• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu diperoleh dari pengumpul bibit dari daerah disekitar Kebun Sagu PT. Nati-onal Timber and Forest Product dengan harga Rp 2 000/bibit. Bibit yang akan disemai diseleksi terlebih dahulu diseleksi oleh kepala seksi dan pengawas pembi-bitan. Penyeleksisn bibit berdasarkan bentuk, ukuran, bobot dan kesegaran bibit (Gambar 1.)

Gambar 1. Bibit sagu yang diseleksi. Kriteria bibit yang sehat adalah:

Bibit masih segar dengan pelepah masih hijau Bibit sudah tua,dicirikan bonggol sudah keras Pelepah dan pucuk masih hidup

Tidak terserang hama dan penyakit Rata-rata bobot bibit 4 kg

Bibit yang memenuhi kriteria tapi ukurannya kecil dihitung setengah Bibit yang tidak memenuhi kriteria diafkirkan. Pengangkutan bibit dari tempat persemaian bahan tanam ketempat persemaian menggunakan kereta kecil (loko).

Persemaian

Bibit yang akan disemai terlebih dahulu dipotong dengan panjang ± 40 cm dari banir, pemotongan untuk mempercepat tumbuhnya tunas. Bibit yang telah di-pangkas kemudian direndam kedalam larutan fungisida untuk mencegah serangan jamur.

Pada penyemaian di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu digunakan sistem rakit di kanal. Rakit dibeli dari dari masyarakat setempat dengan harga Rp 5 000/ rakit. Rakit berukuran panjang 3 m dengan lebar 1 m, terbuat dari pelepah sagu yang telah kering. Sebuah rakit dapat memuat 70-80 bibit tergantung ukuran bibit. Bibit disusun di rakit dengan bagian banir teren-dam air. Persemaian dilakukan selama tiga bulan. Saat itu bibit rata-rata sudah memiliki 2-3 daun.

Terdapat berbagai cara persemaian. Pada masyarakat Riau persemaian yang dilakukan adalah persemaian sistem rakit di kanal, sedangkan Departemen Pertanian Malaysia khususnya di Serawak melakukan persemaian sistem kolam lumpur. Persemaian dengan polibeg walaupun jarang dilakukan tetapi masih mungkin dilakukan, oleh sebab itu perlu dilakukan percobaan persemaian bibit sagu dengan berbagai sistem persemaian untuk mengetahui sistem persemaian terbaik.

Metode Pengambilan Data Kegiatan Persemaian

Pengambilan data persemaian sagu dilakukan secara langsung dengan membuat rancangan percobaan pengaruh media tumbuh dan bobot bibit (abut) ter-hadap pertumbuhan vegetatif abut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah

rancangan petak terpisah (split plot) dengan dua faktor. Faktor yang pertama

ada-lah media tumbuh sebagai petak besar (petak utama) dan faktor yang kedua adaada-lah bobot bibit sebagai petak kecil (anak petak). Metode persemaian yang digunakan ada tiga yaitu metode persemaian kanal dengan media tumbuh air, metode perse-maian kolam dengan media tumbuh lumpur, dan metode perseperse-maian polibeg de-ngan media tumbuh tanah bobot abut yang digunakan memiliki bobot memiliki bobot 2, 3, 4 kg

Model yang digunakan yang digunakan untuk percobaan ini adalah adalah sebagai berikut

Yijk = μ + k + Ai + Bj + (AB)ij + ik + ɛijk

Keterangan

Yijk = nilai pengamatan dari faktor media-i, bobot ke-j,dan ulangan ke-k

μ = nilai tengah umum

k = pengaruh ulangan ke-k

Ai = Pengaruh faktor media tumbuh ke-i

Bj = pengaruh faktor bobot abut ke-j

( AB)ij = interaksi faktor A kei dan faktor B ke-j

ik = pengaruh faktor A ke-i dan ulangan ke-k

ɛijk = pengaruh galat percobaan perlakuan media ke-i, bobot abut ke-j, ulangan ke-k

Pengaruh perlakuan media tanam, bobot abut dan interaksi keduanya diketahui dengan mengunakln uji F.jika hasil sidik ragamnya menunjukkan hasil

yang nyata, maka dialnjutkan dengan uji Duncan Mltiple Range Test (DMRT)

pada taraf 5%. Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh yang bersifat aditif, galat percobaan saling bebas dan menyebar normal, dan ragam percobaan bersifat homogen.

Hipotesis

Terdapat pengaruh yang berbeda dari masing-masing media tumbuh dan bobot abut terhadap pertumbuhan vegetatif bibit sagu.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bibit sagu yang mempunyai kriteria sehat, bebas serangan hama dan penyakit, mempunyai banir berbentuk L, mempunyai perakaran yang cukup, merupakan sagu duri. Rakit yang digunakan untuk perse-maian kanal berukuran panjang 3 meter dan lebar 1 meter, terbuat dari pelepah sa-gu yang kering. Polibeg yang disa-gunakan berukuran 40cmx45cm. Kolam perse-maian untuk perseperse-maian dengan media rumput memiliki ketinggian air 5-10 cm.

Alat yang digunakan adalah kantong plastik pembungkus es lilin, spidol perma-nen, tali plastik, timbangan, meteran dan fungisida Cobox WP 200.

Pelaksanaan Persemaian

Abut yang digunakan dipangkas denagn ukuran 40 cm diatas banir dan direndam dalam larutan Cobox WP 200 dengan konsentrasi 4 g/10 l air. Abut kemudian ditimbang dan dikelompokkan menjadi abut ukuran 2, 3, 4 kg. Kolam yang digunakan untuk persemaian dengan media lumpur dibersihkan dari gulma dan akar pakis. Polibeg diisi dengan tanah disekitar penelitian. Kanal yang digunakan untuk persemaian air dibersihkan dari gulma air. Bibit sagu ditata sedemikian rupa di kolam, kanal dan polibeg sehingga menjadi rancangan petak terpisah.

Waktu Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan interval dua minggu sekali. Pengamatan dilakukan selama dua bulan mulai bulan April sampai Juni 2008.

Pengamatan

Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah:

¾ Panjang tunas. Panjang tunas diukur mulai dari pangkal pemangkasan sampai

titik teratas bibit, baik ketika masih berupa tunas maupun setelah berubah menjadi daun

¾ Jumlah daun. Jumlah daun yang di hitung berdasarkan jumlah keseluruhan

daun yang ada di bibit

¾ Lebar daun. Lebar daun diukur ketika daun sudah mekar pada daun pertama

dan yang di ukur adalah bagian yang terlebar dari daun

¾ Jumlah bibit yang hidup. seluruh bibit yang digunakan dihitung jumlah yang

hidup

Pemupukan

PT. National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu terletak di kawasan hutan tropis. Keadaan hutan tropis berbeda dengan hutan iklim sedang

dan iklim dingin. Bila di hutan tropis, akan terlihat bahwa terdapat banyak hara, tetapi hara tidak tersimpan dalam tanah melainkan dalam tubuh tumbuhan yang masih hidup. Di daerah tropis yang panas dan lembab dekomposisi berjalan sangat cepat, bila dibarengi curah hujan yang tinggi maka hasil dekomposisi akan cepat hilang dibawa air tanah ke tempat lain, akibatnya kesuburan cepat berkurang padahal cadangan makanan (hara) tersedia sedikit di dalam tanah (Rososoedarmo dan Kartawinata, 1984). Pembukaan hutan dan perubahan fungsi hutan menjadi kebun menyebabkan kehilangan hara dari tanah semakin cepat dan bahan yang dikomposisikan untuk menjadi hara berkurang. Kebun sagu tersebut terletak pada areal hutan gambut yang bersifat masam dengan pH 3.4 – 4.8, kandungan hara dan mineral rendah sehingga diperlukan tambahan nutrisi melalui pemupukan.

Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara (Novizan, 2002). Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sagu berdasarkan kandu-ngan mineral dalam tanaman tersebut, terutama empulur batang. Empulur batang sagu mengandung kalium, kalsium, dan magnesium dalam jumlah yang cukup tinggi, hal ini membuktikan bahwa sagu sebagai penghasil karbohidrat yang cu-kup tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Tabel 1. Rekomendasi pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu (yang dinyatakan dalam gram per rumpun tanaman sagu)

Umur tahun

dolomit urea RP MOP CuSO4 Borate FeSO4 ZnSO4 MnSO4

...gram...

0-1 500 100 50 200 50 10 20 50 10

1-2 1000 300 100 500 50 10 20 50 10

2-3 2000 600 200 1000 70 15 30 70 15

3-4 3000 1000 300 1500 100 15 30 100 15

Sumber : National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu

Pupuk yang digunakan di PT. National Timber and Forest Product adalah

dilakukan dengan interval tiga kali setahun setelah pelorongan dan pembersihan piringan. Dosis pupuk makro dan mikro tercantum dalam Tabel 1.

Pupuk yang digunakan di kebun berasal dari Pekan Baru dengan sistem kontrak. Pupuk abu arang berasal dari pembakaran kulit terluar dari batang (ruyung sagu). Abu arang mengandung kalium, mangnesium dan kalsium cukup tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan batang sagu dan pembentukan pati. Pengecekan terhadap abu arang dilakukan sebelum pemupukan dilakukan. Penge-cekan mencakup kandungan abu arang, berat dan kemurnian abu arang, dengan cara mengambil 20 karung pupuk sebagai sampel. Hasil pengecekan kemudian dimasukkan kedalam blanko standar penerimaan pupuk.

Pupuk diangkut dengan menggunakan jonder (traktor berkekuatan 140

tenaga kuda) ke petak yang akan dipupuk. Pengaplikasian pupuk dilakukan de-ngan cara disebarkan pada bagian depan dan belakang piride-ngan, hal ini dilakukan untuk mengefisienkan tenaga dan waktu pemupukan. Pada tahap pertama, pupuk yang diaplikasikan Urea 300 g dan MOP 100 g. Mangkuk sabun colek digunakan sebagai takaran dalam pengaplikasian pupuk. Pupuk Urea dan MOP yang akan diaplikasikan terlebih dahulu di aduk di wadah pengadukan dengan menggunakan cangkul dan sekop dengan perbandingan tiga karung urea dan satu karung MOP. Pupuk yang sudah mengeras dihancurkan agar dapat bercampur dengan baik.

Prestasi kerja pemupukan adalah tujuh baris / HOK ( setara dengan lima karung pupuk ukuran 50 Kg). Karung bekas pemupukan dikumpulkan untuk dihitung jumlah pupuk yang telah diaplikasikan. Penghitungan karung merupakan tahap akhir kegiatan pengawasan pemupukan, jumlah karung yang ada sebelum dan sesudah pemupukan harus sama. Hambatan dalam pemupukan adalah banyak-nya sampah dedaunan dan pelepah sagu di piringan sehingga pupuk yang diapli-kasikan tidak langsung kontak dengan tanah sehingga mudah menguap dan tercuci, unsur hara yang tersebut menjadi tidak tersedia bagi sagu.

Pengendalian Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat dan

kon-disi yang tidak diinginkan manusia. Gulma menurut Soerjani (1988) dalam Yakup

sepenuhnya diketahui. Gulma tidak dikehendaki karena: a) Menurunkan produksi akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, sinar matahari, dan ruang hidup. b) Mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. c) Menjadi inang bagi hama dan penyakit yang menyerang tanaman. d) Mengganggu tata guna air dan e) Meningkatkan biaya usahatani karena meningkatkan biaya pemeliharaan.

Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi persaingan antara sagu dengan gulma, untuk mengurangi kelembaban agar tidak mudah terkena serangan hama dan penyakit, mempermudah dalam pemupukan, sensus dan penyulaman sehingga sagu dapat tumbuh dengan baik. Rotasi pengendalian gulma dilakukan setiap tiga sampai empat bulan tergantung keadaan kebun. Kepala seksi yang mengambil keputusan apakah gulma di lahan tersebut harus dikendalikan atau tidak.

Gulma di PT. National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu dikendalikan secara mekanis dengan cara membabat bagian-bagian gulma sehing-ga pertumbuhan gulma tersebut terhambat. Gulma dikendalikan densehing-gan peneba-san. Kegiatan pengendalian dibagi dalam tiga jenis yaitu tebas lorong, tebas piri-ngan dan pengimasan. Untuk mengefisienkan pekerjaan, tebas lorong dan tebas piringan dilakukan dalam satu kegiatan. Alat yang digunakan untuk tebas lorong adalah parang. Pakis, semak dan pohon merupakan gulma yang banyak tumbuh di lorongan sagu. Penebasan lorong dilakukan dengan membabat gulma disepanjang jalur tanaman dengan ketentuan lebar tebasan 2 m, tebasan simetris dengan sagu, penebasan dilakukan di sepanjang lorong atau jalur tanam tanpa terputus, gulma ditebas dengan ketinggian 10 – 15 Cm dari permukaan tanah. Dalam penebasan lorong, jika ditemukan sagu yang mati atau tidak ditanam dalam lorong tersebut dipasang pancang untuk memudahkan kegiatan sensus dan penyulaman.

Tebas piringan merupakan kegiatan pengendalian gulma pada piringan di sekitar rumpun tanaman sagu. Kriteria tebas piringan adalah tebasan di sekitar rumpun berjari-jari minimal 1 m, tinggi tebasan rata dengan permukaan tanah, tebasan simetris dengan rumpun sagu, pelepah sagu yang telah tua dan telah jatuh dibersihkan dari sekitar rumpun.

Prestasi kerja untuk tebas lorong dan piringan adalah 0.5 lorong/HOK (250 m/HOK). Faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah ketebalan gulma, jumlah sagu yang hidup di sepanjang lorong dan banyaknya kayu pada lorong yang ditebas. Banyaknya tanaman yang mati di tengah lorong merupakan kendala yang sering dijumpai saat pelorongan, tidak adanya acuan sagu yang hidup saat pelorongan membuat lorong sulit untuk lurus.

Pengimasan merupakan kegiatan pengendalian gulma berupa pohon yang ada di lorong maupun antar lorong. Pengimasan dilakukan dengan rotasi lima sampai empat tahun sekali tergantung keadaan kayu di antara lorong, bila kayu tersebut sudah lebih tinggi dari sagu dan menaungi sagu maka dilakukan pengimasan (Gambar 2). Sagu yang dinaungi pertumbuhannya lambat dan kerdil karena terhalangnya radiasi sinar matahari. Sinar matahari sangat dibutuhkan un-tuk pertumbuhan tanaman terutama karena perannya dalam fisiologi seperti foto-sintesis, respirasi, pertumbuhan, pembungaan, mekanisme membuka dan menu-tupnya stomata, pergerakan tanaman dan perkecambahan (Rostiwati dan Su-priyanto, 1996)

Alat yang digunakan untuk pengimasan yaitu chain saw, parang dan

kampak. Ketentuan pengimasan adalah kayu yang di areal kebun ditebang, kayu yang ditebang tidak boleh jatuh ke lorongan tetapi diarahkan ke antara lorongan. Prestasi pengimasan adalah 200 m/HOK. Ukuran diameter kayu yang besar, banyaknya kayu keras di areal tersebut dan jumlah kayu merupakan faktor yang menentukan waktu yang diperlukan dalam pengimasan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pembudidayaan tanaman sagu. Serangan hama dan penyakit tanaman sagu pada saat ini umumnya belum dianggap serius tetapi berpotensi untuk menurun-kan hasil. Penyakit merupamenurun-kan suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal disebabkan oleh faktor primer (biotik dan abiotik) dan gangguannya bersifat terus menerus dan akibatnya dinyatakan oleh aktivitas sel yang abnormal (Sinaga, 2003).

Gambar 1. Pengimasan kebun sagu

Hama yang sering menyerang perkebunan sagu adalah ulat sagu / gendon

(Rhynchoporus sp.), anai–anai (Macrotermes Sp.) dan belalang. Ulat sagu ( Rhynchoporus sp.) merusak tanaman sagu pada stadium lundi. Rhynchoporus sp.

dewasa meletakkan telur pada lubang yang digerek sedalam ± 3 mm, telur juga diletakkan pada bagian tanaman sagu yang luka baik karena pelukaan sewaktu teknis budidaya maupun luka akibat angin kencang. Stadium telur berlangsung selama tiga hari. Ulat sagu yang baru menetas menjadi lundi langsung menggerek batang untuk mencari jaringan yang masih muda atau sekulen (jaringan yang lunak dan berair). Serangan yang terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan kematian. Pengendalian serangan ulat sagu dilakukan dengan pencegahan peluka-an terhadap batpeluka-ang sagu dpeluka-an penutuppeluka-an terhadap luka pada tpeluka-anampeluka-an sagu. Pengen-dalian secara kimia tidak dilaksanakan karena sulit untuk menjangkau keberadaan ulat sagu di dalam batang.

Tanaman sagu yang terserang anai-anai ditandai dengan adanya gumpalan tanah di sekeliling batang tanaman dari pangkal batang sampai pelepah daun dan akhirnya menuju pucuk (Gambar 3). Anai-anai sering menyerang pada musim hujan. Pada serangan berat, rayap menyerang titik tumbuh dengan menggerek dan memakan titik tumbuh, pucuk kemudian mengering, daun patah dan tanaman ma-ti. Pengendalian anai-anai dilakukan dengan penyemprotan lantrex EC 400. Untuk

memperoleh hasil yang maksimal, sebelum penyemprotan sarang yang terbuat da-ri tanah yang melekat pada batang dihilangkan / dihancurkan. Dosis yang digu-nakan adalah 2 cc/liter air dengan menggudigu-nakan alat knap sack sprayer jenis solo.

Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Cercospora sp.

sering dijumpai pada tanaman sagu. Cendawan Cercospora sp. menyerang bagian

daun tanaman sagu dengan gejala bercak coklat tidak beraturan yang muncul ditengah daun, bercak tersebut kemudian mengering dan menyebabkan daun

berlubang-lubang. Serangan cendawan Cercospora sp. menyebabkan menurunnya

potensi daun untuk melakukan fotosintesis. Pengendalian dilakukan dengan cara sanitasi lingkungan untuk mengurangi kelembaban disekitar rumpun sagu secara berkala.

Hama penyakit yang sering ditemukan di persemaian PT. National Timber and Forest and Product adalah hama belalang dan penyakit yang disebabkan oleh

cendawan Cercospora sp. tetapi serangannya belum melewati ambang ekonomi.

Pengendalian yang dilakukan hanya dilakukan dengan sanitasi lingkungan secara berkala. Penanaman abut yang akan disulam langsung tanpa disemai di kanal sering mendapat serangan cendawan, bagian ujung banir bekas pelukaan yang terserang cendawan tersebut akan membusuk dan dapat menyebabkan kematian abut karena cadangan makanan yang banir habis. Pengendalian cendawan tersebut dilakukan dengan fungisida Cobox WP 200 dengan konsentrasi 4 g/10 l air. Penyemprotan dilakukan pada ujung abut yang luka sebelum abut ditanam.

Pengendalian hama dan penyakit di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu tidak dilaksanakan secara berkala tetapi dilakukan bila serangan dianggap melewati ambang ekonomi. Tahapan pengendalian hama penyakit adalah sebagai berikut: pengawas melaporkan kapada wakil kepala seksi bila terjadi serangan hama dan penyakit kemudian wakil kepala seksi melaporkan kepada kepala seksi. Kepala seksi menilai perlu tidaknya pengendalian dilakukan, bila dianggap perlu maka kepala seksi akan menginstruksikan untuk melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hasil pengendalian yanng dilakukan akan dievaluasi oleh kepala seksi.

Penyulaman

Penyulaman merupakan kegiatan penanaman kembali untuk mengganti tanaman yang mati akibat kesalahan tanam, keracunan bahan kimia, atau serangan hama dan penyakit. Data jumlah tanaman sagu yang perlu disulam diperoleh dari data sensus hidup-mati. Penyulaman tanaman sagu yang mati perlu dilakukan agar tidak terjadi kekosongan dalam areal perkebunan sehingga lahan dapat dimanfaat-

Gambar 2. Tanaman sagu yang terserang anai-anai

kan secara intensif dan hasilnya akan lebih banyak (Listio, 2007). Penyulaman dilakukan pada musim hujan agar air mencukupi untuk pertumbuhan bibit.

Abut (anakan sagu) yang akan digunakan sebagai bibit terlebih dahulu disemai di rakit hingga tumbuh 2 – 3 daun selama kurang lebih dua bulan diper-semaian sehingga bibit tahan ditanam di lapang. Bibit sagu yang akan ditanam dipangkas 2/3 daunnya untuk mengurangi penguapan. Setiap regu penyulam terdiri atas tiga orang tenaga harian kontrak, seorang bertugas mendistribusikan (melangsir) bibit ke lorong yang akan disulam, seorang bertugas membuat lubang tanam dan seorang lagi menanam bibit. Kedalaman lubang tanam sampai batas permukaan air, panjang dan lebar lubang tanam masing – masing 60 Cm. Prestasi kerja harian kontrak adalah 80 tanaman/HOK. Penyulaman pertama dilakukan tiga bulan setelah penanaman, penyulaman kedua dilakukan kurang lebih tiga bulan setelah penyulaman pertama.

Cara lain yang diterapkan P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dalam menyulam dengan pengambilan abut secara langsung dari kebun, kemudian abut langsung ditanam pada areal yang kosong. Syarat abut yang diambil menjadi bibit adalah tanaman sagu yang paling besar (induk sagu), sudah layak untuk ditebang kira-kira memiliki tinggi 6-7 meter, bibit berbentuk L dan sudah cukup tua, serta bobot abut lebih dari 2 kg. Pekerjaan penyulaman dibagi menjadi empat bagian yaitu pengambil abut (anakan sagu), pendistribusian abut, penggalian lubang dan penanam. Pengambilan bibit dilakukan dengan menggunakan tojos. Keuntungan cara kedua dibanding cara pertama adalah :

¾ Dana yang dikeluarkan lebih kecil karena tidak perlu membeli abut dari luar

kebun

¾ Waktu yang digunakan untuk penyulaman lebih singkat, bibit tidak perlu

disemai lagi sehingga dapat menghemat waktu kira-kira dua bulan untuk persemaian

¾ Pendistribusian lebih mudah, bentuk bibit lebih kecil tanpa daun sehingga

bibit yang dibawa sewaktu pendistribusian lebih banyak

¾ Pengambilan anakan sagu sebagai bibit akan mengurangi jumlah anakan

dalam rumpun sagu, kegiatan tersebut sebagai pruning terhadap sagu tersebut sehingga kegiatan pruning dapat dikurangi

Selain keuntungan tersebut, terdapat kerugian yang mungkin timbul yaitu

adanya serangan dari hama ulat sagu (Rhynchoporus Sp.) akibat dari pelukaan

bagian tanaman dan pertumbuhan abut yang ditanam langsung lebih lambat jika dibandingkan abut yang disemai terlebih dahulu.

Kendala yang ditemui dalam penyulaman adalah abut yang akan digunakan terlalu lama ditanam sehingga banyak terserang jamur dan abut menjadi kering sehingga kamampuan untuk tumbuh berkurang. Abut yang telah diambil dan belum ditanam sebaiknya direndam di kanal dan pengaplikasian fungisida ke ujung banir abut yang luka sebaiknya dilakukan untuk mengurangi serangan jamur.

PEMBAHASAN

Teknis Budidaya Sagu (Metroxylon spp.)

Budidaya tanaman sagu (Metroxylon spp.) terdiri atas kegiatan penyiapan

lahan, penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan penyiapan lahan bertujuan untuk menciptakan kondisi lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sagu. Lahan tersebut akan digunakan sebagai fasa baru. Kegiatan penyiapan lahan terdiri atas perintisan dan penggalian kanal, pancang blok, pelorongan, pemancangan ajir, pembuatan lubang tanam, penanaman dan penyulaman. Kegiatan penanaman meliputi pengadaan bahan tanam, penyeleksian bibit dan persemaian. Kegiatan penyiapan bahan tanam merupakan teknis budidaya yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan budidaya tanaman sagu.

Kegiatan pemeliharaan di PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu meliputi kegiatan pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, dan penyulaman. Pemupukan di PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu bertujuan melegkapi ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu. Sebagian besar (80 %) lahan PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu merupakan tanah gambut dengan kandungan hara yang rendah dan sifat tanah yang masam. Pupuk yang digunakan di P.T. National Timber and Forest Product adalah MOP, RP,

Urea, CuSO4, FeSO4, ZnSO4, dolomit, dan abu arang. Pemupukan dilakukan

dengan interval tiga kali setahun setelah pelorongan dan pembersihan piringan.

Dokumen terkait