• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pelaksanaan SMK3 di Bunut Rubber Factory PT Bakrie Sumatera

Sejak tahun 2007, seluruh pimpinan dan jajaran PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk sepakat untuk mengimplementasikan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di seluruh lokasi kerja dan mengintegrasikan SMK3 ke dalam sistem manajemen yang dimiliki perusahaan. Hal ini sudah sesuai dengan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 87 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan dan juga PP No. 50 Tahun 2012 pasal 5 ayat (1) tentang perusahaan wajib menerapkan SMK3 bagi yang memperkerjakan pekerja/buruh paling sedikit 100 (seratus) orang atau mempunyai potensi bahaya, dimana Bunut Rubber Factory PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk termasuk salah satu industri perkebunan karet dan pengolahannya, tidak lepas dari kegiatan produksi yang memiliki potensi bahaya dengan total jumlah pekerja 575 orang (dijelaskan dalam tabel 4.1).

73

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penetapan kebijakan K3 di Bunut Rubber Factory PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk yaitu kebijakan yang terintegrasi secara utuh dengan kebijakan Mutu dan kebijakan Lingkungan, diawali dengan melakukan tinjauan awal kondisi K3 dalam tempat kerja yang meliputi identifikasi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko pada kegiatan produksi dan dibandingkan dengan persyaratan perundangan K3 seperti UU No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, Permenakertrans No.PER.13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan kimia di tempat kerja, Permenaker No. 1 Tahun 1982 tentang bejana tekan (pressure vessel) dan persyaratan lainnya sama seperti yang tercantum pada lampiran 11. Tinjauan awal kondisi K3 dilakukan oleh Assistant dan menyerahkan laporannya kepada Manager/Head Departement agar dievaluasi dan menyempurnakannya jika belum tepat, disetujui oleh Manager Representative serta menyerahkan kembali kepada assistant untuk dilanjutkan.

Penetapan kebijakan K3 merupakan bentuk komitmen top manajemen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan K3 yang berlaku, melaksanakan SMK3 guna perbaikan berkelanjutan agar sistem manajemen lebih efektif dan menciptakan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat, sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di tempat kerja yang terkandung dalam kebijakan perusahaan, terlampir di lampiran 13, Gambar 5. Hal ini sesuai dengan penyusunan kebijakan K3 berdasarkan PP RI No. 50 Tahun 2012 Lampiran I poin 1 tentang penetapan kebijakan K3 yang menyatakan bahwa penetapan kebijakan dilaksanakan oleh pengusaha dengan melakukan

74

tinjauan awal kondisi K3 dan memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus-menerus.

Ramli (2010) juga menyatakan bahwa sebelum mulai mengembangkan sistem manajemen K3, organisasi perlu melakukan tinjauan awal sebagai base line assesment untuk mengetahui kondisi K3. Penetapan kebijakan K3 (OH&S policy) merupakan perwujudan dari komitmen top manajemen yang memuat visi dan tujuan organisasi dan tekad untuk melaksanakan K3 dan menjadi landasan utama yang mampu menggerakkan semua partikel yang ada dalam organisasi sehingga program K3 yang diinginkan dapat berhasil dengan baik.

5.1.2 Perencanaan K3

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa perencanaan K3 di Bunut Rubber Factory PT. Bakrie Sumatera Plantations, Tbk disusun dengan mengacu pada kebijakan K3. Rencana K3 disusun untuk menetapkan tujuan, sasaran, dan program sistem manajemen perusahaan. Rencana K3 disusun berdasarkan hasil identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko di tempat kerja, biaya, teknologi dan sumber daya manusia yang dimiliki dan persyaratan perundangan yang terkait.

Perencanaan K3 yang dilakukan sudah sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun 2012 Lampiran 1 poin 1 dan 2 tentang perencanaan K3 yang menyatakan bahwa rencana K3 dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan K3, harus mempertimbangkan hasil penelahaan awal, identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko, peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya dan sumber daya yang dimiliki. Rencana K3 harus memuat tujuan dan

75

sasaran K3, skala prioritas, upaya pengendalian bahaya, dan penetapan sumber daya. Hal ini juga sama dengan Ramli (2010) yang menyatakan bahwa perencanaan K3 yang baik dimulai dengan melakukan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penentuan pengendaliannya. Dalam melakukan hal tersebut, harus dipertimbangkan berbagai persyaratan perundangan K3 yang berlaku bagi organisasi serta persyaratan lainnya yang terkait atau berlaku bagi organisasi. 5.1.3 Pelaksanaan Rencana K3

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan rencana K3 Bunut Rubber Factory PT. BSP, Tbk belum sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun 2012 Lampiran 1 pada pelaksanaan rencana K3 poin 1 dan 2 yang menyatakan pelaksanaan rencana K3 harus dilaksanakan dengan menyediakan sumber daya manusia yang mempunyai kualifikasi dan pengadaan prasarana dan sarana harus memadai. Pelaksanaan rencana K3 seharusnya mempunyai SDM yang berwenang di bidang K3 dilengkapi dengan sistem izin kerja/operasi untuk tugas berisiko tinggi seperti operator mesin, operator bejana uap, penggunaan bahan kimia berbahaya, sesuai juga dengan yang dinyatakan Elisabeth (2012) bahwa pekerjaan yang memiliki tingkat risiko yang tinggi harus memiliki izin kerja (work permit) dan prosedur pemberian izin tersebut ditetapkan di perusahaan. Pengetahuan mengenai izin kerja (work permit) sangat diperlukan untuk mempersiapkan kondisi kerja yang aman yang dibutuhkan sebelum pekerjaan dimulai, selama dan setelah pekerjaan selesai dilakukan.

Upaya pengendalian bahaya dan risiko K3 saat ini yang dilakukan perusahaan adalah berupa work instruction seperti pembuatan job description

76

masing-masing pekerjaan/tugas atau aturan perintah kerja/instruksi kerja (misalnya: aturan penggunaan APD, instruksi kerja pada operator boiler, instruksi kerja pada operator pembuat lauric acid, dan lainnya serta ditempelkannya work insruction singkat sekedar mengingatkan karyawan di pabrik seperti yang terlampir di lampiran 13, Gambar 8,9 dan 13), penggunaan APD yang sesuai dengan sifat/jenis pekerjaannya (misalnya: operator pembuatan lauric acid wajib menggunakan APD seperti safety shoes, sarung tangan, dan masker), perawatan mesin yang dilakukan dengan waktu yang berbeda untuk setiap mesin, namun perawatan/perbaikan dilakukan secara serentak setiap sebulan sekali pada saat semua mesin tidak beroperasi. Penyediaan rambu-rambu K3 dan bahan kimia berbahaya termasuk salah satu pelaksanaan K3.

Berdasarkan hasil audit internal SMK3, rambu peringatan bahaya sudah terpasang sesuai persyaratan peraturan perundang-undangan namun belum ada rambu BKB (Bahan Kimia Berbahaya) di gudang Sulphuric Acid. Seharusnya gudang penyimpanan BKB tersebut diberikan pemberian penandaan secara jelas bahwa ruangan tersebut merupakan tempat penyimpanan BKB untuk menjamin tidak ada kesalahan dalam pekerja memasuki ruangan di tempat kerja, dan dalam pemberian pelabelan pada semua bahan kimia berbahaya harus diawasi oleh petugas yang mempunyai otoritas (assisten lapangan), dan membuat dokumen sistem identifikasi dan pengawasan pelabelan BKB yang sesuai dengan Lampiran II PP RI No. 50 Tahun 2012 terdapat sistem untuk mengidentifikasi dan pemberian label secara jelas pada bahan kimia berbahaya (BKB).

77

Selain itu, perlengkapan K3 seperti Alat Pelindung Diri juga perlu disediakan sesuai dengan kebutuhan menurut kondisi, sifat dan lingkungan kerja masing-masing untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, sesuai dengan Permenakertrans No. PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri pada pasal 2 menyebutkan pengusaha wajib menyediakan APD bagi pekerja/buruh di tempat kerja dan pasal 6 menyebutkan pekerja/buruh dan orang lain yang memasuki tempat kerja wajib memakai atau menggunakan APD sesuai dengan potensi bahaya dan risiko.

Gambar 5.1 Laporan Check List Perlengkapan APD dan Perlengkapan Kerja

Berdasarkan laporan check list perlengkapan APD dan perlengkapan kerja dalam gambar di atas yang dipersiapkan oleh mandor bawahan langsung Assistan diketahui bahwa sudah dilaksanakannya inspeksi APD dan didapatkan dari 12 orang pekerja Cenex hanya 5 orang pekerja menggunakan APD yang diperlukan

78

sesuai dengan pekerjaannya, hal ini menjelaskan bahwa tingkat kesadaran pentingnya penggunaan APD untuk mencegah KK dan PAK pada pekerja masih rendah.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di Bunut Rubber Factory PT. BSP, Tbk juga belum sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun 2012 Lampiran 1 tentang pelaksanaan rencana K3 pada poin 7 dimana upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri harus diuji secara berkala oleh personil yang memiliki kompetensi kerja. Prosedur menghadapi keadaan darurat oleh Tim Tanggap Darurat yang terdiri dari Tim Bakortiba (Badan Koordinator Ketertiban Kebakaran) dan Group Leader (Komandan Satuan Pengamanan/ Satpam/ Security) seharusnya dilakukan simulasi sekali setahun yang melibatkan seluruh tenaga kerja dan dibuat pelaporan kegiatannya serta didokumentasikan. Hal ini juga sesuai dengan Ramli (2010) yang menyatakan penanggulangan keadaan darurat tidak akan berhasil jika tidak ditangani oleh petugas atau SDM yang kompeten dengan melakukan upaya pembinaan dan pelatihan yang terencana dan berkesinambungan dikemas dalam bentuk permainan peran atau uji coba dalam kondisi berbagai bentuk skenario sehingga mengetahui peran dan tanggung jawabnya masing-masing.

79

Gambar 5.2 Struktur Organisasi Tim Bakortiba PT. BSP, Tbk

Selain pembentukan Tim Tanggap Darurat, perusahaan juga perlu menyediakan peralatan darurat sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun 2012 yang menyatakan peralatan, dan sistem tanda bahaya keadaan darurat harus disediakan, diperiksa, diuji dan dipelihara secara berkala sesuai dengan peraturan perundang- undangan, standar dan pedoman teknis yang relevan. Adapun peralatan dan sistem tanda bahaya yang tersedia di Cenex antara lain :

1. APAR (Alat Pemadam Api Ringan), di letakkan di pintu utama dan di pintu darurat dekat area rawan kebakaran. Dari hasil check list APAR diketahui bahwa telah dilaksanakannya pemeriksaan APAR secara rutin yaitu setiap bulan oleh mandor/assistan dan menunjukkan bahwa kondisi APAR yang tersedia dalam kondisi baik.

80

Gambar 5.2 Check list APAR

2. Hydrant, sudah tersedia namun masih ada komponennya yang belum lengkap sehingga saat ini belum ada bukti dokumen laporan pemeriksaan instalansi hydrant, ditunjukkan dalam lampiran 13, Gambar 14. Pemeriksaan dan pengujian instalansi hydrant seharusnya dilakukan setiap bulan sesuai dengan prosedur perusahaan.

3. Kotak P3K, ditempelkan di dinding pabrik, kantor, dan tempat lain yag mudah dijangkau seperti yang ditunjukkan di lampiran 13, Gambar 11. Mandor/assistan selalu memeriksa ketersediaan daftar obat-obat yang ada di dalam kotak P3K setiap bulannya.

81

Gambar 5.3 Daftar obat di dalam kotak P3K

4. Layout, Petunjuk/ rambu dan titik evakusi, ditunjukkan di lampiran 10 yang ditempelkan di ruang kantor, pabrik, dan ruang tamu. Rambu evakuasi di dinding pabrik dibuat tampak jelas.

5. Fasilitas sarana dan prasarana, perusahaan menyediakan poliklinik dan rumah sakit milik sendiri (RS Kartini) untuk pelayanan kesehatan pekerjanya.

Pelaksanaan rencana K3 perlu juga mempertimbangkan jumlah dan kemampuan personil organisasi yang terlibat dalam menangani masalah K3 di perusahaan seperti assisten lapangan cenex seharusnya dipegang oleh satu orang agar bisa fokus menanggunggjawabi seluruh kegiatan K3 di unitnya dan jumlah staf dalam organisasi K3 (departemen QHSE) perlu dipertimbangkan dengan tugas dan fungsi organisasi yang mengontrol dokumen mutu, lingkungan dan K3 dari seluruh unit perusahaan. Hal ini sesuai dengan Ramli (2010) yang menyatakan bahwa kebijakan K3 yang dibuat tanpa mempertimbangkan kemampuan organisasi serta sumber daya yang tersedia mengakibatkan kebijakan K3 tidak mampu direalisir yang menekankan peningkatan K3. Pihak manajemen

82

harus memastikan ketersediaan sumberdaya yang penting untuk menetapkan, menjalankan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3.

5.1.4 Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3

Pemantauan dan evaluasi kinerja K3 Bunut Rubber Factory PT. BSP, Tbk belum sesuai dengan Lampiran 1 PP RI No. 50 Tahun 2012 pada pemantauan dan evaluasi kinerja poin 1 menyatakan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 dilaksanakan meliputi pemeriksaan, pengujian, dan pengukuran fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikologi. Perusahaan belum melakukan pengukuran ergonomi dan psikologis sesuai dengan hasil laporan audit internal SMK3 tahun 2015.

Gambar 5.4 Ruang Lingkup Kegiatan Pengujian Lingkungan Kerja di Bunut Rubber

Dari gambar di atas, diketahui bahwa pengujian lingkungan kerja di Bunut dilakukan oleh tim dari Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Medan yang

83

melakukan pengujian terhadap faktor fisik, kimia dan pemeriksaan kesehatan. Oleh karena itu, perlu perbaikan dengan cara pemantauan tidak hanya pemantauan lingkungan kerja fisik dan kimia tetapi juga untuk faktor ergonomi harusnya di area produksi melakukan pengukuran ergonomi pada peralatan kerja atau mesin yang digunakan pekerja secara berkala, untuk faktor psikologi harusnya perusahaan melakukan pengukuran beban kerja ataupun stres kerja supaya dapat mengetahui tingkatan stres atau beban kerja karyawan dan sebagai tindak lanjut apabila sudah tidak mengalami masalah akan dapat meningkatkan produktivitas kerja, di semua faktor harus dilakukan identifikasi selama proses identifikasi bahaya dan penilaian resiko, serta membuat catatan sumber bahaya yang ada di lingkungan kerja, dan membuat dokumen penetapan faktor lingkungan kerja yang di pantau.

Selanjutnya, Lampiran 1 PP RI No. 50 Tahun 2012 pada pemantauan dan evaluasi kinerja poin 2 sudah sesuai dengan pemantauan dan evaluasi kinerja K3 yang dilakukan perusahaan juga melaksanakan audit internal SMK3 secara berkala yaitu sekali setahun dan dilaksanakan secara sistematik dan independen oleh auditor internal yang sudah berkompeten dengan mengikuti pelatihan auditor internal dimana pelaksanaannya menggunakan kriteria audit eksternal yang tercantum pada Lampiran II peraturan ini dan pelaporannya dapat menggunakan format laporan yang tercantum pada Lampiran III peraturan ini. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam Ramli (2010) bahwa proses pelaksanaan SMK3 harus dipantau secara berkala dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa sistem berjalan sesuai dengan rencana.

84

Berdasarkan hasil studi dokumen laporan audit internal SMK3 Bunut Rubber Factory PT Bakrie Sumatera Plantations, Tbk tahun 2015 diketahui bahwa keseluruhan elemen SMK3 di Cenex Bunut Rubber Factory telah dilaksanakan sepenuhnya namun masih terdapat 9 kriteria hasil temuan audit yang menunujukkan bahwa kriteria SMK3 yang dilaksanakan belum sepenuhnya sesuai dengan persyaratan PP RI No. 50 Tahun 2012. Ramli (2010) menyatakan bahwa internal audit merupakan alat atau cara menilai apakah pelaksanaan K3 telah berhasil atau tidak sehingga dapat melakukan langkah-langkah penyempurnaan yang berkesinambungan dalam memenuhi kebijakan K3 dan objektif organisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan yang berkelanjutan berdasar hasil temuan audit yang dibahas dalam rapat tinjauan manajemen.

5.1.5 Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 di Bunut Rubber Factory sudah sesuai dengan Lampiran 1 PP RI No. 50 Tahun 2012 pada peninjauan dan peningkatan kinerja SMK3 poin 1 menyatakan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan yang berkesinambungan guna pencapaian tujuan SMK3, pengusaha dan/atau pengurus perusahaan atau tempat kerja harus melakukan tinjauan ulang terhadap penerapan SMK3 secara berkala; dan tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhadap kinerja perusahaan. Pelaksanaan SMK3 secara berkala ditinjau setahun sekali dengan melaksanakan Rapat Tinjauan Manajemen (RTM) yang dihadiri oleh seluruh

85

manajer dapat dilihat dari notulen RTM dan daftar hadir RTM yang terlampir di lampiran 8 dan 9.

Berdasarkan hasil penelitian studi dokumen Rapat Tinjauan Manajemen Terpadu tahun 2015 diketahui bahwa terdapat beberapa penyimpangan dalam penerapan SMK3. Hasil peninjauan tersebut digunakan untuk melakukan penyempurnaan/perbaikan terhadap penyimpangan yang ditemukan. Tindakan perbaikan yang sudah ditetapkan harus dilaksanakan dan menjadi masukan dalam penyusunan program K3 selanjutnya demi peningkatan kinerja dan pencapaian SMK3 di perusahaan. Hal ini sesuai dengan PP RI No. 50 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa tinjauan ulang SMK3 harus dapat mengatasi implikasi K3 terhadap seluruh kegiatan, produk barang dan jasa termasuk dampaknya terhdap kinerja perusahaan dan sesuai juga dengan yang dinyatakan Ramli (2010) bahwa dari hasil tinjauan manajemen dapat dirumuskan langkah-langkah perbaikan dan peningkatan kinerja K3 di periode berikutnya.

86

Dokumen terkait