• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Putusan Maisir di Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe

PELAKSANAAN PUTUSAN MAISIR DI MAHKAMAH SYAR’IYAH LHOKSEUMAWE

C. Pelaksanaan Putusan Maisir di Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe

Menurut Mardjono Reksodiputro, sistem peradilan pidana merupakan sistem dalam suatu masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan, bertujuan mengendalikan kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi dan menyelesaikan keluhan masyarakat yang menjadi korban kejahatan dengan mengajukan pelaku kejahatan ke sidang pengadilan untuk diputuskan bersalah serta mendapat pidana. Mencegah terjadi korban kejahatan serta mencegah pelaku mengulangi kejahatan.120 Sistem peradilan pidana mempunyai komponen-komponen, yaitu: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan yang diharapkan dapat bekerja secara integratif sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dalam mekanisme peradilan pidana. Namun di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terdapat pengecualian terhadap sub sistem atau komponen-komponen dari sistem peradilan ____________________

119 Ibid. 120

Mardjono Reksodipoetro, Hak Asasi Manusia dalam Sistem Peradilan Pidana,

Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1997, hal. 84.

pidana (criminal justice system) yang berlaku, dimana lembaga pemasyarakatan tidak termasuk sub sistem peradilan pidana khusus untuk jarimah maisir (perjudian) karena hukuman yang dijatuhkan adalah hukuman cambuk.

Adapun sistem peradilan pidana (criminal justice system) yang berlaku dalam qanun jinayah di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah:

a. Dinas Syari’at Islam

Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 33 Tahun 2001 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja dinas Syari’at menyatakan bahwa dinas Syari’at Islam merupakan perangkat daerah sebagai unsur pelaksana Syari’at Islam di lingkungan Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam yang kedudukannya berada di bawah gubernur. Dinas ini dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah. Dinas Syariat Islam mempunyai fungsi:

1) Sebagai pelaksana tugas yang berhubungan dengan perencanaan, penyiapan qanun yang berhubungan dengan pelaksanaan Syari’at Islam serta mendokumentasikan dan menyebarluaskan hasil-hasilnya;

2) Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan penyiapan dan pembinaan sumber daya manusia yang berhubungan dengan pelaksanaan Syari’at Islam;

3) Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan kelancaran dan ketertiban pelaksanaan peribadatan dan penataan sarananya serta penyemarakan syi’ar Islam; 4) Pelaksanaan tugas yang berhubungan dengan bimbingan dan pengawasan terhadap

5) Pelaksanaan tugas yang berhubungan bimbingan dan penyuluhan Syari’at Islam. Dinas syari’at Islam dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud di atas mempunyai kewenangan:

a) Merencanakan program penelitian dan pengembangan unsur-unsur Syari’at Islam. b) Melestarikan nilai-nilai Islam.

c) Mengembangkan dan membimbing pelaksanaan Syari’at Islam yang meliputi bidang-bidang aqidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, pendidikan dan dakwah Islamiyah, amar ma’ruf nahi munkar, baitul mal, kemasyarakatan, Syari’at Islam, pembelaan islam, qadha, jinayat, munakahat dan mawaris.

d) Mengawasi terhadap pelaksanaan Syari’at Islam.

e) Membina dan mengawasi terhadap Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ).

b. Wilayatul Hisbah (WH).

Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2004 tentang pembentukan, organisasi, dan tata kerja Wilayatul Hisbah (WH) dalam pasal 1 angka 7 disebutkan bahwa Wilayatul Hisbah (WH) adalah lembaga yang bertugas mengawasi, membina, dan melakukan advokasi terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang Syari’at Islam dalam rangka melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.

Sebagai lembaga baru atau baru diperkenalkan di Aceh, Lembaga ini sebenarnya mempunyai tugas dan kewenangan yang hampir sama dengan polisi khusus, Satuan Polisi Pamong Praja (SATPOL PP) atau juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Wilayatul Hisbah (WH) mempunyai tugas:121

a. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan dan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Syari’at Islam;

b. Melakukan pembinaan dan advokasi spiritual terhadap setiap orang yang berdasarkan bukti permulaan patut diduga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang Syari’at Islam;

c. Pada saat tugas pembinaan mulai dilakukan, muhtasib perlu memberitahukan hal itu kepada penyidik terdekat atau kepada geuchik/kepala gampong dan keluarga pelaku; dan

d. Melimpahkan perkara pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang Syari’at Islam kepada penyidik.

Muhtasib dalam menjalankan tugas pembinaan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran diberi kesempatan maksimal tiga kali dalam masa tertentu, dan bagi setiap orang yang pernah mendapatkan pembinaan petugas muhtasib tetapi masih melanggar diajukan ke penyidik.

Selain fungsi di atas, kepada Wilayatul Hisbah (WH) juga diberi tugas untuk menjadi petugas pelaksanaan hukuman cambuk bila diminta oleh jaksa penuntut umum. Selain Wilayatul Hisbah (WH) ada satu badan independen yang berwenang memberikan pertimbangan, saran/fatwa baik diminta maupun tidak diminta kepada ____________________

121

Lihat Pasal 5 Keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 1 Tahun 2004.

badan eksekutif, legislatif, Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, kejaksaan, Kodam Iskandar Muda, dan badan/lembaga pemerintahan lainnya.122

Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) memiliki posisi strategis dalam hubungannya dengan kepolisian, kejaksaan, dan mahkamah syar’iyah. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) sebagai badan independen wajib memberikan pertimbangan dan saran-saran kepada masing-masing komponen sistem peradilan pidana tersebut, namun masing-masing komponen ini tidak wajib melaksanakan apa yang disarankan atau yang menjadi pertimbangan/fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) tersebut karena hubungan yang timbul bersifat koordinasi, bukan bersifat subordinasi (perintah).123

c. Kepolisian (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002)

Berdasarkan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, fungsi utama kepolisian adalah:

1. Pemeliharan keamanan dan ketertiban masyarakat; 2. Penegakan hukum; dan

3. Perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Bab IV Bagian Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 mengatur tentang penyelidikan dan penyidikan. ____________________

122Lihat Pasal 2 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 9 Tahun 2003.

123Wawancara dengan Drs. Tgk. H. Asnawi Abbdullah, MA., Ketua Majelis

Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.124 Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa:125

(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; a. karena kewajibannya mempunyai kewenangan:

1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

2. mencari keterangan dan barang bukti;

3. menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

4. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. b. atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:

1. penangkapan, larangan, meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan. 2. pemeriksaan dan penyitaan surat.

3. mengambil sidik jari dan memotret seorang.

4. membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik.

(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan sebagaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan huruf b kepada penyidik.

Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menegaskan bahwa:126

(1) Penyidik adalah:

a. pejabat polisi negara Republik Indonesia;

b. pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Pasal 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa:

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai wewenang:

____________________

124

Lihat Pasal 4 sampai dengan Pasal 9 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

125

Lihat Pasal 5 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

126

a. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana; b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

d. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan; e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

i. mengadakan penghentian penyidikan;

j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.127

Khusus di Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2004 tentang Tugas Fungsional Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam dalam Pasal 5 menyatakan Fungsi Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam adalah salah satu fungsi pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di bidang keamanan, ketertiban dan ketenteraman masyarakat, perlindungan, pengayoman pelayanan masyarakat, dan penegakan hukum Syari’at Islam.128 Kepolisian Nanggroe Aceh Darussalam dalam mengemban fungsinya dibantu oleh Wilayatul Hisbah (WH) yang dapat berfungsi sebagai Polisi Khusus dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).129

Tugas Pokok Kepolisian Nanggroe Aceh Darussalam seperti yang tersebut dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2004 Bab V Pasal 10 yaitu selain sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kepolisian ____________________

127Lihat Pasal 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

128

Lihat Pasal 5 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2004.

129Lihat Pasal 6 ayat (1) Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11

Negara Republik Indonesia, juga melaksanakan tugas dan wewenang di bidang Syari’at Islam, peradatan dan tugas-tugas fungsional lainnya yang diatur dalam berbagai undang-undang terkait.130

Sementara itu dalam Pasal 11 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2004 menyebutkan bahwa:131

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam bertugas:

a. Melaksanakan tugas umum Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-undang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

b. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana (jarimah) sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Qanun di bidang Syari’at Islam, Peradatan dan Qanun terkait lainnya.

d. Kejaksaan (Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004) Tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana adalah:132 1. Melakukan penuntutan;

2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;

3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang- Undang; dan

5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Kemudian dalam pasal 14 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juga diatur lebih rinci tentang wewenang dari penuntut umum yaitu:

____________________

130Lihat Pasal 10 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2004.

131Lihat Pasal 11 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2004. 132Lihat Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia.

a. menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik pembantu;

b. mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4), dengan memberi petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik;

c. memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. membuat surat dakwaan;

e. melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

g. melakukan penuntutan;

h. menutup perkara demi kepentingan hukum;

i. mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut menurut ketentuan undang-undang ini;

j. melaksanakan penetapan hakim.133 e. Mahkamah Syar’iyah

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, tugas mengadili dilimpahkan ke Mahkamah Syari’ah dalam kasus jinayah tertentu (khamar, khalwat, dan maisir) dan ke Pengadilan Negeri dalam kasus tindak pidana umum lainnya selain dari tiga Qanun jinayah yang disebutkan di atas.

Sebelum ada Hukum Acara Jinayah tersendiri yang diatur dengan qanun maka ____________________

hukum acara jinayah masih berpedoman kepada Hukum Acara Pidana yang berlaku di lingkungan peradilan umum, yakni Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal ini ditegaskan dalam ketentuan peralihan dari qanun-qanun yang berkaitan dengan jinayah yang sudah ada yaitu:

1. Qanun Nomor 12 Tahun 2003 tentang larangan khamar dan sejenisnya; 2. Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang larangan maisir (judi); dan 3. Qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang larangan khalwat (mesum).

Meskipun qanun-qanun jinayah tersebut di atas sebagai qanun hukum materiel, namun di dalamnya juga diatur tentang hukum acara yakni tentang penyidikan dan penuntutan yang isinya selaras dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta tentang “pelaksanaan ‘uqubat (hukuman)” terutama berkaitan dengan ‘uqubat cambuk sebagai hal yang baru sama sekali. Bagaimanapun juga, penggunaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sebagai hukum acara pidana dalam menyelesaikan perkara-perkara jinayah di mahkamah syar’iyah, adalah sebagai hukum transisi dan dalam hal-hal yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syari’at Islam.

Terhadap jarimah maisir yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap harus segera dilaksanakan hukuman cambuk yang secara teknis pelaksanaannya harus memenuhi prosedur yang diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 10 Tahun 2005. Pelaksanaan ‘uqubat ini juga diatur dalam Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 dalam

Nanggroe Aceh Darussalam tercantum pelaksanaan ‘uqubat cambuk namun untuk keseragaman pelaksanaan ‘uqubat tersebut perlu adanya petunjuk teknis yang kemudian ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005.

Pelaksanaan ‘uqubat cambuk adalah wewenang dan tanggung jawab jaksa, di mana dalam melaksanakan kewenangannya dan tanggung jawab tersebut jaksa menunjuk pencambuk.135 Atas permintaan jaksa penuntut umum, Kepala Dinas Syari’at Islam Kabupaten Kota setempat mempersiapkan pencambuk.136 Biasanya pencambuk untuk Wilayah Kota Lhokseumawe didatangkan dari Dinas Syari’at Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang sudah biasa digunakan di Dinas Syari’at Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu petugas dari Wilayatul Hisbah (WH).137 Atas permintaan jaksa, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mempersiapkan dokter yang akan memeriksa kesehatan terhukum sebelum dan sesudah pelaksanaan pencambukan.138 Pelaksanaan hukuman (‘uqubat) cambuk di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sangat mempertimbangkan aspek kemanusiaan ____________________

134Lihat Pasal 29 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 13 Tahun 2003.

135Lihat Pasal 2 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10

Tahun 2005.

136Lihat Pasal 3 ayat 1, Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

Nomor 10 Tahun 2005.

137Wawancara dengan A. Haris S.Sos, M.Si, Sekretaris Dinas Syari’at Islam Kota Lhokseumawe, tanggal 2 Agustus 2010.

138Lihat Pasal 3 ayat 2 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

dan kesehatan, terhukum harus diperiksa dan dinyatakan sehat oleh dokter baru boleh dicambuk. Terhukum tidak diikat, bahkan dibiarkan lepas (hal ini juga berbeda dengan keadaan di Malaysia, Pakistan, India, dan Singapura yang semuanya mengikat terhukum pada kuda-kuda yang sudah disiapkan).139

Setelah pihak Dinas Syari’at Islam mempersiapkan pencambuk dan dokter maka ‘uqubat cambuk dilakukan di suatu tempat terbuka yang dapat disaksikan orang banyak dengan dihadiri jaksa penuntut umum dan dokter yang ditunjuk.140 Pelaksanaan ‘uqubat cambuk biasanya dilaksanakan setelah shalat Jumat yang dilaksanakan di halaman mesjid dan disaksikan oleh banyak jamaah shalat Jumat, hal ini dimaksudkan untuk membuat si pelaku merasa malu dan tidak akan mengulangi lagi jarimah maisir yang merupakan upaya kuratif terhadap pengulangan jarimah maisir. Selain itu juga upaya preventif terhadap terjadinya jarimah maisir, di mana khalayak ramai yang menyaksikan pelaksanaan ‘uqubat cambuk ini tidak akan pernah melakukan jarimah maisir.141

Hal ini juga dibenarkan oleh Yunus Damanik, di mana bukan fisik saja yang sakit setelah dilaksanakan ‘uqubat cambuk bagi si terdakwa, namun yang amat terasa adalah efek malu dari hukuman tersebut sehingga sangat ampuh untuk tidak terjadi residivis terhadap jarimah maisir ini.142 Pasal 4 ayat 1 Peraturan Gubernur Propinsi ____________________

139Al Yasa’ Abubakar, op cit., hal. 385.

140Lihat Pasal 4 ayat 1 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. 141Drs. Tgk. H. Asnawi Abbdullah, MA., op cit.

142Wawancara dengan AIPDA Yunus Damanik, Penyidik Polres Kota Lhokseumawe,

Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 menyatakan bahwa pelaksanaan ‘uqubat cambuk dilaksanakan di atas alas berukuran minimal 3 x 3 meter persegi. Pencambukan dilakukan dengan rotan yang berdiameter antara 0,75 (nol koma tujuh lima) senti meter sampai 1 (satu) senti meter, panjang 1 (satu) meter dan tidak mempunyai ujung ganda (dibelah).

Pasal 4 ayat 3 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 menyebutkan jarak antara terhukum dengan pencambuk antara 0,70 (nol koma tujuh puluh) meter sampai dengan 1 (satu) meter dengan posisi pencambuk berdiri di sebelah kiri terhukum. Pasal 4 ayat 4 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 menyatakan pencambukan dilakukan pada punggung (bahu sampai pinggul) terhukum. Dalam Pasal 30 ayat 3 Qanun Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan pencambukan dilakukan pada bagian tubuh kecuali kepala, muka, leher, dada, dan kemaluan. Kadar pukulan atau cambukan tidak sampai melukai.

Jarak antara tempat pelaksanaan pencambukan dengan masyarakat penyaksi paling dekat 10 (sepuluh) meter. Terhukum laki-laki dicambuk dalam posisi berdiri tanpa penyangga, tanpa diikat dan memakai baju tipis yang menutup aurat, sedangkan terhukum perempuan dalam posisi duduk dan ditutup kain di atasnya.143 Pasal 30 ayat 6 Qanun Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan pencambukan terhadap perempuan hamil dilakukan setelah 60 (enampuluh) hari yang bersangkutan melahirkan.

____________________

143

Algojo disamarkan dalam pelaksanaan ‘uqubat cambuk sedemikian rupa sehingga tidak dikenali oleh si terdakwa agar tidak terjadi balas dendam setelah pelaksanaan ‘uqubat.144 Pencambuk dipakaikan tutup kepala warna hitam, sepatu boot, dan baju yang disediakan dinas Syari’at. Hal ini dilakukan demi keamanan si pencambuk (algojo) setelah pelaksanaan cambuk dilaksanakan.145

Pasal 5 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 menyatakan:146

(1) Sebelum pelaksanaan pencambukan terhukum diperiksa kesehatannya oleh dokter.

(2) Apabila kondisi kesehatan terhukum menurut hasil pemeriksaan dokter tidak dapat menjalani ‘uqubat, maka pelaksanaan pencambukan ditunda sampai yang bersangkutan dinyatakan sehat untuk menjalani ‘uqubat cambuk.

(3) Hasil pemeriksaan dokter sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan (2) dituangkan dalam Surat Keterangan.

Pasal 6 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 menyatakan apabila diperlukan, sebelum pelaksanaan pencambukan kepada terhukum dapat diberikan bimbingan rohani singkat oleh seorang ulama atas permintaan jaksa atau terhukum. Bimbingan rohani terhadap terhukum diberikan atas permintaan jaksa bila terhukum meminta atas kesadarannya untuk lebih meyakinkan si terhukum dalam melaksanakan ‘uqubat karena terhadap terhukum tidak ____________________

144

Wawancara dengan Syafruddin, penyidik Polres Kota Lhokseumawe, tanggal 4 Agustus 2010.

145

Wawancara dengan Drs. Azhari, Kabid Peribadatan Dinas Syari’at Kota Lhokseumawe, tanggal 3 Agustus 2010.

146Lihat Pasal 5 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10

Tahun 2005.

dilaksanakan penahanan seperti lazimnya terdakwa lainnya.

Pasal 7 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005:147

(1) Jaksa menghadirkan terhukum ke tempat pelaksanaan pencambukan dengan terlebih dahulu memberitahukan kepada keluarganya.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) disampaikan secara tertulis selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum hari pencambukan.

Bila si terhukum tidak hadir pada hari pencambukan maka jaksa tidak bisa melakukan upaya paksa seperti dalam kasus tindak pidana umum, karena baik Qanun Nomor 13 Tahun 2003 maupun Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 tidak mengatur upaya paksa seperti dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.148

Hal ini juga dikuatkan dengan pernyataan Irwansyah, SH bahwa meskipun dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 32 menyatakan sebelum adanya hukum acara yang diatur dalam qanun tersendiri, maka Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya tetap berlaku sepanjang tidak diatur di dalam qanun ini, namun jenis hukuman tidak sama; dalam Qanun hukuman cambuk, sementara dalam Kitab

____________________

147

Lihat Pasal 7 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005

148Wawancara dengan Wisdom, SH., Asisten Ketua Kejaksaan Negeri Kota

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) hukuman penjara dan kurungan.149 Kalau terdakwa melarikan diri saat pelaksanaan ‘uqubat cambuk, jaksa ataupun pihak penyidik tidak bisa melakukan upaya paksa apapun.Irwansyah, SH menyatakan bahwa pernah terjadi persiapan pencambukan sudah dipersiapkan dengan baik, pencambuk sudah didatangkan, pihak kejaksaan, penyidik, dan pihak kesehatan telah hadir, namun terdakwanya tidak hadir. Hal ini tentu sangat mengecewakan semua pihak yang sudah mempersiapkan dengan baik pelaksanaan hukuman dan tentunya pemborosan uang negara karena biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan panggung pelaksanaan ‘uqubat dan biaya untuk tenaga kerja tidak sedikit.150

Pasal 8 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 berbunyi:151

pencambuk hadir di tempat pencambukan dengan memakai penutup wajah yang terbuat dari kain. Pada saat pencambukan terhukum:

a) Menggunakan baju tipis yang menutup aurat yang telah disediakan.

b) Berada dalam posisi berdiri tanpa penyangga bagi terhukum laki-laki dan dalam posisi duduk bagi terhukum perempuan.

Pakaian yang digunakan biasanya warna putih, di sini dengan kata lain cambuk tidak boleh bersentuhan langsung dengan kulit atau tubuh. Keadaan ini juga berbeda dengan pencambukan di luar negeri yang pada umumnya menetapkan cambuk harus mengenai kulit, tidak boleh memakai lapik, dan apabila si terhukum merasa hukuman

____________________

149

Wawancara dengan Irwansyah, SH., Kasi Pidum dan Jaksa Penuntut Umum, Kejaksaan Negeri Kota Lhokseumawe, tanggal 4 Agustus 2010.

150Ibid.

151Lihat Pasal 8 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10

yang diterima terlalu berat maka dia boleh melarikan diri dan tidak akan dikejar.152 Pasal 10 Peraturan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2005 menyatakan:153

(1) Setiap terhukum dicambuk oleh seorang pencambuk.

(2) Apabila pencambuk tidak sanggup menyelesaikan pekerjaannya, maka pencambukan akan dilanjutkan oleh pencambuk lain.

(3) Penggantian pencambuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diputuskan oleh jaksa.

Pelaksanaan ‘uqubat cambuk tidaklah main-main dilaksanakannya karena selain membuat efek jera bagi si terhukum juga akan sangat terasa sakit secara fisik. Setelah pencambukan tampak lebam merah kebiru-biruan yang tentunya amat sakit.154 Hal ini dikuatkan juga dengan pernyataan Syafruddin, di mana dalam pelaksanaan ‘uqubat cambuk, teknis pelaksanaannya di mana tangan dari pencambuk lurus dalam memegang cambuk dan diayunkan sekuat tenaga, tangan dalam posisi lurus tentu

Dokumen terkait