pinjaman, memberikan pinjaman, mengedarkan mata uang, melakukan pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan untuk benda-benda/surat-surat berharga, membiayai usaha-usaha perusahaan. 13

Seperti telah diketahui bahwa, yang dimaksud dengan bank menurut Undang-Undang Perbankan adalah :“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya ke masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.14

Bank merupakan lembaga keuangan yang fungsi utamanya adalah:

1. Menghimpun dana dari masyarakat yang kelebihan dana. Bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan. Tujuan lainnya adalah sebagai tempat untuk melakukan investasi. Dengan menyimpan uangnya dibank,       

13

Munir Fuady,Hukum Perbankan Modern, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 21.

14

(32)

nasabah juga akan mendapat keuntungan berupa return atas simpanannya yang besarnya tergantung kebijakan masing-masing bank. Return merupakan imbalan yang diperoleh nasabah atas sejumlah dana yang disimpan di bank. 2. Menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dana.

Menyalurkan dana merupakan aktivitas yang sangat penting bagi bank, karena bank akan memperoleh pendapatan atas dana yang disalurkan. Penyaluran dana kepada masyarakat sebagaian besar berupa kredit untuk bank konvensional dan/atau pembiayaan untuk bank syariah.

3. Pelayanan jasa perbankan yang diberikan oleh bank antara lain Jasa pengiriman uang (transfer), pemindah bukuan, penangihan surat-surat berharga, kliring, letter of credit, inkaso, garansi bank dan pelayanan jasa lainnya.

Dalam Pasal 29 ayat (2) UU Perbankan ditentukan: “Bank wajib memelihara tingkat kesehatan Bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha Bank, dan wajib melakukan kegiatan sesuai prinsip kehati-hatian”.15

Untuk menilai apakah bank sehat atau tidak, ada 3 faktor yang harus dinilai, yaitu:

1. Keadaan keuangan bank, yang meliputi likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitas;

       15

Abdulkadir Muhammad, Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan

(33)

2. Kualitas aktiva produktif, yaitu kekayaan bank berupa penanaman dalam berbagai aktiva yang diharapkan dapat memberi penghasilan pada bank;

3. Tata kerja kepatuhan bank terhadap peraturan-peraturan terutama yang berkaitan dengan bidang perbankan.16

Dalam Pasal 29 ayat 1 UU Perbankan disebutkan bahwa pembinaan dan pengawasan Bank di Indonesia dilakukan oleh Bank Indonesia. Selanjutnya ayat (2) menyatakan bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank dan wajib melaksanakan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.17

Pengertian kesehatan bank adalah Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Banyak kegiatan operasional yang dilakukan oleh bank untuk memenuhi tingkat kesehatan bank yaitu :Kemampuan menghimpun dana, Kemampuan mengelola dana, Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, Kemampuan memenuhi kewajiban kepada pihak lain, Pemenuhan peraturan yang berlaku.

Ukuran tingkat kesehatan bank di Indonesia adalah mengukur dengan sistem Camel (Capital,Asset,Management, Earning, Likuidity) plus. Pengertian dari sistem Camel tersebut adalah sistem yang menilai keadaan keuangan bank juga menilai keadaan atau unsur-unsur yang tidak termasuk dalam keadaan       

16

Sentosa Sembiring, Hukum Perbankan, (Jakarta: .Mandar Maju,2000), hlm.44.

17

(34)

keuangan bank faktor plus yaitu kepatuhan terhadap peraturan-peraturan khususnya peraturan di bidang perbankan.Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

Capital, yaitu untuk memastikan kecukupan modal dan cadangan untuk

memikul risiko yang mungkin timbul. Modal merupakan benteng pertahanan bagi bank, apabila modal tergerus untuk pembiayaan bank maka akan berdampak masalah terhadap bank tersebut.

Asset, untuk memastikan kualitas aset yang dimiliki bank dan nilai real

dari aset tersebut.Kemerosotan kualitas dan nilai aset merupakan sumber erosi terbesar bagi modal bank.

Management, untuk memastikan kualitas dan tingkat kedalaman

penerapan prinsip manajemen bank yang sehat, terutama yang terkait dengan manajemen risiko.Manajemen yang kompeten dan memiliki integritas yang tinggi merupakan ujung tombak atau pameran terdepan dari pertahanan atas risiko bank.

Earning, untuk memastikan efisiensi dan kualitas pendapatan bank secara

benar dan akurat.Kelemahan dari segi pendapatan real merupakan indikator terhadap potensi masalah bank.

Liquidity, untuk memastikan dilaksanakannya manajemen aset dan

(35)

dapat diketahui.Bila kekurangan likuiditas tersebut disebabkan oleh kesenjangan pendanaan jangka pendek dan sementara, tidak terlalu berbahaya, sebab dapat diimbangi dengan pinjaman di pasar uang atau bank sentral.Namun, jika kesulitan tersebut bersumber dari faktor yang fundamental, seperti rendahnya kualitas aset, rendahnya sumber pendapatan, atau berakar pada insolvensi, persoalannya menjadi sangat serius.18

Penjabaran lebih lanjut perihal kesehatan bank ini, dapat dilihat dalam SK Direksi BI No: 30/11/Kep/Dir, tanggal 30 April 1997, Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Dalam Pasal 2 ayat (1) dikemukakan: “Tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai dengan pendekatan kualitatif atau berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pasal 2 ayat (2): “Pendekatan kualitatif pada ayat (1) dilakukan dengan penilaian terhadap permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas.19

Selanjutnya dalam Pasal 3 dikemukan: “Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) pada tahap pertama dilakukan dengan mengkuantifikasi komponen dari masing-masing faktor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), (3). Penilaian faktor dan komponen dilakukan dengan sistem kredit yang dinyatakan dalam nilai kredit 0-100 (Pasal 4 ayat 2). Dalam Pasal 5 ayat (2) dikemukakan, bahwa tingkat

       18

Permadi Gandapradja, Dasar dan Prinsip Pengawasan Bank, (Jakarta:Gramedia

Pustaka Utama, 2004) hlm. 34-35. 19

(36)

kesehatan bank ditetapkan dalam empat prediksi, yaitu: sehat;cukup sehat;kurang sehat; tidak sehat.20

Bank Indonesia dalam rangka pembinaan bank sehat sebagai badan usaha yang wajib dipenuhi oleh bank adalah sebagai berikut:

1. Kepercayaan masyarakat pada Bank, mengingat Bank sebagai pemegang amanat menyimpan dana dan menjalankan usaha terutama dengan dana masyarakat.

2. Prinsip kehati-hatian, terutama dalam pengambilan keputusan pengelolaan usaha Bank secara rasional sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku, karena erat hubungannya dengan risiko, misalnya penyaluran kredit kepada masyarakat, menetapkan suku bunga yang wajar, mengingat Bank menjalankan usaha terutama menggunakan dana masyarakat.

3. Kesehatan Bank, ini merupakan landasan mencapai tujuan, masyarakat hanya akan percaya menyimpan dana pada bank jika bank itu sehat menurut kriteria yang ditetapkan undang-undang, pengambilan keputusan selalu berpegang pada prinsip kehati-hatian dan masyarakat harus mengetahui secara transparan tingkat kesehatan bank. Tujuan tersebut dimaksudkan:

a. Bagi nasabah penyimpan: menyimpan dana dengan aman serta memperoleh keuntungan berupa bunga.

b. Bagi Bank: kesehatan Bank, kelancaran usaha dan keuntungan dari bunga kredit.

       20

(37)

c. Bagi pengusaha debitur: perkembangan usaha yang menguntungkan dan kesejahteraan masyarakat.

d. Bagi Negara: keuntungan Negara berupa pajak.

4. Penyediaan informasi mengenai risiko kerugian, mengingat Bank sebagai lembaga intermediasi dana masyarakat yang dipercaya, dan menjalankan usaha berpegang pada prinsip kehati-hatian.21

Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik maupun pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas bank.Sesuai dengan tanggung jawabnya, masing-masing pihak tersebut perlu mengingatkan diri dan secara bersama-sama berupaya mewujudkan bank yang sehat. Oleh karena itu, adanya ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank adalah dimaksudkan sebagai berikut:

1. Tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2. Tolak ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan bank, baik secara individual maupun perbankan secara keseluruhan.

Tingkat Kesehatan Bank sebagai ukuran pencapaian kinerja bank yang komprehensif merupakan input untuk planning ke depan. Bagi bank, tujuan penilaianTingkat Kesehatan Bank adalah memperoleh gambaran mengenai tingkat kesehatan bank sehingga dapat digunakan sebagai input bagi bank dalam       

21

Abdulkadir Muhammad,Rilda Murniati, Segi Hukum Lembaga Keuangan dan

(38)

menyusun strategi dan rencana bisnis ke depan serta memperbaiki kelemahan-kelemahan yang berpotensi menganggu kinerja bank. Bagi regulator, penilaian tingkat kesehatan bank menjadi input dalam menyusun strategi dan rencana pengawasan bank yang efektif sehingga bersama-sama dengan bank dapat menciptakan individual bank dan sistem perbankan yang sehat dan berkesinambungan.22

Jadi bank gagal adalah apabila suatu bank sudah tidak dapat lagi memenuhi kewajibannya kepada deposan maupun kreditur, maka bank tersebut dapat dikatakan bahwa sebagai bank gagal (failure bank).Jika kita mengacu pada UU Perbankan serta UU Bank Indonesia, kita tidak akan menemukan definisi bank gagal.

Definisi diatas bank gagal dapat kita temukan pada Pasal 1 angka 7 UU LPS dikatakan bank gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Lembaga Pengawas Perbankan sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya.23

Selain definisi di atas, bank gagal juga dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 9 Perpu No. 4 Tahun 2008 dikatakan bahwa “Bank gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Bank Indonesia sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya”.

      

22http://www.bankirnews.com/ diakses pada tanggal 15 Februari 2014

 

23

(39)

B. Hal-Hal Yang Menyebabkan Bank Gagal

Suatu bank dikatakan bermasalah (gagal) apabila bank mengalami suatu kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya, misalnya saja kondisi usaha bank yang semakin memburuk dengan ditandainya menurunnya permodalan, kualitas aset, likuiditas, dan lain sebagainya, hal tersebut karena kurangnya pelaksanaan yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat. Bank yang bermasalah dapat digolongkan menjadi 2 yaitu : 1. Bank yang bermasalah secara struktural, yaitu bank yang mengalami kondisi

yang sangat parah dan setiap saat dapat terancam keberlangsungannya. Karakteristik bank yang masuk ke dalam kategori ini antara lain kualitas aktiva produktif tidak sehat, mengalami rugi cukup besar serta likuidasi yang buruk. Keadaan yang seperti ini biasanya disebabkan pemilik banyak ikut campur tangan dalam pengelolaan manajemen yang dapat dilihat dari besarnya kredit yang diberikan kepada grup atau kelompok pemilik.

(40)

penyediaan modal minimum.Kategori bank seperti ini memiliki tingkat kesehatan yang kurang atau tidak sehat.24

Namun bila ada sebuah bank yang dinyatakan menjadi bank gagal dan yang dapat diselamatkan ataupun yang tidak dapat diselamatkan (ditutup), meskipun secara jernih telah dapat dilihat akar penyebabnya. Tetapi setidaknya ada dua sumber masalah yang mengakibatkan lahirnya bank gagal, yaitu :

1. Faktor internal bank. Pada bagian ini bisa saja terjadi adanya tindak kecurangan yang dilakukan pengurus bank atau pemegang saham pengendali (PSP) yang memanfaatkan tangan direksi. Atau, karena salah urus

(mismanagement). Selain itu bisa juga karena kekeliruan penetapan strategi

yang membawa konsekuensi kerugian pada bank. Bila membuka lembar hitam sejarah perbankan nasional, kehancuran banyak bank di tahun 1997, adalah karena begitu besar campur tangan pemilik bank kepada jajaran direksi.

2. Faktor eksternal yang diluar kendali manajemen bank. Faktor eksternal seperti terjadinya krisis ekonomi yang mempengaruhi makro ekonomi yang bermuara pada melemahnya kemampuan debitur memenuhi kewajibannya sehingga menjadi kredit macet. Atau bisa juga karena bencana alam seperti lumpur lapindo, Tsunami ataupun Gempa Bumi yang membuat debitur tak sanggup lagi membayar cicilan pokok dan bunga pinjaman. Kenyataan ini memaksa bank melakukan penyisihan yang menggerus struktur permodalan.25

      

24

Usman, Rachmadi. Aspek‐aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : PT Gramedia  Pustaka Utama.2001. Hal 143 

25

Maqdir Ismail, Bank Indonesia Dalam Perdebatan politik dan Hukum, Navila idea,

(41)

Selain sumber masalah di atas, ada 5 (lima) permasalahan bank yang berpotensi menyebabkan bank gagal, yaitu:

1. Bank melakukan ekspansi kredit dan pembelian surat-surat berharga secara besar-besaran tanpa menjaga cadangan likuiditas dan tidak sebanding dengan pertumbuhan sumber dana. Dampaknya apabila bank tidak dapat memenuhi penarikan likuiditas (gagal bayar kepada nasabah), maka bank menghadapi permasalahan likuiditas (illiquid) dan dapat menjadi penyebab bank gagal. 2. Bank memberikan kredit secara tidak hati-hati sehingga kredit banyak yang

macet. Jika kredit macet, maka salah satu sumber likuiditas bank yang berasal dari pembayaran dan pelunasan kredit juga terganggu. Disamping itu, karena bank harus membentuk cadangan kerugian karena kredit macet, akibatnya bank kemungkinan akan rugi dan modal bank akan bekurang. Dampaknya Kredit macet mengakibatkan bank tidak memiliki cukup dana untuk membayar sumber dana yang jatuh tempo. Apabila bank gagal bayar kepada nasabah, maka bank menghadapi permasalahan likuiditas (illiquid) dan dapat menjadi penyebab bank gagal. Namun pada saat bersamaan, apabila modal bank menjadi negatif karena menutup kerugian akibat tidak tertagihnya surat berharga yang macet, maka bank juga menghadapi masalah permodalan

(insolvent) sehingga dapat menjadi penyebab bank gagal. Bisa illiquid dan

insolvent secara bersamaan menjadi penyebab bank gagal.

3. Bank membeli surat berharga dengan kualitas rating yang buruk

(non-investment grade),sehingga pada saat jatuh tempo, penerbit surat berharga

(42)

pasar. Seperti kasus kredit diatas, likuiditas bank terganggu dan modal bank berkurang karena menutup kerugian. Dampaknya Surat berharga yang macet mengakibatkan bank tidak memiliki cukup dana untuk membayar sumber dan yang jatuh tempo. Apabila bank gagal bayar kepada nasabah, maka bank menghadapi permasalahan likuiditas (illiquid) dan dapat menjadi penyebab bank gagal. Namun pada saat bersamaan, apabila modal bank menjadi negative karena menutup kerugian akibat tidak tertagihnya kredit dan surat berharga yang macet, maka bank juga menghadapi masalah permodalan

(insolvent), sehingga dapat menjadi penyebab bank gagal. Bisa illiquid dan

insolvent secara bersamaan menjadi penyebab bank gagal.

(43)

tertagihnya kredit dan surat berharga yang macet, maka bank juga menghadapi masalah permodalan (insolvent), sehingga dapat menjadi penyebab bank gagal. Bisa illikuid dan insolvent secara bersamaan menjadi penyebab bank gagal.

5. Prinsip dasar bisnis bank adalah kepercayaan, meskipun bank telah berhati-hati dalam mengelola usahanya, tetap karena suatu kondisi tertentu yang mengakibatkan runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank, maka masyarakat yang sudah tidak percaya lagi pada bank tersebut. Hal tersebut akan dipastikan bank akan mengalami kesulitan likuiditas karena

mismatch. Karena dana yang ditanamkan bank kepada nasabah atau pihak

ketiga belum jatuh tempo, tetapi bank dipaksa harus membayar atas penarikan dana nasabahnya yang sudah tidak percaya tersebut (krisis kepercayaan). Dampaknya apabila bank telah kehabisan alat likuiditasnya namun terus menerus\ di-rust oleh nasabah, pada akhirnya bank tidak mampu lagi memenuhi penarikan likuiditas (gagal bayar kepada nasabah), maka bank menghadapi permasalahan likuiditas (illiquid) dan dapat menjadi penyebab bank gagal.26

C. Penyelesaian Bank Gagal

Dalam penanganan bank gagal lembaga yang pertama kali mengetahui terjadinya potensi bank gagal adalah Bank Indonesia, karena Bank Indonesia

       26

(44)

merupakan otoritas pengawas keuangan yang mempunyai tujuan memelihara kestabilan nilai rupiah.Undang-Undang Perbankan Pasal 37 ayat (1), Bank Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan terhadap suatu bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. Adapun tindakan dimaksud adalah:

1. Pemegang saham menambah modal.

2. Pemegang saham mengganti dewan komisaris dan/atau dewan direksi bank. 3. Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya. 4. Bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.

5. Bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambilalih seluruh kewajiban. 6. Bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada

pihak lain.

7. Bank menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban bank kepada bank lain atau pihak lain.

(45)

Sebelum memberikan bantuan kepada bank yang mengalami kesulitan yang dapat berakibat menjadi bank gagal, maka berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.6/9/PBI/2004, Bank Indonesia akan menetapkan status kesehatan bank, yaitu menjadikan bank dalam pengawasan intensif (Intensive Supervision), bank dalam pengawasan khusus (Special Surveilance), bank berdampak sistemik

Proses penanganan dan penyelesaian bank gagal diawali adanya pemberitahuan dari Lembaga Pengawas Perbankan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan. Selanjutnya dalam melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal tersebut LPS menempuh dua cara sebagai berikut: 1. Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan

penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap bank gagal dimaksud.

2. Penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

3. Penyelesaian dan penanganan bank gagal berdasarkan Undang-Undang Lembaga Penjamin Simpanan dibedakan berdasarkan kondisi masing-masing bank sebagai berikut:

(46)

sekarang bergantinama dengan Bank Mutiara, penyelamatan dapat dilakukan dalam bentuk penyertaan modal sementara kepada bank. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan, Bank Indonesia diberikan kewenangan sebagai satu-satunya lembaga yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit pada bank yang mengalami pailit (masalah).Kewenangan yang diberikan kepada Bank Indonesia ini menurut pemerintah karena berhubungan dengan tugas pengawasan dan pembinaan Bank Indonesia terhadap dunia perbankan nasional.

(47)

Upaya jangan sampai bank tersebut mengarah kepada penutupan, hal ini tentu saja harus dihindari sebagai pengawas. Dalam hal bank sebagai debitor, tidak dapat diajukan permohonan pernyataan pailit disebabkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Ketentuan yang berkaitan dengan kepailitan pada bank adalah Pasal 2 ayat (3) UU kepailitan tahun 2004 serta Pasal 9 ayat (3) UU perbankan tahun 1992, yang landasan hukum yang cukup kuat bagi bank Indonesia untuk mengajukan kepailitan bagi bank bermasalah.

1. Perlindungan hukum kreditor oleh LPS jika terjadi likuidasi ialah berdasarkan pada ketentuan Pasal 54 UU LPS yaitu hasil pencairan asset dan/ penagihan piutang didistribusikan oleh tim likuidasi dengan urutan sebagai berikut: (a) Pembayaran gaji pegawai yang terutang;

2. Pesangon pegawai;

3. Biaya perkara, biaya lelang yang terutang, dan biaya operasional kantor; 4. Biaya penyelesaian yang dilakukan oleh LPS dan atau pembayaran klaim

penjaminan yang harus dibayarkan oleh LPS; 5. Pajak Terutang;

6. Bagian simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dibayarkan penjaminanya dan simpanan dari nasabah penyimpan yang tidak dijamin; dan 7. Hak kreditor lain. Perlindungan hukum terhadap nasabah oleh Lembaga

(48)

nasabah yang layak bayar dan untuk simpanan yang tidak layak bayar atau dijamin pembayarannya melalui mekanisme likuidasi. Pada saat nasabah menyimpan dananya pada salah satu bank seketika itu terjadi hubungan hukum antara keduanya, mengenai hubungan hukum ini terdapat beberapa pendapat, namun yang bisa dijadikan acuan adalah hubungan hukum sebagaimana disebut dalam UU Pokok Perbankan, yaitu berupa hubungan hukum penitipan/penyimpanan dana.27

Dalam Pasal 1 UU Perbankan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan simpanan adalah: dana yang dipercayakaan kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro,deposito, tabungan dan atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Hubungan antara bank dengan nasabah dalam menjalankan kegiatan usahanya, menimbulkan dua sisi tanggung jawab, yaitu kewajiban yang terletak pada bank itu sendiri dan kewajiban yang menjadi beban nasabah penyimpan dana sebagai akibat hubungan hukum dengan bank. Hak dan kewajiban antara bank dengan nasabah diwujudkan dalam suatu bentuk prestasi yang telah ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah. Nasabah penyimpan dana perlu mendapatkan perlindungan hukum atas dana yang disimpannya tersebut, karena masyarakat menyimpan dananya hanya didasarkan atas kepercayaan bahwa nasabah percaya dana yang disimpan akan digunakan oleh bank sesuai dengan usaha bank dan tidak menyimpang dari maksud dan tujuan usaha bank. Pada kondisi yang demikian ini perlu ada suatu pengawasan terhadap bank tersebut agar dengan pengawasan tidak mengakibatkan timbulnya       

27

Dewi Chyntiawati, Perlindungan Hukum Terhadap Kreditor Dalam penyelesaian bank

(49)

suatu kerugian bagi nasabah. Berbeda halnya dengan hubungan hukum antar bank dan nasabah debitor yang dapat diartikan bahwa bank berkedudukan sebagai lembaga penyedia dan bagi para debitornya.berdasarkan hubungan kontraktual antara nasabah penyimpan dana dengan suatu bank dilihat dari segi aspek hukumnya bisa dikaji tentang bagaimana sifat dari hubungan ini dengan melihat asas-asas dasar sebagaimana halnya dalam hukum perjanjian.

Definisi bank gagal dapat juga ditemukan pada Pasal 1 angka 9 Perpu No. 4 tahun 2008 dikatakan bahwa “bank gagal adalah bank yang mengalami kesulitan keuangan dan membahayakan kelangsungan usahanya serta dinyatakan tidak dapat lagi disehatkan oleh Bank Indo nesia sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya”. Menurut George G. Kaufman dalam presentasinya di conference on Public Regulation of Depository Institutions, Koc University, Istanbul, Turkey,

November 1995 “A bank fails economically when the market value of its assets

declines below the market value of its liabilities, so that the market value of its

capital (net worth) becomes negative. At such times, the bank cannot expect to

pay all of its depositors in full and on time”28

Bentuk-Bentuk Penanganan Bank Gagal, dalam penanganan bank gagal lembaga yang pertama kali mengetahui terjadinya potensi bank gagal adalah Bank Indonesia, hal ini dikarenakan Bank Indonesia, merupakan otoritas pengawas keuangan yang mempunyai tujuan memelihara kestabilan nilai rupiah. Deteksi awal yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia adalah melalui mekanisme sistem

       28

(50)

pembayaran, dimana bank yang berpotensi menjadi bank gagal akan mengalami kesulitan keuangan.

Apabila tindakan-tindakan diatas belum cukup untuk menghadapi kesulitan yang dihadapi bank maka berdasarkan penilaian Bank Indonesia dianggap keadaan bank tersebut dapat membahayakan sistem perbankan, pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi

Jika RUPS tidak diselenggarakan oleh direksi bank sebagaimana yang diperintahkan oleh Bank Indonesia, maka pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bank gagal yang menurut penilaian Bank Indonesia dapat membahayakan perkekonomian nasional, maka atas permintaan Bank Indonesia, pemerintah setelah berkonsultasi kepada DPR RI dapat membentuk suatu badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan perbankan.Hal ini, termanatkan dalam Pasal 37 ayat (2) Undang-Undang Perbankan. Bank Indonesia dalam penyelesaian krisis perbankan mempunyai peran sebagai The Lender of the Last

Resort. Dimana bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akan memohon

(51)

1. Bank Indonesia dapat meberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah untuk jangka waktu paling lama 90 hari kepada bank untuk mengatasi kesulitan pendanaan jangka pendek bank yang bersangkutan.

2. Pelaksanaan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dijamin oleh bank penerima dengan agunan yang berkualitas tinggi yang nilainya minimal sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diterimanya.

3. Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan keuangan yang berdampak sistemik, dan berpotensi mengakibatkan krisis yang membahayakan sistem keuangan, Bank Indonesia dapat memberikan fasilitas pembiayaan darurat yang pendanaannya mejadi beban pemerintah.

Suatu bank akan dimasukkan sebagai bank dalam pengawasan intensif apabila bank dimaksud memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut:

1. Memiliki predikat kurang sehat atau tidak sehat dalam penilaian tingkat kesehatan bank.

2. Memiliki permasalahan actual dan/atau potensial dibidang likuiditas, profitabilitas, solvabilitas berdasarkan penilaian terhadap nilai keseluruhan resiko.

(52)

4. Terdapat pelanggaran posisi devisa netto (PDN) dan menurut penilaian Bank Indonesia, langkah penyelesaian yang diusulkan bank dinilai tidak dapat diterima atau tidak mungkin dicapai.

5. Memiliki rasio giro wajib minimum (GWM) dalam rupiah lebih besar dari 5% namun bank dinilai mengalami permasalahan likuiditas yang mendasar. 6. Dinilai memiliki permasalahan profitabilitas yang mendasar.

7. Memiliki kredit bermasalah (Non-perfoming Loan) secara netto lebih besar dari 5% dari total kredit.

Terhadap bank dengan status bank dalam penanganan intensif, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Meminta bank melaporkan hal-hal tertentu kepada Bank Indonesia.

2. Melakukan Peningkatan frekuensi pengkinian dan penilaian rencana kerja

(Bussines Plan) dengan penyes uaian terhadap sasaran yang akan dicapai.

3. Meminta bank untuk menyusun rencana tindakan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

4. Menempatkan Pengawas dan/atau pemeriksan Bank Indonesia pada bank apabila diperlukan.

Sedangkan suatu bank dapat dikelompokkan sebagai bank dalam pengawasan khusus menurut PBI No. 7/38/PBI/2005,apabila memenuhi satu atau lebih kriteria sebagai berikut:

(53)

2. Memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum lebih dari 6% (enam perseratus) dan kurang dari 8% (delapan perseratus) dan tidak mengajukan rencana perbaikan permodalan;

3. Memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum lebih dari 6% (enam perseratus) dan kurang dari 8% (delapan perseratus) dan tidak melaksanakan rencana perbaikan permodalan;

4. Memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum lebih dari 6% (enam perseratus) dan kurang dari 8% (delapan perseratus) dan Bank Indonesia tidak menyetujui revisi rencana perbaikan permodalan; dan atau diberikan perpanjangan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).

Bank dengan status dalam pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:

1. Memerintahkan bank atau pemegang saham bank untuk mengajukan rencana perbaikan modal secara tertulis kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 hari sejak diterimanya surat pemberitahuan dari Bank Indonesia yang menyatakan rasio kewajiban penyediaan modal minimum kurang dari 8%. 2. Memerintahkan Bank untuk memenuhi kewajiban melaksanakan tindakan

perbaikan segera setelah diterimanya surat pemberitahuan dariBank Indonesia yang menyatakan rasio kewajiban penyediaan modal minimum mencapai sama dengan atau kurang dari 6%.

3. Dapat memerintahkan bank dan atau pemegang saham bank untuk melakukan tindakan:

(54)

b. Menghapus bukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang tergolong macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modal bank.

c. Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain.

d. Menjual bank kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban bank.

e. Menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain.

f. Menjual sebagian atau seluruh harta dan/atau kewajiban kepada bank atau pihak lain.

g. Membekukan kegiatan usaha tertentu bank.

Khusus bagi bank yang memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum lebih dari 6% dan kurang dari 8%, selain memenuhi ketentuan tersebut diatas diwajibkan pula melakukan tindakan perbaikan yang diperintahkan oleh Bank Indonesia yang meliputi:

1. Bank dilarang melakukan pembayaran distribusi modal.

2. Bank dilarang melakukan transaksi dengan pihak terkait dan/atau pihak-pihak lain yang ditetapkan Bank Indonesia, kecuali telah memperoleh persetujuan Bank Indonesia.

3. Bank dikenakan pembatasan untuk melaksanakan rencana ekspansi usaha atau kegiatan baru yang sebelumnya tidak dilakukan.

(55)

pihak terkait yang terjadi satu tahun sebelum kondisi bank memiliki rasio kewajiban penyediaan modal minimum dibawah 8%.

5. Bank dilarang melakukan pembayaran terhadap pinjaman sub-ordinasi.

6. Bank wajib melaporkan setiap perubahan kepemilikan saham dengan jumlah kurang dari 10%.

7. Bank dilarang melakukan perubahan kepemilikan dari :

a. Pemegang saham yang memiliki saham sama atau lebih dari 10%, atau b. Kelompok pemegang saham yang terkait atau pemegang saham yang

bertindak atas nama pemegang saham lain (share holder acting in

concert) dengan kepemilikan sama atau lebih dari 10%.

Dalam rangka memantau pemenuhan action plan yang dilakukan oleh bank dalam pengawasan khusus, Bank Indonesia dapat menempatkan pengawasan dan atau pemeriksa Bank Indonesia pada bank (On-site supervisory presence). Pada bank gagal berdampak sistemik, pada prinsipnya adalah bank yang ditempatkan dalam pengawasan khusus namun ditengarai berdampak sistemik sehingga Bank Indonesia harus melaporkan kepada komite koordinasi ( Komite yang beranggotakan Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan LPS). Berdasarkan Pasal 11 PBI No. 7/38/PBI/2005, Bank dikelompokkan sebagai bank berdampak sistemik apabila:

(56)

2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terlampaui, rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8% (delapan perseratus) dan kondisi Bank tidak mengalami perbaikan; atau

3. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 belum terlampaui namun jangka waktu fasilitas pembiayaan darurat yang diterima oleh Bank telah jatuh tempo dan tidak dapat dilunasi.

Mengenai jangka waktu dalam Pasal 8 PBI No. 6/ 9 /PBI/2004 adalah mengenai jangka waktu pencapaian rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan atau Giro Wajib Minimum, yaitu :

1. Selambat-lambatnya 6 (enam) bulan untuk Bank yang telah terdaftar di pasar modal;

2. Selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan untuk Bank yang tidak terdaftar di pasar modal atau kantor cabang bank asing, sejak tanggal dikeluarkannya perintah tertulis dari Bank Indonesia;

3. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.

Dalam hal penanganan Bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik, Bank Indonesia akan meminta Komite Koordinasi untuk melaksanakan rapat guna memutuskan langkah-langkah penanganan Bank dimaksud. Dalam hal Bank yang ditempatkan dalam pengawasan khusus yang tidak berdampak sistemik, Maka berdasarkan Pasal 13 PBI No. No. 7/38/PBI/2005, kriterianya adalah:

(57)

a. Memiliki rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 2% (dua perseratus) dan dinilai tidak dapat ditingkatkan menjadi 8% (delapan perseratus); atau

b. Memiliki rasio Giro Wajib Minimum dalam rupiah kurang dari 0% (nol perseratus) dan tidak dapat diselesaikan sesuai peraturan yang berlaku; atau

2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terlampaui, rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum kurang dari 8% (delapan perseratus) dan kondisi Bank tidak mengalami perbaikan, Terkait proses penanganan Bank gagal yang tidak berdampak sistemik, Bank Indonesia kemudian akan memberitahukan kepada Lembaga Penjamin Simpanan dan meminta keputusan Lembaga Penjamin Simpanan untuk melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank yang bersangkutan. Kemudian dalam hal Lembaga Penjamin Simpanan memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan terhadap Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Bank Indonesiamelakukan pencabutan izin usaha Bank yang bersangkutan setelah memperoleh pemberitahuan dari Lembaga Penjamin Simpanan.

(58)

rangka memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS mempunyai tugas berdasarkan Pasal 5 ayat 2 UU LPS adalah :

1. Merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara sistem perbankan.

2. Merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik.

3. Melaksanakan penanganan bank gagal yang berdampak sistemik.

Lembaga penjamin simpanan dalam melakukan tugasnya terkait penyelesaian dan penanganan bank gagal berdasarkan Pasal 6 ayat 2 UU LPS memiliki kewenangan sebagai berikut:

1. Mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS;

2. Menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang diselamatkan;

3. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan

4. Menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.

(59)

konkret setelah Komite Koordinasi menetapkan suatu bank menjadi bank gagal berdampak sistemik atau bank gagal tidak berdampak sistemik dan menyerahkannya kepada LPS. Lembaga penjamin simpanan (LPS) berdasarkan Pasal 22 UU LPS dalam penyelesaian atau penanganan bank gagal adalah dengan cara:

1. Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap bank gagal dimaksud;

2. Penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan melakukan penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

(60)

1. Perkiraan biaya penyelamatan secara signifikan lebih rendah dari perkiraan biaya tidak melakukan penyelamatan bank dimaksud;

2. Setelah diselamatkan, bank masih menunjukkan prospek usaha yang baik; 3. Ada pernyataan dari RUPS bank yang sekurang-kurangnya memuat

kesediaan untuk:

a. Menyerahkan hak dan wewenang RUPS kepada LPS; b. Menyerahkan kepengurusan bank kepada LPS; dan

c. Tidak menuntut LPS atau pihak yang ditunjuk LPS apabila proses penyelamatan tidak berhasil, sepanjang LPS atau pihak yang ditunjuk LPS melakukan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan

4. Bank menyerahkan kepada LPS dokumen mengenai: a. Penggunaan fasilitas pendanaan dari Bank Indonesia; b. Data keuangan Nasabah Debitur;

c. Struktur permodalan dan susunan pemegang saham 3 (tiga) tahun terakhir; dan

d. Informasi lainnya yang terkait dengan aset, kewajiban termasuk permodalan bank, yang dibutuhkan oleh LPS.

Setelah persyaratan sebagaimana yang diatur dalam 24 UU LPS terpenuhi. Dan RUPS telah menyerahkan hak dan wewenangnya kepada LPS, maka LPS berdasarkan Pasal 26 UU LPS dapat melakukan tindakan-tindakan, :

(61)

2. Melakukan penyertaan modal sementara;

3. Menjual atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan Nasabah Debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan Nasabah Kreditur;

4. Mengalihkan manajemen bank kepada pihak lain; 5. Melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain; 6. Melakukan pengalihan kepemilikan bank; dan

7. Meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau mengubah kontrak bank yang mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut LPS merugikan bank.

Dana dalam rangka penyelamatan bank yang dikeluarkan oleh LPS menjadi penyertaa

Referensi

Dokumen terkait

Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib dilaksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus

Penelitian ini secara umum dimaksudkan untuk membuat sebuah komparasi atau perbandingan yang diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu referensi bagi para pengguna

8 KARAKTERISTIK MEDIA KOMUNIKASI UNTUK STAKEHOLDER DI PLAZA AMBARRUKMO YOGYAKARTA B 23 Januari 2014 12:00 wib IKE DEVI SULISTYANINGT - IKE DEVI G ARUM SETIO BUDI Anton

[r]

Hasil penelitian ini berupa aplikasi Sistem Pakar Untuk Mendiagnosa Hama dan Penyakit Tanaman Padi Menggunakan Teorema Bayes yang dapat menentukan Hama dan

Kecenderungan dari data tersebut mengindikasikan bahwa efektivitas penerapan diversi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum di tingkat penyidikan pada Kepolisian

Rancangan pada aplikasi penjualan untuk pasat tradisional Pandaan adalah dengan menggunakan android sebagai media untuk memilih item pada minimarket tersebut, lalu untuk

Sehingga penulis mampu memecahkan masalah yang ada di Toko Cahaya, Studi Pustaka : digunakan untuk mengumpulkan data dari penelitian terdahulu, pembelajaran dari berbagai