• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selatpanjang, Riau, dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selatpanjang, Riau, dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.)

DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT

HTI MURNI SAGU, SELATPANJANG, RIAU, DENGAN

STUDI KASUS PERSEMAIAN MENGGUNAKAN BERBAGAI

MEDIA DAN BOBOT BIBIT.

Oleh : ADRINUS PINEM

A 34104017

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

ADRINUS PINEM. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat

Panjang, Riau, Dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai

Media dan Bobot Bibit. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro

Djoefrie, M. Agr.)

Kegiatan magang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

ke-trampilan serta kemampuan teknis dan menejerial budidaya sagu. Aspek khusus

yang diamati dalam magang ini adalah sistem persemaian di PT. National Timber

and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dan membandingkan dengan sistem

persemaian yang lain. Kegiatan magang dilaksanakan dari tanggal 11 Febuari dan

berakhir pada tanggal 11 Juli 2008 di Perkebunan sagu PT. National Timber and

Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang

menggunakan dua metode yaitu metode langsung dengan melaksanakan kegiatan

teknis budidaya dan melakukan pengamatan terhadap teknis budidaya di kebun

tersebut serta melakukan percobaan pengaruh media tumbuh persemaian kanal,

lumpur, polibeg, dan bobot bibit 2, 3, 4 kg terhadap pertumbuhan vegetatif bibit

tersebut. Kegiatan teknis budidaya yang dilakukan adalah pemupukan,

per-semaian, penyulaman, penebasan lorong, penebasan piringan, pengimasan,

pe-ngendalian hama dan penyakit. Metode yang kedua adalah metode tidak langsung

dengan mempelajari dan menganalisis laporan pihak kebun dan studi pustaka.

Data primer yang diperoleh dari percobaan persemaian dianalisis dengan uji

DMRT pada taraf 5%

PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu

mene-rapkan sistem persemaian bibit secara terapung pada kanal (saluran air berukuran

lebar 3 m dengan kedalaman 2 m). Bibit disemai di kanal dengan menggunakan

rakit berukuran panjang 3 m dan lebar 1 m, terbuat dari pelepah sagu yang sudah

kering. Kriteria bibit sehat dan layak untuk disemai adalah bibit masih segar

de-ngan pelepah masih hijau, bibit sudah tua, dicirikan bonggol sudah keras, pelepah

dan pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, rata-rata bobot bibit 4

(3)

Pertumbuhan bibit sagu di persemaian dipengaruhi oleh perlakuan

sebe-lum persemaian, umur bibit, lama penyimpanan, curah hujan selama persemaian,

sistem persemaian yang digunakan dan bobot bibit. Terdapat berbagai cara

per-semaian yaitu perper-semaian kanal, lumpur dan polibeg Bobot bibit yang digunakan

umumnya berukuran 2-6 kg. Berdasarkan hasil percobaan dengan parameter

per-tumbuhan tunas, jumlah daun, luas daun, dan persentasi hidup, bibit dengan

perla-kuan persemaian kanal dengan bobot 4 kg menghasilkan pertumbuhan yang

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI

PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI

MURNI SAGU, SELATPANJANG, RIAU, DENGAN STUDI

KASUS PERSEMAIAN MENGGUNAKAN BERBAGAI MEDIA

DAN BOBOT BIBIT.

NAMA : ADRINUS PINEM

NRP : A34104017

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr.

NIP. 130 422 690

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, Propinsi Sumatra Utara pada

tanggal 26 November 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara

dari pasangan Ayah Lenna Pinem dan Ibu Riahta Br Karo.

Tahun 1998 penulis lulus dari SD F. Tandean, kemudian pada tahun 2001

penulis me-nyelesaikan studi di SLTPN 1 Tebing Tinggi. Selanjutnya penulis

melanjutkan studi di SMUN 1 Tebing Tinggi. Tahun 2004 penulis diterima di

Jurusan Budidaya Pertanian Pro-gram Studi Agronomi melalui jalur USMI IPB.

Pada tahun 2004 sampai sekarang penulis aktif di Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Tarung Derajat, tahun 2006-2008 penulis menjadi ketua

organisasi tersebut. Penulis menjadi asisten praktikum ekologi pertanian pada

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat-NYA dan Bunda

Maria atas doa-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Skripsi berjudul Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT

National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu Selat Panjang Riau

dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Perta-nian, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih kepada:

™ Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr selaku dosen

pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan dan

saran-saran dalam pembuatan skripsi ini.

™ Bapak, Mamak, Ina dan Kak Leri yang telah memberi dukungan

semangat dan doa.

™ Dr. Ir. Ade Wachjar selaku dosen pembimbing akademik atas saran

dan du-kungannya

™ Debi, Mario, Landes, Bernardo, Supardi, Cornel yang telah membantu

selama penelitian.

™ Bang Kornelis, Bapak Nasirudin, Bang Albet dan seluruh karyawan

PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu.

™ Vitria”Kiting”, Ika dan Enung atas bantuan dan dukungannya.

™ Semua teman di program studi Agronomi 41.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

(7)

DAFTAR ISI

Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 6

Letak Geografis ... 6

Keadaan tanah dan iklim ... 7

PELAKSANAAN TEKNIS MENEJERIAL ... 9

Pengorganisasian Kebun ... 9

Deskripsi Kerja Karyawan ... 10

PELAKSANAAN TEKNIS BUDIDAYA ... 13

Persiapan Bahan Tanam... ... 13

Persemaian... ... 14

Pemupukan ... 16

Pengendalian Gulma ... 18

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

Penyulaman ... 22

PEMBAHASAN ... 25

Teknis Budidaya Sagu (Metroxylon spp.) ... 25

Pertumbuhan Vegetatif Sagu (Metroxylon spp.) ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rekomendasi pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber

and forest Product Unit HTI ... 17

2. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap pertumbuhan pucuk

Bibit sagu selama masa persemaian ... 28

3. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap jumlah daun bibit sagu

selama masa persemaian... ... 31

4. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap lebar daun bibit sagu

selama masa persemaian... 31

5. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap persentase hidup Bi-

bit selama masa persemaian... .... 32

Lampiran

1. Plot percobaan... ... 38 2. Rata-rata curah hujan, suhu udara, dan kelembaban dara bulanan dan Tahunan (Periode Pengamatan dari tahun 1988-1997)... ...39

3. Struktur organisasi kebun... ... 40 4. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-

bit (BB) terhadap pertumbuhan panjang tunas bibit sagu...41 5. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-

bit (BB) terhadap pertumbuhan panjang daun bibit sagu...42 6. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Bibit sagu yang diseleksi... . 13 2. Pengimasan kebun sagu... . 20 3. Tanaman sagu yang terserang anai-anai... 23

(11)

PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.)

DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT

HTI MURNI SAGU, SELATPANJANG, RIAU, DENGAN

STUDI KASUS PERSEMAIAN MENGGUNAKAN BERBAGAI

MEDIA DAN BOBOT BIBIT.

Oleh : ADRINUS PINEM

A 34104017

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

(12)

RINGKASAN

ADRINUS PINEM. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat

Panjang, Riau, Dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai

Media dan Bobot Bibit. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro

Djoefrie, M. Agr.)

Kegiatan magang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

ke-trampilan serta kemampuan teknis dan menejerial budidaya sagu. Aspek khusus

yang diamati dalam magang ini adalah sistem persemaian di PT. National Timber

and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dan membandingkan dengan sistem

persemaian yang lain. Kegiatan magang dilaksanakan dari tanggal 11 Febuari dan

berakhir pada tanggal 11 Juli 2008 di Perkebunan sagu PT. National Timber and

Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang

menggunakan dua metode yaitu metode langsung dengan melaksanakan kegiatan

teknis budidaya dan melakukan pengamatan terhadap teknis budidaya di kebun

tersebut serta melakukan percobaan pengaruh media tumbuh persemaian kanal,

lumpur, polibeg, dan bobot bibit 2, 3, 4 kg terhadap pertumbuhan vegetatif bibit

tersebut. Kegiatan teknis budidaya yang dilakukan adalah pemupukan,

per-semaian, penyulaman, penebasan lorong, penebasan piringan, pengimasan,

pe-ngendalian hama dan penyakit. Metode yang kedua adalah metode tidak langsung

dengan mempelajari dan menganalisis laporan pihak kebun dan studi pustaka.

Data primer yang diperoleh dari percobaan persemaian dianalisis dengan uji

DMRT pada taraf 5%

PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu

mene-rapkan sistem persemaian bibit secara terapung pada kanal (saluran air berukuran

lebar 3 m dengan kedalaman 2 m). Bibit disemai di kanal dengan menggunakan

rakit berukuran panjang 3 m dan lebar 1 m, terbuat dari pelepah sagu yang sudah

kering. Kriteria bibit sehat dan layak untuk disemai adalah bibit masih segar

de-ngan pelepah masih hijau, bibit sudah tua, dicirikan bonggol sudah keras, pelepah

dan pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, rata-rata bobot bibit 4

(13)

Pertumbuhan bibit sagu di persemaian dipengaruhi oleh perlakuan

sebe-lum persemaian, umur bibit, lama penyimpanan, curah hujan selama persemaian,

sistem persemaian yang digunakan dan bobot bibit. Terdapat berbagai cara

per-semaian yaitu perper-semaian kanal, lumpur dan polibeg Bobot bibit yang digunakan

umumnya berukuran 2-6 kg. Berdasarkan hasil percobaan dengan parameter

per-tumbuhan tunas, jumlah daun, luas daun, dan persentasi hidup, bibit dengan

perla-kuan persemaian kanal dengan bobot 4 kg menghasilkan pertumbuhan yang

(14)

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI

PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI

MURNI SAGU, SELATPANJANG, RIAU, DENGAN STUDI

KASUS PERSEMAIAN MENGGUNAKAN BERBAGAI MEDIA

DAN BOBOT BIBIT.

NAMA : ADRINUS PINEM

NRP : A34104017

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr.

NIP. 130 422 690

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

NIP. 131 124 019

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, Propinsi Sumatra Utara pada

tanggal 26 November 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara

dari pasangan Ayah Lenna Pinem dan Ibu Riahta Br Karo.

Tahun 1998 penulis lulus dari SD F. Tandean, kemudian pada tahun 2001

penulis me-nyelesaikan studi di SLTPN 1 Tebing Tinggi. Selanjutnya penulis

melanjutkan studi di SMUN 1 Tebing Tinggi. Tahun 2004 penulis diterima di

Jurusan Budidaya Pertanian Pro-gram Studi Agronomi melalui jalur USMI IPB.

Pada tahun 2004 sampai sekarang penulis aktif di Unit Kegiatan

Mahasiswa (UKM) Tarung Derajat, tahun 2006-2008 penulis menjadi ketua

organisasi tersebut. Penulis menjadi asisten praktikum ekologi pertanian pada

(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat-NYA dan Bunda

Maria atas doa-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

Skripsi berjudul Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT

National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu Selat Panjang Riau

dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen

Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Perta-nian, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih kepada:

™ Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr selaku dosen

pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan dan

saran-saran dalam pembuatan skripsi ini.

™ Bapak, Mamak, Ina dan Kak Leri yang telah memberi dukungan

semangat dan doa.

™ Dr. Ir. Ade Wachjar selaku dosen pembimbing akademik atas saran

dan du-kungannya

™ Debi, Mario, Landes, Bernardo, Supardi, Cornel yang telah membantu

selama penelitian.

™ Bang Kornelis, Bapak Nasirudin, Bang Albet dan seluruh karyawan

PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu.

™ Vitria”Kiting”, Ika dan Enung atas bantuan dan dukungannya.

™ Semua teman di program studi Agronomi 41.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2008

(17)

DAFTAR ISI

Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 6

Letak Geografis ... 6

Keadaan tanah dan iklim ... 7

PELAKSANAAN TEKNIS MENEJERIAL ... 9

Pengorganisasian Kebun ... 9

Deskripsi Kerja Karyawan ... 10

PELAKSANAAN TEKNIS BUDIDAYA ... 13

Persiapan Bahan Tanam... ... 13

Persemaian... ... 14

Pemupukan ... 16

Pengendalian Gulma ... 18

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

Penyulaman ... 22

PEMBAHASAN ... 25

Teknis Budidaya Sagu (Metroxylon spp.) ... 25

Pertumbuhan Vegetatif Sagu (Metroxylon spp.) ... 28

KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

Kesimpulan ... 34

(18)

DAFTAR PUSTAKA ... 36

(19)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rekomendasi pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber

and forest Product Unit HTI ... 17

2. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap pertumbuhan pucuk

Bibit sagu selama masa persemaian ... 28

3. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap jumlah daun bibit sagu

selama masa persemaian... ... 31

4. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap lebar daun bibit sagu

selama masa persemaian... 31

5. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap persentase hidup Bi-

bit selama masa persemaian... .... 32

Lampiran

1. Plot percobaan... ... 38 2. Rata-rata curah hujan, suhu udara, dan kelembaban dara bulanan dan Tahunan (Periode Pengamatan dari tahun 1988-1997)... ...39

3. Struktur organisasi kebun... ... 40 4. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-

bit (BB) terhadap pertumbuhan panjang tunas bibit sagu...41 5. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-

bit (BB) terhadap pertumbuhan panjang daun bibit sagu...42 6. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-

(20)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Bibit sagu yang diseleksi... . 13 2. Pengimasan kebun sagu... . 20 3. Tanaman sagu yang terserang anai-anai... 23

(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sagu sebagai komoditas perkebunan merupakan salah satu sumber

karbo-hidrat yang masih menjadi bahan makanan penduduk di beberapa daerah seperti

Maluku dan Irian Jaya (Lukman dan Silitonga,1991). Kandungan karbohidrat

da-lam pati sagu yang cukup tinggi (diatas 80%), memungkinkan komoditas tersebut

digunakan sebagai bahan pangan dan bahan baku industri non pangan (Lukman

dan Silitonga, 1991).

Tanaman sagu (Metroxylon spp.) sangat berpotensi besar untuk

dikem-bangkan di Indonesia tetapi pada umumnya sagu belum diusahakan secara intensif

seperti penghasil karbohidrat lainnya (Junaidi, 2005). Sagu di Indonesia

merupa-kan tumbuhan yang tumbuh dalam bentuk hamparan hutan yang kurang

terpeli-hara. Sagu dapat tumbuh di daerah rawa atau tanah marjinal yang tanaman

penghasil karbohidrat lainnya sukar tumbuh. Potensi sagu di Indonesia

diper-kirakan 1.1 juta ha, setara dengan 5.18-8.51 juta ton pati sagu kering/tahun.

Pe-manfaatan sagu di Indonesia untuk ekspor diduga hanya 0.05% - 0.2% dan 10%

digunakan untuk bahan makanan tradisional, sedangkan sisanya sekitar 89%

belum termanfaatkan (Sitaniapessy, 1996)

Berdasarkan sifat fisik dan kimia yang dimilikinya, sagu dapat

diman-faatkan tidak terbatas pada bahan pangan saja tetapi dapat juga dimandiman-faatkan

untuk bahan baku berbagai industri baik pangan maupun non pangan (industri

kertas, dan industri tekstil). Sebagai bahan pangan, pati sagu dimanfaatkan

seba-gai bahan makanan pokok di beberapa daerah di Kawasan Timur Indonesia. Saat

ini, pati sagu telah dimanfaatkan lebih luas lagi, yaitu sebagai bahan pembuat roti,

biskuit, bagea, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi dan penyedap makanan, Pati

sagu dapat juga dijadikan bahan baku untuk pembuatan plastik yang dikenal

dengan istilah biodegradable plastic (plastik yang dapat terurai). Selain itu, pati

sagu dapat diolah menjadi etanol (gasohol). Di Papua New Guinea, telah

dila-kukan serangkaian penelitian tentang studi kelayakan produksi etanol dari pati

sagu. Hasil studi menunjukkan bahwa produksi etanol dari pati sagu adalah layak.

(22)

liter. Selain pati sagu, ampas sagu kering dapat dimanfaatkan sebagai pakan

ternak. Ampas sagu kering yang diberikan pada ayam pedaging dan peternak

dengan takaran 12.5-25.0% dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang

buruk. Ampas sagu juga dapat menggantikan pupuk kandang khususnya kotoran

kambing untuk bibit cengkeh dan kelapa sawit. Pemanfaatan ampas sagu kering

sebagai pakan ternak dan pupuk akan mengurangi pencemaran lingkungan di

sekitar tempat pengolahan sagu (Bintoro, 1999).

Pengembangan sagu di Indonesia bertujuan untuk mengoptimalkan

sum-berdaya dan pengolahan secara berkelanjutan (sustainable processing) dalam

rangka membangun ketahanan pangan serta terwujudnya agribisnis sagu. Sasaran

yang ingin dicapai dalam pengembangan sagu ini adalah teridentifikasinya potensi

lahan sagu aktual, kebun koleksi plasma nutfah sagu, rehabilitasi areal sagu,

pe-ningkatan produktivitas sagu, diversifikasi produk, optimalisasi pemanfaatan

lim-bah sagu dan peningkatan pendapatan petani sagu.

Dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya sagu untuk

pe-ngolahan berkelanjutan maka dibutuhkan teknologi sagu, antara lain mencakup

aspek-aspek rehabilitasi hamparan sagu, teknologi budidaya mulai dari

pem-bibitan hingga penanaman di lapang, konservasi sagu secara in situ dan ex situ,

pengolahan pati sagu secara mekanik, diversifikasi produk dan pemasaran

(Puslitbangbun, 2007).

Pemanfaatan tanaman sagu terutama di hutan sagu, pola penanganannya

telah diatur dalam SK. Dirjen kehutanan No. 56/Kpts/Dj/I/1983 dan sagu

dike-lompokkan dalam hasil hutan ikutan (minor forest product). Pada umumnya

pemanfaatan sagu, baik diperuntukkan bagi industri sagu maupun bagi

kepen-tingan perorangan tidak diimbangi oleh tindakan pemeliharaan, sehingga

menga-kibatkan ketidakseimbangan dalam penyediaan bahan baku. Sifat tanaman sagu

yang sulit berkembang biak dengan cepat serta daur hidupnya yang panjang, maka

untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas batang sagu yang diharapkan

diper-lukan tindakan pengadaan bahan tanam yang efisien (Rostiwati, 1991).

Kegiatan persiapan bahan tanam meliputi kegiatan persiapan bibit dan

persemaian. Bahan tanam dapat diperoleh secara generatif maupun vegetatif. Pada

(23)

hal ini karena selain mudah diperbanyak, bibit yang diperoleh dari anakan lebih

cepat dalam pertumbuhan dibanding bibit dari proses generatif . Penyeleksian

bibit bertujuan untuk memperoleh bibit yang sehat dan mempunyai daya tumbuh

yang tinggi, sedangkan kegiatan persemaian bertujuan untuk mempercepat

per-tumbuhan vegetatif tanaman dan mempunyai daya tahan hidup yang baik

sehing-ga tidak mudah mati saat dipindahkan ke lapang.

Tujuan Magang

1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan teknis dan

menejerial di perkebunan.

2. Sebagai studi banding antara pengetahuan yang diterima di perkuliahan

dengan keadaan sebenarnya di lapang.

3. Mempelajari teknis budidaya tanaman sagu (Metroxylon spp.) dari penyiapan

lahan sampai dengan pemeliharaan tanaman.

4. Melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh media tumbuh bibit sagu

dan berbagai bobot bibit juga interaksi keduanya terhadap pertumbuhan

(24)

METODE PELAKSANAAN

Waktu dan Tempat

Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun PT National Timber and Forest

Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Magang dilaksankan selama

empat bulan mulai tanggal 11 Febuari sampai 11 Juni 2008.

Metode Magang

Kegiatan magang dilaksanakan selama empat bulan dengan menggunakan

dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung

dilaksanakan dengan melaksanakan seluruh kegiatan teknis budidaya di kebun

sebagai karyawan harian kontrak dan pengawas. Teknis budidaya yang dilakukan

adalah pelorongan, pengimasan (penebangan kayu di dalam petak), pengendalian

hama penyakit, penyulaman, dan pemupukan. Data yang diperoleh selama

melaksanakan kegiatan tersebut berupa prestasi kerja harian kontrak, prestasi

kerja mahasiswa, hambatan dan pendukung teknis budidaya, data tersebut

kemudian dibandingkan dengan data kebun.

Pengamatan yang dilaksanakan meliput:

¾ Faktor menejerial meliputi perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dan

pengawasan

¾ Evakuasi teknik budidaya yang dilakukan

¾ Faktor tenaga kerja

¾ Sarana dan prasarana

Wawancara dan diskusi dilaksanakan dengan staf dan karyawan kebun untuk

melengkapi data. Metode tidak langsung dilaksanakan denagan mempelajari dan

(25)

KONDISI UMUM KEBUN

Sejarah Kebun

PT. Nasional Timber and Forest Product merupakan salah satu cabang

dari P.T Siak Raya Timber yang berkantor pusat di Pekan Baru. Pada tahun 2008

perusahaan tersebut mengadakan kerjasama dengan PT. Sampoerna tbk. untuk

membantu pengadaan dana bagi perusahaaan tersebut. P.T National Timber and

Forest Product mengajukan ijin penebangan kayu (IPK) sebagai ganti ijin hak

pengusahaan hutan (HPH). Berdasarkan surat dari Menteri Kehutanan No.17/Kpts

/HUT/1996 tentang ijin penebangan kayu, maka penebangan kayu dapat

dilak-sanakan dengan salah satu syaratnya yaitu setelah penebangan kayu selesai maka

P.T National timber and Forest Product harus menanami kembali areal yang

diam-bil kayunya dengan Hutan Tanaman Industri (HTI).

PT. National Timber and Forest Product didirikan pada tanggal 4

Sep-tember 1970 sebagaimana dijelaskan pada akte notaris Mohehammad Ali Adjoejir

yang merupakan wakil notaris di Jakarta No. 2 tahun 1970. Selanjutnya, akte

no-taris diubah dengan akte nono-taris Singgih Susilo SH. No 59 tanggal 12 Juni 1987.

PT. National Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang Hak

Pengusahaan Hutan (HPH) di profinsi Riau dengan arel konsesi 100 000 hektar

yang telah beroperasi selama lebih dari 21 tahun.

Perusahaan mengajukan permohonan areal Hak Pengusahaan Hutan

Ta-naman Industri (HPHTI) sagu di daerah Bengkalis dengan surat rekomendasi dari

gubernur Riau No. 522 U/EK/571. Melalui surat Menteri Kehutanan RI No.

1083/ Menhut – IV/ 1995 tanggal 24 juli 1995 disampaikan bahwa areal yang

disetujui untuk dijadikan HTI Sagu oleh P.T. National Timber and Forest product

adalah areal dikelompok hutan Teluk Kepau seluas 19 900 hektar.

Pada tahun 1995, secara resmi PT. National Timber and Forest Product

unit HTI Murni Sagu dan merupakan HTI dengan tanaman pokok sagu pertama

di Indonesia berdasarkan peta tata guna hutan propinsi Riau, status areal P.T .

Na-tional Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu sebagian besar merupakan

kawasaan hutan produksi terbatas seluas 18 100 hektar dan hutan konservasi

(26)

areal tersebut seluruhnya disetujui utuh diubah fungsinya menjadi hutan produksi

tetap.

Latar Belakang Pengusahaan Sagu

Riau merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam, salah satu

sum-berdaya alam yang besar tetapi belum diolah dengan baik adalah sagu. Sebagian

besar lahan di Riau ditutup oleh gambut yang sesuai dengan syarat tumbuh sagu

(Soerjo,1996). Tanaman sagu di propinsi Riau terdapat di daerah pantai selatan,

daerah sungai besar berawa dan beberapa pulau besar di Riau.

Tujuan penanaman hutan tanaman industri adalah untuk meningkatkan

produktivitas kawasan hutan yang kurang produktif, mendukung industri hasil

hu-tan dalam negeri guna meningkatkan devisa, melestarikan lingkungan hidup

mela-lui konservasi hutan serta memperluas lapangan kerja dan usaha. Hak

pengusa-haan hutan tanaman industri diatur dalam pasal 13 Undang – Undang No. 5 tahun

1967, kemudian lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah No. 7 tahun 1990

tentang hak pengusahaan hutan industri serta diatur dalam surat keputusan

Menteri Kehutanan No.228/Kpts-II/1990 tentang cara dan persyaratan

permohonan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). HPHTI adalah

hak untuk mengu-sahakan hutan produksi yang kegiatannya mulai dari

penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran.

Tanaman sagu memiliki banyak kegunaan diantaranya dapat berperan

sebagai pengaman lingkungan karena dapat mengemisi gas CO2 yang di

trans-misikan dari rawa dan gambut ke udara, dapat mengkonversi air tanah karena

tanaman sagu menghendaki kondisi kelembaban tanah yang tinggi (Bintoro,2008).

Selain itu, PT. National Timber and Forest Product dan PT. Sampoerna tbk. ingin

membuat suatu bahan bakar yang dapat diperbaharui. Sagu merupakan tanaman

penghasil pati yang sangat besar, satu batang sagu dapat menghasilkan pati

200-400 kg sehingga sangat potensial untuk dijadikan bio-etanol.

Letak Geografis

P.T. National Timber and Forest Product terletak di Kecamatan Tebing

(27)

-10 08’ LU dan 1010 43’ – 1030 08’ BT dengan ketinggian 0 – 50 meter diatas

permukaan laut. Lokasi perkebunan sagu yang dikelola oleh PT. National timber

and Forest product unit HTI Murni Sagu secara administratif menempati beberapa

desa yaitu Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara, Desa Sungai Pulau, Desa Kepau

Baru, Desa Teluk Buntal, Desa Sungai Tohor dan Desa Tanjung Gadai.

Areal P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu

disebelah timur berbatasan dengan Tanjung Sari dan Tanjung Gadai, sebelah

ba-rat berbatasan dengan kampung daerah Penekat, dan areal HPH PT. Uniseraya.

Sebelah Utara berbatasan dengan HPH P.T Uniseraya dan disebelah selatan

berbatasan dengan Kepau Baru dan Teluk Buntal. Lokasi Kebun Sagu PT

Natio-nal Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu berjarak lebih kurang 150

km dari Pekan Baru yang ditempuh melalui jalan laut. PT. National Timber and

Forest Product Unit HTI Murni Sagu telah membudidayakan sagu pada 12 fasa

(satu fasa terdiri atas 20 petak, satu petak luasnya 50 hektar). Lokasi fasa tersebut

sebagai berikut: fasa 1, 2 dan 3 terletak di sekitar Kepau Baru dan Kampung Baru.

Fasa 4, 6,dan 8 terletak di DesaTeluk Kepau. Areal fasa 5 dan 7 terletak di Desa

Teluk Buntal dan Tanjung Gadai dan areal fasa 9, 10, dan 11 terletak di Desa

Sungai Pulau.

Keadaan Tanah dan Iklim

Jenis tanah yang terdapat di P.T. National Timber and Forest Product unit

HTI Murni sagu terdiri atas jenis tanah Organosol seluas 19 820 hektar (99,60 %)

dan jenis tanah alufial seluas 80 hektar ( 0,4 %) dengan topografi datar

kemi-ringan lahan termasuk kelas lereng LI (0–8%). Reaksi tanah tergolong sangat

ma-sam dengan ph H2O antara 3.4 - 4.8.

Kedalaman lapisan gambut berkisar 3 –5 m dari permukaan tanah. Tanah

organosol atau biasa disebut tanah histosol merupakan tanah dengan kandungan

bahan organik lebih dari 20% yang dalam istilah sehari – hari disebut gambut.

Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman yang berlapis-lapis hingga

mencapai ketebalan >30 cm. Proses penimbunan merupakan proses geogenik

(bu-kan pedogenik seperti tanah mineral) yang berlangsung dalam waktu lama (Noor,

(28)

Gambut di daerah Riau seperti halnya gambut di daerah tropik Indonesia

lainnya tergolong dalam gambut kayuan yaitu gambut yang berasal dari pohon –

pohon (hutan tiang) beserta tanaman semak (paku – pakuan) di bawahnya.

Berda-sarkan tingkat kesuburannya, gambut di daerah Riau tergolong dalam oligotrofik

yaitu gambut yang mengandung sedikit mineral khususnya kalsium dan

magne-sium serta bersifat asam atau sangat asam.

Rata-rata curah hujan tahunan pada periode pengamatan Tahun 1988 -

1997 mencapai 2 208.9 mm (Tabel Lampiran 2). Curah hujan bulanan pada

perio-de pengamatan tahun 1988-1997 berkisar antara 70 sampai perio-dengan 254 mm perio-

deng-an rata-rata curah hujdeng-an buldeng-andeng-an 174.58 mm. Jumlah hujdeng-an harideng-an buldeng-andeng-an

ber-kisar antara 7 sampai dengan 13 hari dengan rata-rata hari hujan bulanan 10.25

(29)

PELAKSANAAN TEKNIS MENEJERIAL KEBUN

Pengorganisasian Kebun

Struktur organisasi PT National Timber and Forest Product berbentuk

garis (line organization), lini satu dengan lini yang lain dalam stuktur organisasi

tersebut dihubungkan oleh garis komando. Pendelegasian wewenang dalam

orga-nisasi lini dilakukan secara vertikal melalui garis terpendek dari seorang atasan

kebawahannya (Sumarni dan Soeprihanto, 1993). Pelaporan tanggung jawab dari

bawahan ke atasan juga dilakukan melalui garis vertikal terpendek.

Ciri – ciri organisasi lini : Organisasi relatif kecil dan sederhana, hubungan

antara atasan dan bawahan relatif langsung, puncak pimpinan biasanya pemilik

perusahaan, jumlah karyawan sedikit dan saling kenal, tingkat spesialisasi kurang

begitu tinggi dan alat yang digunakan tidak beranekaragam, puncak pimpinan

merupakan satu-satunya sumber kekuasaan, keputusan dan kebijaksanaan

organi-sasi, masing–masing kepala unit memiliki tanggung jawab penuh atas bidang

pe-kerjaan yang ada di dalam unit kerjanya.

Kelebihan yang dimiliki organisasi lini: kesatuan komando tetap

diperta-hankan, garis komando dan pengendalian tugas tidak mungkin terjadi

kesim-pangsiuran karena pimpinan langsung berhubungan dengan karyawan, proses

pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan instruksi berjalan cepat dan tidak

ber-tele-tele. Pengawasan melekat secara ketat terhadap kegiatan karyawan dapat

dilaksanakan, kedisiplinan dan semangat kerja karyawan umumnya baik,

koordi-nasi umumnya mudah dilaksanakan, rasa solidaritas karyawan umumnya tinggi

karena masih saling mengenal.

Kekurangan yang dimiliki organisasi lini: tujuan pribadi puncak pimpinan

dengan tujuan organisasi seringkali tidak dapat dibedakan, ada kemungkinan

pun-cak pimpinan untuk bertindak secara otoriter, maju/mundur organisasi tergantung

kepada kecakapan puncak pimpinan saja, organisasi secara keseluruhan

bergan-tung kepada satu orang saja, jika pimpinan tidak mampu, organisasi terancam

hancur, kaderisasi dan pengembangan bawahan kurang mendapat perhatian.

Pimpinan puncak di PT. National Timber and Forest Product dipegang

(30)

memim-pin mengelola dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja

kebun. Asisten manejer secara langsung bertanggung jawab kepada manejer

lapa-ngan atas pelaksanaan pengelolaan kebun. Kepala bagian memberikan instruksi,

bimbingan dan pengarahan kepada kepala seksi atas pengelolaan kebun.

Pengelolaan kebun di PT National Timber and Forest Product Unit HTI

Murni Sagu dilaksanakan secara sektoral, artinya wilayah perkebunan ini dibagi

menjadi beberapa bagian yang masing–masing dipimpin oleh kepala bagian.

Kepala bagian bertanggung jawab terhadap pelaksanaan teknis dan menejerial

bagian yang dipimpinnya. Terdapat lima bagian dalam stuktur organisasi PT.

National Timber and Forest Product Unit HTI murni sagu yaitu administrasi,

pengembangan infrastuktur, persiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan serta

bagian umum. Kepala seksi berada dibawah garis komando kepala bagian. Kepala

seksi mengelola kebun seluas satu fasa (1 000 hektar) dan mengelola karyawan di

areal tersebut. Dalam mengelola fasa, kepala seksi dibantu oleh wakil kepala seksi

dan berberapa orang pengawas.

Deskripsi Kerja Karyawan

Karyawan Harian Kontrak

Karyawan harian kontrak di PT National Timber and Forest Product Unit

HTI Murni Sagu berasal dari Pacitan, Jawa Timur. Karyawan harian kontrak

bertugas melaksanakan seluruh kegiatan teknis langsung di lapang. Masa kontrak

karyawan selama lima bulan, setelah masa kontrak berakhir karyawan dapat

melanjutkan masa kontrak (sambung kontrak) apabila perusahaan menilai kerja

karyawan bagus dan karyawan yang bersangkutan bersedia.

Karyawan harian kontrak bekerja 7 jam sehari, enam hari seminggu (hari

jumat libur, minggu tetap bekerja). Karyawan harian kontrak mulai bekerja pukul

06.00 WIB. Pukul 09.00 WIB karyawan beristirahat selama 15 menit untuk

sara-pan, pengawas memberi pengarahan sewaktu istirahat. Karyawan beristirahat

kembali pada pukul 11.30 WIB selama satu jam, kemudian bekerja lagi sampai

(31)

Upah yang diperoleh karyawan harian kontrak sebesar Rp 26 000 pada

masa kontrak pertama dan dibayar jika kontrak berakhir, jika mereka

memperpan-jang kontrak akan mendapatkan tambahan gaji sebesar Rp 5 000. Untuk

meme-nuhi kebutuhan sehari–hari, karyawan membeli dari koperasi karyawan dengan

sistem hutang (bon) yang akan dibayar diakhir kontrak dengan pemotongan upah

kontrak. Pemotongan upah tidak diberikan kepada karyawan yang sakit, tetapi jika

karyawan tersebut tidak bekerja dengan alasan yang lain, maka dikenakan

pemo-tongan hari kerja. Setiap satu hari tidak bekerja dikenakan denda berupa

pemoto-ngan gaji dua hari kerja. Bonus sebesar Rp 87 000 diberikan kepada karyawan

yang bekerja selama sebulan penuh. Bila kontrak sudah berakhir, maka karyawan

harian kontrak akan mendapatkan Rp 500 000 sebagai uang kontrak. Setiap regu

karyawan harian kontrak terdiri atas 9-12 orang dan dipimpin oleh seorang kepala

regu. Kepala regu memperoleh tambahan upah Rp 50 000 setiap bulannya. Bonus

Rp 300 000 diberikan kepada setiap regu yang hasil kerjanya dinilai baik oleh

kepala seksi.

Karyawan Harian Lokal dan Karyawan Bulanan

Karyawan harian lokal merupakan tenaga kerja yang direkrut dari

masya-rakat disekitar kebun PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni

Sagu. Perekrutan karyawan harian lokal dan karyawan bulanan tidak melalui

sis-tem kontrak. Karyawan harian lokal dan bulanan diperbantukan untuk mengawasi

kerja karyawan harian kontrak.

Pengawas Kebun

Pengawas merupakan orang yang bertugas mengawasi kegiatan yang

dilaksanakan oleh karyawan harian kontrak. Untuk menunjang keberhasilan

kerja-nya, seorang pengawas harus mampu menyampaikan informasi yang diterimanya

dari kepala seksi dan wakil kepala seksi, menegur karyawan harian kontrak bila

terjadi kesalahan dan memotivasi karyawan. Pengawas menerima pengarahan dari

kepala seksi atau wakil kepala seksi mengenai lokasi kerja dan kegiatan yang akan

dilakukan oleh karyawan harian kontrak. Pengawas bekerja 7 jam sehari.

(32)

istirahat pukul 09.00 WIB pengawas biasanya memberikan pengarahan singkat

kepada harian kontrak mengenai kegiatan yang akan dan sudah dilaksanakan.

Pengawas berkoordinasi kepada kepala regu bila ada karyawan harian kontrak

yang bekerja tidak sesuai anjuran dan tidak menurut saat dinasehati oleh

penga-was. Selain mengawasi kegiatan teknis di kebun, pengawas juga menilai kegiatan

karyawan harian kontrak yang dilaksanakan sebagai acuan memberikan intensif

pada reguan tersebut. Kategori yang dinilai pengawas dalam pemberian intensif

regu adalah kedisipinan sewaktu bekerja, hasil kerja yang diperoleh, dan

kepa-tuhan anggota regu kepada instruksi yang diberikan pengawas.

Wakil kepala seksi dan kepala seksi menilai hasil kerja karyawan,

penga-was yang hasil kerjanya baik akan memperoleh intensif sebesar 50 000 rupiah per

bulan. Wakil kepala seksi atau kepala seksi akan menegur dan memberi

peri-ngatan kepada pengawas yang kinerjanya buruk seperti sering terlambat berangkat

ke kebun dan meninggalkan kebun sewaktu jam kerja. Pengawas menulis laporan

absensi dan hasil kerja karyawan harian kontrak setiap hari. Pengawas juga

(33)

PELAKSANAAN TEKNIS BUDIDAYA

Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni

Sagu diperoleh dari pengumpul bibit dari daerah disekitar Kebun Sagu PT.

Nati-onal Timber and Forest Product dengan harga Rp 2 000/bibit. Bibit yang akan

disemai diseleksi terlebih dahulu diseleksi oleh kepala seksi dan pengawas

pembi-bitan. Penyeleksisn bibit berdasarkan bentuk, ukuran, bobot dan kesegaran bibit

(Gambar 1.)

Gambar 1. Bibit sagu yang diseleksi.

Kriteria bibit yang sehat adalah:

Bibit masih segar dengan pelepah masih hijau

Bibit sudah tua,dicirikan bonggol sudah keras

Pelepah dan pucuk masih hidup

Tidak terserang hama dan penyakit

Rata-rata bobot bibit 4 kg

Bibit yang memenuhi kriteria tapi ukurannya kecil dihitung setengah

Bibit yang tidak memenuhi kriteria diafkirkan. Pengangkutan bibit dari tempat

(34)

Persemaian

Bibit yang akan disemai terlebih dahulu dipotong dengan panjang ± 40 cm

dari banir, pemotongan untuk mempercepat tumbuhnya tunas. Bibit yang telah

di-pangkas kemudian direndam kedalam larutan fungisida untuk mencegah serangan

jamur.

Pada penyemaian di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI

Murni Sagu digunakan sistem rakit di kanal. Rakit dibeli dari dari masyarakat

setempat dengan harga Rp 5 000/ rakit. Rakit berukuran panjang 3 m dengan lebar

1 m, terbuat dari pelepah sagu yang telah kering. Sebuah rakit dapat memuat

70-80 bibit tergantung ukuran bibit. Bibit disusun di rakit dengan bagian banir

teren-dam air. Persemaian dilakukan selama tiga bulan. Saat itu bibit rata-rata sudah

memiliki 2-3 daun.

Terdapat berbagai cara persemaian. Pada masyarakat Riau persemaian

yang dilakukan adalah persemaian sistem rakit di kanal, sedangkan Departemen

Pertanian Malaysia khususnya di Serawak melakukan persemaian sistem kolam

lumpur. Persemaian dengan polibeg walaupun jarang dilakukan tetapi masih

mungkin dilakukan, oleh sebab itu perlu dilakukan percobaan persemaian bibit

sagu dengan berbagai sistem persemaian untuk mengetahui sistem persemaian

terbaik.

Metode Pengambilan Data Kegiatan Persemaian

Pengambilan data persemaian sagu dilakukan secara langsung dengan

membuat rancangan percobaan pengaruh media tumbuh dan bobot bibit (abut)

ter-hadap pertumbuhan vegetatif abut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah

rancangan petak terpisah (split plot) dengan dua faktor. Faktor yang pertama

ada-lah media tumbuh sebagai petak besar (petak utama) dan faktor yang kedua adaada-lah

bobot bibit sebagai petak kecil (anak petak). Metode persemaian yang digunakan

ada tiga yaitu metode persemaian kanal dengan media tumbuh air, metode

perse-maian kolam dengan media tumbuh lumpur, dan metode perseperse-maian polibeg

de-ngan media tumbuh tanah bobot abut yang digunakan memiliki bobot memiliki

(35)

Model yang digunakan yang digunakan untuk percobaan ini adalah adalah

k = pengaruh ulangan ke-k

Ai = Pengaruh faktor media tumbuh ke-i

Bj = pengaruh faktor bobot abut ke-j

( AB)ij = interaksi faktor A kei dan faktor B ke-j

ik = pengaruh faktor A ke-i dan ulangan ke-k

ɛijk = pengaruh galat percobaan perlakuan media ke-i, bobot abut ke-j, ulangan

ke-k

Pengaruh perlakuan media tanam, bobot abut dan interaksi keduanya

diketahui dengan mengunakln uji F.jika hasil sidik ragamnya menunjukkan hasil

yang nyata, maka dialnjutkan dengan uji Duncan Mltiple Range Test (DMRT)

pada taraf 5%. Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh yang bersifat aditif,

galat percobaan saling bebas dan menyebar normal, dan ragam percobaan bersifat

homogen.

Hipotesis

Terdapat pengaruh yang berbeda dari masing-masing media tumbuh dan

bobot abut terhadap pertumbuhan vegetatif bibit sagu.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah bibit sagu yang mempunyai kriteria sehat,

bebas serangan hama dan penyakit, mempunyai banir berbentuk L, mempunyai

perakaran yang cukup, merupakan sagu duri. Rakit yang digunakan untuk

perse-maian kanal berukuran panjang 3 meter dan lebar 1 meter, terbuat dari pelepah

sa-gu yang kering. Polibeg yang disa-gunakan berukuran 40cmx45cm. Kolam

(36)

Alat yang digunakan adalah kantong plastik pembungkus es lilin, spidol

perma-nen, tali plastik, timbangan, meteran dan fungisida Cobox WP 200.

Pelaksanaan Persemaian

Abut yang digunakan dipangkas denagn ukuran 40 cm diatas banir dan

direndam dalam larutan Cobox WP 200 dengan konsentrasi 4 g/10 l air. Abut

kemudian ditimbang dan dikelompokkan menjadi abut ukuran 2, 3, 4 kg. Kolam

yang digunakan untuk persemaian dengan media lumpur dibersihkan dari gulma

dan akar pakis. Polibeg diisi dengan tanah disekitar penelitian. Kanal yang

digunakan untuk persemaian air dibersihkan dari gulma air. Bibit sagu ditata

sedemikian rupa di kolam, kanal dan polibeg sehingga menjadi rancangan petak

terpisah.

Waktu Pengamatan

Pengamatan dilakukan dengan interval dua minggu sekali. Pengamatan

dilakukan selama dua bulan mulai bulan April sampai Juni 2008.

Pengamatan

Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah:

¾ Panjang tunas. Panjang tunas diukur mulai dari pangkal pemangkasan sampai

titik teratas bibit, baik ketika masih berupa tunas maupun setelah berubah

menjadi daun

¾ Jumlah daun. Jumlah daun yang di hitung berdasarkan jumlah keseluruhan

daun yang ada di bibit

¾ Lebar daun. Lebar daun diukur ketika daun sudah mekar pada daun pertama

dan yang di ukur adalah bagian yang terlebar dari daun

¾ Jumlah bibit yang hidup. seluruh bibit yang digunakan dihitung jumlah yang

hidup

Pemupukan

PT. National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu terletak di

(37)

dan iklim dingin. Bila di hutan tropis, akan terlihat bahwa terdapat banyak hara,

tetapi hara tidak tersimpan dalam tanah melainkan dalam tubuh tumbuhan yang

masih hidup. Di daerah tropis yang panas dan lembab dekomposisi berjalan sangat

cepat, bila dibarengi curah hujan yang tinggi maka hasil dekomposisi akan cepat

hilang dibawa air tanah ke tempat lain, akibatnya kesuburan cepat berkurang

padahal cadangan makanan (hara) tersedia sedikit di dalam tanah (Rososoedarmo

dan Kartawinata, 1984). Pembukaan hutan dan perubahan fungsi hutan menjadi

kebun menyebabkan kehilangan hara dari tanah semakin cepat dan bahan yang

dikomposisikan untuk menjadi hara berkurang. Kebun sagu tersebut terletak pada

areal hutan gambut yang bersifat masam dengan pH 3.4 – 4.8, kandungan hara

dan mineral rendah sehingga diperlukan tambahan nutrisi melalui pemupukan.

Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau

tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara (Novizan,

2002). Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sagu berdasarkan

kandu-ngan mineral dalam tanaman tersebut, terutama empulur batang. Empulur batang

sagu mengandung kalium, kalsium, dan magnesium dalam jumlah yang cukup

tinggi, hal ini membuktikan bahwa sagu sebagai penghasil karbohidrat yang

cu-kup tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992).

Tabel 1. Rekomendasi pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu (yang dinyatakan dalam gram per rumpun tanaman sagu)

Umur

Sumber : National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu

Pupuk yang digunakan di PT. National Timber and Forest Product adalah

(38)

dilakukan dengan interval tiga kali setahun setelah pelorongan dan pembersihan

piringan. Dosis pupuk makro dan mikro tercantum dalam Tabel 1.

Pupuk yang digunakan di kebun berasal dari Pekan Baru dengan sistem

kontrak. Pupuk abu arang berasal dari pembakaran kulit terluar dari batang

(ruyung sagu). Abu arang mengandung kalium, mangnesium dan kalsium cukup

tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan batang sagu dan pembentukan pati.

Pengecekan terhadap abu arang dilakukan sebelum pemupukan dilakukan.

Penge-cekan mencakup kandungan abu arang, berat dan kemurnian abu arang, dengan

cara mengambil 20 karung pupuk sebagai sampel. Hasil pengecekan kemudian

dimasukkan kedalam blanko standar penerimaan pupuk.

Pupuk diangkut dengan menggunakan jonder (traktor berkekuatan 140

tenaga kuda) ke petak yang akan dipupuk. Pengaplikasian pupuk dilakukan

de-ngan cara disebarkan pada bagian depan dan belakang piride-ngan, hal ini dilakukan

untuk mengefisienkan tenaga dan waktu pemupukan. Pada tahap pertama, pupuk

yang diaplikasikan Urea 300 g dan MOP 100 g. Mangkuk sabun colek digunakan

sebagai takaran dalam pengaplikasian pupuk. Pupuk Urea dan MOP yang akan

diaplikasikan terlebih dahulu di aduk di wadah pengadukan dengan menggunakan

cangkul dan sekop dengan perbandingan tiga karung urea dan satu karung MOP.

Pupuk yang sudah mengeras dihancurkan agar dapat bercampur dengan baik.

Prestasi kerja pemupukan adalah tujuh baris / HOK ( setara dengan lima

karung pupuk ukuran 50 Kg). Karung bekas pemupukan dikumpulkan untuk

dihitung jumlah pupuk yang telah diaplikasikan. Penghitungan karung merupakan

tahap akhir kegiatan pengawasan pemupukan, jumlah karung yang ada sebelum

dan sesudah pemupukan harus sama. Hambatan dalam pemupukan adalah

banyak-nya sampah dedaunan dan pelepah sagu di piringan sehingga pupuk yang

diapli-kasikan tidak langsung kontak dengan tanah sehingga mudah menguap dan

tercuci, unsur hara yang tersebut menjadi tidak tersedia bagi sagu.

Pengendalian Gulma

Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat dan

kon-disi yang tidak diinginkan manusia. Gulma menurut Soerjani (1988) dalam Yakup

(39)

sepenuhnya diketahui. Gulma tidak dikehendaki karena: a) Menurunkan produksi

akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, sinar matahari, dan ruang hidup.

b) Mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan

tanaman. c) Menjadi inang bagi hama dan penyakit yang menyerang tanaman.

d) Mengganggu tata guna air dan e) Meningkatkan biaya usahatani karena

meningkatkan biaya pemeliharaan.

Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi persaingan antara sagu

dengan gulma, untuk mengurangi kelembaban agar tidak mudah terkena serangan

hama dan penyakit, mempermudah dalam pemupukan, sensus dan penyulaman

sehingga sagu dapat tumbuh dengan baik. Rotasi pengendalian gulma dilakukan

setiap tiga sampai empat bulan tergantung keadaan kebun. Kepala seksi yang

mengambil keputusan apakah gulma di lahan tersebut harus dikendalikan atau

tidak.

Gulma di PT. National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu

dikendalikan secara mekanis dengan cara membabat bagian-bagian gulma

sehing-ga pertumbuhan gulma tersebut terhambat. Gulma dikendalikan densehing-gan

peneba-san. Kegiatan pengendalian dibagi dalam tiga jenis yaitu tebas lorong, tebas

piri-ngan dan pengimasan. Untuk mengefisienkan pekerjaan, tebas lorong dan tebas

piringan dilakukan dalam satu kegiatan. Alat yang digunakan untuk tebas lorong

adalah parang. Pakis, semak dan pohon merupakan gulma yang banyak tumbuh di

lorongan sagu. Penebasan lorong dilakukan dengan membabat gulma disepanjang

jalur tanaman dengan ketentuan lebar tebasan 2 m, tebasan simetris dengan sagu,

penebasan dilakukan di sepanjang lorong atau jalur tanam tanpa terputus, gulma

ditebas dengan ketinggian 10 – 15 Cm dari permukaan tanah. Dalam penebasan

lorong, jika ditemukan sagu yang mati atau tidak ditanam dalam lorong tersebut

dipasang pancang untuk memudahkan kegiatan sensus dan penyulaman.

Tebas piringan merupakan kegiatan pengendalian gulma pada piringan di

sekitar rumpun tanaman sagu. Kriteria tebas piringan adalah tebasan di sekitar

rumpun berjari-jari minimal 1 m, tinggi tebasan rata dengan permukaan tanah,

tebasan simetris dengan rumpun sagu, pelepah sagu yang telah tua dan telah jatuh

(40)

Prestasi kerja untuk tebas lorong dan piringan adalah 0.5 lorong/HOK

(250 m/HOK). Faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah ketebalan gulma,

jumlah sagu yang hidup di sepanjang lorong dan banyaknya kayu pada lorong

yang ditebas. Banyaknya tanaman yang mati di tengah lorong merupakan kendala

yang sering dijumpai saat pelorongan, tidak adanya acuan sagu yang hidup saat

pelorongan membuat lorong sulit untuk lurus.

Pengimasan merupakan kegiatan pengendalian gulma berupa pohon yang

ada di lorong maupun antar lorong. Pengimasan dilakukan dengan rotasi lima

sampai empat tahun sekali tergantung keadaan kayu di antara lorong, bila kayu

tersebut sudah lebih tinggi dari sagu dan menaungi sagu maka dilakukan

pengimasan (Gambar 2). Sagu yang dinaungi pertumbuhannya lambat dan kerdil

karena terhalangnya radiasi sinar matahari. Sinar matahari sangat dibutuhkan

un-tuk pertumbuhan tanaman terutama karena perannya dalam fisiologi seperti

foto-sintesis, respirasi, pertumbuhan, pembungaan, mekanisme membuka dan

menu-tupnya stomata, pergerakan tanaman dan perkecambahan (Rostiwati dan

Su-priyanto, 1996)

Alat yang digunakan untuk pengimasan yaitu chain saw, parang dan

kampak. Ketentuan pengimasan adalah kayu yang di areal kebun ditebang, kayu

yang ditebang tidak boleh jatuh ke lorongan tetapi diarahkan ke antara lorongan.

Prestasi pengimasan adalah 200 m/HOK. Ukuran diameter kayu yang besar,

banyaknya kayu keras di areal tersebut dan jumlah kayu merupakan faktor yang

menentukan waktu yang diperlukan dalam pengimasan.

Pengendalian Hama dan Penyakit

Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan

dalam pembudidayaan tanaman sagu. Serangan hama dan penyakit tanaman sagu

pada saat ini umumnya belum dianggap serius tetapi berpotensi untuk

menurun-kan hasil. Penyakit merupamenurun-kan suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal

disebabkan oleh faktor primer (biotik dan abiotik) dan gangguannya bersifat terus

menerus dan akibatnya dinyatakan oleh aktivitas sel yang abnormal (Sinaga,

(41)

Gambar 1. Pengimasan kebun sagu

Hama yang sering menyerang perkebunan sagu adalah ulat sagu / gendon

(Rhynchoporus sp.), anai–anai (Macrotermes Sp.) dan belalang. Ulat sagu ( Rhynchoporus sp.) merusak tanaman sagu pada stadium lundi. Rhynchoporus sp.

dewasa meletakkan telur pada lubang yang digerek sedalam ± 3 mm, telur juga

diletakkan pada bagian tanaman sagu yang luka baik karena pelukaan sewaktu

teknis budidaya maupun luka akibat angin kencang. Stadium telur berlangsung

selama tiga hari. Ulat sagu yang baru menetas menjadi lundi langsung menggerek

batang untuk mencari jaringan yang masih muda atau sekulen (jaringan yang

lunak dan berair). Serangan yang terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan

kematian. Pengendalian serangan ulat sagu dilakukan dengan pencegahan

peluka-an terhadap batpeluka-ang sagu dpeluka-an penutuppeluka-an terhadap luka pada tpeluka-anampeluka-an sagu.

Pengen-dalian secara kimia tidak dilaksanakan karena sulit untuk menjangkau keberadaan

ulat sagu di dalam batang.

Tanaman sagu yang terserang anai-anai ditandai dengan adanya gumpalan

tanah di sekeliling batang tanaman dari pangkal batang sampai pelepah daun dan

akhirnya menuju pucuk (Gambar 3). Anai-anai sering menyerang pada musim

hujan. Pada serangan berat, rayap menyerang titik tumbuh dengan menggerek dan

memakan titik tumbuh, pucuk kemudian mengering, daun patah dan tanaman

(42)

memperoleh hasil yang maksimal, sebelum penyemprotan sarang yang terbuat

da-ri tanah yang melekat pada batang dihilangkan / dihancurkan. Dosis yang

digu-nakan adalah 2 cc/liter air dengan menggudigu-nakan alat knap sack sprayer jenis solo.

Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Cercospora sp.

sering dijumpai pada tanaman sagu. Cendawan Cercospora sp. menyerang bagian

daun tanaman sagu dengan gejala bercak coklat tidak beraturan yang muncul

ditengah daun, bercak tersebut kemudian mengering dan menyebabkan daun

berlubang-lubang. Serangan cendawan Cercospora sp. menyebabkan menurunnya

potensi daun untuk melakukan fotosintesis. Pengendalian dilakukan dengan cara

sanitasi lingkungan untuk mengurangi kelembaban disekitar rumpun sagu secara

berkala.

Hama penyakit yang sering ditemukan di persemaian PT. National Timber

and Forest and Product adalah hama belalang dan penyakit yang disebabkan oleh

cendawan Cercospora sp. tetapi serangannya belum melewati ambang ekonomi.

Pengendalian yang dilakukan hanya dilakukan dengan sanitasi lingkungan secara

berkala. Penanaman abut yang akan disulam langsung tanpa disemai di kanal

sering mendapat serangan cendawan, bagian ujung banir bekas pelukaan yang

terserang cendawan tersebut akan membusuk dan dapat menyebabkan kematian

abut karena cadangan makanan yang banir habis. Pengendalian cendawan tersebut

dilakukan dengan fungisida Cobox WP 200 dengan konsentrasi 4 g/10 l air.

Penyemprotan dilakukan pada ujung abut yang luka sebelum abut ditanam.

Pengendalian hama dan penyakit di PT. National Timber and Forest

Product Unit HTI Murni Sagu tidak dilaksanakan secara berkala tetapi dilakukan

bila serangan dianggap melewati ambang ekonomi. Tahapan pengendalian hama

penyakit adalah sebagai berikut: pengawas melaporkan kapada wakil kepala seksi

bila terjadi serangan hama dan penyakit kemudian wakil kepala seksi melaporkan

kepada kepala seksi. Kepala seksi menilai perlu tidaknya pengendalian dilakukan,

bila dianggap perlu maka kepala seksi akan menginstruksikan untuk melakukan

pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hasil pengendalian yanng dilakukan

(43)

Penyulaman

Penyulaman merupakan kegiatan penanaman kembali untuk mengganti

tanaman yang mati akibat kesalahan tanam, keracunan bahan kimia, atau serangan

hama dan penyakit. Data jumlah tanaman sagu yang perlu disulam diperoleh dari

data sensus hidup-mati. Penyulaman tanaman sagu yang mati perlu dilakukan agar

tidak terjadi kekosongan dalam areal perkebunan sehingga lahan dapat dimanfaat-

Gambar 2. Tanaman sagu yang terserang anai-anai

kan secara intensif dan hasilnya akan lebih banyak (Listio, 2007). Penyulaman

dilakukan pada musim hujan agar air mencukupi untuk pertumbuhan bibit.

Abut (anakan sagu) yang akan digunakan sebagai bibit terlebih dahulu

disemai di rakit hingga tumbuh 2 – 3 daun selama kurang lebih dua bulan

diper-semaian sehingga bibit tahan ditanam di lapang. Bibit sagu yang akan ditanam

dipangkas 2/3 daunnya untuk mengurangi penguapan. Setiap regu penyulam

terdiri atas tiga orang tenaga harian kontrak, seorang bertugas mendistribusikan

(melangsir) bibit ke lorong yang akan disulam, seorang bertugas membuat lubang

tanam dan seorang lagi menanam bibit. Kedalaman lubang tanam sampai batas

permukaan air, panjang dan lebar lubang tanam masing – masing 60 Cm. Prestasi

kerja harian kontrak adalah 80 tanaman/HOK. Penyulaman pertama dilakukan

tiga bulan setelah penanaman, penyulaman kedua dilakukan kurang lebih tiga

(44)

Cara lain yang diterapkan P.T. National Timber and Forest Product Unit

HTI Murni Sagu dalam menyulam dengan pengambilan abut secara langsung dari

kebun, kemudian abut langsung ditanam pada areal yang kosong. Syarat abut yang

diambil menjadi bibit adalah tanaman sagu yang paling besar (induk sagu), sudah

layak untuk ditebang kira-kira memiliki tinggi 6-7 meter, bibit berbentuk L dan

sudah cukup tua, serta bobot abut lebih dari 2 kg. Pekerjaan penyulaman dibagi

menjadi empat bagian yaitu pengambil abut (anakan sagu), pendistribusian abut,

penggalian lubang dan penanam. Pengambilan bibit dilakukan dengan

menggunakan tojos. Keuntungan cara kedua dibanding cara pertama adalah :

¾ Dana yang dikeluarkan lebih kecil karena tidak perlu membeli abut dari luar

kebun

¾ Waktu yang digunakan untuk penyulaman lebih singkat, bibit tidak perlu

disemai lagi sehingga dapat menghemat waktu kira-kira dua bulan untuk

persemaian

¾ Pendistribusian lebih mudah, bentuk bibit lebih kecil tanpa daun sehingga

bibit yang dibawa sewaktu pendistribusian lebih banyak

¾ Pengambilan anakan sagu sebagai bibit akan mengurangi jumlah anakan

dalam rumpun sagu, kegiatan tersebut sebagai pruning terhadap sagu tersebut

sehingga kegiatan pruning dapat dikurangi

Selain keuntungan tersebut, terdapat kerugian yang mungkin timbul yaitu

adanya serangan dari hama ulat sagu (Rhynchoporus Sp.) akibat dari pelukaan

bagian tanaman dan pertumbuhan abut yang ditanam langsung lebih lambat jika

dibandingkan abut yang disemai terlebih dahulu.

Kendala yang ditemui dalam penyulaman adalah abut yang akan

digunakan terlalu lama ditanam sehingga banyak terserang jamur dan abut

menjadi kering sehingga kamampuan untuk tumbuh berkurang. Abut yang telah

diambil dan belum ditanam sebaiknya direndam di kanal dan pengaplikasian

fungisida ke ujung banir abut yang luka sebaiknya dilakukan untuk mengurangi

(45)

PEMBAHASAN

Teknis Budidaya Sagu (Metroxylon spp.)

Budidaya tanaman sagu (Metroxylon spp.) terdiri atas kegiatan penyiapan

lahan, penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan penyiapan lahan bertujuan untuk

menciptakan kondisi lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sagu. Lahan

tersebut akan digunakan sebagai fasa baru. Kegiatan penyiapan lahan terdiri atas

perintisan dan penggalian kanal, pancang blok, pelorongan, pemancangan ajir,

pembuatan lubang tanam, penanaman dan penyulaman. Kegiatan penanaman

meliputi pengadaan bahan tanam, penyeleksian bibit dan persemaian. Kegiatan

penyiapan bahan tanam merupakan teknis budidaya yang sangat penting untuk

mencapai keberhasilan budidaya tanaman sagu.

Kegiatan pemeliharaan di PT National Timber and Forest Product Unit

HTI Murni Sagu meliputi kegiatan pengendalian gulma, pengendalian hama dan

penyakit, pemupukan, dan penyulaman. Pemupukan di PT National Timber and

Forest Product Unit HTI Murni Sagu bertujuan melegkapi ketersediaan unsur hara

yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu. Sebagian besar (80 %) lahan

PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu merupakan tanah

gambut dengan kandungan hara yang rendah dan sifat tanah yang masam. Pupuk

yang digunakan di P.T. National Timber and Forest Product adalah MOP, RP,

Urea, CuSO4, FeSO4, ZnSO4, dolomit, dan abu arang. Pemupukan dilakukan

dengan interval tiga kali setahun setelah pelorongan dan pembersihan piringan.

Pupuk makro diaplikasikan dengan cara ditaburkan pada bagian depan dan

bela-kang piringan untuk mengefisienkan waktu pemupukan, pupuk mikro

diaplika-sikan dengan menabur di sekeliling rumpun tanaman.

Hama yang sering menyerang perkebunan sagu adalah ulat sagu / gendon

(Rhynchoporus sp.), anai – anai (Macrotermes Sp.) dan belalang. Penyakit yang

menyerang tanaman sagu adalah cendawan Cercospora sp. Hama penyakit

tanaman sagu belum dianggap serius tetapi berpotensi untuk menurunkan hasil.

Beberapa hama dan penyakit meyerang tanaman sagu tetapi belum melewati

ambang ekonomi sehingga pengendalian hanya dilakukan dengan sanitasi

(46)

ambang ekonomi dan tidak meyebabkan kematian pada sagu adalah belalang dan

cendawan Cercospora sp. Ulat sagu/gendon (Rhynchoporus sp.) dan anai –anai

(Macrotermes Sp.) merupakan hama yang dapat menyebabkan kematian pada tanaman sagu. Pengendalian hama tersebut dilakukan secara kimiawi dan kultur

teknis. Serangan ulat sagu dapat dicegah dengan cara menghindari pelukaan pada

batang sagu saat melakukan pemeliharaan dan menutup luka pada tanaman sagu

terutama saat pengambilan anakan dan bibit sagu. Luka pada tanaman sagu dapat

menjadi tempat Rhynchoporus sp. meletakkan telurya. Pengendalian anai-anai

secara kultur teknis dengan mengatur tinggi air pada kebun sagu. Pengendalian

tinggi air dengan membuka dan menutup saluran air di kanal. Hama dan penyakit

tidak dikendalikan secara berkala tetapi dilakukan bila serangan yang melewati

ambang ekonomi.

Pengendalian gulma di PT National Timber and Forest Product dilakukan

secara manual dengan cara membabat gulma yang ada di lorongan. Terdapat tiga

jenis pengendalian gulma yaitu tebas lorong, tebas piringan dan pengimasan.

Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi persaingan antara sagu dengan

gulma juga untuk mengurangi kelembaban agar tidak mudah terkena serangan

hama dan penyakit, mempermudah dalam pemupukan, sensus dan penyulaman

sehingga sagu dapat tumbuh dengan baik. Tebas lorong dilakukan dalam satu

kegiatan dengan rotasi tiga sampai empat bulan. Pengimasan dilakukan bila

pertumbuhan kayu telah menaungi tanaman sagu. Tanaman sagu yang ternaungi

pertumbuhannya akan terhambat. Pengimasan dilakukan dengan rotasi empat

sampai lima tahun.

Sagu dapat diperbanyak secara generatif (bibit berasal dari biji) dan secara

vegetatif (bibit sagu berasal dari anakan sagu). Perbanyakan sagu umumnya

dilakukan secara vegetatif karena akan memiliki sifat karakterteristik yang sama

dengan pohon induk dan menghemat waktu tumbuh (Kurnia, 1991). Menurut

Usman (1996) perbanyakan secara generatif jarang dilakukan karena biji sagu

me-miliki lembaga yang diselubungi oleh lapisan yang keras, endokarp yang tebal dan

liat serta kulit luar yang bersisik keras sehingga sulit untuk berkecambah. Selain

itu, sukar mendapatkan buah sagu karena sebelum terbentuk buah sagu sudah

(47)

Tanaman sagu memiliki dua jenis anakan yaitu anakan yang melekat pada

induknya dan anakan yang berasal dari stolon. Anakan sagu yang akan digunakan

harus berasal dari pohon yang memiliki banyak anakan, umur anakan kira – kira

satu tahun tinggi sekitar 100 cm, diameter batang 10 – 13 cm, jumlah daun 3 – 4

helai dan bobot anakan 2-3 kg (Mashud, 1991). Anakan sagu yang akan

digunakan sebagai bibit harus mempunyai kriteria : anakan masih segar, bibit

sudah cukup tua yang ditandai dengan ujung banir bila ditekan sudah keras, banir

berbentuk L, tidak terserang hama dan penyakit, panjang pelepah dipotong 40 cm

dari banir, bobot 2 – 4 kg (Bintoro, 1999).

Bibit sagu yang disimpan terlalu lama dapat mempengaruhi daya tumbuh

sagu terutama bila disimpan di tempat yang suhunya tinggi dan kering. Pada

proses penyimpanan bibit, terjadi transpirasi yang cukup tinggi dari organ yang

sehat terlebih lagi bila ada organ yang luka.

Persemaian bertujuan mempercepat pertumbuhan vegetatif,

menyeragam-kan pertumbuhan bibit, dan mempunyai ketahanan yang lebih tinggi saat

dipin-dahkan ke lapang (Lestio, 2007). Persemaian anakan sagu hasil seleksi di PT.

National Timber and Forest Product dilakukan dengan sistem rakit di kanal.

Persemaian dilakukan selama 2 -3 bulan. Setelah mempunyai 2 – 3 daun yang

terbuka sempurna abut dapat dipindahkan ke lapang.

Persemaian anakan sagu yang dilakukan Lembaga Pembangunan dan

Lin-dungan Tanah (Pelita) Serawak, Malaysia menggunakan sistem kolam yang

ber-lumpur. Persemaian dilakukan selama 3-5 bulan. Abut yang telah memiliki 3-5

daun yang terbuka sempurna dapat dipindahkan ke lahan (Flach, Jong, dan

Schuiling, 1992). Menurut Razali (1989) dalam Flach, Jong, dan Schuiling (1992)

persemaian kolam lumpur yang dilakukan pada musim hujan persentase hidup

anakan sagu mencapai 90%, sedangkan dimusim kemarau persentase hidup

anakan sagu di persemaian kolam 70 – 90%.

Hama yang menyerang di persemaian adalah belalang dan ulat sagu

(Rhynchoporus sp.). Gejala serangan belalang terlihat bekas gigitan di tepi daun. Gejala serangan ulat sagu awalnya tidak terlihat tetapi pucuk tiba-tiba mengering

(48)

didalamnya. Penyakit yang menyerang di persemaian adalah busuk pangkal

ba-tang disebabkan cendawan yang menyerang bibit pada bagian pangkal sayatan.

Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu (Metroxylon spp.)

Panjang Tunas

Pengaruh perlakuan media tumbuh dan bobot bibit tidak memberikan

pengaruh nyata pada awal persemaian sampai 4 MSS (minggu setelah semai).

Bobot bibit memberikan pengaruh nyata pada pengamatan 6 sampai 10 MSS

(Gambar 4). Interaksi atara media tumbuh dan bobot bibit tidak berpengaruh nyata

pada semua pengamatan (Tabel 2).

Tabel 2 . Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap pertumbuhan pucuk bibit sagu selama masa persemaian

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT taraf 5%

Perlakuan …...Panjang Pucuk (MSS)…...

2 4 6 8 10

Pada awal persemaian sampai 4 MSS perbedaan perlakuan bobot bibit

tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif bibit, sebab cadangan

makanan di banir yang dirombak menjadi energi masih mencukupi untuk

menyu-plai kebutuhan energi untuk pertumbuhan bibit tersebut.

Perbedaan bobot bibit berpengaruh nyata pada pengamatan 6 MSS. Bobot

2 kg memiliki nilai rata–rata pertumbuhan bibit paling pendek, sedangkan pada

bobot 3 dan 4 kg tidak terdapat perbedaan nyata. Setelah cadangan makanan di

Gambar

Gambar 1. Bibit sagu yang diseleksi.
Tabel 1. Rekomendasi pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber and
Gambar 1. Pengimasan kebun sagu
Gambar 2. Tanaman sagu yang terserang anai-anai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengukuran kinerja perbankan dengan menggunakan rasio keuangan untuk menilai profitabilitas perbankan antara lain: Hasil penelitian

Rencana kerja yang memuat garis-garis besar suatu karangan dinamakan……… 5.. Perusahaan mebel itu akhirnya gulung tikar.Sinonim gulung tikar

Antar Pribadi Guru terhadap Murid di SLB ABCD Bakti Sosial Simo dalam.. Membentuk Kepercayaan

1.Jawa tengah : karya musiknya campur sari, yang alat musiknya terdiri gamelan dan alat musik modern, untuk lagu-lagunya di modifikasi, dengan bahasa pergaulan

Setelah mempelajari modul ini, peserta didik diharapkan untuk dapat: menggunakan sumber daya bersama ( resources sharing ) dengan PC yang tersambung ke jaringan, seperti:

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 17

 melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi

Another application area where grid representations are currently studied is (indoor) navigation, where routes are computed along which persons, robots, or drones are moving