• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN

Aspek Teknis Kebun

Selama menjalani kegiatan magang, penulis melaksanakan kegiatan-kegiatan teknis di lapangan ketika berstatus sebagai KHL. Selama menjadi KHL, penulis mengikuti dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan teknis kebun meliputi pembibitan, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan pemeliharaan yang ada dilaksanakan penulis meliputi pemupukan, perawatan titian panen, perawatan jembatan, penunasan (pruning), pengendalian hama ulat, dan pengendaliaan gulma. Berikut ini adalah penjelasan tentang pelaksanaan aspek teknis lapangan di PT JAW.

Pembibitan

Pembibitan merupakan tahap awal dalam mempersiapkan kebun yang nantinya berpengaruh besar terhadap produktivitas kebun. Pembibitan dilaksanakan dengan baik agar menghasilkan bibit berkualitas, yaitu bibit yang siap tanam yang mempunyai kemampuan tumbuh baik, tahan terhadap cekaman lingkungan, dan punya kemampuan berproduksi tinggi.

Dari segi luas, pembibitan memang relatif kecil, namun kegiatan di dalamnya sangat kompleks dan menyerap tenaga kerja paling banyak. Tenaga kerja tersebut dialokasikan ke dalam kegiatan mulai dari persiapan lahan sampai pemindahan bibit ke lokasi penanaman. Pembibitan di PT JAW menggunakan sistem dua tahap, yang meliputi Pre Nursery (PN = Pembibitan Awal) dan Main

Nursery (MN = Pembibitan Utama).

Penulis melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di pembibitan, meliputi pengisian tanah, seleksi kecambah, penanaman kecambah, pengeceren polibag, tanam pindah bibit, dan konsolidasi.

Asal benih. PT JAW melaksanakan pembibitan bukan untuk memenuhi

kebutuhan kebun sendiri tetapi untuk memenuhi kebutuhan bibit siap tanam pada areal kebun PT EMAL A. Berkaitan dengan hal tersebut, kebijakan jenis bibit yang digunakan diatur oleh PT BSP.

Benih yang digunakan pada pembibitan adalah varietas Dura x Psifera. PT BSP menentukan benih yang digunakan berasal dari perusahan benih ASD de Costa Rica, S.A. dari Negara Costa Rica. Pemilihan Costa Rica sebagai pemasok benih disebabkan perusahaan-perusahaan benih kelapa sawit nasional sedang mengerjakan permintaan benih perusahaan lain sehingga tidak mampu memenuhi permintaan benih PT BSP.

Lokasi pembibitan. Lokasi pembibitan PT JAW berada sekitar 1 km di

sebelah selatan Divisi VI dan dipisahkan oleh hutan. Hal ini merupakan bagian dari serangkaian pengawasan pihak karantina. Benih yang berasal dari luar negeri harus menjalani serangkaian pengawasan pihak karantina untuk mencegah masuknya penyakit baru ke dalam negeri melalui benih tersebut.

Areal kebun PT JAW didominasi oleh lahan gambut. Hal ini menyulitkan perusahaan dalam menentukan lokasi pembibitan yang baik. Salah satu syarat pembibitan yang baik adalah memiliki topografi yang datar dan permukaan tanah yang rata, sedangkan pada lahan gambut sulit dilakukan perataan menggunakan alat berat sehingga permukaan areal pembibitan tidak datar dan rata.

Areal pembibitan bisa diakses dengan mudah karena memiliki akses jalan yang bagus berupa jalan tanah yang dikeraskan. Hal ini untuk memudakan pengangkutan segala kebutuhan pembibitan.

Pembibitan awal. Pembibitan awal merupakan tahap yang sangat penting

yang menentukan keberhasilan pembibitan. Pada tahap ini kecambah mengalami perlakuan-perlakuan hingga siap dipindahkan ke pembibitan utama. Areal pembibitan awal memiliki luas sekitar 1 ha dan permukaan cukup datar dan rata. Untuk memudahkan perawatan, kecambah ditanam pada babybag yang sudah disusun pada bedengan berukuran 1 m x 8 m. Setiap bedengan berisi 1000

babybag atau disebut 1 blok. Kegiatan pada pembibitan dimulai pukul 06.30 WIB

diawali dengan penjelasan oleh mandor-mandor pembibitan tentang pembagian kerja dan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

Sebelum ditanam, kecambah diseleksi. Kecambah yang baik adalah yang memiliki plumula dan radikula yang tumbuh dengan baik. Bagian plumula ditandai dengan bagian ujung yang runcing berwarna putih gading dan mengkilat. Bagian radikula ditandai dengan bagian ujung tumpul berwarna kecoklatan dan

18

diameternya lebih kecil dari pada plumula. Kecambah yang radikula atau plumulanya rusak atau tidak tumbuh disortir dan tidak ditanam.

Penanaman kecambah diawasi dengan baik agar tidak terjadi kekeliruan yang dapat merugikan perusahaan. Kekeliruan yang sering terjadi adalah penanaman kecambah terbalik dengan bagian radikula berada pada bagian atas. Hal ini akan menyebabkan plumula tumbuh memutar dari bawah menuju ke atas sehingga bibit tumbuh tidak normal. Kekeliruan lain adalah pembuatan lubang tanam yang terlalu dalam. Hal ini akan menghambat pertumbuhan plumula. Setelah kecambah ditanam, bedengan ditutup dengan pelepah daun kelapa sawit sebagai naungan.

Kegiatan perawatan pada pembibitan awal meliputi penyiraman, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Penyiraman dilakukan dua kali sehari, namun hal ini tergantung curah hujan pada hari sebelumnya. Jika hari sebelumnya turun hujan maka pada pagi hari berikutnya tidak dilakukan penyiraman tetapi sore hari tetap dilakukan penyiraman.

Pupuk yang digunakan pada pembibitan awal adalah NPK 15.15.6.4. dengan dosis 8 g/5 liter untuk 100 bibit. Pelaksanaan pemupukan dilakukan oleh KHL secara beregu. Satu regu pemupuk terdiri atas 3 orang, yaitu 1 orang menyiapkan larutan pupuk dan 2 orang penabur pupuk.

Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Hal ini berkaitan dengan sifat bibit yang masih rentan terhada herbisida. Gulma yang berada di dalam blok disiangi hingga W0, yaitu hanya tanaman pokok yang diperbolehkan tumbuh di areal tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan antara bibit dengan gulma.

Hama yang sering menyerang bibit di pembibitan awal adalah jangkrik, semut, belalang, dan tikus. Pengendalian hama serangga dilakukan dengan menaburkan insektisida dengan merek dagang Centa-Fur 3GR dengan bahan aktif Karbofuran 3 %. Hama tikus dikendalikan dengan rodentisida bermerk dagang Tikumin.

Ketika penulis melaksanakan magang, bibit pada pembibitan awal sudah berusia 4-5 bulan dan dipindah ke pembibitan utama pada umur 5-6 bulan, sedangkan standar pemindahan bibit ke pembibitan utama adalah ketika bibit

berumur 3 bulan . Hal ini disebabkan pada umur 3 bulan bibit belum mencapai tinggi sesuai standar pemindahan bibit ke pembibitan utama yaitu 20 cm. Bibit yang memenuhi standar pada usia 5-6 bulan diseleksi dan dipindahkan ke pembibitan utama menggunakan traktor tangan.

Pembibitan utama. Lokasi pembibitan utama berada dalam satu kawasan

dengan pembibitan awal.. Persiapan tersebut meliputi persiapan lahan, dilanjutkan dengan pengisian polibag dan penyusunan polibag. Polibag yang digunakan berukuran panjang 50 cm dengan diameter 20 cm yang mampu menampung 18 kg tanah. Pengisian tanah (top soil) ke dalam polibag dikerjakan oleh KHL secara borongan dengan upah Rp 150,00/polibag. Tanah yang digunakan adalah tanah mineral yang diambil dari Dusun Baru. Rata-rata pekerja mampu mengisi 200 polibag/HK, sedangkan prestasi penulis adalah 80 polibag.

Polibag yang sudah terisi tanah diecer ke dalam areal pembibitan utama menggunakan angkong. Tanah gambut dan permukaan lahan yang tidak rata menyulitkan dalam pengangkutan polibag. Hal tersebut diatasi dengan cara menyusun papan-papan berukuran panjang 3 m dan lebar 30 cm secara memanjang sebagai lintasan angkong.

Pada saat pengeceran sering terjadi kerusakan polibag karena terjatuh dari angkong. Para pekerja sering mengangkut hingga 12 polibag/angkong, sedangkan standar perusahaan untuk pengeceran adalah 8 polibag/angkong. Selama penulis melaksanakan magang, belum ada sanksi terhadap kerusakan polibag tersebut. Pekerjaan pengeceran polibag dilakukan secara borongan dengan upah Rp 300,00/polibag. Kegiatan pengeceran polibag dapat dilihat pada Gambar 1.

Setelah berada di areal pembibitan utama, polibag disusun sesuai jarak tanam yaitu 90 cm x 90 cm x 90 cm. Penanaman dilakukan dengan cara mencabut bibit dari babybag beserta tanahnya kemudian dimasukkan ke dalam polibag yang sebelumnya sudah dibuat lubang tanam. Bibit ditanam dengan akar tertutup sempurna, tidak boleh ada bagian akar yang terbuka karena akan mempengaruhi pertumbuhan bibit. Rata-rata pekerja mampu mengecer 200-250 polibag. Prestasi penulis sendiri adalah 90 polibag.

20

Gambar 1. Kegiatan pengeceran Polibag

Penanaman dilakukan secara berkelompok, biasanya terdiri dari 6-9 orang/kelompok. Setiap anggota kelompok mengerjakan pekerjaan sesuai jenis pekerjaan yang telah dibagi, yang meliputi pembuatan lubang tanam, penanaman bibit, pengeceran tanah (untuk mengisi kekurangan tanah pada polibag) dan pengeceran bibit. Norma tanam pindah adalah 180 polibag/HK dan penulis mampu mencapai norma tersebut.

Kondisi lahan yang tidak rata dan penyusunan polibag yang tidak tepat pada saat pengeceran dan penanaman menyebabkan polibag sering terjatuh atau berdiri miring sehingga dilakukan konsolidasi. Tujuan konsolidasi ini adalah untuk memperbaiki posisi polibag agar berdiri tegak dan meluruskan barisan polibag sehingga membentuk segitiga sama sisi 90 cm. Kegiatan konsolidasi ini sangat penting karena akan mempengaruhi pertumbuhan bibit selanjutnya.

Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan yang menelan biaya sangat besar. Pemupukan merupakan komponen terbesar dari biaya pemeliharaan. Mengingat besarnya biaya pemupukan, maka perlu diperhatikan ketepatan dalam pemupukan. Pemupukan yang diterapkan di kebun PT JAW diatur oleh kebijakan PT BSP. Berhubungan dengan masalah finansial pada tahun 2009, yaitu ketika penulis

melaksanakan magang, PT JAW hanya melakukan pemupukan CuSO4 (Chopper

Sulphate Pentahydrate) dan aplikasi abu janjang.

Pemupukan CuSO4. Pada saat penulis melakukan magang, pemupukan

CuSO4 hanya dilakukan di Divisi II. Hal ini untuk untuk memenuhi realisasi dari rencana pemupukan CuSO4 yang belum tercapai pada tahun sebelumnya. Menurut Lubis (1992), pada lahan gambut, tanaman sering mengalami kekurangan unsur hara tembaga (Cu) dan akan menyebabkan mid crown

chlorosis, sehingga keterlambatan aplikasi pupuk ini bisa berdampak buruk bagi

tanaman. Gambar 2 menunjukkan gejala defisiensi Cu yang ditandai dengan ujung anak daun berwarna pucat.

Gambar 2. Gejala Defisiensi Cu

Dosis yang digunakan pada aplikasi CuSO4 adalah 200 g/tanaman. Dosis ini sesuai dengan kebutuhan tanaman berumur lebih dari 12 tahun (Noor, 2001). Kebutuhan pupuk dalam satu blok memerlukan pupuk rata-rata 25 kg/ha. Tabel 3 menunjukkan realisasi pemupukan CuSO4 di Divisi II.

Aplikasi pupuk CuSO4 dilakukan dengan menggunakan ember sebagai tempat pupuk dan alat penabur yang telah dikalibrasi. Pupuk ditaburkan membentuk huruf “V” pada piringan, yaitu pupuk per pokok ditaburkan dua kali membentuk dua garis yang bertemu pada salah satu ujungnya. Hal ini dilakukan karena tanaman mempunyai perakaran yang sudah luas sehingga mampu menyerap pupuk dengan baik dan apikasi dilakukan pada piringan yang bersih

22

dari gulma. Selain itu, aplikasi dengan cara ini mempercepat pelaksanaan pemupukan. Aplikasi dimulai dari tanaman paling luar menuju ke dalam sampai pada tanaman terluar dari barisan.

Tabel 3. Realisasi Pemupukan CuSO4 di Divisi II

Blok Rencana (ha) Relisasi (ha) Kebutuhan Pupuk Kebutuhan HK

E7 18 18 450 4

E8 22 22 550 4

E9 14 14 375 3

E10 23 23 575 4

Total 77 77 1950 15

Sumber: Kantor Pusat Kebun (2009)

Pelaksanaan pemupukan diawasi langsung oleh mandor perawatan dan asisten divisi. Norma pemupukan CuSO4 adalah 0.25 HK/ha sehingga kebutuhan tenaga kerja untuk satu blok (77 ha) adalah 19 HK. Prestasi pekerja, yang semuanya perempuan, kecuali tenaga angkut, adalah 0.2 HK/ha sehingga efisiensi tenaga kerja tercapai dengan tetap memperhatikan kualitas hasil kerja.

Permasalahan yang sering terjadi adalah kondisi piringan yang tidak bebas gulma. Hal ini mengurangi efektifitas penyerapan pupuk oleh tanaman. Selain itu, tidak ada standarisasi alat tabur pupuk, yang berupa piring plastik kecil, sehingga sering terjadi ketidaksesuaian dengan dosis yang ditetapkan.

Pemupukan abu janjang. PT JAW bersama dengan PT EMAL memiliki

pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) sendiri yang terletak di areal kebun PT EMAL. Selain mengolah TBS menjadi minyak, PMKS ini juga menghasilkan abu janjang yang dimanfaatkan sebagai pupuk pengganti MOP. Abu janjang merupakan hasil akhir pengolahan TBS, yaitu janjang kosong sisa pengolahan TBS yang diolah hingga menjadi abu. Menurut Lubis (1992), abu janjang bersifat higroskopis sehingga mudah rusak jika dibiarkan di tempat terbuka. Selain itu, abu janjang bersifat alkalis dengan pH 12 sehingga bisa memperbaiki pH tanah.

Aplikasi abu janjang memiliki keuntungan karena mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman. Menurut Pahan (2008), abu janjang mengandung 35.0- 47.0 % K2O, 2.3-3.5 % P2O5, 4.0-6.0 % MgO, dan 4.0-6.0 % CaO.

Permintaan pupuk abu janjang dilakukan oleh asisten divisi yang telah dikoreksi dan disetujui oleh manajer kebun. Abu janjang dikirim dari PMKS dan disimpan di gudang kebun PT JAW. Distribusi abu janjang ke areal pemupukan dilakukan dengan truk. Untuk areal yang tidak bisa dilalui oleh truk, distribusi dilakukan menggunakan traktor MF. Realisasi pemupukan abu janjang Divisi III disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Realisasi Pemupukan Abu Janjang Divisi III

Divisi Blok TT Luas Jumlah

Pokok Kebutuhan Pupuk Realisasi III B12 96 53 6 875 14 300 14 300 B13 96 49 5 901 12 500 12 500 B14 96 52 6 709 13 400 13 400 B15 96 50 6 528 13 000 13 000 B16 96 45 5 825 12 200 12 200 B17 97 52 6 662 13 300 13 300 Total 301 38 500 78 700 78 700

Sumber : Kantor Pusat Kebun (2009)

Kegiatan bongkar muat pupuk dilakukan oleh KHL. Jumlah KHL disesuaikan dengan luas areal pemupukan dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan. Pemuat bertugas memuat pupuk dari gudang sampai ke gawangan pada blok bersangkutan. Setelah kegiatan pemupukan selesai, pemuat juga bertugas mengumpulkan karung bekas pupuk. Norma memuat pupuk adalah 1.5 ton/HK dan prestasi penulis adalah 2 ton.

Penaburan pupuk diawasi langsung oleh asisten divisi, mandor I, dan mandor perawatan. Penaburan dilakukan dengan sistem setengah blok, yaitu dari jalan tengah menuju luar, sedangkan pemupukan untuk setengah blok sisanya dilaksanakan pada kegiatan selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan efisiensi waktu. Pelaksanaan teknis aplikasi pupuk abu janjang dapat dilihat pada Gambar 3.

Penabur pupuk adalah KHL perempuan. Penabur pupuk pada Divisi III dibagi ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota 3 orang/kelompok yang bekerja pada blok yang sama. Setiap kelompok menaburkan pupuk pada gawangan yang berbeda, sedangkan setiap anggota kelompok yang sama menaburkan pupuk pada gawangan yang sama. Dua anggota kelompok

24

menaburkan pupuk mulai dari jalan tengah, sedangkan sisanya menaburkan pupuk dari arah luar gawangan, hal ini betujuan agar pupuk terbagi rata pada semua pokok dan untuk memperkecil kemungkinan terjadi pokok terlewatkan tidak dipupuk.

Gambar 3. Aplikasi Pupuk Abu Janjang

Alat-alat yang digunakan dalam pemupukan adalah ember, tali selendang untuk menggendong ember, dan mangkok penabur yang telah dikalibrasi. Karena kandungan K2O di dalam abu janjang adalah 30 % maka dosis yang digunakan adalah 4 kg/pokok. Norma penabur pupuk adalah 750 kg/HK.

Pada pelaksanaannya, sering dijumpai ketidaksesuaian dengan standar kerja perusahaan. Pekerja tidak menaburkan pupuk merata mengelilingi piringan. Hal ini disebabkan bagian piringan yang menghadap ke arah gawangan mati tertutup oleh gulma dan pelepah sehingga sulit dilalui. Selain itu, pekerja menaburkan pupuk tidak sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan, yaitu 4 kg/pokok. Pekerja terburu-buru dalam menaburkan pupuk, terutama pada pokok yang berada di bagian dalam barisan. kondisi gulma yang berat dan sudah menutupi gawangan menghambat pelaksanaan pemupukan dan bahkan penabur tidak bisa melewati gawangan sehingga pokok-pokok pada jalur tersebut tidak terpupuk.

Masalah lain adalah sifat abu janjang yang higroskopis sehingga mudah rusak. Perlu penyimpanan yang baik agar pupuk tidak rusak. Abu janjang bersifat

kaustik, aplikasi yang tidak tepat dapat menyebabkan daun dan akar tanaman terbakar (Pahan, 2008). Pada pelaksanaannya, karyawan mengeluh karena abu janjang menyebabkan iritasi pada kulit karyawan dan abu janjang yang basah menjadi lebih berat dan sulit ditaburkan karena menggumpal sehingga menghambat kerja penaburan.

Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

Jalan memiliki peranan penting pada kebun TM karena pemakainnya sangat intensif baik untuk pengangkutan panen, mobilisasi tenaga kerja, pengangkutan pupuk, dan kegiatan-kegiatan lain. Jalan utama (poros) Timur-Barat dirawat secara intensif karena menjadi jalur utama semua kegiatan kebun. Jalan ini diperkeras dengan tanah yang dicampur dengan kerikil.

Perawatan dilakukan pada jalan yang mengalami kerusakan. Intensitas curah hujan sangat mempengaruhi kondisi jalan karena tanah yang digunakan adalah tanah Podsolik Merah yang bersifat liat dan becek jika terkena air. Pada kebun PT JAW sering terjadi kerusakan jalan karena curah hujan tinggi dan rata setiap tahun. Jalan yang paling sering mengalami kerusakan adalah jalan-jalan antar blok. Hal ini disebabkan jalan tidak diperkeras dengan campuran kerikil sehingga licin dan tidak bisa dilalui oleh truk. Untuk mengangkut TBS dan pupuk pada jalan-jalan tersebut, digunakan traktor MF. Hal ini menyebabkan kerusakan lebih parah pada jalan.

Pengerjaan perawatan jalan dilakukan menggunakan alat berat road

grader. Pengerjaan meliputi penimbunan lubang dengan tanah yang dilakukan

menggunakan truk kemudian diratakan menggunakan road grader. Lubang yang tidak terlalu dalam atau kondisi jalan yang bergelombang bisa langsung diratakan menggunakan road grader.

Selain jalan, sarana transportasi yang mendapat perawatan adalah jembatan. Jembatan menghubungkan jalan antar blok dengan jalan utama. Jembatan pada PT JAW berupa balok kayu yang disusun. Balok kayu yang sudah lapuk tidak kuat menahan beban truk-truk pengangkut panen dan pupuk sehingga ketika truk melewati jembatan tersebut akan terperosok ke parit. Balok kayu yang sudah lapuk perlu diganti dengan yang baru. Selain balok kayu lapuk, balok kayu

26

yang tidak pada posisinya disusun kembali ke posisinya sehingga jembatan kuat menahan beban truk dan traktor. Ketika penulis melakukan magang, PT JAW sedang melakukan penggantian jembatan kayu dengan jembatan permanen berupa beton yang ditimbun tanah dengan pipa paralon sebagai jalur air. Jembatan ini jauh lebih kuat dan stabil dibandingkan dengan jembatan kayu namun lebih mahal.

Pemasangan Titian Panen

Titian panen memiliki peranan sangat penting dalam sistem pemanenan karena menghubungkan blok dengan TPH. Selama ini, titian panen pada PT JAW terbuat dari papan kayu, tetapi titian ini hanya berumur 5 tahun. Titian yang sudah lapuk menyebabkan pengangkutan TBS terhambat karena tidak bisa dilalui, bahkan tidak jarang pemanen tercebur ke parit akibat titian patah, sehingga karyawan harus mencari titian lain. Selain itu, pada saat curah hujan tinggi, air pada parit sering meluap sehingga menghanyutkan titian panen.

Pada saat penulis melaksanakan magang, PT JAW sedang melakukan penggantian titian panen kayu dengan titian beton. Ukuran titian panen beton beragam antara 4-7 m tergantung pada lebar parit tempat titian akan dipasang. Menurut keterangan pihak kebun, selain lebih stabil, titian ini bisa berumur lebih dari 10 tahun. Penggantian titian panen dimulai dengan pemesanan titian panen oleh asisten divisi kepada asisten bengkel dan traksi yang sebelumnya sudah disetujui oleh EM. Titian panen yang sudah siap diangkut ke lokasi untuk dipasang.

Pengangkutan dan pemasangan titian panen beton dilakukan secara borongan oleh KHL. Pekerja bekerja secara berkelompok dengan anggota 4-6 orang mengingat beratnya titian beton tersebut. Biaya pengangkutan hingga pemasangan adalah Rp 28 000,00 /titian. Titian beton diangkut menggunakan traktor MF. Pada pengangkutan inilah sering terjadi kerusakan pada titian beton akibat guncangan selama dalam perjalanan.

Pemasangan titian beton d ila k u k a n dengan sistem 1 : 3 atau 1 : 4. Sistem 1 : 3 a d a la h satu titian untuk setiap 3 gawangan, sedangkan sistem 1 : 4 adalah

satu titian untuk 4 gawangan. Hal ini dilakukan mengingat besarnya biaya pembuatan titian beton tersebut.

Penunasan (pruning)

Penunasan pada tanaman menghasilkan bertujuan untuk memelihara kondisi tajuk dengan mempertahankan pelepah pada kondisi songgo dua. Manfaat kegiatan pruning adalah mempermudah pengamatan buah, menghindari tersangkutnya brondolan pada pelepah, mempermudah pemanenan, membuang pelepah yang tidak produktif, dan merupakan tindakan sanitasi pohon agar terhindar dari hama dan penyakit.

Kegiatan penunasan di PT JAW dilaksanakan dengan rotasi 6 bulan sekali dalam setahun. Tenaga kerja penunasan adalah seluruh pemanen yang ada pada masing-masing divisi. Sistem pelaksanaan penunasan berbeda tergantung divisi masing-masing. Pada Divisi III PT JAW, kegiatan penunasan dilaksanakan dengan dua cara berbeda. Cara pertama adalah sebagian pemanen melakukan penunasan pada hanca panen masing-masing pada blok yang ditentukan, sedangkan sebagian yang lain tetap melakukan panen pada hanca masing-masing. Cara ini bisa dilaksanakan jika kapel panen memiliki sedikit TBS siap panen. Kegiatan penunasan disajikan pada Gambar 4.

Pemanen yang melakukan penunasan adalah pemanen yang hanca panennya terdapat sedikit TBS siap panen, ketika dilakukan kegiatan penunasan pada blok bersangkutan. TBS siap panen yang terdapat pada hanca yang dilakukan penunasan dipanen oleh pemanen lain. Cara kedua adalah bergiliran yang dilaksanakan dengan cara dua orang pemanen bekerja secara bersama melakukan penunasan pada blok yang ditentukan pada hanca panen salah satu dari keduanya. Pada hari berikutnya keduanya pindah ke hanca yang lain. Norma kegiatan penunasan adalah 1 gawangan/HK.

Sebelum penunasan dilaksanakan, para pekerja menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk penunasan. Alat-alat yang digunakan adalah egrek, dodos, dan parang. Alat-alat tersebut harus dalam kondisi baik dan tajam. Mandor panen bertugas mengecek kelengkapan alat tunas. Alat yang tidak baik diganti,

28

sedangkan alat yang kurang tajam diasah terlebih dahulu. Hal ini ditujukan tidak terjadi sobekan pada pelepah akibat tidak terpotong dengan baik.

Gambar 4. Penunasan

Penunasan pelepah dilakukan dengan memotong semua pelepah yang berada di bawah dua lingkaran pelepah yang berada di bawah tandah terbawah. Pelepah dipotong mepet batang ke arah luar dengan sisa potongan berbentuk tapak kuda.

Pelepah yang sudah diturunkan dipotong menjadi dua kemudian potongan bagian bawah pelepah disusun di gawangan (antar pokok) di luar piringan, sedangkan bagian atas pelepah disusun di gawangan mati. Pelepah tidak boleh

Dokumen terkait