• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.4 Pelaksanaan Percobaan di Lapang .1 Persiapan Lahan

Persiapan lahan dilakukan dengan pencangkulan dan penggarpuan tanah agar tanah menjadi gembur dan dibuat petakan-petakan masing-masing seluas 2 x

10 m2 sebanyak 15 petak sesuai jumlah satuan percobaan yang dibutuhkan. Perlakuan T1 dibuat teras gulud. T2 dibuat teras gulud bersaluran resapan biopori yang diisi dengan jerami padi sebanyak 4 ton bahan kering per hektar untuk musim tanam jagung dan biomassa jagung untuk musim tanam padi gogo. Perlakuan T3 dibuat teras dengan LRB di dasar saluran dengan jarak antar lubang 1 m. T4 dibuat teras gulud yang salurannya diisi mulsa vertikal sebanyak 4 ton jerami padi kering per hektar untuk musim tanam jagung dan biomassa jagung untuk musim tanam padi gogo dan salurannya dibuat LRB, dengan jarak antar lubang 1 m.

3.4.2 Penanaman

Benih jagung hibrida (Zea mays) untuk musim tanam pertama dan padi gogo (Oryza sativa) varietas Situ Bagendit untuk musim tanam kedua, ditanam dengan metode baris ganda. Jarak tanam jagung dan padi gogo 20 cm x 20 cm dalam baris ganda dan jarak antar baris ganda masing-masing 60 cm dan 40 cm. Benih dimasukkan ke dalam lubang tanam yang telah dibuat dengan menggunakan tugal sebanyak 1 biji per lubang untuk jagung dan 3 biji per lubang untuk padi gogo.

3.4.3 Pemupukan

Pupuk dasar diberikan dengan cara ditaburkan pada alur yang dibuat di tengah baris ganda sedalam 5 cm, kemudian ditutup dengan tanah. Dosis pupuk Urea adalah 100 kg/ha, SP-18 200 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan Dolomit 2 ton/ha diberikan 2 hari sebelum tanam. Pupuk Urea, SP-18 dan KCl dengan dosis yang sama diberikan kembali pada saat tanaman berumur 6 Minggu Setelah Tanam (MST).

3.4.4 Pemeliharaan dan Pengamatan

Pemeliharaan tanaman yang dilakukan antara lain pembumbunan yang dilakukan pada saat pemupukan kedua. Penyiangan gulma dilakukan untuk

menghindari persaingan dengan tanaman utama. Pemberantasan hama dengan insektisida Decis dan Baycarp pada saat terjadi gejala dan serangan serangga. Pengamatan variabel produksi untuk tanaman jagung meliputi bobot pipilan dan biomassa kering. Pengamatan variabel produksi untuk tanaman padi gogo meliputi bobot gabah dan jerami kering.

3.4.5 Panen

Panen dilakukan apabila klobot tongkol jagung telah menguning dan kering untuk tanaman jagung. Panen dilakukan apabila bulir padi telah menguning atau pada saat tanaman sudah berumur 110 sampai dengan 120 hari untuk tanaman padi gogo. Kegiatan pasca panen yang dilakukan adalah penimbangan tongkol buah dengan klobot, tongkol tanpa klobot, pengeringan dan pemipilan biji dari klobot, pengeringan sampel dengan oven bersuhu 650C selama 5 s/d 6 hari untuk mengetahui berat kering gabah dan jerami.

3.5 Parameter yang Diamati 3.5.1 Karakteristik Tanah

Contoh tanah untuk analisis sifat fisik dan kimia diambil pada awal dan akhir penelitian. Contoh tanah komposit diambil dari 3 lokasi mewakili bagian hulu, tengah, dan hilir pada setiap petak yang berbeda dengan kedalaman 0 - 20 cm. Analisis sifat kimia tanah meliputi C-Organik, N total, P-tersedia, kation-dapat dipertukarkan (K, Ca, Mg, Na). Pengambilan contoh tanah utuh diambil dari 3 lokasi mewakili hulu, tengah, dan hilir pada setiap petakan untuk analisis sifar fisik. Analisis sifat fisik tanah meliputi bobot isi, porositas dan kadar air tanah.

3.5.2 Aliran permukaan dan Erosi Tanah

Aliran permukaan dan erosi tanah diukur setiap hari hujan dengan mengukur jumlah aliran permukaan dan erosi yang tertampung dalam bak penampungan. Kehilangan unsur hara terbawa aliran permukaan dan erosi diukur

melalui pengambilan sampel aliran permukaan dan erosi pada beberapa kejadian hujan. Sedimen yang dapat diselamatkan diukur dengan menimbang sedimen yang tertampung dalam saluran dan lubang resapan biopori, sedimen dikosongkan dari saluran sampai dasar saluran semula. Data aliran permukaan, erosi, dan sedimen dijumlahkan sebanyak terjadinya aliran permukaan dan erosi untuk masing-masing musim tanam dan dikonversikan menjadi ton/ha. Tabel 1 menyajikan jenis analisis dan metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan unsur hara yang terdapat pada aliran permukaan dan erosi.

Tabel 1. Jenis dan Metode Analisis Aliran Permukaan dan Erosi

Parameter Jenis Analisis Metode Analisis Pengestrak

Aliran Permukaan Nitrat AAS H2SO4

K, Ca, Mg, Na AAS NH4OAc pH 7

Erosi

C-Organik Walkey-Black K2Cr2O7 N

N-Total Micro-Kjeldhal H2SO4

P-Tersedia Bray-1 Bray-1

KTK Destilasi NH4OAc pH 7

K, Ca, Mg, Na NH4OAc pH 7 NH4OAc pH 7

3.5.3 Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Untuk pengamatan pertumbuhan dan produksi tanaman, tiap petak percobaan dipilih secara acak 9 tanaman contoh. Pengamatan pada tanman meliputi

1. Tinggi Tanaman

Pengamatan dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari pangkal hingga titik tumbuh. Dilakukan pada 3 sampai dengan 11 MST.

2. Jumlah Anakan

Pengamatan dilakukan bersamaan dengan pengamatan tinggi tanaman untuk tanman padi gogo

3. Biomassa Tanaman

Pengamatan biomassa tanaman dilakukan dengan menimbang berat seluruh tanaman padi dan jugung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Aliran Permukaan dan Erosi

Aliran permukaan dan erosi selama musim tanam jagung dan padi gogo pada masing-masing perlakuan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Aliran Permukaan (m3/ha) dan Erosi (ton/ha) Selama Satu Musim Tanam Jagung dan Padi Gogo

Perlakuan Musim Tanam Jagung Musim Tanam Padi Aliran Permukaan Erosi Aliran Permukaan Erosi

T0 193,27A* 1,37A* 423,09A* 24,17A*

T1 0B 0B 0B 0B T2 0B 0B 0B 0B T3 0B 0B 0B 0B T4 0B 0B 0B 0B BNT α 5% 7,45 1,36 69,09 1,73 BNT α 1% 10,85 1,97 100,52 2,51

*) Angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam setiap perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf α 1% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan T1, T2, T3, dan T4 sangat nyata menurunkan jumlah aliran permukaan dari 193,27 m3/ha pada musim tanam jagung dan 423,09 m3/ha pada musim tanam padi gogo menjadi 0 ton/ha terhadap T0. Aliran permukaan yang terjadi pada perlakuan T1, T2, T3, dan T4 tertampung pada setiap saluran. Air aliran permukaan yang tertampung dapat diserap dengan baik, sehingga tidak ada aliran permukaan yang keluar dari petak perlakuan T1, T2, T3, dan T4. Hasil analisis sidik ragam aliran permukaan musim tanam jagung dan padi gogo dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1 dan Tabel Lampiran 3.

Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada erosi yang keluar dari petak perlakuan teras gulud selama musim tanam jagung dan padi gogo. Sedimen yang terbawa aliran permukaan semua mengendap pada setiap saluran T1, T2, T3, dan T4, sehingga tidak ada yang hilang keluar dari petak pertanaman. Hasil analisis

sidik ragam erosi musim tanam jagung dan padi gogo dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2 dan Tabel Lampiran 4.

Unsur hara (kg/ha) yang terangkut oleh aliran permukaan dan erosi selama musim tanam jagung dan padi gogo disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Unsur Hara (kg/ha) yang Terangkut Aliran Permukaan dan Erosi pada Petakan T0

Unsur Hara Musim Tanam Jagung Musim Tanam Padi Gogo Aliran Permukaan Erosi Aliran Permukaan Erosi

C - 51,64 - 471,73 N 23,49 2,55 51,42 35,85 P - 0,02 - 0,26 K 0,48 0,07 1,06 0,89 Ca 6,48 0,16 14,19 5,72 Mg 0,71 0,30 1,56 5,72 Na 0,31 0,04 0,67 0,68

-) Unsur hara yang tidak diukur jumlahnya

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kehilangan unsur hara N dan Ca melalui aliran permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan unsur hara lain untuk masing-masing musim tanam. Hal ini terjadi karena perbedaan tingkat kelarutan pada masing-masing unsur hara. Tingkat kelarutan tinggi yang dimiliki oleh unsur hara N dan Ca yang menyebabkan jumlah kehilangan unsur hara tersebut lebih tinggi dibandingkan unsur hara lain. Jumlah kehilangan unsur hara melalui aliran permukaan pada musim tanam jagung lebih kecil dibandingkan musim tanam padi gogo. Hal ini terjadi karena jumlah aliran permukaan yang keluar dari petakan T0 (Tabel 2) pada musim tanam jagung lebih kecil dibandingkan pada musim tanam padi gogo, sehingga kehilangan unsur haranya lebih sedikit.

Kehilangan unsur hara C melalui erosi merupakan kehilangan terbesar diikuti oleh unsur hara N untuk masing-masing musim tanam. Tingginya kehilangan unsur hara C disebabkan karena kandungan C dalam tanah lebih banyak dan sebagian besar bahan organik terakumulasi di lapisan atas. Bahan organik yang terdiri dari bangkai binatang maupun mikro organisme yang telah

mati dan dekomposisi sisa-sisa tanaman banyak mengandung unsur hara C. Selain sifat mobil yang dimiliki unsur hara N ketersediaanya di dalam tanah cukup tinggi pada lapisan atas tanah. Tingginya kehilangan N juga berasal dari pupuk urea yang ditambahkan yang diduga terangkut oleh erosi. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa kehilangan unsur hara melalui erosi pada musim tanam jagung lebih kecil dibandingkan pada musim tanam padi gogo. Hal ini terjadi karena jumlah erosi yang terjadi pada musim tanam jagung (Tabel 2) lebih kecil daripada padi gogo, sehingga jumlah kehilangan unsur haranya juga kecil.

Jumlah sedimen yang tertampung pada setiap saluran yang dikembalikan ke dalam petakan untuk musim tanam jagung dan padi gogo dengan tingkat kemiringan lereng 15 % disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Sedimen (ton/ha) yang Dikembalikan ke Petakan pada Setiap Musim Tanam Jagung dan Padi Gogo

Perlakuan Musim Tanam Jagung Musim Tanam Padi

T0 0Cc* 0D* T1 9,2ABb 29,9B T2 12,9Aa 34,4B T3 11,3Aa 49,2A T4 13,8Aa 45,4A BNT α 5% 3,07 9,98 BNT α 1% 4,46 14,52

*) Angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam setiap faktor perlakuan menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf 1% dan angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Uji BNT pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan T1, T2, T3, dan T4 sangat nyata meniadakan erosi dan sangat nyata dalam hal menampung sedimen yang terangkut oleh aliran permukaan terhadap T0 untuk setiap musim tanam. Pada musim tanam jagung ada perbedaan nyata antara perlakuan T1 dan T2. Adanya mulsa vertikal pada SPB (T2) diduga mampu meningkatkan kemampuan tanah untuk meresapkan air, sehingga partikel tanah seluruhnya tertampung dan tidak terbawa keluar lagi dari saluran. Mulsa vertikal yang ada pada SPB juga ikut ditimbang pada akhir penelitian, sehingga menambah jumlah sedimen yang tertampung pada saluran. Penambahan daya tampung sedimen disamping

peningkatan daya resap tanah oleh kombinasi SPB dan LRB (T4) yang menyebabkan jumlah sedimen yang dapat dikembalikan paling banyak.

Pada musim padi gogo terjadi perbedaan sangat nyata antara perlakuan T1 dan T2 dengan perlakuan T3 dan T4. Penambahan biomassa jagung pada SPB pada perlakuan T2 yang lebih dari 4 ton bahan kering per hektar (Tabel 11) memenuhi seluruh saluran. Hal ini diduga menyebabkan pengurangan daya tampung sedimen karena saluran cepat terisi penuh. Saluran teras gulud (T1) walupun tidak terisi oleh biomassa jagung tetapi jumlah sedimen yang dikembalikan paling kecil. Hal ini diduga terjadi karena aliran permukaan yang mengangkut partikel tanah yang sudah tertampung kembali keluar dari saluran yang belum sempat meresapkannya ke dalam tanah. LRB pada T3 memiliki jumlah sedimen yang dapat dikembalikan terbanyak. Hal ini diduga karena seluruh biomassa jagung (Tabel 11) dimasukkan ke dalam LRB, sehingga salurannya kosong. Kosongnya saluran pada T3 dan meningkatnya daya resap tanah oleh bantuan LRB menyebabkan daya tampungnya lebih besar jika dibandingkan dengan perlakuan lain. Kombinasi SPB dan LRB pada T4 yang saluran dan lubangnya diberi biomassa jagung, menyebabkan daya tampung sedimennya lebih kecil jika dibandingkan dengan T3. Penurunan daya tampung saluran walupun tidak ada air yang kembali keluar saluran yang menyebabkan jumlah sedimennya lebih kecil jika dibandingkan dengan T3.

Jumlah sedimen yang dikembalikan ke petakan pada musim tanam padi gogo lebih banyak dibandingkan musim tanam jagung. Hal ini terjadi karena curah hujan yang terjadi pada musim tanam padi gogo lebih banyak dibandingkan musim tanam jagung (Tabel Lampiran 17 dan Tabel Lampiran 18), sehingga lebih banyak sedimen yang tertampung dan mengendap pada saluran. Hasil analisis sidik ragam jumlah sedimen yang dikembalikan ke petakan untuk musim tanam jagun dan padi gogo dapat dilihat pada Tabel Lampiran 5 dan Tabel Lampiran 6.

Banyaknya unsur hara yang terselamatkan selama musim tanam jagung dan padi gogo disajikan pada Tabel 5. Unsur hara yang terselamatkan merupakan

unsur hara yang tidak terbawa keluar petakan oleh aliran permukaan dan erosi, tetapi tertampung dalam saluran bersama sedimen. Unsur hara dikatakan dapat terselamatkan karena pada akhir musim tanam jagung dan padi gogo sedimen yang tertampung dalam saluran tersebut dikembalikan ke petakan.

Tabel 5. Unsur Hara (kg/ha) Terselamatkan Bersama Sedimen

Perlakuan

Musim Tanam Jagung Musim Tanam Padi Gogo

C N P K Ca C N P K Ca

T0 0 E* 0 E* 0 Cc* 0 D* 0 B* 0 E* 0 Cd* 0C* 0C* 0b* T1 355.53D 13.33D 0.10Bb 0.54BC 1.60A 565.19D 48.37Bc 0.31Bb 1.17B 10.27a T2 776.82C 20.50C 0.13ABb 0.76AB 2.37A 655.55C 61.09Bb 0.37Ba 1.51A 12.61a T3 453.70B 21.11B 0.13ABb 0.62B 2.04A 1021.03B 82.76Aa 0.50A 1.77A 13.11a T4 671.84A 35.41A 0.19Aa 0.86A 2.39A 878.01A 84.75Aa 0.53A 1.66A 14.83a BNT α 5% 57,63 0,51 0,06 0,15 1,63 49,72 8,80 0,05 0,27 11,38 BNT α 1% 83,85 0,75 0,08 0,22 2,37 72,34 12,80 0,07 0,39 16,56 *) Angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam setiap faktor perlakuan menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf 1% dan angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Uji BNT pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan T1, T2, T3, dan T4 sangat nyata meningkatkan jumlah unsur hara terselamatkan terhadap T0. Unsur hara yang dapat diselamatkan pada setiap perlakuan untuk masing-masing musim tanam berada pada urutan terbanyak yaitu C dan N. Tingginya jumlah unsur hara C terselamatkan pada perlakuan T1, T2, T3, dan T4 dikarenakan tingginya kandungan C dalam tanah yang terangkut bersama sedimen yang mengendap dalam saluran. Adanya penambahan mulsa vertikal pada perlakuan T2, T3, dan T4 yang banyak mengadung C, menyebabkan jumlah C terselamatkan lebih banyak dibandingkan perlakuan T1 pada setiap musim tanam.

Kandungan N dalam tanah lapisan atas cukup tinggi. Sedimen yang mengendap dalam saluran merupakan bagian tanah lapisan atas yang tererosi. Hal ini menyebabkan banyaknya kandungan N di dalam sedimen. Penambahan mulsa vertikal pada perlakuan T2, T3, dan T4 yang menyebabkan jumlah N yang terselamatkan bersama sedimen lebih tinggi dibandingkan perlakuan T1. Adanya

penambahan mulsa vertikal dan pupuk urea menyebabkan kandungan N tinggi pada sedimen.

Jumlah unsur hara yang terselamatkan bersama sedimen pada musim tanam padi gogo lebih banyak dibandingkan musim tanam jagung. Hal ini dikarenakan jumlah sedimen terselamatkan pada musim tanam padi gogo (Tabel 4) lebih banyak dibandingkan musim tanam jagung. Tingginya curah hujan pada musim tanam padi gogo menyebabkan lebih banyak unsur hara yang terangkut oleh aliran permukaan dan erosi yang mengendap dalam saluran (Tabel Lampiran 17 dan Tabel Lampiran 18). Hasil analisis sidik ragam unsur hara terselamatkan bersama sedimen dapat dilihat pada Tabel Lampiran 7 sampai dengan Tabel Lampiran 16.

4.2 Karakteristik Tanah

Data hasil analisis bobot isi dan porositas tanah awal serta akhir penelitian disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Sifat Fisik di Laboratorium

Perlakuan Bobot Isi (g/cm

3

) Porositas (%)

Awal Akhir Awal Akhir T0 0,94 a* 0,92 a* 64,62 a* 65,37 a* T1 0,91 a 0,90 a 63,60 a 65,98 a T2 0,99 a 0,97 a 62,76 a 63,52 a T3 0,98 a 0,94 a 62,98 a 64,49 a T4 0,99 a 0,87 a 62,76 a 67,28 a BNT α5% 0,07 0,11 1,27 4,78

*) Angka yang diikuti huruf kecil dalam setiap perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata pada taraf α 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Uji BNT pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan T1, T2, T3, dan T4 tidak berpengaruh nyata terhadap penurunan bobot isi dan peningkatan porositas serta kadar air tanah pada awal dan akhir penelitian. Perlakuan T4 adalah perlakuan yang laju penurunan bobot isi dan laju peningkatan porositas tanahnya paling besar. Hal ini diduga terjadi karena penambahan bahan organik (Tabel 5) pada T4 lebih besar. Hal ini didukung dengan aktifitas perakaran yang dapat

dilihat dari pertumbuhan tanaman (Tabel 10) dan produksi Tanaman (Tabel 11) yang menunjukkan tanaman pada T4 pertumbuhannya lebih optimal dari pada perlakuan lainnya.

Data Hasil analisis kadar pori drainase cepat, pori drainase lambat, dan air tersedia Tabel 7.

Tabel 7. Pori Drainase Cepat, Pori Drainase Lambat, dan Air Tersedia (% Volume)

Perlakuan Pori Drainase Cepat Pori Drainase Lambat Air Tersedia T0 8,46 a* 3,04 a* 8,30 a* T1 8,46 a 3,04 a 8,30 a T2 7,39 a 3,06 a 8,97 a T3 7,39 a 3,05 a 8,98 a T4 7,38 a 3,06 a 8,97 a BNT α 5 % 1,57 0,03 1,07

*) Angka yang diikuti huruf kecil dalam setiap perlakuan pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan tidak nyata pada taraf α 5% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

Uji BNT pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan T1, T2, T3, dan T4 tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah pori drainase dan air tersedia. Pengaruh pemberian mulsa vertikal dapat dilihat pada perlakuan T2, T3, dan T4. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya kadar air tersedia jika dibandingkan dengan perlakuan T1. Hal ini diduga karena selain adanya peningkatan porositas tanah (Tabel 6) juga dipengaruhi oleh penurunan pori drainase cepat. Penurunan pori drainase cepat ini berarti mengindikasikan kadar pori-pori mikro pada perlakuan T2, T3, dan T4 lebih banyak. Perlakuan T1 memliki kadar air tersedia sama dengan perlakuan T0. Hal ini diduga terjadi karena jumlah pori drainase cepat dan lambatnya sama dengan perlakuan T0, walaupun porositas tanah akhirnya (Tabel 6) sedikit lebih besar daripada T0. Hal ini diduga bahwa jumlah pori-pori mikro pada perlakuan T1 sama dengan perlakuan T0. Secara umum pemberian mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap kondisi fisik tanah. Hal ini sejalan dengan penelitian Hutajulu (1991) yang menunjukkan bahwa secara umum tindakan konservasi berupa pemberian bahan organik dan mulsa vertikal tidak berpengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah.

Data yang disajikan dalam Tabel 8 berdasarkan uji BNT menunjukkan bahwa kadar unsur hara untuk setiap petakan perlakuan pada saat awal penelitian tidak berbeda nyata. Data ini mengindikasikan tingkat kesuburan tanah awal pada saat awal penelitian tidak berbeda. Hasil analisis sifat kimia tanah pada saat akhir penelitian yang disajikan dalam Tabel 9 berdasarkan uji BNT juga menunjukkan bahwa kadar unsur hara untuk setiap petakan perlakuan tidak berbeda nyata. Data ini menunjukkan bahwa semua petakan penelitian memiliki tingkat kesuburan yang sama diakhir penelitian. Hasil analisis sidik ragam sifat kimia tanah awal dan akhir penelitian dapat dilihat pada Tabel Lampiran 23 sampai dengan Tabel Lampiran 44.

4.3 Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Dokumen terkait