PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.)
DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT
HTI MURNI SAGU, SELATPANJANG, RIAU, DENGAN
STUDI KASUS PERSEMAIAN MENGGUNAKAN BERBAGAI
MEDIA DAN BOBOT BIBIT.
Oleh : ADRINUS PINEM
A 34104017
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
ADRINUS PINEM. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat
Panjang, Riau, Dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai
Media dan Bobot Bibit. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro
Djoefrie, M. Agr.)
Kegiatan magang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
ke-trampilan serta kemampuan teknis dan menejerial budidaya sagu. Aspek khusus
yang diamati dalam magang ini adalah sistem persemaian di PT. National Timber
and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dan membandingkan dengan sistem
persemaian yang lain. Kegiatan magang dilaksanakan dari tanggal 11 Febuari dan
berakhir pada tanggal 11 Juli 2008 di Perkebunan sagu PT. National Timber and
Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang
menggunakan dua metode yaitu metode langsung dengan melaksanakan kegiatan
teknis budidaya dan melakukan pengamatan terhadap teknis budidaya di kebun
tersebut serta melakukan percobaan pengaruh media tumbuh persemaian kanal,
lumpur, polibeg, dan bobot bibit 2, 3, 4 kg terhadap pertumbuhan vegetatif bibit
tersebut. Kegiatan teknis budidaya yang dilakukan adalah pemupukan,
per-semaian, penyulaman, penebasan lorong, penebasan piringan, pengimasan,
pe-ngendalian hama dan penyakit. Metode yang kedua adalah metode tidak langsung
dengan mempelajari dan menganalisis laporan pihak kebun dan studi pustaka.
Data primer yang diperoleh dari percobaan persemaian dianalisis dengan uji
DMRT pada taraf 5%
PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu
mene-rapkan sistem persemaian bibit secara terapung pada kanal (saluran air berukuran
lebar 3 m dengan kedalaman 2 m). Bibit disemai di kanal dengan menggunakan
rakit berukuran panjang 3 m dan lebar 1 m, terbuat dari pelepah sagu yang sudah
kering. Kriteria bibit sehat dan layak untuk disemai adalah bibit masih segar
de-ngan pelepah masih hijau, bibit sudah tua, dicirikan bonggol sudah keras, pelepah
dan pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, rata-rata bobot bibit 4
Pertumbuhan bibit sagu di persemaian dipengaruhi oleh perlakuan
sebe-lum persemaian, umur bibit, lama penyimpanan, curah hujan selama persemaian,
sistem persemaian yang digunakan dan bobot bibit. Terdapat berbagai cara
per-semaian yaitu perper-semaian kanal, lumpur dan polibeg Bobot bibit yang digunakan
umumnya berukuran 2-6 kg. Berdasarkan hasil percobaan dengan parameter
per-tumbuhan tunas, jumlah daun, luas daun, dan persentasi hidup, bibit dengan
perla-kuan persemaian kanal dengan bobot 4 kg menghasilkan pertumbuhan yang
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI
PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI
MURNI SAGU, SELATPANJANG, RIAU, DENGAN STUDI
KASUS PERSEMAIAN MENGGUNAKAN BERBAGAI MEDIA
DAN BOBOT BIBIT.
NAMA : ADRINUS PINEM
NRP : A34104017
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr.
NIP. 130 422 690
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, Propinsi Sumatra Utara pada
tanggal 26 November 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
dari pasangan Ayah Lenna Pinem dan Ibu Riahta Br Karo.
Tahun 1998 penulis lulus dari SD F. Tandean, kemudian pada tahun 2001
penulis me-nyelesaikan studi di SLTPN 1 Tebing Tinggi. Selanjutnya penulis
melanjutkan studi di SMUN 1 Tebing Tinggi. Tahun 2004 penulis diterima di
Jurusan Budidaya Pertanian Pro-gram Studi Agronomi melalui jalur USMI IPB.
Pada tahun 2004 sampai sekarang penulis aktif di Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Tarung Derajat, tahun 2006-2008 penulis menjadi ketua
organisasi tersebut. Penulis menjadi asisten praktikum ekologi pertanian pada
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat-NYA dan Bunda
Maria atas doa-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
Skripsi berjudul Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT
National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu Selat Panjang Riau
dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Perta-nian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih kepada:
Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr selaku dosen
pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan dan
saran-saran dalam pembuatan skripsi ini.
Bapak, Mamak, Ina dan Kak Leri yang telah memberi dukungan
semangat dan doa.
Dr. Ir. Ade Wachjar selaku dosen pembimbing akademik atas saran
dan du-kungannya
Debi, Mario, Landes, Bernardo, Supardi, Cornel yang telah membantu
selama penelitian.
Bang Kornelis, Bapak Nasirudin, Bang Albet dan seluruh karyawan
PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu.
Vitria”Kiting”, Ika dan Enung atas bantuan dan dukungannya.
Semua teman di program studi Agronomi 41.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
DAFTAR ISI
Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 6
Letak Geografis ... 6
Keadaan tanah dan iklim ... 7
PELAKSANAAN TEKNIS MENEJERIAL ... 9
Pengorganisasian Kebun ... 9
Deskripsi Kerja Karyawan ... 10
PELAKSANAAN TEKNIS BUDIDAYA ... 13
Persiapan Bahan Tanam... ... 13
Persemaian... ... 14
Pemupukan ... 16
Pengendalian Gulma ... 18
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21
Penyulaman ... 22
PEMBAHASAN ... 25
Teknis Budidaya Sagu (Metroxylon spp.) ... 25
Pertumbuhan Vegetatif Sagu (Metroxylon spp.) ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
Kesimpulan ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Rekomendasi pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber
and forest Product Unit HTI ... 17
2. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap pertumbuhan pucuk
Bibit sagu selama masa persemaian ... 28
3. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap jumlah daun bibit sagu
selama masa persemaian... ... 31
4. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap lebar daun bibit sagu
selama masa persemaian... 31
5. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap persentase hidup Bi-
bit selama masa persemaian... .... 32
Lampiran
1. Plot percobaan... ... 38 2. Rata-rata curah hujan, suhu udara, dan kelembaban dara bulanan dan Tahunan (Periode Pengamatan dari tahun 1988-1997)... ...39
3. Struktur organisasi kebun... ... 40 4. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-
bit (BB) terhadap pertumbuhan panjang tunas bibit sagu...41 5. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-
bit (BB) terhadap pertumbuhan panjang daun bibit sagu...42 6. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Bibit sagu yang diseleksi... . 13 2. Pengimasan kebun sagu... . 20 3. Tanaman sagu yang terserang anai-anai... 23
PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.)
DI PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT
HTI MURNI SAGU, SELATPANJANG, RIAU, DENGAN
STUDI KASUS PERSEMAIAN MENGGUNAKAN BERBAGAI
MEDIA DAN BOBOT BIBIT.
Oleh : ADRINUS PINEM
A 34104017
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
RINGKASAN
ADRINUS PINEM. Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat
Panjang, Riau, Dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai
Media dan Bobot Bibit. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro
Djoefrie, M. Agr.)
Kegiatan magang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
ke-trampilan serta kemampuan teknis dan menejerial budidaya sagu. Aspek khusus
yang diamati dalam magang ini adalah sistem persemaian di PT. National Timber
and Forest Product Unit HTI Murni Sagu dan membandingkan dengan sistem
persemaian yang lain. Kegiatan magang dilaksanakan dari tanggal 11 Febuari dan
berakhir pada tanggal 11 Juli 2008 di Perkebunan sagu PT. National Timber and
Forest Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Kegiatan magang
menggunakan dua metode yaitu metode langsung dengan melaksanakan kegiatan
teknis budidaya dan melakukan pengamatan terhadap teknis budidaya di kebun
tersebut serta melakukan percobaan pengaruh media tumbuh persemaian kanal,
lumpur, polibeg, dan bobot bibit 2, 3, 4 kg terhadap pertumbuhan vegetatif bibit
tersebut. Kegiatan teknis budidaya yang dilakukan adalah pemupukan,
per-semaian, penyulaman, penebasan lorong, penebasan piringan, pengimasan,
pe-ngendalian hama dan penyakit. Metode yang kedua adalah metode tidak langsung
dengan mempelajari dan menganalisis laporan pihak kebun dan studi pustaka.
Data primer yang diperoleh dari percobaan persemaian dianalisis dengan uji
DMRT pada taraf 5%
PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu
mene-rapkan sistem persemaian bibit secara terapung pada kanal (saluran air berukuran
lebar 3 m dengan kedalaman 2 m). Bibit disemai di kanal dengan menggunakan
rakit berukuran panjang 3 m dan lebar 1 m, terbuat dari pelepah sagu yang sudah
kering. Kriteria bibit sehat dan layak untuk disemai adalah bibit masih segar
de-ngan pelepah masih hijau, bibit sudah tua, dicirikan bonggol sudah keras, pelepah
dan pucuk masih hidup, tidak terserang hama dan penyakit, rata-rata bobot bibit 4
Pertumbuhan bibit sagu di persemaian dipengaruhi oleh perlakuan
sebe-lum persemaian, umur bibit, lama penyimpanan, curah hujan selama persemaian,
sistem persemaian yang digunakan dan bobot bibit. Terdapat berbagai cara
per-semaian yaitu perper-semaian kanal, lumpur dan polibeg Bobot bibit yang digunakan
umumnya berukuran 2-6 kg. Berdasarkan hasil percobaan dengan parameter
per-tumbuhan tunas, jumlah daun, luas daun, dan persentasi hidup, bibit dengan
perla-kuan persemaian kanal dengan bobot 4 kg menghasilkan pertumbuhan yang
LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL : PENGELOLAAN PERKEBUNAN SAGU (Metroxylon spp.) DI
PT. NATIONAL TIMBER AND FOREST PRODUCT UNIT HTI
MURNI SAGU, SELATPANJANG, RIAU, DENGAN STUDI
KASUS PERSEMAIAN MENGGUNAKAN BERBAGAI MEDIA
DAN BOBOT BIBIT.
NAMA : ADRINUS PINEM
NRP : A34104017
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M. Agr.
NIP. 130 422 690
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP. 131 124 019
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Tebing Tinggi, Propinsi Sumatra Utara pada
tanggal 26 November 1985. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara
dari pasangan Ayah Lenna Pinem dan Ibu Riahta Br Karo.
Tahun 1998 penulis lulus dari SD F. Tandean, kemudian pada tahun 2001
penulis me-nyelesaikan studi di SLTPN 1 Tebing Tinggi. Selanjutnya penulis
melanjutkan studi di SMUN 1 Tebing Tinggi. Tahun 2004 penulis diterima di
Jurusan Budidaya Pertanian Pro-gram Studi Agronomi melalui jalur USMI IPB.
Pada tahun 2004 sampai sekarang penulis aktif di Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) Tarung Derajat, tahun 2006-2008 penulis menjadi ketua
organisasi tersebut. Penulis menjadi asisten praktikum ekologi pertanian pada
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat-NYA dan Bunda
Maria atas doa-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
Skripsi berjudul Pengelolaan Perkebunan Sagu (Metroxylon spp.) di PT
National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu Selat Panjang Riau
dengan Studi Kasus Persemaian Menggunakan Berbagai Media dan Bobot Bibit
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Perta-nian, Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih kepada:
Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro Djoefrie, M.Agr selaku dosen
pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan dan
saran-saran dalam pembuatan skripsi ini.
Bapak, Mamak, Ina dan Kak Leri yang telah memberi dukungan
semangat dan doa.
Dr. Ir. Ade Wachjar selaku dosen pembimbing akademik atas saran
dan du-kungannya
Debi, Mario, Landes, Bernardo, Supardi, Cornel yang telah membantu
selama penelitian.
Bang Kornelis, Bapak Nasirudin, Bang Albet dan seluruh karyawan
PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu.
Vitria”Kiting”, Ika dan Enung atas bantuan dan dukungannya.
Semua teman di program studi Agronomi 41.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2008
DAFTAR ISI
Latar Belakang Pengusahaan Sagu ... 6
Letak Geografis ... 6
Keadaan tanah dan iklim ... 7
PELAKSANAAN TEKNIS MENEJERIAL ... 9
Pengorganisasian Kebun ... 9
Deskripsi Kerja Karyawan ... 10
PELAKSANAAN TEKNIS BUDIDAYA ... 13
Persiapan Bahan Tanam... ... 13
Persemaian... ... 14
Pemupukan ... 16
Pengendalian Gulma ... 18
Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21
Penyulaman ... 22
PEMBAHASAN ... 25
Teknis Budidaya Sagu (Metroxylon spp.) ... 25
Pertumbuhan Vegetatif Sagu (Metroxylon spp.) ... 28
KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
Kesimpulan ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1. Rekomendasi pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber
and forest Product Unit HTI ... 17
2. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap pertumbuhan pucuk
Bibit sagu selama masa persemaian ... 28
3. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap jumlah daun bibit sagu
selama masa persemaian... ... 31
4. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap lebar daun bibit sagu
selama masa persemaian... 31
5. Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap persentase hidup Bi-
bit selama masa persemaian... .... 32
Lampiran
1. Plot percobaan... ... 38 2. Rata-rata curah hujan, suhu udara, dan kelembaban dara bulanan dan Tahunan (Periode Pengamatan dari tahun 1988-1997)... ...39
3. Struktur organisasi kebun... ... 40 4. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-
bit (BB) terhadap pertumbuhan panjang tunas bibit sagu...41 5. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-
bit (BB) terhadap pertumbuhan panjang daun bibit sagu...42 6. Rekapitulasi sidik ragam, pengaruh media tumbuh (MD) dan bobot bi-
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1. Bibit sagu yang diseleksi... . 13 2. Pengimasan kebun sagu... . 20 3. Tanaman sagu yang terserang anai-anai... 23
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sagu sebagai komoditas perkebunan merupakan salah satu sumber
karbo-hidrat yang masih menjadi bahan makanan penduduk di beberapa daerah seperti
Maluku dan Irian Jaya (Lukman dan Silitonga,1991). Kandungan karbohidrat
da-lam pati sagu yang cukup tinggi (diatas 80%), memungkinkan komoditas tersebut
digunakan sebagai bahan pangan dan bahan baku industri non pangan (Lukman
dan Silitonga, 1991).
Tanaman sagu (Metroxylon spp.) sangat berpotensi besar untuk
dikem-bangkan di Indonesia tetapi pada umumnya sagu belum diusahakan secara intensif
seperti penghasil karbohidrat lainnya (Junaidi, 2005). Sagu di Indonesia
merupa-kan tumbuhan yang tumbuh dalam bentuk hamparan hutan yang kurang
terpeli-hara. Sagu dapat tumbuh di daerah rawa atau tanah marjinal yang tanaman
penghasil karbohidrat lainnya sukar tumbuh. Potensi sagu di Indonesia
diper-kirakan 1.1 juta ha, setara dengan 5.18-8.51 juta ton pati sagu kering/tahun.
Pe-manfaatan sagu di Indonesia untuk ekspor diduga hanya 0.05% - 0.2% dan 10%
digunakan untuk bahan makanan tradisional, sedangkan sisanya sekitar 89%
belum termanfaatkan (Sitaniapessy, 1996)
Berdasarkan sifat fisik dan kimia yang dimilikinya, sagu dapat
diman-faatkan tidak terbatas pada bahan pangan saja tetapi dapat juga dimandiman-faatkan
untuk bahan baku berbagai industri baik pangan maupun non pangan (industri
kertas, dan industri tekstil). Sebagai bahan pangan, pati sagu dimanfaatkan
seba-gai bahan makanan pokok di beberapa daerah di Kawasan Timur Indonesia. Saat
ini, pati sagu telah dimanfaatkan lebih luas lagi, yaitu sebagai bahan pembuat roti,
biskuit, bagea, mie, sirup berkadar fruktosa tinggi dan penyedap makanan, Pati
sagu dapat juga dijadikan bahan baku untuk pembuatan plastik yang dikenal
dengan istilah biodegradable plastic (plastik yang dapat terurai). Selain itu, pati
sagu dapat diolah menjadi etanol (gasohol). Di Papua New Guinea, telah
dila-kukan serangkaian penelitian tentang studi kelayakan produksi etanol dari pati
sagu. Hasil studi menunjukkan bahwa produksi etanol dari pati sagu adalah layak.
liter. Selain pati sagu, ampas sagu kering dapat dimanfaatkan sebagai pakan
ternak. Ampas sagu kering yang diberikan pada ayam pedaging dan peternak
dengan takaran 12.5-25.0% dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang
buruk. Ampas sagu juga dapat menggantikan pupuk kandang khususnya kotoran
kambing untuk bibit cengkeh dan kelapa sawit. Pemanfaatan ampas sagu kering
sebagai pakan ternak dan pupuk akan mengurangi pencemaran lingkungan di
sekitar tempat pengolahan sagu (Bintoro, 1999).
Pengembangan sagu di Indonesia bertujuan untuk mengoptimalkan
sum-berdaya dan pengolahan secara berkelanjutan (sustainable processing) dalam
rangka membangun ketahanan pangan serta terwujudnya agribisnis sagu. Sasaran
yang ingin dicapai dalam pengembangan sagu ini adalah teridentifikasinya potensi
lahan sagu aktual, kebun koleksi plasma nutfah sagu, rehabilitasi areal sagu,
pe-ningkatan produktivitas sagu, diversifikasi produk, optimalisasi pemanfaatan
lim-bah sagu dan peningkatan pendapatan petani sagu.
Dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya sagu untuk
pe-ngolahan berkelanjutan maka dibutuhkan teknologi sagu, antara lain mencakup
aspek-aspek rehabilitasi hamparan sagu, teknologi budidaya mulai dari
pem-bibitan hingga penanaman di lapang, konservasi sagu secara in situ dan ex situ,
pengolahan pati sagu secara mekanik, diversifikasi produk dan pemasaran
(Puslitbangbun, 2007).
Pemanfaatan tanaman sagu terutama di hutan sagu, pola penanganannya
telah diatur dalam SK. Dirjen kehutanan No. 56/Kpts/Dj/I/1983 dan sagu
dike-lompokkan dalam hasil hutan ikutan (minor forest product). Pada umumnya
pemanfaatan sagu, baik diperuntukkan bagi industri sagu maupun bagi
kepen-tingan perorangan tidak diimbangi oleh tindakan pemeliharaan, sehingga
menga-kibatkan ketidakseimbangan dalam penyediaan bahan baku. Sifat tanaman sagu
yang sulit berkembang biak dengan cepat serta daur hidupnya yang panjang, maka
untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas batang sagu yang diharapkan
diper-lukan tindakan pengadaan bahan tanam yang efisien (Rostiwati, 1991).
Kegiatan persiapan bahan tanam meliputi kegiatan persiapan bibit dan
persemaian. Bahan tanam dapat diperoleh secara generatif maupun vegetatif. Pada
hal ini karena selain mudah diperbanyak, bibit yang diperoleh dari anakan lebih
cepat dalam pertumbuhan dibanding bibit dari proses generatif . Penyeleksian
bibit bertujuan untuk memperoleh bibit yang sehat dan mempunyai daya tumbuh
yang tinggi, sedangkan kegiatan persemaian bertujuan untuk mempercepat
per-tumbuhan vegetatif tanaman dan mempunyai daya tahan hidup yang baik
sehing-ga tidak mudah mati saat dipindahkan ke lapang.
Tujuan Magang
1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan serta kemampuan teknis dan
menejerial di perkebunan.
2. Sebagai studi banding antara pengetahuan yang diterima di perkuliahan
dengan keadaan sebenarnya di lapang.
3. Mempelajari teknis budidaya tanaman sagu (Metroxylon spp.) dari penyiapan
lahan sampai dengan pemeliharaan tanaman.
4. Melakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh media tumbuh bibit sagu
dan berbagai bobot bibit juga interaksi keduanya terhadap pertumbuhan
METODE PELAKSANAAN
Waktu dan Tempat
Kegiatan magang dilaksanakan di Kebun PT National Timber and Forest
Product Unit HTI Murni Sagu, Selat Panjang, Riau. Magang dilaksankan selama
empat bulan mulai tanggal 11 Febuari sampai 11 Juni 2008.
Metode Magang
Kegiatan magang dilaksanakan selama empat bulan dengan menggunakan
dua metode yaitu metode langsung dan metode tidak langsung. Metode langsung
dilaksanakan dengan melaksanakan seluruh kegiatan teknis budidaya di kebun
sebagai karyawan harian kontrak dan pengawas. Teknis budidaya yang dilakukan
adalah pelorongan, pengimasan (penebangan kayu di dalam petak), pengendalian
hama penyakit, penyulaman, dan pemupukan. Data yang diperoleh selama
melaksanakan kegiatan tersebut berupa prestasi kerja harian kontrak, prestasi
kerja mahasiswa, hambatan dan pendukung teknis budidaya, data tersebut
kemudian dibandingkan dengan data kebun.
Pengamatan yang dilaksanakan meliput:
¾ Faktor menejerial meliputi perencanaan, pengawasan, pelaksanaan dan
pengawasan
¾ Evakuasi teknik budidaya yang dilakukan
¾ Faktor tenaga kerja
¾ Sarana dan prasarana
Wawancara dan diskusi dilaksanakan dengan staf dan karyawan kebun untuk
melengkapi data. Metode tidak langsung dilaksanakan denagan mempelajari dan
KONDISI UMUM KEBUN
Sejarah Kebun
PT. Nasional Timber and Forest Product merupakan salah satu cabang
dari P.T Siak Raya Timber yang berkantor pusat di Pekan Baru. Pada tahun 2008
perusahaan tersebut mengadakan kerjasama dengan PT. Sampoerna tbk. untuk
membantu pengadaan dana bagi perusahaaan tersebut. P.T National Timber and
Forest Product mengajukan ijin penebangan kayu (IPK) sebagai ganti ijin hak
pengusahaan hutan (HPH). Berdasarkan surat dari Menteri Kehutanan No.17/Kpts
/HUT/1996 tentang ijin penebangan kayu, maka penebangan kayu dapat
dilak-sanakan dengan salah satu syaratnya yaitu setelah penebangan kayu selesai maka
P.T National timber and Forest Product harus menanami kembali areal yang
diam-bil kayunya dengan Hutan Tanaman Industri (HTI).
PT. National Timber and Forest Product didirikan pada tanggal 4
Sep-tember 1970 sebagaimana dijelaskan pada akte notaris Mohehammad Ali Adjoejir
yang merupakan wakil notaris di Jakarta No. 2 tahun 1970. Selanjutnya, akte
no-taris diubah dengan akte nono-taris Singgih Susilo SH. No 59 tanggal 12 Juni 1987.
PT. National Timber and Forest Product merupakan salah satu pemegang Hak
Pengusahaan Hutan (HPH) di profinsi Riau dengan arel konsesi 100 000 hektar
yang telah beroperasi selama lebih dari 21 tahun.
Perusahaan mengajukan permohonan areal Hak Pengusahaan Hutan
Ta-naman Industri (HPHTI) sagu di daerah Bengkalis dengan surat rekomendasi dari
gubernur Riau No. 522 U/EK/571. Melalui surat Menteri Kehutanan RI No.
1083/ Menhut – IV/ 1995 tanggal 24 juli 1995 disampaikan bahwa areal yang
disetujui untuk dijadikan HTI Sagu oleh P.T. National Timber and Forest product
adalah areal dikelompok hutan Teluk Kepau seluas 19 900 hektar.
Pada tahun 1995, secara resmi PT. National Timber and Forest Product
unit HTI Murni Sagu dan merupakan HTI dengan tanaman pokok sagu pertama
di Indonesia berdasarkan peta tata guna hutan propinsi Riau, status areal P.T .
Na-tional Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu sebagian besar merupakan
kawasaan hutan produksi terbatas seluas 18 100 hektar dan hutan konservasi
areal tersebut seluruhnya disetujui utuh diubah fungsinya menjadi hutan produksi
tetap.
Latar Belakang Pengusahaan Sagu
Riau merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya alam, salah satu
sum-berdaya alam yang besar tetapi belum diolah dengan baik adalah sagu. Sebagian
besar lahan di Riau ditutup oleh gambut yang sesuai dengan syarat tumbuh sagu
(Soerjo,1996). Tanaman sagu di propinsi Riau terdapat di daerah pantai selatan,
daerah sungai besar berawa dan beberapa pulau besar di Riau.
Tujuan penanaman hutan tanaman industri adalah untuk meningkatkan
produktivitas kawasan hutan yang kurang produktif, mendukung industri hasil
hu-tan dalam negeri guna meningkatkan devisa, melestarikan lingkungan hidup
mela-lui konservasi hutan serta memperluas lapangan kerja dan usaha. Hak
pengusa-haan hutan tanaman industri diatur dalam pasal 13 Undang – Undang No. 5 tahun
1967, kemudian lebih lanjut diatur dalam peraturan pemerintah No. 7 tahun 1990
tentang hak pengusahaan hutan industri serta diatur dalam surat keputusan
Menteri Kehutanan No.228/Kpts-II/1990 tentang cara dan persyaratan
permohonan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI). HPHTI adalah
hak untuk mengu-sahakan hutan produksi yang kegiatannya mulai dari
penanaman, pemeliharaan, pemungutan, pengolahan dan pemasaran.
Tanaman sagu memiliki banyak kegunaan diantaranya dapat berperan
sebagai pengaman lingkungan karena dapat mengemisi gas CO2 yang di
trans-misikan dari rawa dan gambut ke udara, dapat mengkonversi air tanah karena
tanaman sagu menghendaki kondisi kelembaban tanah yang tinggi (Bintoro,2008).
Selain itu, PT. National Timber and Forest Product dan PT. Sampoerna tbk. ingin
membuat suatu bahan bakar yang dapat diperbaharui. Sagu merupakan tanaman
penghasil pati yang sangat besar, satu batang sagu dapat menghasilkan pati
200-400 kg sehingga sangat potensial untuk dijadikan bio-etanol.
Letak Geografis
P.T. National Timber and Forest Product terletak di Kecamatan Tebing
-10 08’ LU dan 1010 43’ – 1030 08’ BT dengan ketinggian 0 – 50 meter diatas
permukaan laut. Lokasi perkebunan sagu yang dikelola oleh PT. National timber
and Forest product unit HTI Murni Sagu secara administratif menempati beberapa
desa yaitu Desa Tanjung Sari, Desa Kayu Ara, Desa Sungai Pulau, Desa Kepau
Baru, Desa Teluk Buntal, Desa Sungai Tohor dan Desa Tanjung Gadai.
Areal P.T. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu
disebelah timur berbatasan dengan Tanjung Sari dan Tanjung Gadai, sebelah
ba-rat berbatasan dengan kampung daerah Penekat, dan areal HPH PT. Uniseraya.
Sebelah Utara berbatasan dengan HPH P.T Uniseraya dan disebelah selatan
berbatasan dengan Kepau Baru dan Teluk Buntal. Lokasi Kebun Sagu PT
Natio-nal Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu berjarak lebih kurang 150
km dari Pekan Baru yang ditempuh melalui jalan laut. PT. National Timber and
Forest Product Unit HTI Murni Sagu telah membudidayakan sagu pada 12 fasa
(satu fasa terdiri atas 20 petak, satu petak luasnya 50 hektar). Lokasi fasa tersebut
sebagai berikut: fasa 1, 2 dan 3 terletak di sekitar Kepau Baru dan Kampung Baru.
Fasa 4, 6,dan 8 terletak di DesaTeluk Kepau. Areal fasa 5 dan 7 terletak di Desa
Teluk Buntal dan Tanjung Gadai dan areal fasa 9, 10, dan 11 terletak di Desa
Sungai Pulau.
Keadaan Tanah dan Iklim
Jenis tanah yang terdapat di P.T. National Timber and Forest Product unit
HTI Murni sagu terdiri atas jenis tanah Organosol seluas 19 820 hektar (99,60 %)
dan jenis tanah alufial seluas 80 hektar ( 0,4 %) dengan topografi datar
kemi-ringan lahan termasuk kelas lereng LI (0–8%). Reaksi tanah tergolong sangat
ma-sam dengan ph H2O antara 3.4 - 4.8.
Kedalaman lapisan gambut berkisar 3 –5 m dari permukaan tanah. Tanah
organosol atau biasa disebut tanah histosol merupakan tanah dengan kandungan
bahan organik lebih dari 20% yang dalam istilah sehari – hari disebut gambut.
Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman yang berlapis-lapis hingga
mencapai ketebalan >30 cm. Proses penimbunan merupakan proses geogenik
(bu-kan pedogenik seperti tanah mineral) yang berlangsung dalam waktu lama (Noor,
Gambut di daerah Riau seperti halnya gambut di daerah tropik Indonesia
lainnya tergolong dalam gambut kayuan yaitu gambut yang berasal dari pohon –
pohon (hutan tiang) beserta tanaman semak (paku – pakuan) di bawahnya.
Berda-sarkan tingkat kesuburannya, gambut di daerah Riau tergolong dalam oligotrofik
yaitu gambut yang mengandung sedikit mineral khususnya kalsium dan
magne-sium serta bersifat asam atau sangat asam.
Rata-rata curah hujan tahunan pada periode pengamatan Tahun 1988 -
1997 mencapai 2 208.9 mm (Tabel Lampiran 2). Curah hujan bulanan pada
perio-de pengamatan tahun 1988-1997 berkisar antara 70 sampai perio-dengan 254 mm perio-
deng-an rata-rata curah hujdeng-an buldeng-andeng-an 174.58 mm. Jumlah hujdeng-an harideng-an buldeng-andeng-an
ber-kisar antara 7 sampai dengan 13 hari dengan rata-rata hari hujan bulanan 10.25
PELAKSANAAN TEKNIS MENEJERIAL KEBUN
Pengorganisasian Kebun
Struktur organisasi PT National Timber and Forest Product berbentuk
garis (line organization), lini satu dengan lini yang lain dalam stuktur organisasi
tersebut dihubungkan oleh garis komando. Pendelegasian wewenang dalam
orga-nisasi lini dilakukan secara vertikal melalui garis terpendek dari seorang atasan
kebawahannya (Sumarni dan Soeprihanto, 1993). Pelaporan tanggung jawab dari
bawahan ke atasan juga dilakukan melalui garis vertikal terpendek.
Ciri – ciri organisasi lini : Organisasi relatif kecil dan sederhana, hubungan
antara atasan dan bawahan relatif langsung, puncak pimpinan biasanya pemilik
perusahaan, jumlah karyawan sedikit dan saling kenal, tingkat spesialisasi kurang
begitu tinggi dan alat yang digunakan tidak beranekaragam, puncak pimpinan
merupakan satu-satunya sumber kekuasaan, keputusan dan kebijaksanaan
organi-sasi, masing–masing kepala unit memiliki tanggung jawab penuh atas bidang
pe-kerjaan yang ada di dalam unit kerjanya.
Kelebihan yang dimiliki organisasi lini: kesatuan komando tetap
diperta-hankan, garis komando dan pengendalian tugas tidak mungkin terjadi
kesim-pangsiuran karena pimpinan langsung berhubungan dengan karyawan, proses
pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan instruksi berjalan cepat dan tidak
ber-tele-tele. Pengawasan melekat secara ketat terhadap kegiatan karyawan dapat
dilaksanakan, kedisiplinan dan semangat kerja karyawan umumnya baik,
koordi-nasi umumnya mudah dilaksanakan, rasa solidaritas karyawan umumnya tinggi
karena masih saling mengenal.
Kekurangan yang dimiliki organisasi lini: tujuan pribadi puncak pimpinan
dengan tujuan organisasi seringkali tidak dapat dibedakan, ada kemungkinan
pun-cak pimpinan untuk bertindak secara otoriter, maju/mundur organisasi tergantung
kepada kecakapan puncak pimpinan saja, organisasi secara keseluruhan
bergan-tung kepada satu orang saja, jika pimpinan tidak mampu, organisasi terancam
hancur, kaderisasi dan pengembangan bawahan kurang mendapat perhatian.
Pimpinan puncak di PT. National Timber and Forest Product dipegang
memim-pin mengelola dan melakukan pengawasan secara tidak langsung terhadap kinerja
kebun. Asisten manejer secara langsung bertanggung jawab kepada manejer
lapa-ngan atas pelaksanaan pengelolaan kebun. Kepala bagian memberikan instruksi,
bimbingan dan pengarahan kepada kepala seksi atas pengelolaan kebun.
Pengelolaan kebun di PT National Timber and Forest Product Unit HTI
Murni Sagu dilaksanakan secara sektoral, artinya wilayah perkebunan ini dibagi
menjadi beberapa bagian yang masing–masing dipimpin oleh kepala bagian.
Kepala bagian bertanggung jawab terhadap pelaksanaan teknis dan menejerial
bagian yang dipimpinnya. Terdapat lima bagian dalam stuktur organisasi PT.
National Timber and Forest Product Unit HTI murni sagu yaitu administrasi,
pengembangan infrastuktur, persiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan serta
bagian umum. Kepala seksi berada dibawah garis komando kepala bagian. Kepala
seksi mengelola kebun seluas satu fasa (1 000 hektar) dan mengelola karyawan di
areal tersebut. Dalam mengelola fasa, kepala seksi dibantu oleh wakil kepala seksi
dan berberapa orang pengawas.
Deskripsi Kerja Karyawan
Karyawan Harian Kontrak
Karyawan harian kontrak di PT National Timber and Forest Product Unit
HTI Murni Sagu berasal dari Pacitan, Jawa Timur. Karyawan harian kontrak
bertugas melaksanakan seluruh kegiatan teknis langsung di lapang. Masa kontrak
karyawan selama lima bulan, setelah masa kontrak berakhir karyawan dapat
melanjutkan masa kontrak (sambung kontrak) apabila perusahaan menilai kerja
karyawan bagus dan karyawan yang bersangkutan bersedia.
Karyawan harian kontrak bekerja 7 jam sehari, enam hari seminggu (hari
jumat libur, minggu tetap bekerja). Karyawan harian kontrak mulai bekerja pukul
06.00 WIB. Pukul 09.00 WIB karyawan beristirahat selama 15 menit untuk
sara-pan, pengawas memberi pengarahan sewaktu istirahat. Karyawan beristirahat
kembali pada pukul 11.30 WIB selama satu jam, kemudian bekerja lagi sampai
Upah yang diperoleh karyawan harian kontrak sebesar Rp 26 000 pada
masa kontrak pertama dan dibayar jika kontrak berakhir, jika mereka
memperpan-jang kontrak akan mendapatkan tambahan gaji sebesar Rp 5 000. Untuk
meme-nuhi kebutuhan sehari–hari, karyawan membeli dari koperasi karyawan dengan
sistem hutang (bon) yang akan dibayar diakhir kontrak dengan pemotongan upah
kontrak. Pemotongan upah tidak diberikan kepada karyawan yang sakit, tetapi jika
karyawan tersebut tidak bekerja dengan alasan yang lain, maka dikenakan
pemo-tongan hari kerja. Setiap satu hari tidak bekerja dikenakan denda berupa
pemoto-ngan gaji dua hari kerja. Bonus sebesar Rp 87 000 diberikan kepada karyawan
yang bekerja selama sebulan penuh. Bila kontrak sudah berakhir, maka karyawan
harian kontrak akan mendapatkan Rp 500 000 sebagai uang kontrak. Setiap regu
karyawan harian kontrak terdiri atas 9-12 orang dan dipimpin oleh seorang kepala
regu. Kepala regu memperoleh tambahan upah Rp 50 000 setiap bulannya. Bonus
Rp 300 000 diberikan kepada setiap regu yang hasil kerjanya dinilai baik oleh
kepala seksi.
Karyawan Harian Lokal dan Karyawan Bulanan
Karyawan harian lokal merupakan tenaga kerja yang direkrut dari
masya-rakat disekitar kebun PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni
Sagu. Perekrutan karyawan harian lokal dan karyawan bulanan tidak melalui
sis-tem kontrak. Karyawan harian lokal dan bulanan diperbantukan untuk mengawasi
kerja karyawan harian kontrak.
Pengawas Kebun
Pengawas merupakan orang yang bertugas mengawasi kegiatan yang
dilaksanakan oleh karyawan harian kontrak. Untuk menunjang keberhasilan
kerja-nya, seorang pengawas harus mampu menyampaikan informasi yang diterimanya
dari kepala seksi dan wakil kepala seksi, menegur karyawan harian kontrak bila
terjadi kesalahan dan memotivasi karyawan. Pengawas menerima pengarahan dari
kepala seksi atau wakil kepala seksi mengenai lokasi kerja dan kegiatan yang akan
dilakukan oleh karyawan harian kontrak. Pengawas bekerja 7 jam sehari.
istirahat pukul 09.00 WIB pengawas biasanya memberikan pengarahan singkat
kepada harian kontrak mengenai kegiatan yang akan dan sudah dilaksanakan.
Pengawas berkoordinasi kepada kepala regu bila ada karyawan harian kontrak
yang bekerja tidak sesuai anjuran dan tidak menurut saat dinasehati oleh
penga-was. Selain mengawasi kegiatan teknis di kebun, pengawas juga menilai kegiatan
karyawan harian kontrak yang dilaksanakan sebagai acuan memberikan intensif
pada reguan tersebut. Kategori yang dinilai pengawas dalam pemberian intensif
regu adalah kedisipinan sewaktu bekerja, hasil kerja yang diperoleh, dan
kepa-tuhan anggota regu kepada instruksi yang diberikan pengawas.
Wakil kepala seksi dan kepala seksi menilai hasil kerja karyawan,
penga-was yang hasil kerjanya baik akan memperoleh intensif sebesar 50 000 rupiah per
bulan. Wakil kepala seksi atau kepala seksi akan menegur dan memberi
peri-ngatan kepada pengawas yang kinerjanya buruk seperti sering terlambat berangkat
ke kebun dan meninggalkan kebun sewaktu jam kerja. Pengawas menulis laporan
absensi dan hasil kerja karyawan harian kontrak setiap hari. Pengawas juga
PELAKSANAAN TEKNIS BUDIDAYA
Persiapan Bahan Tanam
Bahan tanam di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni
Sagu diperoleh dari pengumpul bibit dari daerah disekitar Kebun Sagu PT.
Nati-onal Timber and Forest Product dengan harga Rp 2 000/bibit. Bibit yang akan
disemai diseleksi terlebih dahulu diseleksi oleh kepala seksi dan pengawas
pembi-bitan. Penyeleksisn bibit berdasarkan bentuk, ukuran, bobot dan kesegaran bibit
(Gambar 1.)
Gambar 1. Bibit sagu yang diseleksi.
Kriteria bibit yang sehat adalah:
Bibit masih segar dengan pelepah masih hijau
Bibit sudah tua,dicirikan bonggol sudah keras
Pelepah dan pucuk masih hidup
Tidak terserang hama dan penyakit
Rata-rata bobot bibit 4 kg
Bibit yang memenuhi kriteria tapi ukurannya kecil dihitung setengah
Bibit yang tidak memenuhi kriteria diafkirkan. Pengangkutan bibit dari tempat
Persemaian
Bibit yang akan disemai terlebih dahulu dipotong dengan panjang ± 40 cm
dari banir, pemotongan untuk mempercepat tumbuhnya tunas. Bibit yang telah
di-pangkas kemudian direndam kedalam larutan fungisida untuk mencegah serangan
jamur.
Pada penyemaian di PT. National Timber and Forest Product Unit HTI
Murni Sagu digunakan sistem rakit di kanal. Rakit dibeli dari dari masyarakat
setempat dengan harga Rp 5 000/ rakit. Rakit berukuran panjang 3 m dengan lebar
1 m, terbuat dari pelepah sagu yang telah kering. Sebuah rakit dapat memuat
70-80 bibit tergantung ukuran bibit. Bibit disusun di rakit dengan bagian banir
teren-dam air. Persemaian dilakukan selama tiga bulan. Saat itu bibit rata-rata sudah
memiliki 2-3 daun.
Terdapat berbagai cara persemaian. Pada masyarakat Riau persemaian
yang dilakukan adalah persemaian sistem rakit di kanal, sedangkan Departemen
Pertanian Malaysia khususnya di Serawak melakukan persemaian sistem kolam
lumpur. Persemaian dengan polibeg walaupun jarang dilakukan tetapi masih
mungkin dilakukan, oleh sebab itu perlu dilakukan percobaan persemaian bibit
sagu dengan berbagai sistem persemaian untuk mengetahui sistem persemaian
terbaik.
Metode Pengambilan Data Kegiatan Persemaian
Pengambilan data persemaian sagu dilakukan secara langsung dengan
membuat rancangan percobaan pengaruh media tumbuh dan bobot bibit (abut)
ter-hadap pertumbuhan vegetatif abut. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan petak terpisah (split plot) dengan dua faktor. Faktor yang pertama
ada-lah media tumbuh sebagai petak besar (petak utama) dan faktor yang kedua adaada-lah
bobot bibit sebagai petak kecil (anak petak). Metode persemaian yang digunakan
ada tiga yaitu metode persemaian kanal dengan media tumbuh air, metode
perse-maian kolam dengan media tumbuh lumpur, dan metode perseperse-maian polibeg
de-ngan media tumbuh tanah bobot abut yang digunakan memiliki bobot memiliki
Model yang digunakan yang digunakan untuk percobaan ini adalah adalah
k = pengaruh ulangan ke-k
Ai = Pengaruh faktor media tumbuh ke-i
Bj = pengaruh faktor bobot abut ke-j
( AB)ij = interaksi faktor A kei dan faktor B ke-j
ik = pengaruh faktor A ke-i dan ulangan ke-k
ɛijk = pengaruh galat percobaan perlakuan media ke-i, bobot abut ke-j, ulangan
ke-k
Pengaruh perlakuan media tanam, bobot abut dan interaksi keduanya
diketahui dengan mengunakln uji F.jika hasil sidik ragamnya menunjukkan hasil
yang nyata, maka dialnjutkan dengan uji Duncan Mltiple Range Test (DMRT)
pada taraf 5%. Percobaan diasumsikan memiliki pengaruh yang bersifat aditif,
galat percobaan saling bebas dan menyebar normal, dan ragam percobaan bersifat
homogen.
Hipotesis
Terdapat pengaruh yang berbeda dari masing-masing media tumbuh dan
bobot abut terhadap pertumbuhan vegetatif bibit sagu.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah bibit sagu yang mempunyai kriteria sehat,
bebas serangan hama dan penyakit, mempunyai banir berbentuk L, mempunyai
perakaran yang cukup, merupakan sagu duri. Rakit yang digunakan untuk
perse-maian kanal berukuran panjang 3 meter dan lebar 1 meter, terbuat dari pelepah
sa-gu yang kering. Polibeg yang disa-gunakan berukuran 40cmx45cm. Kolam
Alat yang digunakan adalah kantong plastik pembungkus es lilin, spidol
perma-nen, tali plastik, timbangan, meteran dan fungisida Cobox WP 200.
Pelaksanaan Persemaian
Abut yang digunakan dipangkas denagn ukuran 40 cm diatas banir dan
direndam dalam larutan Cobox WP 200 dengan konsentrasi 4 g/10 l air. Abut
kemudian ditimbang dan dikelompokkan menjadi abut ukuran 2, 3, 4 kg. Kolam
yang digunakan untuk persemaian dengan media lumpur dibersihkan dari gulma
dan akar pakis. Polibeg diisi dengan tanah disekitar penelitian. Kanal yang
digunakan untuk persemaian air dibersihkan dari gulma air. Bibit sagu ditata
sedemikian rupa di kolam, kanal dan polibeg sehingga menjadi rancangan petak
terpisah.
Waktu Pengamatan
Pengamatan dilakukan dengan interval dua minggu sekali. Pengamatan
dilakukan selama dua bulan mulai bulan April sampai Juni 2008.
Pengamatan
Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah:
¾ Panjang tunas. Panjang tunas diukur mulai dari pangkal pemangkasan sampai
titik teratas bibit, baik ketika masih berupa tunas maupun setelah berubah
menjadi daun
¾ Jumlah daun. Jumlah daun yang di hitung berdasarkan jumlah keseluruhan
daun yang ada di bibit
¾ Lebar daun. Lebar daun diukur ketika daun sudah mekar pada daun pertama
dan yang di ukur adalah bagian yang terlebar dari daun
¾ Jumlah bibit yang hidup. seluruh bibit yang digunakan dihitung jumlah yang
hidup
Pemupukan
PT. National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu terletak di
dan iklim dingin. Bila di hutan tropis, akan terlihat bahwa terdapat banyak hara,
tetapi hara tidak tersimpan dalam tanah melainkan dalam tubuh tumbuhan yang
masih hidup. Di daerah tropis yang panas dan lembab dekomposisi berjalan sangat
cepat, bila dibarengi curah hujan yang tinggi maka hasil dekomposisi akan cepat
hilang dibawa air tanah ke tempat lain, akibatnya kesuburan cepat berkurang
padahal cadangan makanan (hara) tersedia sedikit di dalam tanah (Rososoedarmo
dan Kartawinata, 1984). Pembukaan hutan dan perubahan fungsi hutan menjadi
kebun menyebabkan kehilangan hara dari tanah semakin cepat dan bahan yang
dikomposisikan untuk menjadi hara berkurang. Kebun sagu tersebut terletak pada
areal hutan gambut yang bersifat masam dengan pH 3.4 – 4.8, kandungan hara
dan mineral rendah sehingga diperlukan tambahan nutrisi melalui pemupukan.
Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ke tanah atau
tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara (Novizan,
2002). Unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan sagu berdasarkan
kandu-ngan mineral dalam tanaman tersebut, terutama empulur batang. Empulur batang
sagu mengandung kalium, kalsium, dan magnesium dalam jumlah yang cukup
tinggi, hal ini membuktikan bahwa sagu sebagai penghasil karbohidrat yang
cu-kup tinggi (Haryanto dan Pangloli, 1992).
Tabel 1. Rekomendasi pemupukan yang digunakan oleh PT. National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu (yang dinyatakan dalam gram per rumpun tanaman sagu)
Umur
Sumber : National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu
Pupuk yang digunakan di PT. National Timber and Forest Product adalah
dilakukan dengan interval tiga kali setahun setelah pelorongan dan pembersihan
piringan. Dosis pupuk makro dan mikro tercantum dalam Tabel 1.
Pupuk yang digunakan di kebun berasal dari Pekan Baru dengan sistem
kontrak. Pupuk abu arang berasal dari pembakaran kulit terluar dari batang
(ruyung sagu). Abu arang mengandung kalium, mangnesium dan kalsium cukup
tinggi yang diperlukan untuk pertumbuhan batang sagu dan pembentukan pati.
Pengecekan terhadap abu arang dilakukan sebelum pemupukan dilakukan.
Penge-cekan mencakup kandungan abu arang, berat dan kemurnian abu arang, dengan
cara mengambil 20 karung pupuk sebagai sampel. Hasil pengecekan kemudian
dimasukkan kedalam blanko standar penerimaan pupuk.
Pupuk diangkut dengan menggunakan jonder (traktor berkekuatan 140
tenaga kuda) ke petak yang akan dipupuk. Pengaplikasian pupuk dilakukan
de-ngan cara disebarkan pada bagian depan dan belakang piride-ngan, hal ini dilakukan
untuk mengefisienkan tenaga dan waktu pemupukan. Pada tahap pertama, pupuk
yang diaplikasikan Urea 300 g dan MOP 100 g. Mangkuk sabun colek digunakan
sebagai takaran dalam pengaplikasian pupuk. Pupuk Urea dan MOP yang akan
diaplikasikan terlebih dahulu di aduk di wadah pengadukan dengan menggunakan
cangkul dan sekop dengan perbandingan tiga karung urea dan satu karung MOP.
Pupuk yang sudah mengeras dihancurkan agar dapat bercampur dengan baik.
Prestasi kerja pemupukan adalah tujuh baris / HOK ( setara dengan lima
karung pupuk ukuran 50 Kg). Karung bekas pemupukan dikumpulkan untuk
dihitung jumlah pupuk yang telah diaplikasikan. Penghitungan karung merupakan
tahap akhir kegiatan pengawasan pemupukan, jumlah karung yang ada sebelum
dan sesudah pemupukan harus sama. Hambatan dalam pemupukan adalah
banyak-nya sampah dedaunan dan pelepah sagu di piringan sehingga pupuk yang
diapli-kasikan tidak langsung kontak dengan tanah sehingga mudah menguap dan
tercuci, unsur hara yang tersebut menjadi tidak tersedia bagi sagu.
Pengendalian Gulma
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada waktu, tempat dan
kon-disi yang tidak diinginkan manusia. Gulma menurut Soerjani (1988) dalam Yakup
sepenuhnya diketahui. Gulma tidak dikehendaki karena: a) Menurunkan produksi
akibat bersaing dalam pengambilan unsur hara, sinar matahari, dan ruang hidup.
b) Mengeluarkan senyawa alelopati yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. c) Menjadi inang bagi hama dan penyakit yang menyerang tanaman.
d) Mengganggu tata guna air dan e) Meningkatkan biaya usahatani karena
meningkatkan biaya pemeliharaan.
Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi persaingan antara sagu
dengan gulma, untuk mengurangi kelembaban agar tidak mudah terkena serangan
hama dan penyakit, mempermudah dalam pemupukan, sensus dan penyulaman
sehingga sagu dapat tumbuh dengan baik. Rotasi pengendalian gulma dilakukan
setiap tiga sampai empat bulan tergantung keadaan kebun. Kepala seksi yang
mengambil keputusan apakah gulma di lahan tersebut harus dikendalikan atau
tidak.
Gulma di PT. National Timber and Forest Product unit HTI Murni Sagu
dikendalikan secara mekanis dengan cara membabat bagian-bagian gulma
sehing-ga pertumbuhan gulma tersebut terhambat. Gulma dikendalikan densehing-gan
peneba-san. Kegiatan pengendalian dibagi dalam tiga jenis yaitu tebas lorong, tebas
piri-ngan dan pengimasan. Untuk mengefisienkan pekerjaan, tebas lorong dan tebas
piringan dilakukan dalam satu kegiatan. Alat yang digunakan untuk tebas lorong
adalah parang. Pakis, semak dan pohon merupakan gulma yang banyak tumbuh di
lorongan sagu. Penebasan lorong dilakukan dengan membabat gulma disepanjang
jalur tanaman dengan ketentuan lebar tebasan 2 m, tebasan simetris dengan sagu,
penebasan dilakukan di sepanjang lorong atau jalur tanam tanpa terputus, gulma
ditebas dengan ketinggian 10 – 15 Cm dari permukaan tanah. Dalam penebasan
lorong, jika ditemukan sagu yang mati atau tidak ditanam dalam lorong tersebut
dipasang pancang untuk memudahkan kegiatan sensus dan penyulaman.
Tebas piringan merupakan kegiatan pengendalian gulma pada piringan di
sekitar rumpun tanaman sagu. Kriteria tebas piringan adalah tebasan di sekitar
rumpun berjari-jari minimal 1 m, tinggi tebasan rata dengan permukaan tanah,
tebasan simetris dengan rumpun sagu, pelepah sagu yang telah tua dan telah jatuh
Prestasi kerja untuk tebas lorong dan piringan adalah 0.5 lorong/HOK
(250 m/HOK). Faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah ketebalan gulma,
jumlah sagu yang hidup di sepanjang lorong dan banyaknya kayu pada lorong
yang ditebas. Banyaknya tanaman yang mati di tengah lorong merupakan kendala
yang sering dijumpai saat pelorongan, tidak adanya acuan sagu yang hidup saat
pelorongan membuat lorong sulit untuk lurus.
Pengimasan merupakan kegiatan pengendalian gulma berupa pohon yang
ada di lorong maupun antar lorong. Pengimasan dilakukan dengan rotasi lima
sampai empat tahun sekali tergantung keadaan kayu di antara lorong, bila kayu
tersebut sudah lebih tinggi dari sagu dan menaungi sagu maka dilakukan
pengimasan (Gambar 2). Sagu yang dinaungi pertumbuhannya lambat dan kerdil
karena terhalangnya radiasi sinar matahari. Sinar matahari sangat dibutuhkan
un-tuk pertumbuhan tanaman terutama karena perannya dalam fisiologi seperti
foto-sintesis, respirasi, pertumbuhan, pembungaan, mekanisme membuka dan
menu-tupnya stomata, pergerakan tanaman dan perkecambahan (Rostiwati dan
Su-priyanto, 1996)
Alat yang digunakan untuk pengimasan yaitu chain saw, parang dan
kampak. Ketentuan pengimasan adalah kayu yang di areal kebun ditebang, kayu
yang ditebang tidak boleh jatuh ke lorongan tetapi diarahkan ke antara lorongan.
Prestasi pengimasan adalah 200 m/HOK. Ukuran diameter kayu yang besar,
banyaknya kayu keras di areal tersebut dan jumlah kayu merupakan faktor yang
menentukan waktu yang diperlukan dalam pengimasan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama dan penyakit merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan
dalam pembudidayaan tanaman sagu. Serangan hama dan penyakit tanaman sagu
pada saat ini umumnya belum dianggap serius tetapi berpotensi untuk
menurun-kan hasil. Penyakit merupamenurun-kan suatu proses fisiologi tumbuhan yang abnormal
disebabkan oleh faktor primer (biotik dan abiotik) dan gangguannya bersifat terus
menerus dan akibatnya dinyatakan oleh aktivitas sel yang abnormal (Sinaga,
Gambar 1. Pengimasan kebun sagu
Hama yang sering menyerang perkebunan sagu adalah ulat sagu / gendon
(Rhynchoporus sp.), anai–anai (Macrotermes Sp.) dan belalang. Ulat sagu ( Rhynchoporus sp.) merusak tanaman sagu pada stadium lundi. Rhynchoporus sp.
dewasa meletakkan telur pada lubang yang digerek sedalam ± 3 mm, telur juga
diletakkan pada bagian tanaman sagu yang luka baik karena pelukaan sewaktu
teknis budidaya maupun luka akibat angin kencang. Stadium telur berlangsung
selama tiga hari. Ulat sagu yang baru menetas menjadi lundi langsung menggerek
batang untuk mencari jaringan yang masih muda atau sekulen (jaringan yang
lunak dan berair). Serangan yang terjadi pada titik tumbuh dapat menyebabkan
kematian. Pengendalian serangan ulat sagu dilakukan dengan pencegahan
peluka-an terhadap batpeluka-ang sagu dpeluka-an penutuppeluka-an terhadap luka pada tpeluka-anampeluka-an sagu.
Pengen-dalian secara kimia tidak dilaksanakan karena sulit untuk menjangkau keberadaan
ulat sagu di dalam batang.
Tanaman sagu yang terserang anai-anai ditandai dengan adanya gumpalan
tanah di sekeliling batang tanaman dari pangkal batang sampai pelepah daun dan
akhirnya menuju pucuk (Gambar 3). Anai-anai sering menyerang pada musim
hujan. Pada serangan berat, rayap menyerang titik tumbuh dengan menggerek dan
memakan titik tumbuh, pucuk kemudian mengering, daun patah dan tanaman
memperoleh hasil yang maksimal, sebelum penyemprotan sarang yang terbuat
da-ri tanah yang melekat pada batang dihilangkan / dihancurkan. Dosis yang
digu-nakan adalah 2 cc/liter air dengan menggudigu-nakan alat knap sack sprayer jenis solo.
Penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Cercospora sp.
sering dijumpai pada tanaman sagu. Cendawan Cercospora sp. menyerang bagian
daun tanaman sagu dengan gejala bercak coklat tidak beraturan yang muncul
ditengah daun, bercak tersebut kemudian mengering dan menyebabkan daun
berlubang-lubang. Serangan cendawan Cercospora sp. menyebabkan menurunnya
potensi daun untuk melakukan fotosintesis. Pengendalian dilakukan dengan cara
sanitasi lingkungan untuk mengurangi kelembaban disekitar rumpun sagu secara
berkala.
Hama penyakit yang sering ditemukan di persemaian PT. National Timber
and Forest and Product adalah hama belalang dan penyakit yang disebabkan oleh
cendawan Cercospora sp. tetapi serangannya belum melewati ambang ekonomi.
Pengendalian yang dilakukan hanya dilakukan dengan sanitasi lingkungan secara
berkala. Penanaman abut yang akan disulam langsung tanpa disemai di kanal
sering mendapat serangan cendawan, bagian ujung banir bekas pelukaan yang
terserang cendawan tersebut akan membusuk dan dapat menyebabkan kematian
abut karena cadangan makanan yang banir habis. Pengendalian cendawan tersebut
dilakukan dengan fungisida Cobox WP 200 dengan konsentrasi 4 g/10 l air.
Penyemprotan dilakukan pada ujung abut yang luka sebelum abut ditanam.
Pengendalian hama dan penyakit di PT. National Timber and Forest
Product Unit HTI Murni Sagu tidak dilaksanakan secara berkala tetapi dilakukan
bila serangan dianggap melewati ambang ekonomi. Tahapan pengendalian hama
penyakit adalah sebagai berikut: pengawas melaporkan kapada wakil kepala seksi
bila terjadi serangan hama dan penyakit kemudian wakil kepala seksi melaporkan
kepada kepala seksi. Kepala seksi menilai perlu tidaknya pengendalian dilakukan,
bila dianggap perlu maka kepala seksi akan menginstruksikan untuk melakukan
pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hasil pengendalian yanng dilakukan
Penyulaman
Penyulaman merupakan kegiatan penanaman kembali untuk mengganti
tanaman yang mati akibat kesalahan tanam, keracunan bahan kimia, atau serangan
hama dan penyakit. Data jumlah tanaman sagu yang perlu disulam diperoleh dari
data sensus hidup-mati. Penyulaman tanaman sagu yang mati perlu dilakukan agar
tidak terjadi kekosongan dalam areal perkebunan sehingga lahan dapat dimanfaat-
Gambar 2. Tanaman sagu yang terserang anai-anai
kan secara intensif dan hasilnya akan lebih banyak (Listio, 2007). Penyulaman
dilakukan pada musim hujan agar air mencukupi untuk pertumbuhan bibit.
Abut (anakan sagu) yang akan digunakan sebagai bibit terlebih dahulu
disemai di rakit hingga tumbuh 2 – 3 daun selama kurang lebih dua bulan
diper-semaian sehingga bibit tahan ditanam di lapang. Bibit sagu yang akan ditanam
dipangkas 2/3 daunnya untuk mengurangi penguapan. Setiap regu penyulam
terdiri atas tiga orang tenaga harian kontrak, seorang bertugas mendistribusikan
(melangsir) bibit ke lorong yang akan disulam, seorang bertugas membuat lubang
tanam dan seorang lagi menanam bibit. Kedalaman lubang tanam sampai batas
permukaan air, panjang dan lebar lubang tanam masing – masing 60 Cm. Prestasi
kerja harian kontrak adalah 80 tanaman/HOK. Penyulaman pertama dilakukan
tiga bulan setelah penanaman, penyulaman kedua dilakukan kurang lebih tiga
Cara lain yang diterapkan P.T. National Timber and Forest Product Unit
HTI Murni Sagu dalam menyulam dengan pengambilan abut secara langsung dari
kebun, kemudian abut langsung ditanam pada areal yang kosong. Syarat abut yang
diambil menjadi bibit adalah tanaman sagu yang paling besar (induk sagu), sudah
layak untuk ditebang kira-kira memiliki tinggi 6-7 meter, bibit berbentuk L dan
sudah cukup tua, serta bobot abut lebih dari 2 kg. Pekerjaan penyulaman dibagi
menjadi empat bagian yaitu pengambil abut (anakan sagu), pendistribusian abut,
penggalian lubang dan penanam. Pengambilan bibit dilakukan dengan
menggunakan tojos. Keuntungan cara kedua dibanding cara pertama adalah :
¾ Dana yang dikeluarkan lebih kecil karena tidak perlu membeli abut dari luar
kebun
¾ Waktu yang digunakan untuk penyulaman lebih singkat, bibit tidak perlu
disemai lagi sehingga dapat menghemat waktu kira-kira dua bulan untuk
persemaian
¾ Pendistribusian lebih mudah, bentuk bibit lebih kecil tanpa daun sehingga
bibit yang dibawa sewaktu pendistribusian lebih banyak
¾ Pengambilan anakan sagu sebagai bibit akan mengurangi jumlah anakan
dalam rumpun sagu, kegiatan tersebut sebagai pruning terhadap sagu tersebut
sehingga kegiatan pruning dapat dikurangi
Selain keuntungan tersebut, terdapat kerugian yang mungkin timbul yaitu
adanya serangan dari hama ulat sagu (Rhynchoporus Sp.) akibat dari pelukaan
bagian tanaman dan pertumbuhan abut yang ditanam langsung lebih lambat jika
dibandingkan abut yang disemai terlebih dahulu.
Kendala yang ditemui dalam penyulaman adalah abut yang akan
digunakan terlalu lama ditanam sehingga banyak terserang jamur dan abut
menjadi kering sehingga kamampuan untuk tumbuh berkurang. Abut yang telah
diambil dan belum ditanam sebaiknya direndam di kanal dan pengaplikasian
fungisida ke ujung banir abut yang luka sebaiknya dilakukan untuk mengurangi
PEMBAHASAN
Teknis Budidaya Sagu (Metroxylon spp.)
Budidaya tanaman sagu (Metroxylon spp.) terdiri atas kegiatan penyiapan
lahan, penanaman dan pemeliharaan. Kegiatan penyiapan lahan bertujuan untuk
menciptakan kondisi lahan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sagu. Lahan
tersebut akan digunakan sebagai fasa baru. Kegiatan penyiapan lahan terdiri atas
perintisan dan penggalian kanal, pancang blok, pelorongan, pemancangan ajir,
pembuatan lubang tanam, penanaman dan penyulaman. Kegiatan penanaman
meliputi pengadaan bahan tanam, penyeleksian bibit dan persemaian. Kegiatan
penyiapan bahan tanam merupakan teknis budidaya yang sangat penting untuk
mencapai keberhasilan budidaya tanaman sagu.
Kegiatan pemeliharaan di PT National Timber and Forest Product Unit
HTI Murni Sagu meliputi kegiatan pengendalian gulma, pengendalian hama dan
penyakit, pemupukan, dan penyulaman. Pemupukan di PT National Timber and
Forest Product Unit HTI Murni Sagu bertujuan melegkapi ketersediaan unsur hara
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman sagu. Sebagian besar (80 %) lahan
PT National Timber and Forest Product Unit HTI Murni Sagu merupakan tanah
gambut dengan kandungan hara yang rendah dan sifat tanah yang masam. Pupuk
yang digunakan di P.T. National Timber and Forest Product adalah MOP, RP,
Urea, CuSO4, FeSO4, ZnSO4, dolomit, dan abu arang. Pemupukan dilakukan
dengan interval tiga kali setahun setelah pelorongan dan pembersihan piringan.
Pupuk makro diaplikasikan dengan cara ditaburkan pada bagian depan dan
bela-kang piringan untuk mengefisienkan waktu pemupukan, pupuk mikro
diaplika-sikan dengan menabur di sekeliling rumpun tanaman.
Hama yang sering menyerang perkebunan sagu adalah ulat sagu / gendon
(Rhynchoporus sp.), anai – anai (Macrotermes Sp.) dan belalang. Penyakit yang
menyerang tanaman sagu adalah cendawan Cercospora sp. Hama penyakit
tanaman sagu belum dianggap serius tetapi berpotensi untuk menurunkan hasil.
Beberapa hama dan penyakit meyerang tanaman sagu tetapi belum melewati
ambang ekonomi sehingga pengendalian hanya dilakukan dengan sanitasi
ambang ekonomi dan tidak meyebabkan kematian pada sagu adalah belalang dan
cendawan Cercospora sp. Ulat sagu/gendon (Rhynchoporus sp.) dan anai –anai
(Macrotermes Sp.) merupakan hama yang dapat menyebabkan kematian pada tanaman sagu. Pengendalian hama tersebut dilakukan secara kimiawi dan kultur
teknis. Serangan ulat sagu dapat dicegah dengan cara menghindari pelukaan pada
batang sagu saat melakukan pemeliharaan dan menutup luka pada tanaman sagu
terutama saat pengambilan anakan dan bibit sagu. Luka pada tanaman sagu dapat
menjadi tempat Rhynchoporus sp. meletakkan telurya. Pengendalian anai-anai
secara kultur teknis dengan mengatur tinggi air pada kebun sagu. Pengendalian
tinggi air dengan membuka dan menutup saluran air di kanal. Hama dan penyakit
tidak dikendalikan secara berkala tetapi dilakukan bila serangan yang melewati
ambang ekonomi.
Pengendalian gulma di PT National Timber and Forest Product dilakukan
secara manual dengan cara membabat gulma yang ada di lorongan. Terdapat tiga
jenis pengendalian gulma yaitu tebas lorong, tebas piringan dan pengimasan.
Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi persaingan antara sagu dengan
gulma juga untuk mengurangi kelembaban agar tidak mudah terkena serangan
hama dan penyakit, mempermudah dalam pemupukan, sensus dan penyulaman
sehingga sagu dapat tumbuh dengan baik. Tebas lorong dilakukan dalam satu
kegiatan dengan rotasi tiga sampai empat bulan. Pengimasan dilakukan bila
pertumbuhan kayu telah menaungi tanaman sagu. Tanaman sagu yang ternaungi
pertumbuhannya akan terhambat. Pengimasan dilakukan dengan rotasi empat
sampai lima tahun.
Sagu dapat diperbanyak secara generatif (bibit berasal dari biji) dan secara
vegetatif (bibit sagu berasal dari anakan sagu). Perbanyakan sagu umumnya
dilakukan secara vegetatif karena akan memiliki sifat karakterteristik yang sama
dengan pohon induk dan menghemat waktu tumbuh (Kurnia, 1991). Menurut
Usman (1996) perbanyakan secara generatif jarang dilakukan karena biji sagu
me-miliki lembaga yang diselubungi oleh lapisan yang keras, endokarp yang tebal dan
liat serta kulit luar yang bersisik keras sehingga sulit untuk berkecambah. Selain
itu, sukar mendapatkan buah sagu karena sebelum terbentuk buah sagu sudah
Tanaman sagu memiliki dua jenis anakan yaitu anakan yang melekat pada
induknya dan anakan yang berasal dari stolon. Anakan sagu yang akan digunakan
harus berasal dari pohon yang memiliki banyak anakan, umur anakan kira – kira
satu tahun tinggi sekitar 100 cm, diameter batang 10 – 13 cm, jumlah daun 3 – 4
helai dan bobot anakan 2-3 kg (Mashud, 1991). Anakan sagu yang akan
digunakan sebagai bibit harus mempunyai kriteria : anakan masih segar, bibit
sudah cukup tua yang ditandai dengan ujung banir bila ditekan sudah keras, banir
berbentuk L, tidak terserang hama dan penyakit, panjang pelepah dipotong 40 cm
dari banir, bobot 2 – 4 kg (Bintoro, 1999).
Bibit sagu yang disimpan terlalu lama dapat mempengaruhi daya tumbuh
sagu terutama bila disimpan di tempat yang suhunya tinggi dan kering. Pada
proses penyimpanan bibit, terjadi transpirasi yang cukup tinggi dari organ yang
sehat terlebih lagi bila ada organ yang luka.
Persemaian bertujuan mempercepat pertumbuhan vegetatif,
menyeragam-kan pertumbuhan bibit, dan mempunyai ketahanan yang lebih tinggi saat
dipin-dahkan ke lapang (Lestio, 2007). Persemaian anakan sagu hasil seleksi di PT.
National Timber and Forest Product dilakukan dengan sistem rakit di kanal.
Persemaian dilakukan selama 2 -3 bulan. Setelah mempunyai 2 – 3 daun yang
terbuka sempurna abut dapat dipindahkan ke lapang.
Persemaian anakan sagu yang dilakukan Lembaga Pembangunan dan
Lin-dungan Tanah (Pelita) Serawak, Malaysia menggunakan sistem kolam yang
ber-lumpur. Persemaian dilakukan selama 3-5 bulan. Abut yang telah memiliki 3-5
daun yang terbuka sempurna dapat dipindahkan ke lahan (Flach, Jong, dan
Schuiling, 1992). Menurut Razali (1989) dalam Flach, Jong, dan Schuiling (1992)
persemaian kolam lumpur yang dilakukan pada musim hujan persentase hidup
anakan sagu mencapai 90%, sedangkan dimusim kemarau persentase hidup
anakan sagu di persemaian kolam 70 – 90%.
Hama yang menyerang di persemaian adalah belalang dan ulat sagu
(Rhynchoporus sp.). Gejala serangan belalang terlihat bekas gigitan di tepi daun. Gejala serangan ulat sagu awalnya tidak terlihat tetapi pucuk tiba-tiba mengering
didalamnya. Penyakit yang menyerang di persemaian adalah busuk pangkal
ba-tang disebabkan cendawan yang menyerang bibit pada bagian pangkal sayatan.
Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu (Metroxylon spp.)
Panjang Tunas
Pengaruh perlakuan media tumbuh dan bobot bibit tidak memberikan
pengaruh nyata pada awal persemaian sampai 4 MSS (minggu setelah semai).
Bobot bibit memberikan pengaruh nyata pada pengamatan 6 sampai 10 MSS
(Gambar 4). Interaksi atara media tumbuh dan bobot bibit tidak berpengaruh nyata
pada semua pengamatan (Tabel 2).
Tabel 2 . Pengaruh media tumbuh dan bobot bibit terhadap pertumbuhan pucuk bibit sagu selama masa persemaian
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada uji DMRT taraf 5%
Perlakuan …...Panjang Pucuk (MSS)…...
2 4 6 8 10
Pada awal persemaian sampai 4 MSS perbedaan perlakuan bobot bibit
tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif bibit, sebab cadangan
makanan di banir yang dirombak menjadi energi masih mencukupi untuk
menyu-plai kebutuhan energi untuk pertumbuhan bibit tersebut.
Perbedaan bobot bibit berpengaruh nyata pada pengamatan 6 MSS. Bobot
2 kg memiliki nilai rata–rata pertumbuhan bibit paling pendek, sedangkan pada
bobot 3 dan 4 kg tidak terdapat perbedaan nyata. Setelah cadangan makanan di