• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Maisir (Perjudian)

PENGATURAN TENTANG MAISIR (PERJUDIAN) DALAM QANUN NOMOR 13 TAHUN

A. Peradilan Syari’at di Nanggroe Aceh Darussalam

2. Pengertian Maisir (Perjudian)

Maisir (perjudian) dalam Bahasa Arab bernama “qimar”. Menurut Aunur Rahim Faqih, qimar adalah “permainan” juga taruhannya apa saja, boleh uang dan boleh barang-barang, yang menang menerima dari yang kalah.57 Dalam kamus, Poerwadarminta memberi pengertian judi adalah permainan dengan bertaruh uang seperti main dadu, main kartu, dan sebagainya.58 Pengertian maisir dalam Qanun No. 13 Tahun 2003, dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 20, maisir adalah kegiatan dan/atau perbuatan yang bersifat taruhan antara dua pihak atau lebih di mana pihak yang menang mendapatkan bayaran.59

Menurut Bambang Marhijanto bahwa maisir adalah permainan yang memperebutkan uang.60 Syamsuddin Adz Dzahabi mendefinisikan judi adalah suatu permainan atau undian dengan memakai taruhan uang atau lainnya, masing-masing dari keduanya ada yang menang dan ada yang kalah (untung dan ruginya).61 Judi dalam Islam dinamai dengan “maisir” yakni tiap-tiap sesuatu yang ada dalamnya pertaruhan maka itu adalah judi. Judi dalam agama Islam bukan hanya terletak dalam ____________________

57Aunur Rahim Faqih, Memahami Beberapa Aspek Ajaran Islam, Mizan, Bandung,

1992, hal. 17.

58Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hal.

254.

59Himpunan Undang-Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah/Qanun,

Instruksi Gubernur, Edaran Gubernur berkaitan pelaksanaan dan Syari’at Islam, Dinas Syari’at Islam Provinsi NAD, 2005, hal. 271.

60Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Tenang, Surabaya, 1995,

hal. 175.

61Syamsuddin Adz Dzahabi, 75 Dosa Besar, Media Idaman Press, Surabaya, 1992,

“permainan” tetapi juga terletak dalam sekian perbuatan yang didalamnya ada pertaruhan. Pertaruhan itu bukan saja uang, tetapi juga boleh rumah, mobil, tanah, sawah, padi, gandum, anak, isteri/suami, dan lain-lain.62

Permainan judi dari masa ke masa banyak jenisnya yang selalu berkembang modus operandinya, namun di Indonesia judi yang terkenal diantaranya adalah:63

1. Main dadu (ada dadu petak enam, petak empat). Ada dadu yang dilempar dan ada dadu yang diputar.

2. Main ceki (kartu-kartu kecil yang diberi bergambar-gambar undian yang tidak dapat dibaca kecuali oleh penjudi-penjudi.

3. Main berambung duit (biasanya dua buah duit logam dicat mukanya dengan cat hitam atau cat putih, lalu diambang. Mana yang ke atas catnya dan sesuai dengan terkaannya maka itulah yang menang).

4. Main genap ganjil (serupa juga dengan dadu, tetapi matanya dua macam saja, yaitu genap atau ganjil).

5. Main Rulet (ini biasanya di Kasino, yaitu main putar gundu dan kalau gundu itu berhenti pada tempat atau nomor yang diterka menanglah orang yang sesuai terkaannya).

6. Main kartu (terka-terkaan. Barang siapa yang cocok terkaannya itulah yang menang).

____________________

62Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, 2006, hal. 55.

63Sucipto, Shalat Mencegah Perbuatan Keji dan Mungkar, Pustaka Pelajar, Jakarta,

7. Main hwa-hwee (gambar-gambar hewan. Barang siapa yang keluar gambar yang diterkanya itulah yang menang).

8. Main totalisator (pertaruhan di gelanggang pacu kuda. Barang siapa yang dulu kuda terkaannya maka ia mendapat sekian uang yang telah ditentukan oleh bandarnya).

9. Main Domino (semacam tulang tipis pakai mata, yang diadu-adu matanya. Barang siapa yang lekas habis batunya itulah yang menang.

10. Main Skhak, yaitu permainan perang-perangan, buahnya ada yang bernama gajah, ada yang bernama benteng, ada yang bernama serdadu, ada yang bernama menteri. Kalau salah seorang yang main dapat menangkap raja maka dialah yang menang.

11. Main lotere (main untung-untungan. Kalau kebetulan nomor yang keluar sesuai dengan nomor yang ada pada kita maka itu yang menang, dapat untung sekian banyak dan siapa yang tidak keluar angkanya rugilah ia).

12. Main judi anak-anak (melempar duit, melempar kelereng, dan lain-lain sebagainya).

Guntur mengartikan judi adalah setiap permainan untung-untungan untuk mendapatkan uang dengan cara bertaruh atau setiap permainan harta dengan bertaruh yang di dalamnya ada unsur-unsur tebakan.64

____________________

Zainuddin Ali menyatakan, judi adalah suatu aktivitas untuk mengambil keuntungan dari bentuk permainan seperti kartu, adu ayam, main bola, dan lain-lain permainan, yang tidak memicu pelakunya berbuat kreatif.65 Pemain catur yang mempertaruhkan sejumlah uang tertentu jika ia kalah dari lawannya, tidak dikatakan berjudi. Lantaran uang yang dikorbankannya menjadi pemicu agar ia berusaha memenangkan permainannya. Dengan memenangkan permainan berarti prestasinya akan meningkat. Namun jika uang atau harta yang dipertaruhkan itu tidak untuk tujuan meningkatkan prestasi para pemainnya maka pertaruhan tersebut dapat dikategorikan sebagai perjudian. Jika pertaruhan antara keduanya atau salah satunya dimaksudkan untuk melemahkan, deliknya berubah menjadi penyuapan.66

Dilihat dari hukum Islam, maka larangan tentang perjudian dirangkaikan dengan khamar. Berdasarkan hal dimaksud, cukup beralasan jika perjudian termasuk salah satu tindak pidana, yang konsekuensi atau sanksi hukumnya disejajarkan dengan tindak pidana khamar. Dilihat dari bahaya perjudian maka dapat dikatakan bahwa salah satu tindakan kriminal yang membawa dampak negatif, di antaranya adalah: 1) merusak ekonomi keluarga, 2) mengganggu keamanan masyarakat, 3) melumpuhkan semangat berkreasi, 4) menghabiskan waktu, 5) dan lain-lain.

P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir merumuskan pengertian judi adalah: “Setiap permainan yang pada umumnya menggantungkan kemungkinan diperolehnya keuntungan itu pada faktor kebetulan juga apabila kesempatan itu menjadi lebih besar dengan keterlatihan yang lebih besar tinggi dari pemainnya, termasuk juga permainan ____________________

65Zainuddin Ali, op cit., hal. 92.

judi adalah pertaruhan atau hasil pertandingan, atau permainan-permainan lain yang tidak diadakan antara mereka yang turut serta sendiri di dalam permainan itu, demikian pula setiap pertaruhan yang lain”.67

Al Yasa’ Abubakar menyatakan ada dua unsur utama dalam perbuatan judi yaitu: pertama sekali ada taruhan (tebakan) dan yang keduanya ada pembayaran oleh pihak yang kalah (kalah bertaruh) kepada pihak yang menang (menang dalam pertaruhan tersebut). Taruhan (tebakan) adalah pernyataan atau perbuatan untuk memilih salah satu dari beberapa kemungkinan yang didasarkan atas faktor kebetulan (untung-untungan).68

Syarat kedua, ada pembayaran kepada pihak yang menang dalam perjudian tradisional, pembayaran dilakukan oleh pihak yang kalah kepada pihak yang menang secara langsung. Dalam perjudian yang rumit, biasanya ada pihak ketiga yang menjadi bandar yang akan mengelola alur keuangan dan pembayaran dari pihak yang kalah kepada pihak yang menang, di samping mengambil sebagiannya bahkan mungkin yang terbanyak untuk keuntungan mereka sendiri. Dengan demikian, secara langsung atau tidak, di dalam perjudian pihak yang kalahlah yang membayar kepada pihak yang menang. Kalau yang membayar tersebut pihak lain, bukan pihak yang bertaruh, maka pembayaran tersebut tidak termasuk judi, tetapi dapat dikelompokkan ke dalam pemberian hadiah. Begitu juga kalau mereka hanya menebak dan tidak ada ____________________

67P.A.F Lamintang dan C. Djisman Samosir, Hukum Pidana Indonesia, Sinar Baru,

Bandung, 1979, hal. 12

68Al Yasa’ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,

Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh

pembayaran maka perbuatan tersebut bukanlah judi, walaupun barangkali sudah menyerempet kepada perbuatan judi.69

Sedangkan menurut Zubir Rahman, pengertian perjudian adalah sebagai berikut:70

1. Orang yang turut campur dalam permainan judi buntut tebak angka, baik sebagai Bandar maupun bertugas sebagai pengedar, menjualkan kupon-kupon kepada umum, serta perbuatan-perbuatan yang sifatnya campur di dalam permainan judi tersebut, termasuk kualifikasi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 303 ayat (1) sub 1e, 2e, 3e jo ayat (3) KUHP.

2. Mereka-mereka yang turut campur dalam permainan tersebut bukan termasuk orang yang membantu, karena mereka-mereka tersebut mendapat bagian dari hasil keuntungan permainan tersebut, patut diakui bahwa permainan judi tebak angka tersebut tidaklah dapat dilakukan oleh bandar saja, tetapi menghendaki turut campur dari pihak orang lain, seperti pengedar kupon, pencatat nama pemasang dan turut pula membayar kepada pemenang.

Jarimah atau tindak pidana yang terdapat dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang maisir (perjudian) diancam dengan hukuman ta’zir dengan 3 (tiga) jenis hukuman (‘uqubat), yaitu:

a. hukuman cambuk; b. hukuman denda; dan c. hukuman administratif.

Berdasarkan qanun-qanun Aceh yang sudah ada hanya terdapat satu jarimah atau perbuatan pidana yang termasuk dalam golongan jarimah hudud, yaitu jarimah atau perbuatan pidana khamar (minum minuman keras dan sejenisnya) yaitu Qanun ____________________

69Ibid.

70Zubir Rahman, Eksistensi Jaksa di Tengah-tengah Masyarakat, Ghalia Indonesia,

Nomor 12 Tahun 2003, sedangkan jarimah atau perbuatan pidana maisir (judi) yang diatur dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 dan jarimah khalwat dalam Qanun Nomor 14 Tahun 2003 diancam dengan hukuman ta’zir seperti yang ditegaskan dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 Bab VII tentang ketentuan ‘uqubat Pasal 23 ayat 3; pelanggaran terhadap larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, 6, dan 7 adalah jarimah ta’zir.

Abdul Qadir Audah memberikan makna ta’zir adalah pengajaran atas kesalahan-kesalahan yang tidak ditentukan oleh syara’ ancaman hukumannya. Sebagai perbuatan maksiat yang diancam dengan satu atau beberapa hukuman ta’zir, tindak pidana yang diancam dengan hukuman ta’zir adalah setiap tindak pidana selain tindak pidana atau jarimah hudud, qishash, dan diyat, karena ketiga tindak pidana atau jarimah ini memiliki hukuman yang telah ditentukan bentuk dan jumlahnya oleh syara’.71

Pelaksanaan hukuman ta’zir baik yang jenis larangannya ditentukan oleh nash atau tidak, baik perbuatan itu menyangkut hak Allah atau perorangan, hukumannya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa.72 Abdurrahman Al Maliki seperti dikutip Asadulloh Al Faruk menyatakan: “Secara bahasa, ta’zir bermakna al-man’u artinya pencegahan. Menurut istilah, ta’zir bermakna at-ta’dib (pendidikan) dan at-tankil ____________________

71Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jilid 3, Alih Bahasa, Nor Hasanuddin, Pena Pundi

Aksara, Jakarta, 2006, hal. 451. Lihat Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Prenada Media, Jakarta, 2003, hal. 264.

72Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1967, hal.

(pengekangan). Adapun definisi ta’zir secara syar’i adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiat yang di dalamnya tidak ada had dan kifarat”.73

Asadullah Al Faruk merumuskan ciri-ciri tindak pidana ta’zir yaitu:74

Tindak pidana ta’zir merupakan tindak pidana yang paling luas cakupannya, yaitu pelanggaran atau kemaksiatan apa saja selain hudud dan qishas:

1. Landasan dan ketentuan hukumannya didasarkan pada ijma’.

2. Mencakup semua bentuk kejahatan/kemaksiatan selain hudud dan qishas.

3. Pada umumnya ta’zir terjadi pada kasus-kasus yang belum ditetapkan ukuran sanksinya oleh syara’, meskipun jenis sanksinya telah tersedia.

4. Hukuman ditetapkan oleh penguasa atau qadhi (hakim).

5. Didasari pada ketentuan umum Syariat Islam dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Makhrus Munajat mendefinisikan jarimah ta’zir yaitu semua jarimah yang jenisnya dan sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada penguasa demi tegaknya kemaslahatan ummat dengan berdasarkan pada nilai keadilan.75

Imam Al Mawardi seperti dikutip Ahmad Wardi Muslich mendefinisikan ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa (tindak pidana) yang belum ditentukan hukumannya oleh syara’. Ahmad Wardi menyimpulkan bahwa hukuman ta’zir itu adalah hukuman yang belum ditentukan oleh syara’, melainkan diserahkan kepada ____________________

73Asadulloh Al Faruk, Hikum Pidana Dalam Sistem Hukum Islam, Ghalia Indonesia, Bogor, 2009, hal. 54.

74

Ibid, hal. 55.

75

ulil amri, baik penentuannya maupun pelaksanaannya. Penguasa hanya menetapkan hukuman secara global saja dalam menentukan hukuman tersebut, artinya pembuat undang-undang tidak menetapkan hukuman untuk masing-masing jarimah ta’zir, melainkan hanya menetapkan sekumpulan hukuman, dari yang seringan-ringannya sampai yang seberat-beratnya, dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa ciri khas dari jarimah ta’zir adalah sebagai berikut:76

1) Hukuman tidak tertentu dan tidak terbatas, artinya hukuman tersebut belum ditentukan oleh syara’ dan ada batas minimal dan batas maksimalnya.

2) Penentuan hukuman tersebut adalah hak penguasa. Tujuan diberikannya hak kepada penguasa untuk menentukan jarimah-jarimah ta’zir dan hukumannya adalah agar mereka dapat mengatur masyarakat dan memelihara kepentingannya serta bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap keadaan yang bersifat mendadak.

Ta’zir bersifat fleksibel dapat menyesuaikan dengan kemaslahatan yang selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan masyarakat dari suatu daerah atau negara dengan tujuan agar penguasa atau pemerintah dapat mengatur masyarakat dan memelihara kepentingan-kepentingannya, serta bisa menghadapi dengan sebaik-baiknya setiap keadaan yang bersifat mendadak.77

Adapun urgensi pembagian jarimah kepada hudud, qishas, dan jarimah ta’zir ____________________

76Ahmad Wardi Muslich, op cit., hal. 19.

77Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah) Untuk IAIN, STAIN, PTAIS,

adalah:

1) Segi pengampunan

Tidak ada pengampunan sama sekali dalam jarimah hudud, baik dari korban atau walinya maupun dari penguasa tertinggi (kepala negara). Akan tetapi pada jarimah qishas dan diat, pengampunan bisa diberikan oleh korban atau keluarganya. Pengampunan tersebut berpengaruh terhadap hukuman, sehingga hukuman pokok, yaitu qishas menjadi gugur dan diganti dengan hukuman diat. Kalau diat dimaafkan juga maka dari segi hukuman yang berkaitan dengan hak manusia, dia sudah bebas. Akan tetapi, karena dalam jarimah qishas dan diat terdapat hak Allah (hak masyarakat) di samping hak manusia maka dalam hal ini hakim masih dibolehkan untuk menjatuhkan hukuman ta’zir sebagai imbangan dari hak Allah tersebut. Dalam jarimah ta’zir sifat pengampunannya lebih luas. Pengampunan tersebut bisa diberikan oleh korban dalam hal yang menyangkut hak individu dan bisa juga oleh penguasa dalam hal yang menyangkut hak masyarakat.

2) Segi kompetensi hakim

Berdasarkan jarimah hudud, apabila sudah dapat dibuktikan maka hakim hanya tinggal memutuskan dan melaksanakan hukuman sesuai dengan ketentuan yang ada dalam syara’, tanpa mengurangi, menambah, atau menggantinya dengan hukuman yang lain. Sedangkan dalam jarimah qishash dan diat prinsipnya sama dengan jarimah hudud. Hanya perbedaannya kalau korban memberikan pengampunan baik dari hukuman qishash maupun diat

maka pengampunan tersebut bisa dipertimbangkan oleh hakim, sehingga keputusan hukuman (vonis) bisa diubah. Hakim mempunyai kekuasaan yang luas dalam jarimah ta’zir, mulai dari memilih macamnya hukuman yang sesuai, sampai kepada memberatkan atau meringankan hukuman atau membebaskannya, karena dalam jarimah ta’zir hakim mempunyai kebebasan untuk berijtihad.

3) Segi keadaan yang meringankan

Hukuman tidak terpengaruh dalam jarimah hudud dan qishash oleh keadaan-keadaan tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan jarimah, kecuali apabila pelaku tidak memenuhi syarat-syarat taklif, seperti gila atau di bawah umur. Akan tetapi dalam jarimah-jarimah ta’zir, keadaan korban atau suasana ketika jarimah itu dilakukan dapat mempengaruhi berat ringannya hukuman yang akan dijatuhkan kepada pelaku.

4) Segi alat-alat pembuktian

Syara’ telah menetapkan bilangan saksi tertentu untuk jarimah-jarimah hudud dan qishash apabila alat pembuktian yang digunakan berupa saksi. Misalnya dalam membuktikan jarimah zina diperlukan empat orang saksi yang menyaksikan dengan mata kepala sendiri terjadinya jarimah tersebut. Sedangkan untuk jarimah hudud yang lain dan jarimah qishash serta diat, hanya diperlukan minimal dua orang saksi, Bahkan dalam jarimah ta’zir kadang-kadang hanya diperlukan seorang saksi saja.78

Maisir berasal dari kata yasara atau yusr yang artinya mudah atau yasar yang artinya kekayaan. Salah satu bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dan orang yang menang dalam permainan akan mendapatkan taruhan. Al-Qur’an Surat Al- Baqarah Ayat 219 dan Surat Al-Maidah Ayat 90 dan 91 menegaskan bahwa dosa akibat maisir (perjudian) lebih besar daripada manfaatnya dan merupakan perbuatan syaitan yang wajib dijauhi oleh orang yang beriman. Di samping itu perbuatan maisir juga dipergunakan syaitan sebagai alat untuk menumbuhkan permusuhan dan kebencian di antara manusia terutama para pihak yang terlibat, serta menghalangi konsentrasi pelakunya dari perbuatan mengingat Allah SWT dan menunaikan shalat. Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 219 yang artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat- ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir”.79

Al-Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 90 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.80

____________________

78Ahmad Wardi Muslich, op cit. hal. 20 – 21.

79Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an, Al-Qur’an Al-Karim dan

Terjemahannya Departemen Agama RI, PT. Karya Toha Putra, Semarang, 1995, hal. 53.

80Ibid, hal. 176.

Al-Qur’an Surat Al-Maidah Ayat 91 yang artinya: “Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran

(meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.81

Berdasarkan ketiga surat tersebut, ulama fiqih sepakat menetapkan bahwa maisir (perjudian) itu haram hukumnya karena ada unsur taruhan.82 Maisir (perjudian) di Nanggroe Aceh Darussalam diatur dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 yang disahkan di Banda Aceh pada tanggal 15 Juli 2003 oleh Gubernur Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Abdullah Puteh tanggal 16 Juli 2003 dalam Lembaran Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2003 Nomor 26 seri D Nomor 13 yang terdiri dari 34 Pasal.

Sistematika Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian) terdiri dari 10 Bab dan 34 Pasal dengan rincian sebagai berikut:

Bab 1, Ketentuan Umum (Pasal 1, 20 angka);

Bab 2, Ruang Lingkup dan Tujuan (Pasal 2 sampai dengan Pasal 3); Bab 3, Larangan dan Pencegahan (Pasal 4 sampai dengan Pasal 8); Bab 4, Peran Serta Masyarakat (Pasal 9 sampai dengan Pasal 13); Bab 5, Pengawasan dan Pembinaan (Pasal 14 sampai dengan 16); Bab 6, Penyidikan dan Penuntutan (Pasal 17 sampai dengan 22); Bab 7, Ketentuan ‘Uqubat (Pasal 23 sampai dengan Pasal 27); ____________________

81 Ibid, hal. 177.

82Sayyid Sabiq, log cit., hal. 451.

Bab 8, Pelaksanan ‘Uqubat (Pasal 28 sampai dengan Pasal 31); Bab 9, Ketentuan Peralihan (Pasal 32); dan

Bab 10, Ketentuan Penutup (Pasal 33 dan Pasal 34).

Pengaturan maisir (perjudian) dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 berdasarkan pertimbangan:

a. Keistimewaan dan Otonomi Khusus yang diberikan untuk Daerah Istimewa Aceh sebagai Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan Undang- Undang Nomor 44 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001, antara lain di bidang penyelenggaraan kehidupan beragama, kehidupan adat, pendidikan, dan peran Ulama dalam penetapan kebijaksanaan daerah;

b. Maisir termasuk salah satu perbuatan mungkar yang dilarang dalam Syari’at Islam dan agama lain serta bertentangan pula dengan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat Aceh karena perbuatan tersebut dapat menjerumuskan seseorang kepada perbuatan maksiat lainnya.

Di dalam penjelasan resmi, dalam bagian “umum” ditemukan uraian bahwa pada hakikatnya maisir (perjudian) adalah bertentangan dengan agama, kesusilaan dan moral pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara. Namun melihat kenyataan dewasa ini, perjudian dengan segala macam bentuknya masih banyak dilakukan dalam masyarakat, sedangkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian masih memungkinkan legalisasi perjudian oleh pemerintah dengan alasan tertentu dan di tempat tertentu dan tentunya dapat menjerumus orang Islam dalam kemaksiatan tersebut.

a. Memelihara dan melindungi harta benda/kekayaan;

b. Mencegah anggota masyarakat melakukan perbuatan yang mengarah kepada maisir (perjudian);

c. Melindungi masyarakat dari pengaruh buruk yang timbul akibat kegiatan dan/atau perbuatan maisir (perjudian);

d. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan perbuatan maisir (perjudian).

Berdasarkan penjelasan pasal demi pasal Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian) bahwa:84

a. Yang dimaksud dengan perbuatan yang mengarah kepada maisir (perjudian) seperti permainan domino, kartu, sabung ayam, taruhan permainan/olahraga, seperti bilyar, sepak bola, pacuan kuda, dan lain-lain.

b. Yang dimaksud dengan pengaruh buruk yang timbul akibat kegiatan dan/atau perbuatan maisir (perjudian) ialah seperti konflik dalam keluarga, perceraian, perkelahian, pembunuhan dan kejahatan lainnya.

Ruang lingkup larangan maisir (perjudian) dalam qanun ini adalah segala bentuk kegiatan dan/atau perbuatan serta keadaan yang mengarah kepada taruhan dan ____________________

83Lihat Pasal 3 Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (perjudian).

84Lihat Penjelasan Pasal 3 Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian).

dapat berakibat kepada kemudharatan bagi pihak-pihak yang bertaruh dan orang/lembaga yang ikut terlibat dalam taruhan tersebut.85 Adapun perbuatan- perbuatan yang dilarang dalam Qanun Nomor 13 Tahun 2003 adalah sebagai berikut:

Pasal 4: maisir hukumnya haram.86

Pasal 5: setiap orang dilarang melakukan perbuatan maisir.87

Pasal 6: (1) setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang menyelenggarakan dan/atau memberikan fasilitas kepada orang yang akan melakukan perbuatan maisir.

(2) setiap orang atau badan hukum atau badan usaha dilarang menjadi pelindung terhadap perbuatan maisir.88

Pasal 7: instansi pemerintah, dilarang memberi izin usaha penyelenggaraan maisir.89 Menurut penjelasan resmi dalam Pasal 7 diberi pengertian bahwa yang dimaksud dengan izin usaha termasuk izin untuk menyelenggarakan keramaian, pameran, pertujukan, dan lain-lain.90

Berdasarkan kutipan di atas ditegaskan tentang hukum haramnya maisir (perjudian). Keharaman ini seperti terlihat dalam Pasal 5, 6, dan 7 meliputi perbuatan maisir atau judi itu sendiri, kegiatan atau usaha yang secara sengaja dibuat agar dapat digunakan orang lain untuk melakukan maisir atau perjudian, serta pemberian fasilitas dan perlindungan untuk perbuatan maisir atau perjudian, baik oleh orang pribadi ataupun badan hukum termasuk pemerintah.

____________________

85Lihat Pasal 2 Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian). 86Lihat Pasal 4 Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian). 87Lihat Pasal 5 Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian).

Dokumen terkait