• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

TANAMAN MENGHASILKAN

DI PT JAMBI AGRO WIJAYA (PT JAW),

BAKRIE SUMATERA PLANTATION, SAROLANGUN, JAMBI

OLEH

YUNUS YUNIARKO A24053183

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

TANAMAN MENGHASILKAN

DI PT JAMBI AGRO WIJAYA (PT JAW),

BAKRIE SUMATERA PLANTATION, SAROLANGUN, JAMBI

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

YUNUS YUNIARKO A24053183

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(3)

RINGKASAN

YUNUS YUNIARKO. Pengelolaan Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT Jambi Agro Wijaya (PT JAW), Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi (Di bawah bimbingan SUDIRMAN YAHYA).

Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang tenik budidaya maupun manajerial yang diterapkan di kebun, membandingkan antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi di lapangan serta meningkatkan kemampuan profesionalisme mahasiswa dalam memahami dan menghayati proses kerja yang nyata, mempelajari pelaksanaan dan manajemen pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit, dan menganalisis permasalahan yang ada dalam pengelolaan pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit.

Metode pengumpulan data dilakukan secara langsung (data primer) dan tidak langsung (data sekunder). Data primer dikumpulkan selama melaksanakan kegiatan sebagai KHL, pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi dengan cara mencatat seluruh kegiatan teknis dan prestasi kerja karyawan. Selain itu, secara tidak langsung dilakukan pengambilan data sekunder yang berupa laporan harian, mingguan, dan bulanan, serta data lain yang tersedia di kebun. Selanjutnya, kegiatan magang ditekankan pada pengelolaan pengendalian gulma.

Teknik pengendalian gulma di PT JAW dilaksanakan dengan rotasi 2 kali pengendalian secara kimia, sedangkan pengendalian manual pada piringan selektif masih dalam tahap percobaan. Sasaran pengendalian gulma adalah gulma-gulma yang ada di piringan, jalan pikul, gawangan, dan TPH. Gulma di piringan diberantas tuntas untuk menghindari persaingan pemanfaatan sumber daya alam oleh gulma. Gulma di gawangan tidak diberantas tuntas, akan tetapi cukup dikendalikan populasinya agar tidak mengganggu pekerjaan kebun.

Herbisida yang digunakan PT JAW adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Ally 20 WDG dan Smart 486 AS dan herbisida kontak Gramoxone 276 SL. Bahan aktif ketiga herbisida berturut-turut adalah metil metsulfron, glifosat, dan paraquat. Ally 2 0 WD G d ig u na k a n bersama Gramoxone 276 SL

(4)

digunakan pada pengendalian semak (gulma rumput) dan alang-alang.

Pengamatan hasil semprot Smart 486 AS menunujukkan bahwa pada 7 MSA, gulma daun lebar sudah tumbuh lagi sedangkan gulma daun sempit masih dalam keadaan mati. Gejala kerusakan alang-alang akibat wiping terjadi pada 2 MSA dengan ditandai tajuk berwarna kekuning-kuningan dan pada 4-6 MSA alang-alang mengalami kematian. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, hujan yang terjadi beberapa jam setelah aplikasi herbisida mengurangi kefektifan herbisida terhadap gulma. Rotasi 2 kali pengendalian secara kimia memunculkan masalah pada bulan–bulan akhir rotasi. Pada bulan ketiga atau keempat, populasi gulma sudah meningkat dan menghambat kegiatan kebun.

(5)

Judul : PENGELOLAAN GULMA PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN DI PT JAMBI AGRO WIJAYA (PT JAW), BAKRIE SUMATERA PLANTATION, SAROLANGUN, JAMBI

Nama : Yunus Yuniarko NRP : A24053183

Menyetujui, Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc.) NIP : 19490119 197412 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB

(Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.) NIP : 19611101 198703 1 003

(6)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengelolaan Gulma pada Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Tanaman Menghasilkan di PT Jambi Agro Wijaya (PT JAW), Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi dengan baik.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Sarjana, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak, Mak, kakak-kakak tersayang serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan.

2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc. sebagai dosen pembimbing skripsi, atas segala saran dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Prof. Dr. Ir. H. M. H. Bintoro, M.Sc. sebagai pembimbing akademik, atas bimbingan selama penulis menjalani studi.

4. Bapak Adrial Lubis selaku Manajer PT JAW, Bapak Ramli selaku Asisten Kepala, dan seluruh asisten kebun yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama pelaksanaan magang.

5. Bapak Rangga A.W. sebagai Asisten Divisi III, atas bimbingan dan kerja sama selama kegiatan magang.

6. Anugrah (Uli), Malya, Deddy, dan Fauzan, sebagai teman seperjuangan. 7. Ardi, Esther, Aan, dan rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura Angkatan 42. 8. Ria Derita Dibata Radja atas doa, perhatian, motivasi, dan inspirasi yang

diberikan.

Semoga hasil magang ini memberi manfaat bagi penulis maupun yang membutuhkan.

Bogor, Mei 2010 Penulis

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 14 Juni 1986. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Imam Djajadi dan Siti Maesaroh.

Penulis lulus dari MI Miftahul Falah, Sekoto pada tahun 1999, kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di MTsN Pare. Penulis melanjutkan studi di SMAN 2 Pare, Kediri dan lulus tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur SPMB dan pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB).

(8)

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Botani Kelapa Sawit... Syarat Tumbuh Kelapa Sawit ... 4

Biologi dan Ekologi Gulma ... 5

Pengendalian Gulma ... 6

METODE MAGANG ... 8

Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 8

Metode Pelaksanaan ... 8

KEADAAN UMUM KEBUN ... 10

Letak Geografis ... 10

Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi ... 10

Areal Konsesi ... 11

Kondisi Lahan dan Pertanaman ... 11

Produksi ... 13

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 14

Fasilitas Kebun ... 15

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN ... 16

Aspek Teknis Kebun ... 16

Aspek Manajerial ... 40

HASIL dan PEMBAHASAN ... 45

Jenis Gulma ... 45

Teknik Pengendalian Gulma ... 47

Rotasi Pengendalian Gulma ... 56

KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

Kesimpulan ... 58

Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Tabel 1. Tata Guna Lahan PT JAW pada Tahun 2008 ... 12

2. Tabel 3. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) PT JAW Tahun 2008 Berdasarkan Tahun Tanam. ... 13

3. Tabel 3. Realisasi Pemupukan CuSO4 di Divisi II ... 22

4. Tabel 4. Realisasi Pemupukan Abu Janjang Divisi III ... 23

5. Tabel 5. Batas Populasi Ulat Pemakan Daun ... 29

6. Tabel 6. Ketentuan Basis Borong dan Premi Tahun 2009 di PT JAW .... 38

7. Tabel 7. Alat-alat Panen ... 39

8. Tabel 8. Jenis-jenis Gulma di Blok C13 dan B15 Divisi III ... 46

9. Tabel 9. Data Pengamatan Nozzle Output ... 50

10. Tabel 10. Data Pengamatan Nozzle Output 5 Operator Semprot Menggunakan Knapsack dan Nozzle Merah Masing-masing... 51

(10)

Nomor Halaman

1. Gambar 1. Kegiatan Pengeceran Polibag ... 20

2. Gambar 2. Gejala Defisiensi Cu ... 21

3. Gambar 3. Aplikasi Pupuk Abu Janjang ... 24

4. Gambar 4. Penunasan ... 28

5. Gambar 5. Aplikasi Swingfog ... 30

6. Gambar 6. Hasil Aplikasi Campuran Gramoxone dan Ally ... 53

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Jurnal Harian Kegiatan Magang di PT JAW Kebun Mentawak

Periode 2009 ... 63

2. Peta PT JAW ... 69

3. Curah Hujan di Kebun PT JAW ... 70

4. Peta Kedalaman Gambut ... 71

5. Formulir Permintaan Barang ... 72

6. Buku Mandor Perawatan ... 73

7. Nota Angkut Buah ... 74

(12)

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan Indonesia. Di tengah krisis global yang melanda dunia saat ini, industri kelapa sawit tetap bertahan dan memberi sumbangan besar terhadap perekonomian negara. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang luas, industri sawit menjadi salah satu sumber devisa terbesar bagi Indonesia.

Seiring terus meningkatnya jumlah penduduk dunia, kebutuhan akan minyak makan juga terus meningkat. Minyak Kelapa Sawit (MKS) merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan sehingga MKS memiliki nilai yang sangat srategis. Indonesia sebagai salah satu produsen MKS terbesar di dunia berusaha terus meningkatkan produksinya. Hal ini bisa dilihat dari terus bertambahnya areal perkebunan kelapa sawit.

Data dari Direktorat Jendral Perkebunan (2008) menunjukkan bahwa terjadi peningkatan luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, dari 4 713 435 ha pada tahun 2001 menjadi 7 363 847 ha pada tahun 2008 dan luas areal perkebunan kelapa sawit ini terus mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal tersebut juga diimbangi dengan peningkatan produktivitas Minyak Kelapa Sawit (MKS). Produktivitas MKS adalah 1.78 ton/ha pada tahun 2001 dan meningkat menjadi 2.17 ton/ha pada tahun 2005. Hal ini merupakan kecenderungan yang positif dan harus dipertahankan. Untuk mempertahankan produktivitas tanaman tetap tinggi diperlukan pemeliharaan yang tepat dan salah satu unsur pemeliharaan kebun kelapa sawit Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pengendalian gulma.

Gulma merupakan organisme pengganggu tanaman yang dapat menimbulkan risiko terutama penurunan hasil. Gray dan Hew (1968) melaporkan bahwa Mikania micrantha menyebabkan kehilangan hasil tanaman kelapa sawit sebesar 20% selama lima tahun. Pengendalian Ischaemum muticum L., jenis gulma rerumputan tahunan, mampu meningkatkan bobot tandan buah segar sekitar 10 ton/ha dalam waktu tiga tahun (Teo et al. 1990). Mengingat besarnya pengaruh gulma terhadap produksi kebun, maka diperlukan adanya pengendalian gulma yang tepat.

(13)

2

Tujuan

Tujuan kegiatan magang ini adalah :

1. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang teknik budidaya maupun manajerial yang diterapkan di kebun.

2. Membandingkan antara teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan kondisi di lapangan serta meningkatkan kemampuan profesionalisme mahasiswa dalam memahami dan menghayati proses kerja yang nyata.

3. Mempelajari pelaksanaan dan manajemen pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit

4. Menganalisis permasalahan yang ada dalam pengelolaan pengendalian gulma di perkebunan kelapa sawit.

(14)

Botani Kelapa Sawit

Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm

oil) sebagai berikut.

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledonae

Famili : Areraceae Sub famili : Cocoideae Genus : Elaeis

Spesies : E. guineensis Jacq. E. oleifera

E. odora

Sistem perakaran tanaman kelapa sawit merupakan sistem perakaran serabut yang terdiri atas akar primer, akar sekunder, akar tertier, dan akar kuarterner. Akar tertier dan akar kuarterner adalah akar yang aktif mengambil hara dan air dari dalam tanah. Secara umum, sistem perakaran yang aktif pada kelapa sawit berada dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman antara 5-35 cm.

Batang kelapa sawit tumbuh tegak lurus ke atas. Batang berbentuk silindris tetapi pada pangkalnya membesar. Pada ujung batang terdapat titik tumbuh yang memanjangkan batang. Kecepatan pertumbuhan batang rata-rata 35-75 cm per tahun. Hal ini dipengaruhi oleh sifat genetik tanaman, keadaan iklim, pemeliharaan (terutama pemupukan), kerapatan tanaman, umur, dan sebagainya.

Daun kelapa sawit terdiri atas pangkal pelepah daun sebagai tempat duduknya helaian daun yang terdiri atas rachis, tangkai daun, duri-duri, dan helaian anak daun. Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang sejajar. Panjang pelepah daun bisa mencapai 9 meter. Daun kelapa sawit memiliki susunan spiral 1/8. Daun ke-1, ke-9, ke-17, dan seterusnya terletak dalam satu garis kedudukan.

(15)

4

Secara umum, bunga kelapa sawit termasuk berumah satu, yaitu dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah. Akan tetapi, sering dijumpai pula tandan bunga betina yang mendukung bunga jantan (hermaprodit). Bunga muncul dari ketiak daun dan setiap ketiak daun hanya mampu menghasilkan satu tandan bunga. Bunga betina yang telah dibuahi akan berkembang menjadi buah. Buah kelapa sawit terdiri atas pericarp yang terbungkus oleh exocarp (kulit), mesocarp, dan endocarp (cangkang) yang membungkus 1-4 inti/kernel.

Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon. Tingginya dapat mencapai 24 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta bercabang banyak. Buahnya kecil dan apabila masak, berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyak itu digunakan sebagai bahan minyak, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak, khususnya sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang (Fauzi et al., 2002).

Menurut Pahan (2008), tanaman kelapa sawit memerlukan intensitas cahaya yang tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di

pre nursery. Pada kondisi langit cerah di daerah zona khatulistiwa, intensitas

cahaya matahari bervariasi 1 410-1 450 J/cm2/hari. Produksi TBS/tahun juga dipengaruhi oleh waktu penyinaran matahari efektif. Tanaman kelapa sawit memerlukan 5-12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80 %.

Pahan (2008) menambahkan, kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar lintang 12o Utara-Selatan pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut (dpl). Jumlah curah hujan yang baik adalah 2 000-2 500 mm/tahun, tidak memiliki defisit air, hujan agak merata sepanjang tahun. Hal ini bukan berarti curah hujan kurang dari 2 000 mm/tahun tidak baik, karena kebutuhan efektif hanya 1 300-1 500 mm/tahun, yang paling penting adalah tidak terdapat defisit air 250 mm. Curah hujan lebih dari 2 500 mm/tahun juga bukan tidak baik asal jumlah hari hujan setahun tidak terlalu banyak, misalnya lebih dari 180 hari. Temperatur yang optimal 25o-28o C, dengan suhu terendah 18o C dan tertinggi 32o C.

(16)

Menurut Taniputra dan Madjenu (1980), tanaman kelapa sawit membutuhkan tanah dengan tekstur yang baik dan tidak memiliki lapisan kedap air, serta kemiringan lahan tidak lebih dari 15o. Kondisi alam Sumatera bagian Utara sangat sesuai untuk pertumbuhan kelapa sawit. Sinar matahari harian yang me ncap a i 5-7 ja m d a n su hu rat a -rat a 22o-24o C de ng a n su hu mak s imu m 29o-30o C sangat mendukung pertumbuhan kelapa sawit.

Gulma

Tjitrosoedirdjo et al, (1984) mendefinisikan gulma sebagai tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki manusia karena merugikan secara langsung maupun tidak langsung, ataupun karena belum diketahui kerugian atau kegunaannya. Selanjutnya, Sastroutomo (1990) menjelaskan bahwa gulma adalah semua jenis vegetasi tumbuhan yang menimbulkan gangguan pada lokasi tertentu terhadap tujuan yang diinginkan manusia.

Gulma dikelompokkan menjadi beberapa kelompok. Sastroutomo (1990) mengelompokkan gulma berdasarkan daur hidupnya menjadi gulma semusim, gulma dua musim, dan gulma tahunan. Gulma semusim mempunyai daur hidup satu tahun atau kurang, mulai dari perkecambahan biji sampai dapat menghasilkan biji lagi. Gulma dua musim dapat hidup lebih dari satu tahun tetapi tidak lebih dari dua tahun. Gulma tahunan adalah gulma yang dapat tumbuh lebih dari dua tahun.

Perkebunan kelapa sawit tidak pernah lepas dari masalah gulma. Menurut Tjitrosoedirdjo et al, (1984), jenis gulma yang tumbuh biasanya sesuai dengan kondisi perkebunan. Misalnya pada perkebunan yang baru diolah, maka gulma yang banyak dijumpai adalah gulma semusim, sedangkan pada perkebunan yang telah lama ditanami, gulma yang banyak terdapat adalah gulma jenis tahunan.

Sukman (2002) menyebutkan perkembangbiakan gulma ditinjau dari segi mekanisme perkembangannya adalah sangat efisien, dan bila diperhatikan jauh lebih efisien dari pada tanaman budidaya yang diusahakan. Gulma berkembang biak secara generatif (biji) maupun secara vegetatif. Secara umum gulma semusim berkembang biak melalui biji. Biasanya produksi biji sangat banyak, bahkan dapat menghasilkan lebih dari 40 000 biji dalam satu musim, sebagai

(17)

6

contoh adalah jejagoan (Echinochloa crusgalli). Gulma tahunan lebih efisien perkembangbiakannya dari pada gulma semusim, karena gulma ini dapat berkembang biak dengan biji ataupun secara vegetatif. Sebagai contoh adalah teki dan alang-alang.

Pengendalian Gulma

Tjitrosoedirdjo et. al. (1984) menyebutkan bahwa penurunan hasil bukan satu-satunya faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengendalian gulma. Kemudahan beroperasi dikebun, mengurangi risiko kebakaran, dan menghilangkan tempat persembunyian hama (tikus) juga tergantung pada pengendalian gulma beserta biayanya.

Pahan (2008) menambahkan bahwa kehadiran gulma di perkebunan kelapa sawit dapat menimbulkan kerugian karena terjadi persaingan dalam pengambilan air, hara, sinar matahari, dan ruang hidup. Gulma juga dapat menurunkan mutu produksi akibat terkontaminasi oleh bagian gulma, mengganggu pertumbuhan tanaman, menjadi inang bagi hama, mengganggu tata guna air, dan meningkatkan biaya pemeliharaan.

Pengendalian gulma dapat didefinisikan sebagai proses membatasi infestasi gulma sehingga tanaman dapat dibudidayakan secara produktif dan efisien (Sukman, 2002). Pengendalian gulma pada prinsip awalnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma (Pahan, 2008).

Pengendalian gulma pada kebun kelapa sawit ditujukan pada 3 sasaran, yaitu gulma di gawangan, piringan, dan jalan pikul. Pada tanaman menghasilkan, tidak semua gulma diberantas tuntas karena keterbatasan penutup tanah kacangan yang tumbuh di bawah tanaman kelapa sawit. Gulma-gulma yang tumbuh di piringan harus diberantas menyeluruh, sedangkan gulma yang tumbuh di gawangan cukup dikendalikan (Lubis, 1992).

Pengendalian gulma yang sering dilaksanakan di kebun adalah pengendalian secara mekanik dan kimiawi. Pengendalian secara mekanik dilakukan dengan menggunakan kored, garpu, cangkul, parang, atau dengan alat modern seperti traktor. Pengendalian secara kimiawi dilakukan dengan

(18)

memanfaatkan aplikasi herbisida. Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma memberikan hasil yang positif karena herbisida yang telah ada mampu mengendalikan gulma secara efektif, baik dari segi pengendalian populasi gulma maupun biaya (Tjitrosoedirdjo, 1984).

(19)

METODE MAGANG

Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan magang ini dilaksanakan pada Februari 2009 sampai dengan Juni 2009. Tempat pelaksanaan magang adalah di kebun kelapa sawit PT JAW, Bakrie Sumatera Plantation, Sarolangun, Jambi.

Metode Pelaksanaan

Kegiatan magang ini dilaksanakan penulis secara langsung dengan mengikuti dan mempelajari seluruh kegiatan di lapangan sebagaimana kegiatan Karyawan Harian Lepas (KHL) selama dua bulan, pendamping mandor selama satu bulan, dan satu bulan terakhir sebagai pendamping asisten divisi.

KHL adalah pelaksana langsung pekerjaan di kebun yang bertugas melaksaakan segala kegiatan kebun yang diperintahkan sesuai dengan kebutuhan kebun, seperti persiapan lahan, penanaman, pembibitan, pemupukan, pengendalian gulma, pengendalian hama penyakit, pemangkasan, pemanenan, pengangkutan TBS ke pabrik, dan pekerjaan lainnya.

Kegiatan yang dilaksanakan sebagai pendamping mandor meliputi pengawasan kegiatan di kebun, penentuan tenaga kerja dan biayanya, penentuan dosis, konsentrasi, dan jumlah bahan kimia yang digunakan, ma na je me n p e ng e nd a lia n g u lma , ma na je me n p e ma ne na n, s e rt a pe mbu a t a n la p o ra n pertanggungjawaban. Pada saat menjadi pendamping asisten divisi, kegiatan yang dilaksanakan adalah mengevaluasi hasil kegiatan kebun, mengawasi semua pekerjaan yang dilakukan di lapangan (kontrol lapangan) untuk mengetahui cara penilaian hasil kerja mandor, dan membantu asisten dalam menyelesaikan administrasi kebun serta mencari pemecahan masalah yang ada di kebun. Jurnal kegiatan penulis ditampilkan pada Lampiran 1.

Data primer dikumpulkan selama melaksanakan kegiatan sebagai KHL, pendamping mandor, dan pendamping asisten divisi dengan cara mencatat seluruh kegiatan teknis dan prestasi kerja karyawan. Selain itu, secara tidak langsung dilakukan pengambilan data sekunder yang berupa laporan harian, mingguan, dan

(20)

bulanan, serta data lain yang tersedia di kebun. Selanjutnya kegiatan magang ditekankan pada pengelolaan pengendalian gulma.

Data mengenai pengelolaan pengendalian gulma meliputi jenis gulma dominan, dosis dan konsentrasi herbisida, kecepatan jalan penyemprot, organisasi penyemprotan, jumlah herbisida yang digunakan, luas areal pengerjaan, dan jumlah tenaga kerja serta prestasi kerjanya. Pengambilan data meliputi semua aspek pengendalian gulma di seluruh blok tempat penulis melaksanakan kegiatan magang. Pengamatan lain yang menjadi perhatian adalah kekeliruan ataupun kelalaian dalam pelaksanaan pengendalian gulma di lapangan oleh karyawan serta pelaksanaan pengawasan oleh mandor. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan metode deskriptif dengan cara membandingan data yang diperoleh dengan pustaka yang tersedia.

(21)

KEADAAN UMUM KEBUN

Letak Geografis

Lokasi kebun PT JAW terletak di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Wilayah kebun dapat diakses dalam perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar 2 jam atau dengan jarak tempuh sekitar 65 km dari Kabupaten Sarolangun. Kondisi jalan dari Sarolangun hingga Kecamatan Pauh relatif baik, sedangkan dari Pauh menuju areal kebun didominasi jalan aspal yang rusak. Jarak kebun dari Kota Jambi adalah 200 km.

Berikut ini adalah batas-batas kebun PT JAW : sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lubuk Jering dan Desa Pematang Kabau, sebelah Selatan berbatasan dengan Tanjung Gedang, Empang Benau dan Dusun Pangkal Bulian, sebelah Timur berbatasan dengan kebun PT EMAL A dan Desa Dusun Baru yang merupakan bagian dari Kec. Pauh, dan sebelah Barat berbatasan dengan Dusun Mentawak, Satuan Pemukiman C (SP C), dan kebun rakyat. Peta kebun PT JAW disajikan pada Lampiran 2.

Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi

Keadaan iklim di kebun PT JAW termasuk tipe A (sangat basah) menurut klasifikasai iklim Schmidt-Ferguson. Curah hujan rata-rata tahunan antara tahun 1998 sampai 2008 adalah 2 673.98 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 104 hari/tahun, sedangkan rata-rata bulan kering 1 bulan/tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yang mencapai 362.1 mm, sedangkan terendah pada bulan Juni yang hanya 108. 16 mm. Data curah hujan disajikan pada Lampiran 3.

Jenis tanah kebun Mentawak didominasi oleh tanah organosol dengan kelas lahan S3. Hal ini berkaitan dengan kondisi lahan yang memiliki kedalaman gambut 2-8 m, bahkan kedalaman gambut di areal Divisi VI mencapai lebih dari 8 m. Tanah mineral hanya terdapat di blok A2 Divisi IV. Keragaan tanaman kelapa sawit, dengan umur tanaman yang sama, pada lahan gambut dan lahan mineral secara visual tampak perbedaannya. Tanaman kelapa sawit pada lahan mineral memiliki keragaan lebih kokoh, dengan diameter batang lebih besar dan

(22)

pelepah yang tumbuh lebih baik dibandingkan tanaman pada lahan gambut. Peta kedalaman gambut disajikan pada Lampiran 4.

Jalan-jalan di kebun PT JAW diperkeras dengan menimbunkan tanah Podsolik Merah pada permukaan jalan. Karena sifat tanah Podsolik Merah yang lembek jika terkena air dan keras serta berdebu jika kering, maka ketika hari hujan kondisi jalan licin sehingga sulit dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan transprotasi, sedangkan saat cuaca panas maka kondisi jalan didominasi oleh debu.

Kebun PT JAW memiliki lahan yang relatif datar dengan kemiringan kurang dari 8 % . Ketinggian tempat berada pada 150 m di atas permukaan laut. Daearah rawa banyak ditemukan pada kebun Divisi II dan Divisi III.

Areal Konsesi

Menurut SK/HGU, luas lahan yang diizinkan untuk pembangunan kebun sebesar 11 419 ha. Kebun PT JAW terbagi menjadi 6 divisi yang masing-masing memiliki luas yang berbeda. Lahan Tanaman Menghasilkan (TM) Divisi I seluas 659 ha, Divisi II seluas 568 ha, Divisi III seluas 620 ha, Divisi IV seluas 673 ha, Divisi V seluas 707 ha, Divisi VI seluas 737.74 ha. Data tata guna lahan kebun PT JAW disajikan pada Tabel 1.

Kondisi Lahan dan Pertanaman

Berdasarkan sumber bibitnya, jenis tanaman kelapa sawit yang diusahakan di PT JAW adalah varietas Tenera. Bibit diperoleh dari PT Sochfindo, Lonsum, dan Marihat. Tata tanam yang digunakan adalah tata tanam segitiga sama sisi dengan jarak tanam 9.2 m x 9.2 m x 9.2 m. Tanaman Menghasilkan (TM) yang ada di PT JAW terdiri atas tahun tanam 1995 (TM 11), tahun tanam 1996 (TM 10), tahun tanam 1997 (TM 9), tahun tanam 1998 (TM 8), dan tahun tanam 2002 (TM 4).

Setiap divisi memiliki luas wilayah yang berbeda sehingga jumlah blok yang dimiliki pun berbeda. Ukuran setiap blok standar adalah 50 Ha dengan panjang 2 000 m yang membentang dengan arah Timur-Barat dan lebar 250 m dengan arah Utara-Selatan. Adapun blok-blok lain berukuran lebih kecil, hal ini disebabkan adanya pembatas yang biasanya berupa rawa dan hutan.

(23)

12

Tabel 1. Tata Guna Lahan PT JAW pada Tahun 2008

No. Penggunaan Lahan Total

1 TM TM 1995 47 TM 1996 2,241 TM 1997 1,477 TM 1998 117 TM 2002 83 Jumlah TM 3,965 TBM TBM 2007 636 Jumlah TBM 636 Jumlah TM + TBM 4,601 2 Areal pembibitan 69 3 Land clearing Land Clearing 2008 1,000 Land Clearing 2009 1,500

Jumlah Land Clearing 2,500 Jumlah areal dapat ditanam (1 + 2 + 3) 7,170 4 Areal tidak ditanam

Jalan 182

Parit & Rawa 53

Lokasi Bangunan 37

Lokasi Pabrik -

Areal Batu -

Areal Lain-lain 42

Jumlah areal tidak dapat ditanam 314 Total areal diusahakan (1 + 2 + 3 + 4) 7,484 5 Areal cadangan 3,935 SK / HGU 11,419 Sumber : Kantor Pusat Kebun PT JAW (2009)

Gawangan merupakan ruangan yang terletak di antara dua barisan tanaman. Gawangan terdiri atas gawangan hidup dan gawangan mati. Gawangan hidup merupakan gawangan yang dikondisikan bersih dari pelepah dan gulma sehingga bisa dilalui manusia dalam melaksanakan kegiatan kebun. Lain halnya gawangan mati, tidak digunakan oleh manusia dalam kegiatan kebun. Gawangan mati ini digunakan untuk membuang pelepah. Kedua gawangan ini membentang ke arah Utara-Selatan sesuai dengan arah barisan tanaman dengan posisi selang-seling. Pada tengah blok, terdapat jalan tengah yang membentang ke arah Timur-Barat. Jalan ini berfungsi sebagai jalan pengawasan pelaksanaan kegiatan kebun.

(24)

Setiap blok dipisahkan oleh jalan dan parit. Parit berfungsi sebagai saluran drainase pada musim hujan dan penampung air pada musim kemarau. Lebar parit adalah 4-7 m. Parit ini memisahkan blok dengan jalan sehingga untuk menghubungkan keduanya digunakan titian, baik yang berbahan kayu atau pun beton.

Produksi

Produksi kebun kelapa sawit PT JAW pada enam tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 terdapat penambahan luas areal panen yaitu areal TM 2002 dan areal sisipan yang bisa dipanen kembali seluas 456.2 ha. Areal sisipan berupa lahan rawa yang terjadi akibat air hujan membanjiri areal panen. Pada tahun 2007 terjadi lagi penurunan luas areal panen yang diakibatkan areal sisipan. Perkembangan produksi dan produktivitas PT JAW disajikan dalam Tabel 2

Tabel 2. Produksi Tandan Buah Segar (TBS) PT JAW Tahun 2008 Berdasarkan Tahun Tanam.

TT Luas Jumlah pokok Jumlah TBS Produksi (ton) BJR

1995 47.00 6 153 52 883 768 697 14.54 1996 1 901.00 241 254 2 579 834 25 445 189 9.86 1997 1 476.50 192 294 2 425 342 22 526 924 9.29 1998 117.00 15 236 194 246 1 528 324 7.87 2002 83.24 10 591 139 378 1 084 257 7.78 Total 3 624.74 465 528 5 391 683 51 353 390

Sumber : Kantor Pusat Kebun (2009)

Peningkatan produksi tersebut seiring dengan meningkatnya umur TM yang berpengaruh pada Bobot Janjang Rata-rata (BJR). Menurut Lubis ( 1992), tanaman kelapa sawit berumur 8 tahun memiliki BJR 14.4-16.0. BJR kebun PT JAW secara umum berada di bawah standar karena BJR 14.54 dicapai oleh tanaman kelapa sawit berumur 13 tahun.

Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan

PT JAW merupakan salah satu dari 4 unit usaha yang berada di bawah satu areal usaha, bersama PT EMAL A, PT EMAL B, dan PMKS, yang dibawahi

(25)

14

oleh seorang Area Manager (AM) yang berkedudukan di Muara Kulim. AM bertanggung jawab kepada Kepala Unit Usaha (Head Bussines Unit = HBU ) yang berkedudukan di Jambi. HBU inilah yang kemudian bertanggung jawab langsung kepada direksi PT Bakrie Sumatera Plantation (PT BSP Group) di Jakarta.

PT JAW dipimpin oleh seorang Estate Manager (EM) yang bertanggung jawab langsung terhadap AM atas pengelolaan unit usaha yang meliputi tanaman, proses produksi, adaministrasi kebun, pengusahaan material, finansial, personalia, dan keamanaan kebun termasuk seluruh harta kekayaan perusahaan. Dalam melaksanakan tugasnya, EM dibantu oleh seorang asisten kepala, 6 asisten divisi, asisten pembibitan, dan asisten traksi dan bengkel

Karyawan di PT JAW terdiri atas tiga golongan, yaitu HIP (Himpunan Industrial Pancasila), SKU (Serikat Kerja Umum), dan KHL (Karyawan Harian Lepas). Karyawan HIP merupakan karyawan yang biasanya diangkat berdasarkan prestasi dan jika mereka tidak masuk kerja berdasarkan alasan yang bisa diterima misalnya sakit, maka tidak dipotong gaji. Karyawan SKU adalah karyawan bulanan yang diangkat berdasarkan masa bakti kepada perusahaan, jika tidak masuk kerja maka gaji dipotong. KHL adalah karyawan yang tidak terikat artinya jika mereka masuk kerja akan mendapatkan upah, sebaliknya jika tidak masuk kerja maka tidak memperoleh upah.

Sistem upah yang berlaku berbeda berdasarkan golongan. Pengupahan SKU dan HIP diatur oleh kebijakan perusahaan. Selain itu karyawan golongan HIP dan SKU mendapatkan tunjangan beras setiap bulan untuk kebutuhan keluarga yang besarannya berbeda-beda tergantung golongan. Pengupahan KHL d ia t ur sesuai dengan U p a h M in imu m R e g io na l (UMR) yang berlaku yaitu Rp 32 000,00 /HK. Pembayaran upah dilakukan pada minggu pertama setiap bulan.

Fasilitas Kebun

Untuk mendukung kelancaran kegiatan, perusahaan menyediakan fasilitas kesejahteraan bagi karyawannya. Setiap divisi memiliki emplasemen yang berfungsi sebagai tempat tinggal karyawan divisi. Di dalam emplasemen terdapat perumahan karyawan dan sebuah mushola.

(26)

Klinik kebun terdapat di emplasemen Divisi III yang juga merupakan emplasemen kantor besar. Klinik kebun diperuntukkan bagi karyawan HIP dan SKU beserta keluarga. Jika KHL akan berobat di klinik kebun harus memiliki surat keterangan dari asisten divisi tempat KHL bersangkutan bekerja.

Di empalsement Divisi III juga terdapat sekolah TK yang memiliki dua tenaga pengajar. Fasilitas lain adalah sebuah masjid yang terletak di samping kantor besar. Untuk anak-anak karyawan yang sudah pada tingkat SD dan SLTP disediakan transportasi antar jemput ke sekolah karena kebun tidak menyediakan sekolah sampai tingkat tersebut. Perusahaan juga menyediakan jasa penitipan anak sehingga karyawan bisa melaksanakan pekerjaan kebun. Bagi para istri staf yang akan berbelanja kebutuhan sehari-hari, disediakan sebuah mobil yang siap mengantar ke tujuan.

(27)

PELAKSANAAN TEKNIS LAPANGAN

Aspek Teknis Kebun

Selama menjalani kegiatan magang, penulis melaksanakan kegiatan-kegiatan teknis di lapangan ketika berstatus sebagai KHL. Selama menjadi KHL, penulis mengikuti dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan teknis kebun meliputi pembibitan, pemeliharaan, dan pemanenan. Kegiatan pemeliharaan yang ada dilaksanakan penulis meliputi pemupukan, perawatan titian panen, perawatan jembatan, penunasan (pruning), pengendalian hama ulat, dan pengendaliaan gulma. Berikut ini adalah penjelasan tentang pelaksanaan aspek teknis lapangan di PT JAW.

Pembibitan

Pembibitan merupakan tahap awal dalam mempersiapkan kebun yang nantinya berpengaruh besar terhadap produktivitas kebun. Pembibitan dilaksanakan dengan baik agar menghasilkan bibit berkualitas, yaitu bibit yang siap tanam yang mempunyai kemampuan tumbuh baik, tahan terhadap cekaman lingkungan, dan punya kemampuan berproduksi tinggi.

Dari segi luas, pembibitan memang relatif kecil, namun kegiatan di dalamnya sangat kompleks dan menyerap tenaga kerja paling banyak. Tenaga kerja tersebut dialokasikan ke dalam kegiatan mulai dari persiapan lahan sampai pemindahan bibit ke lokasi penanaman. Pembibitan di PT JAW menggunakan sistem dua tahap, yang meliputi Pre Nursery (PN = Pembibitan Awal) dan Main

Nursery (MN = Pembibitan Utama).

Penulis melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di pembibitan, meliputi pengisian tanah, seleksi kecambah, penanaman kecambah, pengeceren polibag, tanam pindah bibit, dan konsolidasi.

Asal benih. PT JAW melaksanakan pembibitan bukan untuk memenuhi

kebutuhan kebun sendiri tetapi untuk memenuhi kebutuhan bibit siap tanam pada areal kebun PT EMAL A. Berkaitan dengan hal tersebut, kebijakan jenis bibit yang digunakan diatur oleh PT BSP.

(28)

Benih yang digunakan pada pembibitan adalah varietas Dura x Psifera. PT BSP menentukan benih yang digunakan berasal dari perusahan benih ASD de Costa Rica, S.A. dari Negara Costa Rica. Pemilihan Costa Rica sebagai pemasok benih disebabkan perusahaan-perusahaan benih kelapa sawit nasional sedang mengerjakan permintaan benih perusahaan lain sehingga tidak mampu memenuhi permintaan benih PT BSP.

Lokasi pembibitan. Lokasi pembibitan PT JAW berada sekitar 1 km di

sebelah selatan Divisi VI dan dipisahkan oleh hutan. Hal ini merupakan bagian dari serangkaian pengawasan pihak karantina. Benih yang berasal dari luar negeri harus menjalani serangkaian pengawasan pihak karantina untuk mencegah masuknya penyakit baru ke dalam negeri melalui benih tersebut.

Areal kebun PT JAW didominasi oleh lahan gambut. Hal ini menyulitkan perusahaan dalam menentukan lokasi pembibitan yang baik. Salah satu syarat pembibitan yang baik adalah memiliki topografi yang datar dan permukaan tanah yang rata, sedangkan pada lahan gambut sulit dilakukan perataan menggunakan alat berat sehingga permukaan areal pembibitan tidak datar dan rata.

Areal pembibitan bisa diakses dengan mudah karena memiliki akses jalan yang bagus berupa jalan tanah yang dikeraskan. Hal ini untuk memudakan pengangkutan segala kebutuhan pembibitan.

Pembibitan awal. Pembibitan awal merupakan tahap yang sangat penting

yang menentukan keberhasilan pembibitan. Pada tahap ini kecambah mengalami perlakuan-perlakuan hingga siap dipindahkan ke pembibitan utama. Areal pembibitan awal memiliki luas sekitar 1 ha dan permukaan cukup datar dan rata. Untuk memudahkan perawatan, kecambah ditanam pada babybag yang sudah disusun pada bedengan berukuran 1 m x 8 m. Setiap bedengan berisi 1000

babybag atau disebut 1 blok. Kegiatan pada pembibitan dimulai pukul 06.30 WIB

diawali dengan penjelasan oleh mandor-mandor pembibitan tentang pembagian kerja dan penjelasan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan.

Sebelum ditanam, kecambah diseleksi. Kecambah yang baik adalah yang memiliki plumula dan radikula yang tumbuh dengan baik. Bagian plumula ditandai dengan bagian ujung yang runcing berwarna putih gading dan mengkilat. Bagian radikula ditandai dengan bagian ujung tumpul berwarna kecoklatan dan

(29)

18

diameternya lebih kecil dari pada plumula. Kecambah yang radikula atau plumulanya rusak atau tidak tumbuh disortir dan tidak ditanam.

Penanaman kecambah diawasi dengan baik agar tidak terjadi kekeliruan yang dapat merugikan perusahaan. Kekeliruan yang sering terjadi adalah penanaman kecambah terbalik dengan bagian radikula berada pada bagian atas. Hal ini akan menyebabkan plumula tumbuh memutar dari bawah menuju ke atas sehingga bibit tumbuh tidak normal. Kekeliruan lain adalah pembuatan lubang tanam yang terlalu dalam. Hal ini akan menghambat pertumbuhan plumula. Setelah kecambah ditanam, bedengan ditutup dengan pelepah daun kelapa sawit sebagai naungan.

Kegiatan perawatan pada pembibitan awal meliputi penyiraman, pemupukan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman. Penyiraman dilakukan dua kali sehari, namun hal ini tergantung curah hujan pada hari sebelumnya. Jika hari sebelumnya turun hujan maka pada pagi hari berikutnya tidak dilakukan penyiraman tetapi sore hari tetap dilakukan penyiraman.

Pupuk yang digunakan pada pembibitan awal adalah NPK 15.15.6.4. dengan dosis 8 g/5 liter untuk 100 bibit. Pelaksanaan pemupukan dilakukan oleh KHL secara beregu. Satu regu pemupuk terdiri atas 3 orang, yaitu 1 orang menyiapkan larutan pupuk dan 2 orang penabur pupuk.

Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Hal ini berkaitan dengan sifat bibit yang masih rentan terhada herbisida. Gulma yang berada di dalam blok disiangi hingga W0, yaitu hanya tanaman pokok yang diperbolehkan tumbuh di areal tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi persaingan antara bibit dengan gulma.

Hama yang sering menyerang bibit di pembibitan awal adalah jangkrik, semut, belalang, dan tikus. Pengendalian hama serangga dilakukan dengan menaburkan insektisida dengan merek dagang Centa-Fur 3GR dengan bahan aktif Karbofuran 3 %. Hama tikus dikendalikan dengan rodentisida bermerk dagang Tikumin.

Ketika penulis melaksanakan magang, bibit pada pembibitan awal sudah berusia 4-5 bulan dan dipindah ke pembibitan utama pada umur 5-6 bulan, sedangkan standar pemindahan bibit ke pembibitan utama adalah ketika bibit

(30)

berumur 3 bulan . Hal ini disebabkan pada umur 3 bulan bibit belum mencapai tinggi sesuai standar pemindahan bibit ke pembibitan utama yaitu 20 cm. Bibit yang memenuhi standar pada usia 5-6 bulan diseleksi dan dipindahkan ke pembibitan utama menggunakan traktor tangan.

Pembibitan utama. Lokasi pembibitan utama berada dalam satu kawasan

dengan pembibitan awal.. Persiapan tersebut meliputi persiapan lahan, dilanjutkan dengan pengisian polibag dan penyusunan polibag. Polibag yang digunakan berukuran panjang 50 cm dengan diameter 20 cm yang mampu menampung 18 kg tanah. Pengisian tanah (top soil) ke dalam polibag dikerjakan oleh KHL secara borongan dengan upah Rp 150,00/polibag. Tanah yang digunakan adalah tanah mineral yang diambil dari Dusun Baru. Rata-rata pekerja mampu mengisi 200 polibag/HK, sedangkan prestasi penulis adalah 80 polibag.

Polibag yang sudah terisi tanah diecer ke dalam areal pembibitan utama menggunakan angkong. Tanah gambut dan permukaan lahan yang tidak rata menyulitkan dalam pengangkutan polibag. Hal tersebut diatasi dengan cara menyusun papan-papan berukuran panjang 3 m dan lebar 30 cm secara memanjang sebagai lintasan angkong.

Pada saat pengeceran sering terjadi kerusakan polibag karena terjatuh dari angkong. Para pekerja sering mengangkut hingga 12 polibag/angkong, sedangkan standar perusahaan untuk pengeceran adalah 8 polibag/angkong. Selama penulis melaksanakan magang, belum ada sanksi terhadap kerusakan polibag tersebut. Pekerjaan pengeceran polibag dilakukan secara borongan dengan upah Rp 300,00/polibag. Kegiatan pengeceran polibag dapat dilihat pada Gambar 1.

Setelah berada di areal pembibitan utama, polibag disusun sesuai jarak tanam yaitu 90 cm x 90 cm x 90 cm. Penanaman dilakukan dengan cara mencabut bibit dari babybag beserta tanahnya kemudian dimasukkan ke dalam polibag yang sebelumnya sudah dibuat lubang tanam. Bibit ditanam dengan akar tertutup sempurna, tidak boleh ada bagian akar yang terbuka karena akan mempengaruhi pertumbuhan bibit. Rata-rata pekerja mampu mengecer 200-250 polibag. Prestasi penulis sendiri adalah 90 polibag.

(31)

20

Gambar 1. Kegiatan pengeceran Polibag

Penanaman dilakukan secara berkelompok, biasanya terdiri dari 6-9 orang/kelompok. Setiap anggota kelompok mengerjakan pekerjaan sesuai jenis pekerjaan yang telah dibagi, yang meliputi pembuatan lubang tanam, penanaman bibit, pengeceran tanah (untuk mengisi kekurangan tanah pada polibag) dan pengeceran bibit. Norma tanam pindah adalah 180 polibag/HK dan penulis mampu mencapai norma tersebut.

Kondisi lahan yang tidak rata dan penyusunan polibag yang tidak tepat pada saat pengeceran dan penanaman menyebabkan polibag sering terjatuh atau berdiri miring sehingga dilakukan konsolidasi. Tujuan konsolidasi ini adalah untuk memperbaiki posisi polibag agar berdiri tegak dan meluruskan barisan polibag sehingga membentuk segitiga sama sisi 90 cm. Kegiatan konsolidasi ini sangat penting karena akan mempengaruhi pertumbuhan bibit selanjutnya.

Pemupukan

Pemupukan merupakan kegiatan yang menelan biaya sangat besar. Pemupukan merupakan komponen terbesar dari biaya pemeliharaan. Mengingat besarnya biaya pemupukan, maka perlu diperhatikan ketepatan dalam pemupukan. Pemupukan yang diterapkan di kebun PT JAW diatur oleh kebijakan PT BSP. Berhubungan dengan masalah finansial pada tahun 2009, yaitu ketika penulis

(32)

melaksanakan magang, PT JAW hanya melakukan pemupukan CuSO4 (Chopper

Sulphate Pentahydrate) dan aplikasi abu janjang.

Pemupukan CuSO4. Pada saat penulis melakukan magang, pemupukan

CuSO4 hanya dilakukan di Divisi II. Hal ini untuk untuk memenuhi realisasi dari rencana pemupukan CuSO4 yang belum tercapai pada tahun sebelumnya. Menurut Lubis (1992), pada lahan gambut, tanaman sering mengalami kekurangan unsur hara tembaga (Cu) dan akan menyebabkan mid crown

chlorosis, sehingga keterlambatan aplikasi pupuk ini bisa berdampak buruk bagi

tanaman. Gambar 2 menunjukkan gejala defisiensi Cu yang ditandai dengan ujung anak daun berwarna pucat.

Gambar 2. Gejala Defisiensi Cu

Dosis yang digunakan pada aplikasi CuSO4 adalah 200 g/tanaman. Dosis ini sesuai dengan kebutuhan tanaman berumur lebih dari 12 tahun (Noor, 2001). Kebutuhan pupuk dalam satu blok memerlukan pupuk rata-rata 25 kg/ha. Tabel 3 menunjukkan realisasi pemupukan CuSO4 di Divisi II.

Aplikasi pupuk CuSO4 dilakukan dengan menggunakan ember sebagai tempat pupuk dan alat penabur yang telah dikalibrasi. Pupuk ditaburkan membentuk huruf “V” pada piringan, yaitu pupuk per pokok ditaburkan dua kali membentuk dua garis yang bertemu pada salah satu ujungnya. Hal ini dilakukan karena tanaman mempunyai perakaran yang sudah luas sehingga mampu menyerap pupuk dengan baik dan apikasi dilakukan pada piringan yang bersih

(33)

22

dari gulma. Selain itu, aplikasi dengan cara ini mempercepat pelaksanaan pemupukan. Aplikasi dimulai dari tanaman paling luar menuju ke dalam sampai pada tanaman terluar dari barisan.

Tabel 3. Realisasi Pemupukan CuSO4 di Divisi II

Blok Rencana (ha) Relisasi (ha) Kebutuhan Pupuk Kebutuhan HK

E7 18 18 450 4

E8 22 22 550 4

E9 14 14 375 3

E10 23 23 575 4

Total 77 77 1950 15

Sumber: Kantor Pusat Kebun (2009)

Pelaksanaan pemupukan diawasi langsung oleh mandor perawatan dan asisten divisi. Norma pemupukan CuSO4 adalah 0.25 HK/ha sehingga kebutuhan tenaga kerja untuk satu blok (77 ha) adalah 19 HK. Prestasi pekerja, yang semuanya perempuan, kecuali tenaga angkut, adalah 0.2 HK/ha sehingga efisiensi tenaga kerja tercapai dengan tetap memperhatikan kualitas hasil kerja.

Permasalahan yang sering terjadi adalah kondisi piringan yang tidak bebas gulma. Hal ini mengurangi efektifitas penyerapan pupuk oleh tanaman. Selain itu, tidak ada standarisasi alat tabur pupuk, yang berupa piring plastik kecil, sehingga sering terjadi ketidaksesuaian dengan dosis yang ditetapkan.

Pemupukan abu janjang. PT JAW bersama dengan PT EMAL memiliki

pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) sendiri yang terletak di areal kebun PT EMAL. Selain mengolah TBS menjadi minyak, PMKS ini juga menghasilkan abu janjang yang dimanfaatkan sebagai pupuk pengganti MOP. Abu janjang merupakan hasil akhir pengolahan TBS, yaitu janjang kosong sisa pengolahan TBS yang diolah hingga menjadi abu. Menurut Lubis (1992), abu janjang bersifat higroskopis sehingga mudah rusak jika dibiarkan di tempat terbuka. Selain itu, abu janjang bersifat alkalis dengan pH 12 sehingga bisa memperbaiki pH tanah.

Aplikasi abu janjang memiliki keuntungan karena mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman. Menurut Pahan (2008), abu janjang mengandung 35.0- 47.0 % K2O, 2.3-3.5 % P2O5, 4.0-6.0 % MgO, dan 4.0-6.0 % CaO.

(34)

Permintaan pupuk abu janjang dilakukan oleh asisten divisi yang telah dikoreksi dan disetujui oleh manajer kebun. Abu janjang dikirim dari PMKS dan disimpan di gudang kebun PT JAW. Distribusi abu janjang ke areal pemupukan dilakukan dengan truk. Untuk areal yang tidak bisa dilalui oleh truk, distribusi dilakukan menggunakan traktor MF. Realisasi pemupukan abu janjang Divisi III disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Realisasi Pemupukan Abu Janjang Divisi III

Divisi Blok TT Luas Jumlah

Pokok Kebutuhan Pupuk Realisasi III B12 96 53 6 875 14 300 14 300 B13 96 49 5 901 12 500 12 500 B14 96 52 6 709 13 400 13 400 B15 96 50 6 528 13 000 13 000 B16 96 45 5 825 12 200 12 200 B17 97 52 6 662 13 300 13 300 Total 301 38 500 78 700 78 700

Sumber : Kantor Pusat Kebun (2009)

Kegiatan bongkar muat pupuk dilakukan oleh KHL. Jumlah KHL disesuaikan dengan luas areal pemupukan dan jumlah pupuk yang akan diaplikasikan. Pemuat bertugas memuat pupuk dari gudang sampai ke gawangan pada blok bersangkutan. Setelah kegiatan pemupukan selesai, pemuat juga bertugas mengumpulkan karung bekas pupuk. Norma memuat pupuk adalah 1.5 ton/HK dan prestasi penulis adalah 2 ton.

Penaburan pupuk diawasi langsung oleh asisten divisi, mandor I, dan mandor perawatan. Penaburan dilakukan dengan sistem setengah blok, yaitu dari jalan tengah menuju luar, sedangkan pemupukan untuk setengah blok sisanya dilaksanakan pada kegiatan selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengawasan dan efisiensi waktu. Pelaksanaan teknis aplikasi pupuk abu janjang dapat dilihat pada Gambar 3.

Penabur pupuk adalah KHL perempuan. Penabur pupuk pada Divisi III dibagi ke dalam kelompok-kelompok dengan anggota 3 orang/kelompok yang bekerja pada blok yang sama. Setiap kelompok menaburkan pupuk pada gawangan yang berbeda, sedangkan setiap anggota kelompok yang sama menaburkan pupuk pada gawangan yang sama. Dua anggota kelompok

(35)

24

menaburkan pupuk mulai dari jalan tengah, sedangkan sisanya menaburkan pupuk dari arah luar gawangan, hal ini betujuan agar pupuk terbagi rata pada semua pokok dan untuk memperkecil kemungkinan terjadi pokok terlewatkan tidak dipupuk.

Gambar 3. Aplikasi Pupuk Abu Janjang

Alat-alat yang digunakan dalam pemupukan adalah ember, tali selendang untuk menggendong ember, dan mangkok penabur yang telah dikalibrasi. Karena kandungan K2O di dalam abu janjang adalah 30 % maka dosis yang digunakan adalah 4 kg/pokok. Norma penabur pupuk adalah 750 kg/HK.

Pada pelaksanaannya, sering dijumpai ketidaksesuaian dengan standar kerja perusahaan. Pekerja tidak menaburkan pupuk merata mengelilingi piringan. Hal ini disebabkan bagian piringan yang menghadap ke arah gawangan mati tertutup oleh gulma dan pelepah sehingga sulit dilalui. Selain itu, pekerja menaburkan pupuk tidak sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan, yaitu 4 kg/pokok. Pekerja terburu-buru dalam menaburkan pupuk, terutama pada pokok yang berada di bagian dalam barisan. kondisi gulma yang berat dan sudah menutupi gawangan menghambat pelaksanaan pemupukan dan bahkan penabur tidak bisa melewati gawangan sehingga pokok-pokok pada jalur tersebut tidak terpupuk.

Masalah lain adalah sifat abu janjang yang higroskopis sehingga mudah rusak. Perlu penyimpanan yang baik agar pupuk tidak rusak. Abu janjang bersifat

(36)

kaustik, aplikasi yang tidak tepat dapat menyebabkan daun dan akar tanaman terbakar (Pahan, 2008). Pada pelaksanaannya, karyawan mengeluh karena abu janjang menyebabkan iritasi pada kulit karyawan dan abu janjang yang basah menjadi lebih berat dan sulit ditaburkan karena menggumpal sehingga menghambat kerja penaburan.

Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

Jalan memiliki peranan penting pada kebun TM karena pemakainnya sangat intensif baik untuk pengangkutan panen, mobilisasi tenaga kerja, pengangkutan pupuk, dan kegiatan-kegiatan lain. Jalan utama (poros) Timur-Barat dirawat secara intensif karena menjadi jalur utama semua kegiatan kebun. Jalan ini diperkeras dengan tanah yang dicampur dengan kerikil.

Perawatan dilakukan pada jalan yang mengalami kerusakan. Intensitas curah hujan sangat mempengaruhi kondisi jalan karena tanah yang digunakan adalah tanah Podsolik Merah yang bersifat liat dan becek jika terkena air. Pada kebun PT JAW sering terjadi kerusakan jalan karena curah hujan tinggi dan rata setiap tahun. Jalan yang paling sering mengalami kerusakan adalah jalan-jalan antar blok. Hal ini disebabkan jalan tidak diperkeras dengan campuran kerikil sehingga licin dan tidak bisa dilalui oleh truk. Untuk mengangkut TBS dan pupuk pada jalan-jalan tersebut, digunakan traktor MF. Hal ini menyebabkan kerusakan lebih parah pada jalan.

Pengerjaan perawatan jalan dilakukan menggunakan alat berat road

grader. Pengerjaan meliputi penimbunan lubang dengan tanah yang dilakukan

menggunakan truk kemudian diratakan menggunakan road grader. Lubang yang tidak terlalu dalam atau kondisi jalan yang bergelombang bisa langsung diratakan menggunakan road grader.

Selain jalan, sarana transportasi yang mendapat perawatan adalah jembatan. Jembatan menghubungkan jalan antar blok dengan jalan utama. Jembatan pada PT JAW berupa balok kayu yang disusun. Balok kayu yang sudah lapuk tidak kuat menahan beban truk-truk pengangkut panen dan pupuk sehingga ketika truk melewati jembatan tersebut akan terperosok ke parit. Balok kayu yang sudah lapuk perlu diganti dengan yang baru. Selain balok kayu lapuk, balok kayu

(37)

26

yang tidak pada posisinya disusun kembali ke posisinya sehingga jembatan kuat menahan beban truk dan traktor. Ketika penulis melakukan magang, PT JAW sedang melakukan penggantian jembatan kayu dengan jembatan permanen berupa beton yang ditimbun tanah dengan pipa paralon sebagai jalur air. Jembatan ini jauh lebih kuat dan stabil dibandingkan dengan jembatan kayu namun lebih mahal.

Pemasangan Titian Panen

Titian panen memiliki peranan sangat penting dalam sistem pemanenan karena menghubungkan blok dengan TPH. Selama ini, titian panen pada PT JAW terbuat dari papan kayu, tetapi titian ini hanya berumur 5 tahun. Titian yang sudah lapuk menyebabkan pengangkutan TBS terhambat karena tidak bisa dilalui, bahkan tidak jarang pemanen tercebur ke parit akibat titian patah, sehingga karyawan harus mencari titian lain. Selain itu, pada saat curah hujan tinggi, air pada parit sering meluap sehingga menghanyutkan titian panen.

Pada saat penulis melaksanakan magang, PT JAW sedang melakukan penggantian titian panen kayu dengan titian beton. Ukuran titian panen beton beragam antara 4-7 m tergantung pada lebar parit tempat titian akan dipasang. Menurut keterangan pihak kebun, selain lebih stabil, titian ini bisa berumur lebih dari 10 tahun. Penggantian titian panen dimulai dengan pemesanan titian panen oleh asisten divisi kepada asisten bengkel dan traksi yang sebelumnya sudah disetujui oleh EM. Titian panen yang sudah siap diangkut ke lokasi untuk dipasang.

Pengangkutan dan pemasangan titian panen beton dilakukan secara borongan oleh KHL. Pekerja bekerja secara berkelompok dengan anggota 4-6 orang mengingat beratnya titian beton tersebut. Biaya pengangkutan hingga pemasangan adalah Rp 28 000,00 /titian. Titian beton diangkut menggunakan traktor MF. Pada pengangkutan inilah sering terjadi kerusakan pada titian beton akibat guncangan selama dalam perjalanan.

Pemasangan titian beton d ila k u k a n dengan sistem 1 : 3 atau 1 : 4. Sistem 1 : 3 a d a la h satu titian untuk setiap 3 gawangan, sedangkan sistem 1 : 4 adalah

(38)

satu titian untuk 4 gawangan. Hal ini dilakukan mengingat besarnya biaya pembuatan titian beton tersebut.

Penunasan (pruning)

Penunasan pada tanaman menghasilkan bertujuan untuk memelihara kondisi tajuk dengan mempertahankan pelepah pada kondisi songgo dua. Manfaat kegiatan pruning adalah mempermudah pengamatan buah, menghindari tersangkutnya brondolan pada pelepah, mempermudah pemanenan, membuang pelepah yang tidak produktif, dan merupakan tindakan sanitasi pohon agar terhindar dari hama dan penyakit.

Kegiatan penunasan di PT JAW dilaksanakan dengan rotasi 6 bulan sekali dalam setahun. Tenaga kerja penunasan adalah seluruh pemanen yang ada pada masing-masing divisi. Sistem pelaksanaan penunasan berbeda tergantung divisi masing-masing. Pada Divisi III PT JAW, kegiatan penunasan dilaksanakan dengan dua cara berbeda. Cara pertama adalah sebagian pemanen melakukan penunasan pada hanca panen masing-masing pada blok yang ditentukan, sedangkan sebagian yang lain tetap melakukan panen pada hanca masing-masing. Cara ini bisa dilaksanakan jika kapel panen memiliki sedikit TBS siap panen. Kegiatan penunasan disajikan pada Gambar 4.

Pemanen yang melakukan penunasan adalah pemanen yang hanca panennya terdapat sedikit TBS siap panen, ketika dilakukan kegiatan penunasan pada blok bersangkutan. TBS siap panen yang terdapat pada hanca yang dilakukan penunasan dipanen oleh pemanen lain. Cara kedua adalah bergiliran yang dilaksanakan dengan cara dua orang pemanen bekerja secara bersama melakukan penunasan pada blok yang ditentukan pada hanca panen salah satu dari keduanya. Pada hari berikutnya keduanya pindah ke hanca yang lain. Norma kegiatan penunasan adalah 1 gawangan/HK.

Sebelum penunasan dilaksanakan, para pekerja menyiapkan alat-alat yang diperlukan untuk penunasan. Alat-alat yang digunakan adalah egrek, dodos, dan parang. Alat-alat tersebut harus dalam kondisi baik dan tajam. Mandor panen bertugas mengecek kelengkapan alat tunas. Alat yang tidak baik diganti,

(39)

28

sedangkan alat yang kurang tajam diasah terlebih dahulu. Hal ini ditujukan tidak terjadi sobekan pada pelepah akibat tidak terpotong dengan baik.

Gambar 4. Penunasan

Penunasan pelepah dilakukan dengan memotong semua pelepah yang berada di bawah dua lingkaran pelepah yang berada di bawah tandah terbawah. Pelepah dipotong mepet batang ke arah luar dengan sisa potongan berbentuk tapak kuda.

Pelepah yang sudah diturunkan dipotong menjadi dua kemudian potongan bagian bawah pelepah disusun di gawangan (antar pokok) di luar piringan, sedangkan bagian atas pelepah disusun di gawangan mati. Pelepah tidak boleh menutupi parit, jalan tengah, dan jalan tikus. Penyusunan pelepah di antara pokok-pokok sawit bisa menekan pertumbuhan gulma rumput di antara pokok-pokok-pokok-pokok sawit.

Pada pelaksanaannya, sering ditemukan ketidaksesuaian dengan standar kerja perusahaan. Beberapa karyawan tidak menyusun pelepah secara tepat, bahkan ada pelepah yang dibuang ke parit.

Pengendalian Hama Ulat Pemakan Daun

Areal kebun PT JAW yang terkena serangan ulat pemakan daun adalah Blok A17 dan A18 Divisi V. Berdasarkan hasil sensus yang telah dilakukan (sebelum penulis melaksanakan magang) diperoleh data bahwa jenis ulat pemakan daun yang dominan adalah ulat api Setora nitens dengan populasi rata-rata 8 ekor

(40)

per pelepah, sebaran ulat api di Blok A18 dari gawangan 38 - 70 dan Blok A17 dari gawangan 45 - 60 (konsentrasi ulat api terbesar terjadi di tengah gawangan).

Lubis (1992) menyebutkan bahwa ulat api Setora nitens memiliki kemampuan memakan daun kelapa sawit sebesar 367 cm2, sedangkan luas permukaan satu pelepah daun kelapa sawit adalah 3-4 m2. Kerusakan yang terjadi akan pulih dalam waktu 2-3 tahun kemudian. PT JAW menetapkan batas populasi ulat pemakan daun yang tercantum dalam Tabel 5.

Tabel 5. Batas Populasi Ulat Pemakan Daun

Tingkat serangan

Jumlah rata-rata ulat per pelepah

Setora nitens Thosea assigna

Thosea bisura

Ploneta diducta Darna trima

TBM TM TBM TM TBM TM

Ringan <1 <1 <7 <15 <15 <35

Sedang 1-4 1-4 7-9 15-19 15-24 35-49

Berat >5 >5 >10 >20 >25 >50

Tingkat

serangan Langkah yang perlu diambil

Ringan Monitoring perkembangannya secara visual

Sedang Sensus 2 kali sebulan dan monitoring perkembangannnya Berat Sensus 2 kali sebulan dan tindakan pengendalian

Sumber: Kantor Divisi V (Lima) PT JAW

Berdasarkan batas populasi tersebut, serangan ulat api di Blok A17 dan A18 perlu dikendalikan. Untuk mengendalikan populasi ulat api, PT JAW menerapkan kegiatan perangkap cahaya (light trap) dan aplikasi swingfog.

Perangkap cahaya adalah pengendalian hama ulat api dengan menggunakan cahaya lampu sebagai perangkap. Perangkap cahaya ini ditujukan untuk mengendalikan hama Setora nitens pada stadia imago. Pada stadia inilah hama ulat api mengalami penyebaran dengan cepat. Imago Setora nitens berbentuk seperti kupu-kupu berwarna coklat dengan panjang 2-3 cm. Imago ini aktif pada petang sampai malam dan sangat peka terhadap rangsangan cahaya.

(41)

30

Teknis pelaksanaan perangkap cahaya adalah dengan cara memasang lampu dan di bawahnya diletakkan ember berisi air atau solar. Tujuan ember berisi air atau solar tersebut adalah sebagai tempat jatunya imago ulat api sehingga mudah ditangkap. Perangkap cahaya dilaksanakan pada petang antara pukul 17.00-20.00 WIB.

Imago ulat api akan bergerak ke arah cahaya dan berkumpul di sekitar cahaya dan jatuh ke dalam ember. Imago yang jatuh ke dalam ember tidak bisa terbang lagi sehingga bisa ditangkap dengan mudah dan dimasukkan ke kantong untuk kemudian dimusnahkan.

Pengendalian hama ulat pemakan daun yang lain adalah pengendalian secara pengasapan menggunakan bahan kimia. Pengendalian ini menggunakan alat semprot bertenaga mesin atau biasa disebut swingfog. Kegiatan aplikasi

swingfog bisa dilihat pada Gambar 5.

Bahan yang digunakan adalah solar dicampur dengan insektisida dengan merk dagang Decis 2.5 EC. Decis 2.5 EC adalah insektisida berbahan aktif deltametrin dengan cara kerja kontak dan lambung. Fungsi solar dalam campuran adalah sebagai perekat insektisida pada daun dan tubuh hama. Perbandingan antara solar dengan bensin adalah 10 : 1, sedangkan dosis yang digunakan adalah 2 liter campuran/ha atau 0.18 liter Decis 2.5 EC.

Gambar 5. Aplikasi Swingfog

Pencampuran bahan dilakukan di dalam galon berukuran 20 liter. Satu galon berisi campuran solar dan 6 kaleng Decis 2.5 EC (300 ml/kaleng). Setelah dicampur, campuran dimasukkan ke dalam tangki swingfog yang berkapasitas 8

(42)

liter. Setelah pengisian bahan racun selesai, mesin dinyalakan dan siap untuk diaplikasikan.

Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk aplikasi swingfog adalah tiga orang. Dua orang sebagai pembawa swingfog dan satu orang pembawa campuran racun. Aplikasi swingfog dimulai pada pukul 18.00 karena pada saat ini ulat pemakan daun sedang aktif. Pembawa swingfog berjalan dari luar gawangan menuju ke dalam hingga keluar di ujung gawangan. Norma kerja aplikasi swingfog adalah 1.4 ha/HK dan penulis bisa mencapai norma tersebut.

Perusahaan sudah menyediakan kelengkapan keselamatan pekerja berupa penutup muka, namun pada pelaksanaannya pekerja tidak menggunakannya karena dirasa menghambat pekerjaan. Selain itu, pekerja merokok ketika melaksanakan aplikasi swingfog. Hal ini jelas tidak dibenarkan dalam standar keselamatan kerja, namun perusahaan tidak bisa mencegahnya. Aplikasi swingfog adalah kegiatan yang dilaksanakan pada malam hari sehingga hanya sedikit pekerja yang mau melaksanakan pekerjaan ini.

Pengendalian Gulma

Gulma merupakan tanaman yang tidak dikehendaki pada lahan usaha pertanian. Gulma menjadi pesaing bagi tanaman usaha dan bisa menurunkan daya saing tanaman usaha dalam hal pemanfaatan sumber daya lahan. Pertumbuhan gulma yang tidak terkendali dapat me n ye ba bk a n p e nu r u na n produksi hingga 80 %. Mengingat besarnya pengaruh yang ditimbulkan oleh gulma, perlu adanya pengendalian yang tepat.

Pengendalian gulma secara kimiawi. Pengendalian gulma secara

kimiawi dilakukan dengan memanfaatkan bahan kimia atau herbisida sebagai agen pengendali. Jenis gulma yang penting yang ada di lahan PT JAW adalah gulma Axonopus compressus, Paspalum conjugatum, Mikania micrantha,

Ageratum conyzoides, Asystasia coromandeliana, kentosan (anakan sawit liar), Melastoma malabathricum, Imperata cylindrica, Nephrolepis bisserata, dan Chromolaena odorata. Lahan kebun PT JAW memiliki curah hujan 2 673.98

mm/tahun dan didominasi oleh lahan gambut yang basah ketika musim hujan. Kondisi tajuk tanaman yang belum menutup rapat menyediakan ruang bagi

(43)

32

cahaya untuk sampai pada permukaan lahan. Hal ini menjadikan lahan sebagai tempat yang baik bagi gulma untuk tumbuh.

Herbisida yang digunakan PT JAW adalah herbisida sistemik dengan merk dagang Ally 20 WDG dan Smart 486 AS dan herbisida kontak Gramoxone 276 SL. Bahan aktif ketiga herbisida berturut-turut adalah metil metsulfron, isopropilamina glifosat, dan paraquat.

Penggunaan herbisida tersebut tergantung pada jenis gulma yang akan dikendalikan. Terdapat beberapa kegiatan yang termasuk pengendalian gulma secara kimiawi di PT JAW antara lain, Semprot Piringan, Jalan pikul, dan TPH (SP3TPH), semprot semak, dan pengendalian alang-alang.

Herbisida yang digunakan pada SP3TPH adalah campuran Gramoxone 276 SL dan Ally 20 WDG. Gulma pada piringan dikendalikan secara tuntas atau sampai pada kondisi W0 (bebas gulma). Hal ini berkaitan dengan fungsi piringan yang merupakan areal perakaran dan tempat menaburkan pupuk. Gulma pada piringan umumnya didominasi oleh Nephrolepis bisserata, Asystasia coromandeliana, dan Kentosan (anakan sawit liar). Pada sebagian besar blok,

kondisi gulma di piringan sudah tumbuh berat dan menutupi sebagian besar areal piringan.

Jalan pikul adalah jalan seluas 1.25 m yang terletak di tengah gawangan

yang berfungsi sebagai jalur bagi pekerja dalam menjalankan kegiatan kebun. Gulma yang tumbuh di jalan pikul dikendalikan sampai pada tingkat tidak menggganggu pelaksanaan kegiatan kebun. Kondisi gulma pada jalan pikul umumnya sudah tumbuh sedang sampai berat dan mengganggu kegiatan kebun. Sebagian besar gulma tumbuh berawal dari areal gawangan mati yang menjalar ke areal jalan pikul dan menutupinya.

Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) adalah sebuah tempat yang terletak di luar gawangan hidup dan di pinggir jalan yang berfungsi untuk mengumpulkan sementara TBS yang baru dipotong. Gulma yang banyak tumbuh di TPH adalah gulma dari golongan rumput dan anakan sawit liar yang tumbuh akibat brondolan tidak dipungut bersih.

Semprot semak dilaksanakan jika jenis gulma didominasi oleh gulma golongan rumput. Gulma yang banyak tumbuh adalah Axonopus compressus,

(44)

Paspalum conjugatum, dan Ottochloa nodosa. Pengamatan dominasi gulma pada

blok yang akan di semprot dilakukan oleh mandor sebelum hari penyemprotan secara visual. Pada umumnya, kondisi gulma sudah tumbuh berat menutupi sebagian besar areal gawangan hidup dan piringan.

Pada semprot semak, herbisida yang digunakan adalah Smart 486 AS dengan dosis 0.3-0.4 l/ha. Smart 486 AS adalah herbisida sistemik yang mengandung bahan aktif Isopropilamina glifosat 486 g/l.

Gulma alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan gulma yang sangat penting di kebun dan mendapat perhatian khusus. Keberadaan gulma ini di kebun tidak dapat ditoleransi. Alang-alang (Imperata cylindrica) adalah gulma dari golongan rumput yang berkembang biak menggunakan biji dan rhizoma. Kemampuan alang-alang dalam bekembang biak dengan sangat cepat dan kemampuan bertahan hidup alang-alang sampai umur tahunan menjadikan gulma ini sebagai gulma penting di kebun kelapa sawit. Alang-alang mampu mendominasi gulma lain dan dalam kondisi musim panas alang-alang menjadi pemicu terjadinya kebakaran. Oleh sebab itu, keberadaaan alang-alang di kebun kelapa sawit dihilangkan.

Pengendalian gulma alang-alang di kebun PT JAW berjalan baik yang ditunjukkan dengan populasi gulma berupa terpencar dan satu-satu. Pengendalian gulma untuk populasi alang tersebut dilakukan dengan cara spot spraying dan

wiping menggunakan herbisida Smart 486 AS. Divisi III, tempat penulis

melaksanakan sebagian besar kegiatan magang, hanya melaksanakan pengendalian alang-alang secara wiping karena populasi alang-alang di Divisi III terkendali dengan baik. Spot spraying dilakukan di divisi lain.

Wiping dilaksanakan jika populasi alang-alang dalam bentuk satu-satu. Wiping dilaksanakan oleh KHL perempuan dengan cara pekerja berjalan

menelusuri gawangan pada blok yang telah ditentukan untuk mencari alang-alang yang tumbuh. Alang-alang yang ditemukan kemudian diusap dengan herbisida kemudian dipatahkan ujungnya untuk menandai bahwa alang-alang sudah diusap. Dosis wiping adalah 0.03 l/ha dengan norma kerja 6.7 ha/HK.

Gejala kerusakan alang-alang akibat wiping terjadi pada 2 MSA dengan ditandai tajuk berwarna kekuning-kuningan dan pada 4-6 MSA alang-alang

Gambar

Tabel 1. Tata Guna Lahan PT JAW  pada Tahun 2008
Gambar 1. Kegiatan pengeceran Polibag
Gambar 2. Gejala Defisiensi Cu
Tabel 3. Realisasi Pemupukan CuSO 4  di Divisi II
+6

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan magang merupa!ran kegiatan kerja langsung sehingga kegiatan mahasiswa merupakan bagian integral dari sistem kerja di Kebun Sei Lukut, melakukan pengamatan

Metode yang digunakan dalam pelaksanaan magang adalah melaksanakan seluruh kegiatan yang sedang berlangsung di perkebunan kelapa sawit baik secara teknis maupun secara manajerial

Kegiatan magang ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, dan wawasan mahasiswa mengenai pengelolaan budidaya stroberi secara keseluruhan;

Tujuan khusus kegiatan magang ini adalah meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan pengalaman tentang pemeliharaan tanaman kelapa sawit terutama pengendalian gulma

Data jumlah tenaga kerja panen diperoleh dengan melakukan wawancara dengan mandor dan asisten kebun dan mengamati secara langsung jumlah pekerja saat apel pagi dilaksanakan

Analisis dampak aplikasi limbah terhadap tanaman dilakukan dengan membandingkan kandungan unsur hara daun dan perolehan produksi antara lahan yang diaplikasikan

Kegiatan magang dilakukan untuk mengetahui pengelolaan limbah cair in- dustri kelapa sawit yang dilaksanakan di Kebun PBSN PT Agrowiyana dan Pabrik Kelapa Sawit PT Agro Mitra

Kegiatan magang yang dilakukan penulis telah meningkatkan pengetahuan tentang budidaya tanaman kelapa sawit, memperoleh pengalaman dan keterampilan kerja sebagai PHL,